PENCAPAIAN KEBERHASILAN PEMERINTAH KABUPATEN TANA TIDUNG DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BAB V PENCAPAIAN KEBERHASILAN PEMERINTAH KABUPATEN TANA TIDUNG DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

5.1. Penurunan Angka Kemiskinan

Untuk memahami kemanfaatan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung sebagai daerah otonom baru berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, maka dalam bab ini diuraikan mengenai upaya dan capaian keberhasilan Pemerintah Kabupaten Tana Tidung periode 2007-2013. Sebagaimana diketahui hawa salah satu tujuan pembentukan daerah otonom baru adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Untuk memahami keberhasilan Kabupaten Tana Tidung dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat dilihat pada uraian berikut di bawah ini.

Sejak disahkannya Kabupaten Tana Tidung sebagai daerah otonom baru berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, undang-undang ini telah memberikan kewenangan yang sah kepada pemangku jabatan, dalam hal ini Bupati Kabupaten Tana Tidung dan segenap jajaran penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Tana Tidung. Sejak saat itu pula Bupati Kabupaten Tana

Tidung sebagai kepala pemerintahan, sekaligus sebagai subjek hukum publik memilik kewenangan hukum untuk bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kabupaten Tana Tidung.

Kewenangan itu antara lain untuk merencanakan dan memulai penyelenggaraan pembangunan dengan menitikberatkan pada pembangunan sektor ekonomi, dengan memperhitungkan

dampak positif dan negatifnya terhadap masyarakat sebagai objek dan sekaligus subjek pembangunan pada masa otonomi daerah. Disamping itu perlu mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Tana Tidung. Perencanaan pembangunan ekonomi didesain dengan memperhatikan segala potensi daerah dari segala sektor, karakteristik daerah agar pembangunan satu dengan sektor pembangunan yang lain tidak tumpang tindih. Strategi kebijakan ini dilakukan untuk mewujudkan keterpaduan program pembangunan dalam rangka mempercepat upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai filosofis diberlakukannya otonomi kepada daerah. Keterpaduan perencanaan pembangunan selalu memperhatikan skala prioritas yang menyentuh harkat kehidupan masyarakat seperti pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas sosial serta pembangunan ekonomi kerakyatan.

Pemilihan skala prioritas program pembangunan ini diarahkan pada terciptanya program kebijakan pembangunan ekonomi secara makro di Kabupaten Tana

Tidung. Adanya

pembangunan yang mendukung kegiatan program pembangunan ekonomi diharapkan dapat lebih memacu kemajuan perekonomian rakyat, terbukanya lapangan kerja, dan tentunya semakin memperkecil angka kemiskinan. Sesuai dengan data statistik tahun 2009, Angka Kemiskinan Kabupaten Tana Tidung pada tahun 2010 sebesar 15,42% dan menurun pada tahun 2012 diangka 11,41%. Sementara angka pengangguran tahun 2009 sebesar 13,08% dan pada tahun 2011 turun diangka 6,67% lebih rendah dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

prioritas

5.2. Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur yang diutamakan adalah pembangunan jalan sebagai sarana transportasi guna memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat, baik yang ada di Kabupaten Tana Tidung, maupun dalam hubungannya dengan daerah lain. Pembangunan infrastruktur

diibaratkan sebagai pembangunan urat nadi kegiatan ekonomi, sebab dengan jalan secara otomatis dapat memperlancar transportasi barang, orang dan jasa, yang merupakan darah daging kegiatan perekonomian. Tanpa jalan semua kegiatan ekonomi akan berhenti tidak dapat bergerak, sehingga urat nadi perekonomian daerah pun akan stagnan dan berhenti tanpa daya.

jalan

dapat

Dalam rangka pembangunan infrastruktur jalan ini, selama kurang lebih 4 (empat) tahun masa penyelengga- raan Pemerintahan Kabupaten Tana Tidung, sudah Dalam rangka pembangunan infrastruktur jalan ini, selama kurang lebih 4 (empat) tahun masa penyelengga- raan Pemerintahan Kabupaten Tana Tidung, sudah

5.3. Bidang Kesehatan

Prioritas berikutnya adalah pembangunan bidang kesehatan, memasuki era millenium ketiga 2010, pemerintah Indonesia telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan yang dilandasi paradigma baru di bidang kesehatan yakni Paradigma Sehat. Paradigma sehat merupakan cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat bahwa akar permasalahan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor, bersifat lintas sektoral, dan upaya ini lebih dititikberatkan pada peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan dan bukan hanya penyembuhan orang yang jatuh sakit atau pemulihan kesehatan semata-mata.

Secara makro, paradigma sehat berarti bahwa pembangunan semua sektor harus memperhatikan

Data pembangunan jalan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tana Tidung Kalimantan Timur (sekarang Kali- mantan Timur).

Dalam kerangka desentralisasi di bidang kesehatan, pencapaian Indonesia Sehat 2010 dan sekarang pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, sangat ditentukan oleh pencapaian Provinsi Sehat, Kabupaten/Kota Sehat, dan bahkan jika perlu Kecamatan, dan Desa Sehat. Oleh karena itu, guna memantau pencapaian Indonesia Sehat 2010 dalam kerangka desentralisasi di bidang kesehatan perlu pula disusun Indikator Kabupaten/Kota Sehat dan Indikator Provinsi Sehat, yang mengacu pada Indikator Indonesia Sehat 2010. Indikator-indikator yang disusun itu digolongkan sesuai dengan penggolongan indikator Indonesia Sehat 2010, dan dicantumkan sebagai pedoman

134 Master Plan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik In- donesia, Tahun 2010.

bagi daerah setempat melaksanakan Pembangunan Kesehatan Daerah.

