Analisis Dalam Perspektif Hukum Administrasi

4.1. Analisis Dalam Perspektif Hukum Administrasi

Istilah keabsahan merupakan terjemahan dari rechtmatigheid, yang secara harafiah dapat diartikan sebagai berdasarkan atas hukum atau sesuai dengan hukum. Jika dikaitkan dengan keputusan pemerintah, maka keputusan yang sah adalah keputusan yang sesuai dengan ukuran-ukuran hukum. Konsep tersebut lahirnya seiring dengan lahirnya konsepsi negara hukum, yang mengharuskan segala tindakan pemerintahan harus didasarkan pada ketentuan hukum yang mengatur rechtmatig van het bestuur . Prinsip ini berintikan pada adanya penerapan asas legalitas dalam semua tindakan hukum pemerintah. Sehingga apabila

tindakan pemerintah tidak berdasarkan pada hukum, maka akan menyebabkan tindakan tersebut cacat hukum atau melanggar hukum.

Pada hakikat keabsahan tindakan pemerintah dapat dilihat dari apakah tindakan tersebut sudah sesuai dengan hukum atau tidak dengan asas legalitas. Philipus M Hadjon menyatakan bahwa asas penyelenggaraan pemerintahan adalah berdasarkan asas negara hukum dengan asas dasar adalah asas legalitas. 108 Lebih lanjut

108 Philipus M Hadjon, Hukum Administrasi dan Good Governan- ce, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2010, hlm. 20.

Philipus M Hadjon menyatakan bahwa, prinsip legalitas dalam tindakan pemerintahan meliputi wewenang, prosedur dan substansi. 109 Wewenang dan prosedur merupakan landasan bagi legalitas formal yang melahirkan asas praesumtio iustae causa. Sedangkan substansi akan melahirkan legalitas materiil.

Sehubungan dengan hal tersebut, Philipus M Hadjon menyatakan bahwa prinsip keabsahaan dalam hukum administrasi memiliki fungsi:

a. Bagi aparat pemerintah, asas keabsahan berfungsi sebagai norma pemerintah.

b. Bagi masyarakat, asas keabsahan berfungsi sebagai alasan mengajukan gugatan terhadap tindakan pemerintah.

c. Bagi hakim, asas keabsahan berfungsi sebagai dasar pengujian suatu tindakan pemerintah. 110 Berdasarkan teori tersebut di atas, selanjutnya untuk menguji keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung, dalam penelitian ini dilakukan analisis dengan menggunakan beberapa instrumen yang hasilnya diharapkan dapat memberikan percerahan terkait persoa- lan keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung.

109 Philipus M Hadjon, Ibid, hlm. 22. 110 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indo-

nesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm. 7.

4.1.1. Penggantian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Secara yuridis faktual Kabupaten Tana Tidung dibentuk pada tanggal 10 Agustus 2007, tepatnya sejak diundangkan dan dinyatakan berlakunya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur. Bahkan sampai saat ini telah menyelenggarakan fungsi dan tugasnya sebagai daerah otonom sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian, masih terdapat banyak pihak yang mempertanyakan keabsahan hukumnya, bahwa secara yuridis pembentukan Kabupaten Tana Tidung mengesankan adanya permasalahan hukum terkait dengan perbedaan dan penggantian dasar hukum yang digunakan pada saat pengusulan dan pengesahan- nya.