Layanan kesehatan yang tanggap, bermutu, mudah dan bernilai ekonomis, merupakan dambaan kebutuhan masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional. Layanan kesehatan yang diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan dan bernilai tambah, sesungguhnya bukan menjadi hak atau monopoli segelintir masyarakat tertentu, atau kalangan masyarakat yang berdomisili di perkotaan, atau masyarakat golongan mapan saja, melainkan juga masyarakat yang bermukim di pedesaan/kawasan terpencil dan terbelakang kehidupan sosio-ekonominya, termasuk kelompok ma- syarakat yang berpenghasilan rendah atau kurang mam- pu, seperti kelompok tenaga kerja harian atau lepas, teru- tama yang bergelut di sektor informal dengan latar bela- kang pendidikan formal yang sangat rendah.

Lingkungan dan perilaku masyarakat merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terha- dap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku orang yang sakit, peranan orang yang sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya. Dengan demikian ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variabel- variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbe-

da di kalangan pasien.

Pengertian sakit menurut etimologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan seseorang dianggap sehat apabila unsur- unsur utama, yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda dosha, yin dan yang. Upaya ini dilakukan dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat tahun 2015.

Dalam menunjang pencanangan visi Indonesia Sehat tersebut, Pemerintah Kabupaten Tana Tidung telah membangun berbagai fasilitas kesehatan, diantaranya telah selesainya pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dengan segala peralatannya. Disamping itu dibangun pula fasilitas kesehatan lain seperti PUSKESMAS di setiap kecamatan yang buka 24 jam dan PUSTU di setiap desa di Kabupaten Tana Tidung. Harapan bahwa pembangunan sarana dan prasarana kesehatan ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pula derajat kesehatan masyarakat secara umum 135 . Dengan ketersediaan fasilitas kesehatan ini, maka diharapkan setiap saat masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan ini dalam rangka menjaga hidup yang

135 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tana Tidung.

sehat dan diharapkan pasien sakit tidak harus dirujuk lagi ke kabupaten lain, seperti Malinau, Bulungan dan Tarakan yang relatif sangat jauh dari Kabupaten Tana Tidung.

Dalam rangka pembangunan bidang kesehatan ini pula, Pemerintah Daerah telah mengirim dokter umum berbagai bidang untuk tugas belajar, seperti spesialisasi kandungan, gigi dan mulut, bedah, dan juga interna, yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masya- rakat, yang nantinya ditempatkan di Rumah Sakit Umum Daerah yang saat ini sedang dibangun pemerintah. Hal ini tentunya tidak berlebihan, mengingat kesehatan merupakan faktor penting dalam mewujudkan kesejah- teraan masyarakat. Tugas belajar dokter umum ini diha- rapkan dapat memenuhi tuntutan secara bertahap kebu- tuhan tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabu- paten Tana Tidung khususnya dan dalam rangka mewu- judkan Indonesia Sehat melalui daerah Kabupaten/Kota.

5.4. Bidang Pendidikan

Pembangunan pendidikan juga termasuk prioritas pertama dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Tana Tidung, dengan pembangunan pendidikan diharapkan dapat dihasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang diharapkan mampu menjadi pelaku pembangunan dan motor penggerak perubahan di daerah Kabupaten Tana Tidung. Pembangunan pendidikan sebagai salah satu prioritas perencanaan pembangunan di Kabupaten Tana Tidung telah Pembangunan pendidikan juga termasuk prioritas pertama dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Tana Tidung, dengan pembangunan pendidikan diharapkan dapat dihasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang diharapkan mampu menjadi pelaku pembangunan dan motor penggerak perubahan di daerah Kabupaten Tana Tidung. Pembangunan pendidikan sebagai salah satu prioritas perencanaan pembangunan di Kabupaten Tana Tidung telah

Di samping itu, juga dibangun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian dengan boarding school system yang dibangun di atas lahan seluas 8 ha dan direncanakan mulai menerima siswa baru tahun ajaran 2015/2016 ini. Pemerintah Kabupaten Tana Tidung juga memberikan beasiswa kepada masyarakat dan aparatur pemerintah untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang sarjana dan magister, baik di dalam maupun di luar negeri, dan diharapkan nantinya menjadi pemuka dalam mengelolah pendidikan di Kabupaten Tana Tidung.

5.5. Bidang Perekonomian Masyarakat

Melihat kondisi sebelum terbentuknya Kabupaten Tana Tidung, penerangan listrik hanya beroperasi 6 (enam) jam, untuk itu Pemerintah Kabupaten Tana Tidung menempatkan bidang kelistrikan menjadi prioritas utama. Sehingga pada tahun 2010 listrik bisa beroperasi menjadi 18 jam, lalu pada tahun 2011 Melihat kondisi sebelum terbentuknya Kabupaten Tana Tidung, penerangan listrik hanya beroperasi 6 (enam) jam, untuk itu Pemerintah Kabupaten Tana Tidung menempatkan bidang kelistrikan menjadi prioritas utama. Sehingga pada tahun 2010 listrik bisa beroperasi menjadi 18 jam, lalu pada tahun 2011

Untuk menunjang pertumbuhan perekonomian rakyat, pemerintah daerah juga membentuk koperasi desa dan juga mendorong pendirian Usaha Kecil Menengah, yang dananya dipinjam dari Bank Pemerintah. Dengan demikian sektor ekonomi riil dapat bergerak dan dengan pergerakan sektor ekonomi riil ini diharapkan daya tahan ekonomi dapat stabil karena dukungan masyarakat, tanpa harus menggantungkan pada investasi bermodal besar. Sedangkan untuk mempercepat pertumbuhan sektor perekonomian formal, pemerintah daerah telah membangun infrastruktur dan suprastruktur yang dapat menjadi daya tarik bagi investor, baik dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri, maupun dalam rangka Penanaman Modal Asing.

Masuknya pemodal besar ini diharapkan dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam yang potensinya cukup menjanjikan, khususnya pertambangan logam mulia dan juga minyak. Dengan Masuknya pemodal besar ini diharapkan dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam yang potensinya cukup menjanjikan, khususnya pertambangan logam mulia dan juga minyak. Dengan

Perencanaan pembangunan ekonomi tidak dapat dilepas dari potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah dan diupayakan semaksimal mungkin pengelola- annya. Sesuai dengan konteks otonomi daerah, diantara- nya masing-masing daerah harus mampu mewujudkan dirinya sebagai organisasi pemerintahan yang mandiri. Dalam pengertian ini, maka pemerintah daerah yang sudah dinyatakan sebagai daerah otonom harus mampu membiayai pemerintahannya sendiri, dalam pengertian mampu menggali sumber dana untuk membiayai pembangunan daerahnya. Daerah otonom tidak seharusnya menggantungkan pembiayaan pemerintahan- nya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan kalau hal ini terjadi, maka pemekaran wilayah akan menjadi tidak berarti.

5.6. Bidang Pertanian

Bidang pertanian nampaknya tidak lepas dari perhatian pemerintah Kabupaten Tana Tidung sebagai prioritas utama, sebab bidang pertanian ini justru memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian daerah. Untuk itu, maka pemerintah Ka- bupaten Tana Tidung selalu mengupayakan percetakan Bidang pertanian nampaknya tidak lepas dari perhatian pemerintah Kabupaten Tana Tidung sebagai prioritas utama, sebab bidang pertanian ini justru memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian daerah. Untuk itu, maka pemerintah Ka- bupaten Tana Tidung selalu mengupayakan percetakan

Di samping memperluas areal pertanian dengan menciptakan sawah-sawah baru, juga tidak melupakan intensifikasi pertanian. Dalam rangka mendorong dan meningkatkan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, juga dikembangkan program kegiatan replanting, dan budi daya perkebunan kelapa sawit seluas 29.199 ha, dengan kebun plasma masyarakat seluas 19.700 ha. Perkebunan kelapa sawit ini diharapkan dapat men- dorong pertumbuhan industri pertanian yang dapat membuka lapangan kerja baru masyarakat, sehingga pengangguran dapat dikurangi, dan sudah barang tentu dapat menurunkan angka kemiskinan di daerah ini.

5.7. Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam

Pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki daerah ini sejalan dengan pemikiran otonomi daerah yang menuntut lahirnya berbagai inisiatif dan prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian, otonomi da- Pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki daerah ini sejalan dengan pemikiran otonomi daerah yang menuntut lahirnya berbagai inisiatif dan prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian, otonomi da-

Pada saat ini, daerah bahkan telah berlomba untuk menarik investor ke daerah dalam rangka membangun perekonomian daerah dengan berbagai fasilitas dan insentif yang menarik. Namun harus disadari bahwa hal ini sebenarnya juga berdampak kurang baik apabila hanya semata-mata mengejar kepentingan ekonomi, sebab dapat saja dengan dalih memajukan perekonomian daerah dengan menarik sebanyak mungkin investor akan berdampak pada kerugian ekologis bagi daerah tersebut, yang berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Untuk mencegah terjadinya hal-hal atau dampak negatif bagi pelaksanaan otonomi daerah, tentunya diperlukan komitmen yang kuat dan kepemimpinan yang konsisten, sehingga otonomi daerah ini dapat melahirkan kader-kader pemimpin pemerintahan yang demokratis dan memiliki loyalitas terhadap daerah, sebab mereka lahir dan dibesarkan berdasarkan kultur daerah. Di samping itu, konsep otonomi daerah sebagaimana dimaksudkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, juga diharapkan mampu membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat yang lebih baik, serta membawa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di daerah, karena undang-undang tersebut merubah paradigma Untuk mencegah terjadinya hal-hal atau dampak negatif bagi pelaksanaan otonomi daerah, tentunya diperlukan komitmen yang kuat dan kepemimpinan yang konsisten, sehingga otonomi daerah ini dapat melahirkan kader-kader pemimpin pemerintahan yang demokratis dan memiliki loyalitas terhadap daerah, sebab mereka lahir dan dibesarkan berdasarkan kultur daerah. Di samping itu, konsep otonomi daerah sebagaimana dimaksudkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, juga diharapkan mampu membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat yang lebih baik, serta membawa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di daerah, karena undang-undang tersebut merubah paradigma

ekonomi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Tana Tidung juga merupakan perwujudan desentralisasi kewenangan pemerintah pusat kepada daerah sebagai daerah otonom. Sebagaimana diketahui bahwa, desentra- lisasi merupakan penyerahan wewenang dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legislatif, judikatif, atau administratif. 136 Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipergunakan dalam bidang peme- rintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan. 137