Pembentukan Kabupaten Tana Tidung disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur. Permasalahannya terkait dengan fakta hukum, bahwa pada saat pengusulannya berdasarkan pada Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun l999 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada saat itu masih berlaku, dan persyaratannya berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000

tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Apabila dikaitkan dengan prinsip berlakunya norma hukum, maka pembentukan Kabupaten Tata Tidung dapat dinyatakan tidak sesuai dengan asas lex posteriori derogat legi priori , karena menggunakan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sebenarnya undang- undang ini telah diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebab asas lex posteriori derogat legi priori, memuat asas bahwa undang-undang yang baru mengalahkan undang-undang yang lama. Penggunaan asas lex posteriori derogat legi priori untuk menguji keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung didasarkan atas alasan bahwa pengusulannya didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, namun pada saat pengesahannya undnag-undang tersebut sudah diganti dengan yang baru, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pendapat yang mendasarkan pada asas lex posteriori derigat legi priori terkait dengan keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung tersebut tidak sah, untuk sementara dapat diterima. Sebab kedua undang-undang tersebut bentuk dan substansinya sama. Sebagaimana dikatakan Bagir Manan, bahwa yang perlu diperhatikan Pendapat yang mendasarkan pada asas lex posteriori derigat legi priori terkait dengan keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung tersebut tidak sah, untuk sementara dapat diterima. Sebab kedua undang-undang tersebut bentuk dan substansinya sama. Sebagaimana dikatakan Bagir Manan, bahwa yang perlu diperhatikan

Berdasarkan prinsip lex posteriori derogat legi priori, dan Ketentuan Penutup Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara yuridis teoritis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, tidak memiliki kekuatan mengikat berlaku, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum. Sehubungan dengan hal ini Jimly Assiddiqie menyatakan bahwa undang-undang/peraturan perundang-undangan atau ketentuan yang telah dicabut tersebut dengan sendirinya tidak lagi mempunyai kekuatan mengikat, meskipun undang-undang atau peraturan perundangan yang mencabutnya itu sendiri dikemudian hari dicabut juga. 112

Uraian ini di bawah ini dimaksudkan untuk menj Berdasarkan penelitian dan analisis terhadap

substansi kedua undang-undang (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) tidak terdapat perbedaan antara keduanya, tetapi antara keduanya justru mencerminkan kesamaan

111 Bagir Manan, Op. Cit. 112 Jimly Assiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Raja

Grafindo Persada, 2011, hlm. 154.

substansi pengaturan. Kedua undang-undang ini sama- sama membuka peluang bagi dilakukannya pembentu- kan daerah baru dalam rangka pemekaran wilayah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Kesamaan substansi pengaturan tersebut dapat dilihat pada masing-masing undang- undang sebagai berikut.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diatur di dalam ketentuan pasal-pasal berikut:

a. Pasal 2 ayat (1) yang dirumuskan: “Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom”;

b. Pasal 4 ayat (1), dirumuskan: “Dalam rangka pelak- sanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepen- tingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat;

c. Pasal 6 ayat (4) dirumuskan: “Penghapusan, Pengga- bungan, dan Pemekaran Daerah, sebagaimana dimak- sud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan undang-undang.

Memperhatikan ketentuan-ketentuan pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang menghendaki dilakukannya Memperhatikan ketentuan-ketentuan pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang menghendaki dilakukannya

Selanjutnya di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, terkait dengan pembentukan daerah, terdapat di dalam ketentuan pasal-pasal sebagai berikut:

a. ketentuan Pasal 2 ayat (1), dirumuskan: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabu- paten dan kota yang masing-masing mempunyai pe- merintahan sendiri;

b. Pasal 4 ayat (1) dirumuskan: Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang.

Memperhatikan rumusan pasal-pasal dalam kedua undang-undang tersebut ternyata hampir tidak terdapat perbedaan substansial mengenai pengaturan pemekaran wilayah, baik itu melalui pembentukan, pemekaran, penghapusan, maupun penggabungan daerah, kecuali hanya berbeda dalam perumusan dan penempatan pasal- pasalnya saja. Mengingat substansi ketentuan pasal-pasal di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sepanjang Memperhatikan rumusan pasal-pasal dalam kedua undang-undang tersebut ternyata hampir tidak terdapat perbedaan substansial mengenai pengaturan pemekaran wilayah, baik itu melalui pembentukan, pemekaran, penghapusan, maupun penggabungan daerah, kecuali hanya berbeda dalam perumusan dan penempatan pasal- pasalnya saja. Mengingat substansi ketentuan pasal-pasal di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sepanjang

Tana Tidung, dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut.