Perencanaan

pembangunan

5.8. Cakupan dan Potensi Kewilayahan

Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, perubahan Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 menjadi Pasal

18, Pasal 18 A dan Pasal 18 B telah memberikan harapan yang sangat besar dalam mewujudkan pemerintahan yang desentralistik melalui pemberdayaan pemerintah daerah melalui pemberian otonomi. Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 di atas, merupakan jaminan esksistensi otonomi daerah dan menjadi babak baru dalam sistem

136 Encyclopedia of the Social Sciences, 1980. 137 Wajong S, Op. Cit.

ketatanegaraan Indonesia terkait dengan hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Otonomi daerah menghendaki urusan tidak hanya menjadi wewenang pemerintah pusat, akan tetapi sebagian urusan juga menjadi wewenang pemerintahan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menentukan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang- undangan. Sedangkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menentukan bahwa Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi daerah dan desentralisasi berisi hak, kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan meng- urus. Mengatur dan mengurus tersebut dilaksanakan sendiri oleh daerah otonom. Sehingga, pada hakikatnya otonomi atau desentralisasi berarti the right of self govern- ment . 138 Prinsip self-government tersebut bukan berarti merdeka dan berdaulat untuk mengurus semua urusan, namun lebih pada adanya kemandirian dan kebebasan

138 Hanry Campbell Black, Op. Cit, hlm. 154.

untuk memprakarsai

menginisiasi semua kepentingan daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakatnya. Otonomi daerah dalam sistem negara kesatuan ditekankan pada adanya kebebasan dan kemandirian daerah untuk mengurus dan menjalankan sebagain urusan yang menjadi wewenangnya. Otonomi daerah bukan berarti kemerdekaan. Philipus M Hadjon 139 menyatakan bahwa hakikat otonomi daerah berasal dari unsur kebebasan (bukan kemerdekaan).

dan

Desentralisasi dalam negara kesatuan memiliki makna, bahwa pemerintah pusat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada pemerintah daerah. Kemudian, atas dasar pelimpahan tersebut, pemerintah daerah menjalankan kewenangan secara otonom sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan tersebut oleh pemerintah daerah tetap dengan batas-batas tertentu sesuai dengan prinsip negara kesatuan.

Otonomi daerah sangat dibutuhkan dalam pen- demokrasian kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehi- dupan demokrasi di daerah ditandai dengan semakin besarnya peranan rakyat dalam ikut serta menentukan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, karena kalau diperhatikan pemerintahan yang sentralistik akan menyebabkan kekuasaan menjadi

139 Philipus M. Hadjon, Sistem Pembagian Kekuasaan Negara (An- alisis Hukum Tata Negara), Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

hlm. 6.

absolut. Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi dan otonomi daerah memang merupakan pilihan yang sangat ideal untuk mengelolah sebuah negara yang memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk besar seperti Indonesia. Desen- tralisasi juga diminati karena di dalamnya terkandung semangat demokrasi untuk mendekatkan partisipasi masyarakat dalam menjalankan sebuah pembangunan. 140

Latar belakang pemberian otonomi kepada daerah semata-mata didasari upaya untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, oleh karena itu perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan publik oleh penyelenggara pemerintahan. Dalam konteks ini maka otonomi daerah adalah sebagai upaya untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya. Dengan konsep seperti itu, maka otonomi daerah merupakan sarana untuk meningkatkan pelayanan publik, dengan ini maka otonomi daerah harus sedapat mungkin berubah dari provider menjadi pelayan masyarakat.

Mengenai hal ini dapat dipahami dari implikasi otonomi daerah dengan berpindahnya sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

Khoirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, Aver- oes Press, Malang, 2003, hlm. 23.

merupakan kerangka pelaksanaan kebijakan yang diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945, maka diharapkan pemerintah daerah dapat lebih cepat dalam merespons tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tujuan atau keinginan demikian memang cukup realistis, sebab dengan pemberian otonomi yang seluas-luasnya, pembuatan instrumen kebijakan untuk mewujudkan keinginan masyarakat sepenuhnya berada di dalam kewenangan daerah. Kebijakan-kebijakan daerah juga dapat ditempuh secepat mungkin dengan merespons keinginan masyarakat tanpa harus menunggu kebijakan dari pemerintah pusat.

Mengingat

otonomi

Pemangku kewenangan yang ada di daerah secara langsung dapat mengkonsultasikan rencana kebijakannya dengan masyarakat sebagai stake holder dari kebijakan- kebijakan daerah tersebut. Sarana untuk itu sudah tersedia melalui mekanisme Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbangda), dengan meka- Pemangku kewenangan yang ada di daerah secara langsung dapat mengkonsultasikan rencana kebijakannya dengan masyarakat sebagai stake holder dari kebijakan- kebijakan daerah tersebut. Sarana untuk itu sudah tersedia melalui mekanisme Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbangda), dengan meka-

Sehubungan kondisi masing-masing daerah memiliki karakter berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang berbeda-beda sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah, maka substansi dan jenis kewenangan, fungsi dan tanggung jawab dalam rangka otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Karenanya, ada dua jenis urusan yang diberikan kepada daerah, yakni urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib merupakan urusan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah, karena terkait dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peme- rintahan Daerah.

Sedangkan urusan pilihan merupakan urusan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah berdasarkan poten- si daerah yang dimiliki. Setiap daerah tidak semua memiliki urusan pilihan yang sama, karena masing- masing daerah memiliki potensi sumber daya alam yang berbeda-beda. Terkait dengan urusan pilihan tersebut diatur dalam Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Peme- rintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Peme- rintah Daerah Kabupaten/Kota.

Otonomi daerah yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi itu sendiri, yaitu untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Otonomi daerah memberikan kewe- nangan kepada daerah-daerah otonom untuk mengurus dan mengatur segala aspek kehidupan di daerah sesuai dengan prakarsa masyarakat setempat. Konsep itulah yang disebut sebagai konsep otonomi yang seluas- luasnya. 141

Otonomi seluas-luasnya bukan berarti merdeka, namun lebih pada adanya kebebasan dan kemandirian daerah-daerah otonom. 142 Seluas apapun kewenangan daerah untuk menjalankan kekuasaanya, namun tetap dalam bingkai negara kesatuan, artinya bahwa negara

141 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menentukan otonomi

daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepen- tingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

142 Philipus M Hadjon, Sistem Pembagian Kekuasaan Negara (Ana- lisis Hukum Tata negara), Fakultas Hukum Universitas Airlangga, hal.

kesatuan merupakan negara bersusun tunggal, 143 sehingga pada hakikatnya hanya satu pemerintahan yang berdaulat yaitu pemerintah pusat. Pembagian urusan tersebut

didasarkan pada prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. 144 Dalam Penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa a). Kriteria eksternalitas adalah penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan; b). Kriteria akuntabilitas adalah penanggung jawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentuakan berdasarkan kedekatannya dengan luas, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggara suatu urusan pemerintahan; c). Kriteria efisiensi adalah penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi dapat diperoleh.

Sehubungan dengan prinsip-prinsip di atas, maka perlu ditegaskan bahwa, penyelenggaraan otonomi daerah harus senantiasa berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam

Tititk Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indo- nesia Pasca Amandemen UUD 1945 , Cerdas Pustaka Publisher, Jakarta, 2008, hal. 286.

144 Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Ta- hun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah juga diharapkan mampu menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya daerah mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Oleh karena itu kordinasi antar daerah sangat diperlukan, misalnya melalui wadah komunikasi antar kepala daerah se-Indonesia dengan melakukan pertemuan secara rutin secara bergiliran dalam rangka saling tukar informasi.

Prinsip otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat berkembang secara sinergi dan saling menunjang satu sama lain, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara daerah yang satu dengan daerah lain yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial atau memicu konflik antar daerah. Sebagaimana diketahui di era reformasi kesenjangan antar daerah sangat nampak sekali, terlebih antara pusat dengan daerah, antara kota besar dengan kota kecil. Fakta-fakta inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu pemicu tuntutan beberapa daerah untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di samping itu, dalam konsepsi otonomi daerah harus menjamin hubungan yang harmonis dan serasi antara daerah dengan pemerintah pusat, daerah harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara demi tetap tegaknya Negara Republik Indonesia dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah menjadi penghubung antara daerah dengan pusat, sehingga hubungan antara pusat dengan daerah tetap terjaga dengan baik.

Untuk mempercepat pencapaian tujuan otonomi daerah,

khususnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah, Pemerintah Kabupaten Tana Tidung telah mengambil langkah- langkah konkrit guna mengefektifkan upaya-upaya pencapaian tujuan tersebut. Upaya-upaya Pemerintah Kabupaten Tana Tidung dalam rangka pencapaian tujuan telah melakukan peningkatan sumber daya manusia serta melakukan pembinaan dan peningkatan kemampuannya dalam berpartisipasi mengelolah sumber daya alam, dan mengembangkan daerahnya.

Memetakan secepat mungkin potensi sumber daya alam yang dimiliki untuk segera dilakukan pengelolaan baik dengan pola kemandirian maupun dengan membangun pola kemitraan dengan daerah lain atau pihak lain yang berkompeten, menjadi prioritas dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah. Meskipun kabupaten ini tergolong masih muda, namun memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, dengan demikian apabila dikelolah dengan baik sudah tentu akan dapat mempercepat tujuan diberikannya otonomi tersebut.

Dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahte- raan masyarakat di daerah juga perlu dilakukan peme- taan wilayah masing-masing daerah, terutama terkait Dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahte- raan masyarakat di daerah juga perlu dilakukan peme- taan wilayah masing-masing daerah, terutama terkait

Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu wilayah yang terdistribusi ke dalam daerah-daerah kabupaten dan kota, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, terutama hasil hutan, bumi dan sumber daya lautnya. Di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun l999 dibentuk 4 (empat) kabupaten, dan 1 (satu) kota berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang. Mengenai alasan-alasan pemekaran wilayah dengan pembentukan Kabupaten baru dan Kota baru tersebut didasarkan pada:

a. Perkembangan dan kemajuan Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya serta Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Kutai khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelak- sanaan pembangunan, dan pembinanaan kemasyara- katan guna menjamin perkembangan dan kemajuan dimaksud pada masa mendatang; a. Perkembangan dan kemajuan Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya serta Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Kutai khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelak- sanaan pembangunan, dan pembinanaan kemasyara- katan guna menjamin perkembangan dan kemajuan dimaksud pada masa mendatang;

c. Pembentukan Nunukan, dan Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang akan dapat mendorong pening- katan pelayanan di bidang pemerintahan, pembang- unan, dan kemasyarakatan, serta member-kan kemam- puan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk me- nyelenggarakan Otonomi Daerah. 145

Selanjutnya pada tahun 2007 telah dibentuk Kabu- paten Tana Tidung dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, yaitu:

a. Untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya serta Kabupaten Bulungan khususnya serta memperhatikan aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat, perlu dilakukan peningkatan penyelenggaraan pemerinta-

145 Konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten

Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang.

han, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;

b. Memperhatikan kondisi geografis, kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas dan volume kerja dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tana Tidung di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur;

c. Untuk mendorong peningkatan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyara- katan, serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.

Memperhatikan konsiderans dari kedua undang- undang tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa pemekaran wilayah dalam hal ini Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Kutai didasarkan atas pertimbangan oleh adanya aspirasi masyarakat dengan memperhatikan luas wilayah, potensi ekonomi, aspek sosiokultural, dan aspek sosiopolitis guna mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyara- kat.

Kedua undang-undang tersebut merupakan landa- san yuridis pemekaran Kabupaten Bulungan, yang terbagi atas Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nu- nukan, dan Kabupaten Malinau, dan selebihnya meru- Kedua undang-undang tersebut merupakan landa- san yuridis pemekaran Kabupaten Bulungan, yang terbagi atas Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nu- nukan, dan Kabupaten Malinau, dan selebihnya meru-

Mengenai wewenang masing-masing daerah hasil pemekaran ini, yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang diatur di dalam ketentuan Pasal

13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang, yang selengkapnya dirumuskan sebagai berikut: (1) Dengan terbentuknya Kabupaten Nunukan, Kabu-

paten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang, kewenangan daerah sebagai daerah otonom mencakup seluruh kewe- nangan bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, paten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang, kewenangan daerah sebagai daerah otonom mencakup seluruh kewe- nangan bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,

(2) Kewenangan wajib, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubu- ngan, industri dan perdagangan, penaman modal, lingkungan hidup, pertanian, koperasi dan tenaga kerja.

Luas wilayah atau cakupan wilayah Kabupaten Tana Tidung, yang juga merupakan hasil pemekaran kedua dari Kabupaten Bulungan diatur di dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, yang selengkapnya dirumuskan sebagai berikut: (1) Kabupaten Tana Tidung berasal dari sebagaian

wilayah Kabupaten Bulungan yang terdiri atas caku- pan wilayah:

a. Kecamatan Sesayap

b. Kecamatan Sesayap Hilir

c. Kecamatan Tana Lia (2) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan undang-undang ini.

Di dalam undang-undang ini juga ditegaskan bahwa dengan dibentuknya Kabupaten Tana Tidung, maka cakupan wilayah Kabupaten Bulungan dikurangi dengan

wilayah Tana Tidung, sehingga wewenang kewilayahan Kabupaten Bulungan secara yuridis berkurang seluas wilayah cakupan wilayah Kabupaten Tana Tidung. Di samping itu sebagai konsekuensinya wewenang administratif dari Kabupaten Bulungan juga berakhir di dalam cakupan wilayah yang sudah menjadi cakupan wilayah Kabupaten Tana Tidung. Selebihnya bagi Kabupaten Tana Tidung memiliki wewenang baru seiring dengan terbentuknya wilayah Kabupaten Tana Tidung tersebut, dan di dalamnya Kepala Pemerintahan Kabupaten Tana Tidung memiliki wewenang otonom sebagaimana halnya dengan Kepala Pemerintahan Kabupaten atau Kota yang lain yang lebih dulu ada. Selanjutnya mengenai wewenang tersebut antara lain dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, yang selengkapnya dirumuskan: (1) Dengan terbentuknya Kabupaten Tana Tidung

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kabupaten Tana Tidung menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

(2) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tana Tidung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sekitarnya.

Terkait dengan wewenang yang berhubungan dengan urusan pemerintahan, dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, yang dirumuskan: (1) Urusan Pemerintah Daerah yang menjadi kewena-

ngan Kabupaten Tana Tidung mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;

(2) Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung sebagaimana dimak- sud pada ayat (1) meliputi:

a. Perencanaan, dan pengendalian pembangunan;

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentra- man masyarakat;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. Penanganan bidang kesehatan;

f. Penyelenggaraan pendidikan;

g. Penanggulangan masalah sosial;

h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan dan pelayanan pencata-

tan sipil; tan sipil;

(3) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan (4) Urusan pilihan yang menjadi kewenangan Peme- rintah Daerah Kabupaten Tana Tidung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan peme- rintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Secara normatif, wewenang wajib dari masing-masing Kabupaten yang merupakan hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan terdapat perbedaan yang signifikan antara wewenang wajib kabupaten hasil pemekaran pertama

berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang dibandingkan dengan wewenang wajib hasil pemekaran Kabupaten berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur. Dengan

membandingkan kedua undang-undang tersebut, maka dapat dikatakan bahwa wewenang Kabupaten hasil pemekaran yang kedua berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun

2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur maka dapat dikatakan bahwa, wewenang wajib yang dimiliki lebih lengkap dibandingkan dengan wewenang wajib kabupaten hasil pemekaran wilayah yang pertama berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang.