Apabila pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut dipaksakan terkait dengan pembentukan Kabupaten Tana Tidung, tentunya akan bertentangan dengan asas perundang-undangan, yaitu asas retroaktif, yang pada dasarnya berisi prinsip bahwa undang- undang tidak boleh berlaku surut. Sebab pada saat pembentukan Kabupaten Tana Tidung diproses, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum dibentuk, namun yang digunakan dasar pembentukan pada waktu itu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, jika memaksakan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat dikatakan bertentangan dengan asas retroaktif tersebut, dan harus diingat bahwa undang- undang secara teoritik tempatnya di atas norma (asas retroaktif kedudukannya di atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Untuk mengukur keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung juga dapat didasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal 232 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menentukan bahwa “Pembentukan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang telah memenuhi seluruh persyaratan pembentukan sesuai peraturan perundang-undangan tetap diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum undang-

undang ini diundangkan”. Dari ketentuan Pasal 232 di atas, maka dapat dikatakan bahwa proses pembentukan Kabupaten Tana Tidung memiliki keabsahan hukum. Sebab pengusulannya telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang telah diatr dalam peraturan perundang-undangan.

Penggantian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tidak menyebabkan proses pembentukan Kabupaten Tana Tidung tertunda. Sebab proses dan persyaratan pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dibenarkan oleh ketentuan Pasal 232 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Dengan dasar tersebut, maka pembentukan Kabupaten Tana Tidung dengan mengacu pada ketentuan Pasal 232 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak perlu diperdebatkan lagi. Pembentukan Tana Tidung sebagai daerah otonom secara yuridis konstitusional sudah sah menurut hukum.

Memperhatikan uraian tersebut di atas, maka dengan mengkaitkan teori negara hukum, yang pada prinsipnya menghendaki semua tindakan penguasa harus sesuai dengan asas rechtmatig bestuur, bahwa setiap tindakan penguasa harus didasarkan atas hukum yang jelas, maka tentunya hal ini memberikan dasar argumen terhadap legalitas atau keabsahan hukum pembentukan Kabupaten Tana Tidung sebagai sebagai daerah otonom baru. Dengan demikian segala tindakan pemerintah daerah Kabupaten Tana Tidung secara hukum memiliki dasar legalitas.

4.1.2. Penggantian Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah Nomor

78 Tahun 2007

Pada saat berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada tahun 2007 dilakukan perubahan tentang persyaratan pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah kabupaten/kota. Perubahan tersebut dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata

Cara Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang menggantikan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan

dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Perubahan tersebut khususnya menyangkut persyaratan minimal untuk membentuk kabupaten/kota harus terdiri atas 5 (lima) kecamatan, 50 (lima puluh) desa, serta harus memiliki infrastruktur yang memadai guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Perubahan persyaratan pembentukan daerah tersebut juga dianggap sebagai salah satu penyebab munculnya keraguan sebagian masyarakat terkait keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung. Sebab diasum-sikan penggantian persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan

dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah tersebut harus diikuti dengan perubahan persyaratan pembentukan kabupaten/kota sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Apabila dalam pengajuan usulan pembentukan kabupaten/kota tidak disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, maka 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Apabila dalam pengajuan usulan pembentukan kabupaten/kota tidak disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, maka

Permasalahannya apakah penggantian persyaratan tersebut serta merta juga harus dilakukan penyesuaian? apabila dicermati secara sungguh-sungguh, perubahan persyaratan tersebut sebenarnya tidak mengharuskan dilakukannya

penyesuaian persyaratan usulan pembentukan Kabupaten Tana Tidung sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Perlu dikemukakan bahwa secara yuridis faktual memang penggantian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, juga disertai dengan penggantian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Namun dalam hal pembentukan Kabupaten Tana Tidung, perubahan persyaratan pembentukan kabupaten/kota sebagaimana terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, namun tidak terdapat ketentuan penyesuaian persyaratan usulan pembentukan Kabupaten Tana Tidung sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Perlu dikemukakan bahwa secara yuridis faktual memang penggantian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, juga disertai dengan penggantian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Namun dalam hal pembentukan Kabupaten Tana Tidung, perubahan persyaratan pembentukan kabupaten/kota sebagaimana terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, namun tidak terdapat ketentuan

Secara faktual memang harus diakui bahwa pengesahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, memiliki kesamaan tahun pengundangan, yaitu sama-sama diundangkan pada tahun 2007. Namun kesamaan tahun pengundangan kedua peraturan perundang-undangan ini tidak berarti terjadi kesamaan waktu pengundangan, baik mengenai hari, tanggal, maupun jam. Artinya keberlakuan kedua peraturan perundang-undangan tersebut tidak dalam waktu yang bersamaan. Untuk itu, seharusnya tidak perlu ada keraguan terhadap keabsahan pembentukan Kabupaten Tana Tidung, meskipun persyaratan yang digunakan tidak disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Dilihat dari tanggal penetapan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007, sedangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah disahkan pada tanggal 10 Desember 2007. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pengha- pusan, dan Penggabungan Daerah tidak mengikat terha- dap proses pembentukan Kabupaten Tana Tidung. Pera- turan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah tidak dapat berlaku surut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah harus berlaku ke depan.

Di samping itu, secara yuridis formal Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan

dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah masih tetap berlaku. Hal tersebut didasarkan pada Ketentuan Penutup Pasal 238 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menentukan bahwa “Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku”. Artinya bahwa Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah tidak dicabut dengan ditetapkannya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun demikian, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah masih dinya- takan berlaku sampai ditetapkannya peraturan pemerin- tah baru yang mencabut itu. Hal tersebut sesuai dengan prinsip/asas contrario actus, yang berarti bahwa peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut oleh pera- turan perundang-undangan yang memiliki kedudukan yang sederajat.

Memperhatikan dasar pertimbangan tersebut, maka Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah tetap dapat dijadikan sebagai dasar hukum pembentukan Kabupaten Tana Tidung. Sebab Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Peme- karan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah tetap berlaku sampai dengan tanggal 10 Desember 2007. Dengan demikian secara otomatis Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang memuat persyaratan tentang pembentukan Kabupaten Tana Tidung juga harus dinyatakan tetap berlaku sampai dengan 9 Desember 2007.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah tersebut, baru dinyatakan tidak berlaku pada tanggal 10 Desember 2007 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, tepatnya sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007. Pernyataan tidak berlakunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Peme- karan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah terdapat di dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007, yang mengatur tentang Ketentuan Penutup. Selanjutnya isi ketentuan peralihan tersebut selengkapnya dirumuskan sebagai berikut “Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Pera- turan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dicabut d an dinyatakan tidak berlaku”.

Pada bagian lain dari peraturan pemerintah ini dinyatakan dengan kalimat “Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2007”. Berdasarkan Ketentuan

Penutup tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan

dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, secara hukum baru berhenti berlakunya dan tidak lagi memiliki kekuatan mengikat sejak tanggal 10 Desember 2007 atau sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Berdasarkan pada analisis hukum terhadap peng- gantian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan juga memper- hatikan penggantian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, maka dapat disimpulkan bahwa pembentukan Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur secara normatif sah dan tidak terdapat cacat hukum yang diakibatkan tidak dipenuhi syarat keabsahan hukumnya. Dengan kata lain dalam perspektif ini pembentukan Kabupaten Tana Tidung secara yuridis sah. Keabsahaan tersebut dapat dilihat dari berbagai penjelasan-penjelasan di atas, sehingga pembentukan

Kabupaten Tana Tidung telah sesuai asas rechtmatigbestur sebagaimana disyaratkan dalam negara hukum.