Kewenangan Kabupaten Tana Tidung dalam mengurus berbagai urusan senada dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupa- ten/kota;

h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupa- ten/kota;

i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupa-

ten/kota; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk

lintas kabupaten/kota; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh pera- turan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa urusan wajib yang menjadi wewenang pemerintahan daerah kabupaten/kota me- rupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yaitu:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. Penanganan bidang kesehatan;

f. Penyelenggaraan pendidikan;

g. Penanggulangan masalah sosial;

h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh pera-

turan perundang-undangan. Urusan pemerintahan provinsi, kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan-urusan pemerin- tahan yang secara nyata ada dan memang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan pemerintahan daerah pro- vinsi, kabupaten/kota adalah:

a. Kelautan dan perikanan;

b. Pertanian;

c. Kehutanan;

d. Energi dan sumber daya mineral; d. Energi dan sumber daya mineral;

f. Industri;

g. Perdagangan; dan

h. Ketransmigrasian.

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Uru- san Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Ko- ta, bahwa urusan pemerintahan dibagi menjadi dua, yaitu urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah disebut juga kewe- nangan absolut. Urusan tersebut adalah politik luar negeri, pertanahan, keamanan, peradilan atau yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Sedangkan urusan pemerintahan di luar urusan absolut akan dibagi antar susunan pemerintahan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Peme- rintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Peme- rintah Daerah Kabupaten/Kota ditentukan bahwa urusan pemerintahan yang dibagi antar susunan pemerintahan terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan peme- rintahan meliputi:

1. Pendidikan;

2. Kesehatan;

3. Pekerjaan umum;

4. Perumahan;

5. Penataan ruang;

6. Perencanaan pembangunan;

7. Perhubungan;

8. Lingkungan hidup;

9. Pertanahan;

10. Kependudukan dan catatan sipil;

11. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

12. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

13. Sosial;

14. Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;

15. Koperasi dan usaha kecil dan menengah;

16. Penanaman modal;

17. Kebudayaan dan pariwisata;

18. Kepemudaan dan olah raga;

19. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

20. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

21. Pemberdayaan masyarakat dan desa;

25. Komunikasi dan informatika;

26. Pertanian dan ketahanan pangan;

27. Kehutanan;

28. Energi dan sumber daya mineral;

29. Kelautan dan perikanan;

30. Perdagangan; dan

31. Perindustrian. Selanjutnya terkait dengan penyerahan personil dan aset dari Kabupaten Bulungan kepada Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan 2 (dua) Kabupaten dan 1 (satu) Kota yang lain diatur di dalam ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 47 Tahun l999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang, yang terkait dengan penyerahan aset diatur di dalam ayat (1) yang dirumuskan: (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di

Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang, maka Gubernur Kalimantan Timur Bupati Bulungan, dan Bupati Kutai sesuai dengan wewenang dan tugasnya masing-masing menginven- tarisasi dan mengatur penyerahan kepada Peme- rintah Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sesuai dengan peraturan perundang- undangan:

a. Pegawai yang karena jabatannya diperlukan oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang; a. Pegawai yang karena jabatannya diperlukan oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang;

c. Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Kut- ai yang berkedudukan dan sifatnya diperlukan serta kegiatannya berada di Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang;

d. Utang piutang Kabupaten Bulungan yang keguna- annya untuk Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau dan utang piutang Kabupaten Kutai yang kegunaannya untuk Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang;

(2) Pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya harus diselesaikan dalam waktu satu tahun, terhitung sejak dires- mikannya Kabupaten Nunukan, wilayah Kabupaten Malinau, wilayah Kabupaten Kutai Barat, wilayah Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang.

Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang berdasarkan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang berdasarkan

Di samping itu, secara yuridis masing-masing daerah juga memiliki kewenangan untuk mengelolah sumber daya alam yang ada di wilayahnya masing- masing. Namun pada kenyataannya fakta-fakta seba- gaimana telah diuraikan di atas tidak sejalan dengan realitas penyelenggaraan Pemerintah Daerah masing- masing, sebab masih terdapat beberapa hal yang belum dapat dilaksanakan sesuai dengan norma-norma pemerintahan yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam pengertian bahwa meskipun secara yuridis sebagai daerah baru, dalam hal ini kabupaten baru, hasil pemekaran tersebut memiliki wewenang untuk mengelolah sumber daya alam yang dimilikinya, meskipun dalam kenyataanya belum dapat dilaksanakan secara konsisten.

Alasan yang dapat dikemukakan, bahwa di dalam praktek terutama untuk Kabupaten Tana Tidung, bahwa di sebagian besar wilayahnya terdapat 3 (tiga) Perusa- haan besar, yaitu PT. Inhutani, PT. Adindo Hutani Lestari Alasan yang dapat dikemukakan, bahwa di dalam praktek terutama untuk Kabupaten Tana Tidung, bahwa di sebagian besar wilayahnya terdapat 3 (tiga) Perusa- haan besar, yaitu PT. Inhutani, PT. Adindo Hutani Lestari

Dalam perspektif kewilayahan, Kabupaten Tana Tidung juga masih menyisakan permasalahan terkait dengan belum terselesaikannya batas wilayah masing- masing Kabupaten, khususnya Kabupaten Tana Tidung dengan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung dengan Kabupaten Malinau serta Kabupaten Tana Tidung dengan Kabupaten Bulungan sebagai kabupaten induk. Selanjutnya di dalam Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur menentukan bahwa: (1) Kabupaten Tana Tidung mempunyai batas-batas

wilayah:

a. Sebelah utara bebatasan dengan Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan;

b. Sebelah timur berbatasan dengan laut Sulawesi, Kecamatan Bunyu Kabupaten Nunukan;

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan; c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan;

(2) Batas wilayah sebagamana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari undang-undang ini.

(3) Penegasan batas wilayah Kabupaten Tana Tidung secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri paling lama 5 (lima) tahun sejak diresmikannya Kabupaten Tana Tidung.

Prinsip hukum menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan atau penggantian undang-undang, maka yang berlaku adalah perubahan atau undang-undang yang baru yang menggantikan undang-undang yang lama, demikan juga terhadap Undang-Undang Pemerintah Daerah.

Pada saat ini penetapan batas wilayah Kabupaten Tana Tidung memang telah sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, namun Kabupaten Nunu- kan dalam menetapkan batas wilayah berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabu- paten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Dengan demikian terjadi in- konsistensi terhadap penerapan asas hukum tentang penetapan batas wilayah Kabupaten Nunukan, dan hal Pada saat ini penetapan batas wilayah Kabupaten Tana Tidung memang telah sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, namun Kabupaten Nunu- kan dalam menetapkan batas wilayah berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabu- paten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Dengan demikian terjadi in- konsistensi terhadap penerapan asas hukum tentang penetapan batas wilayah Kabupaten Nunukan, dan hal

Terlepas dari pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang masih menyisakan permasalahan, namun yang pasti luas wilayah dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah diharapkan dapat memberikan kesejah- teraan kepada masyarakat sebesar-besarnya. Dalam sistem desentralisasi, pemerintah pusat sebagai peme- gang semua urusan, dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan ke pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Pelimpahan sebagian urusan tersebut dapat dilakukan secara penuh atau tidak penuh. Dengan konsep seperti itu maka lahirlah otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk meng- atur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan pera- turan perundang-undangan. Selanjutnya mengenai tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah Terlepas dari pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang masih menyisakan permasalahan, namun yang pasti luas wilayah dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah diharapkan dapat memberikan kesejah- teraan kepada masyarakat sebesar-besarnya. Dalam sistem desentralisasi, pemerintah pusat sebagai peme- gang semua urusan, dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan ke pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Pelimpahan sebagian urusan tersebut dapat dilakukan secara penuh atau tidak penuh. Dengan konsep seperti itu maka lahirlah otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk meng- atur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan pera- turan perundang-undangan. Selanjutnya mengenai tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

Mengenai kewenangan yang dapat didesentralisa- sikan adalah urusan pemerintah yang menjadi kompe- tensi pemerintah (eksekutif), tidak meliputi kompetensi bidang legislatif. 146 H.A.W Wijaya menyatakan bahwa, urusan pemerintahan adalah fungsi di luar fungsi lembaga negara lainnya (fungsi eksekutif) yang dila- kukan oleh Presiden, 147 dan tentunya juga fungsi peradilan atau fungsi yudisial.

Berdasarkan prinsip desentralisasi, yang menurut beberapa pendapat sebagai salah satu sistem pemerin- tahan yang mendelegasikan sebagian kewenangan pusat kepada daerah diharapkan lebih dapat memacu kesejah- teraan masyarakat di daerah. Sebab pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kabupaten Tana Tidung dapat menentukan program pembangunannya sendiri dengan menggunakan skala prioritas dan tidak merupakan program paket dari pemerintah pusat seperti pada masa lampau.

Konsep desentralisasi yang tertuang dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengandung elemen penting, yakni adanya penyerahan wewenang baik wewenang mengatur maupun wewenang mengu-

HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 44. 147 Ibid. hlm. 45.

Menurut Hoogwarf bahwa desentralisasi merupa- kan pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan- badan publik yang lebih tinggi kepada badan-badan publik yang lebih rendah kedudukannya untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan sendiri mengambil keputusan di bidang pengaturan dan di bidang pemerin- tahan. 148 Dalam konteks ini desentralisasi merupakan pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung.

Desentralisasi merupakan pembentukan atau penguatan unit- unit pemerintahan “subnasional” yang kegiatannya secara substansial berada di luar jangkauan pemerintah pusat (the creation or strengthening of sub- national units of government, the activities of which are substantially outside the direct control of central government ). 149 Bahkan decentralization is the transfer of planning, decision making, or administrative authority from

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm. 294. 149 Ibid.

Desentralisasi merupakan proses penyerahan urusan oleh pemerintah pusat menjadi urusan peme- rintah daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini dianggap sangat penting, karena tantangan perkembangan lokal, nasional, regional, dan internasional di berbagai bidang ekonomi, politik dan kebudayaan terus meningkat dan mengharuskan diselenggarakannya otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional. Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujud- kan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya masing-masing serta perimbangan keua- ngan pusat dan daerah, sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah.

150 Ibid.