Landasan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung

3.5. Landasan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung

3.5.1. Letak Geografis Kabupeten Tana Tidung

Kabupaten Tana Tidung merupakan hasil pemeka- ran dari Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur, yang dilakukan melalui proses dan tahapan yang sangat panjang. Sebagaimana diketahui bahwa, sebelum terjadi pemekaran pada tahun 2007, Kabupaten Bulungan memiliki luas wilayah keseluruhan mencapai 18.010,50

km 2 , terletak antar 116 0 22 ’ 45” sampai dengan 118 0 00’00” Bujur Timur dan 2 0 05’06” sampai dengan 3 0 45’10”

Lintang Utara, dengan jumlah penduduk pada tahun 2002 sebanyak 89.850 jiwa. Jumlah penduduk pada waktu itu mengalami pertumbuhan hampir sama dengan rata- rata pertumbuhan nasional, yaitu sekitar 4,91% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sebelum pemekaran tahun 2007, Kabupaten Bulungan terdiri atas 13 (tiga belas) kecamatan, yang meliputi Kecamatan Bunyu, Kecamatan Peso, Kecamatan Peso Hilir, Kecamatan Sekatak, Kecamatan Sesayap, Kecamatan Sesayap Hilir, Kecamatan Tanjung Palas, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kecamatan Tanjung Palas Barat, Kecamatan Tanjung Palas Tengah, Kecamatan Tanjung Palas Utara, Kecamatan Tanjung Selor, dan Kecamatan Tana Lia. Pada tahun 2007 Kabupaten Bulungan dimekarkan dengan membentuk daerah otonom baru yaitu Kabupaten Tana Tidung. Pembentukan daerah otonom baru ini telah memenuhi persyaratan yuridis dan secara sosiologis memproleh dukungan mayoritas masyarakat yang terwakili dalam Presidium Daerah pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang merupakan cerminan aspirasi segenap lapisan masyarakat, khususnya masyarakat rumpun Tidung yang menginginkan terbentuknya Kabupaten Tana Tidung sebagai daerah otonom tersendiri terlepas dari Kabupaten Bulungan. Pembentukan Kabupaten Tana Tidung juga didukung alasan-alasan cukup rasional dan memadai sebagai daerah otonom baru, seperti alasan yuridis, dan alasan politis, serta dukungan pemerintah, baik pemerintah Kabupaten Bulungan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, maupun dukungan dari Pemerintah Pusat, kecuali alasan administratif.

3.5.2. Landasan Yuridis

Setiap penggunaan kekuasaan di Indonesia harus memperoleh legalitas keabsahannya dalam hukum positif, keharusan demikian sebagai konsekuensi dari prinsip negara hukum yang dianut Indonesia. Dalam negara hukum selalu mengutamakan norma yang dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Mendasarkan

prinsip tersebut, maka dalam pembentukan

Tidung, harus memperoleh landasan yuridis yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.

Kabupaten

Tana

Landasan yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan dasar pertimbangan hukum bagi dibentuknya suatu produk perundang-undangan. Dalam tradisi pembentukan perundang-undangan di Indonesia, landasan yuridis dapat dipahami melalui konsiderans mengingat atau pertimbangan hukum sebuah produk perundang- undangan yang bersangkutan. Sehubungan dengan landasan yuridis peraturan perundang-undangan Zudan Arif Fakrulloh menyatakan:

“Landasan yuridis peraturan perundang-undangan merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa produk hukum (daerah) yang dibentuk utuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna “Landasan yuridis peraturan perundang-undangan merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa produk hukum (daerah) yang dibentuk utuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna

perundang-undangan baru. ” 83

Secara yuridis konstitusional, pembentukan Kabupaten Tana Tidung memperoleh dasar legalitas konstitusional di dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1 945, yang dirumuskan ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten/kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten/kota itu mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan undang-

undang”. 84 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara akontrario tidak akan terbentuk daerah otonom baru tanpa undang-undang.

UUD NRI Tahun 1945 merupakan konstitusi tertulis, dan konstitusi merupakan dasar hukum tertinggi yang menjadi sumber hukum bagi setiap pembentukan undang-undang sebagai peraturan pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi sekaligus juga berfungsi sebagai batu uji keabsahan undang-undang, jika berdasarkan pengujian tersebut sebuah undang-undang nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, maka undang-undang tersebut harus dibatalkan.

83 Zudan Arif Fakrulloh, hlm. 22. 84 Dikutip dari rumusan ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI

Tahun l945.

Untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, pada tahun 1999 dikeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentu- kan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Pengga- bungan Daerah. Selanjutnya pada tahun 2004 dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Republik Indone- sia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik In- donesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Da- erah.

Pada saat berlakunya Undang-Undang Repub lik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 tersebut dijabarkan ke dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dirumuskan: ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah

provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daer ah”. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) tersebut, dijabarkan lebih lanjut di dalam ketentuan Pasal

4 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dirumuskan “Pembentukan daerah sebagaimana dimak- sud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang- 4 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dirumuskan “Pembentukan daerah sebagaimana dimak- sud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-

Upaya mempersoalkan keabsahan hukum pemben- tukan Kabupaten Tana Tidung sesungguhnya sah-sah saja, namun tidak didukung dengan alasan dan fakta hukum yang kuat, sebab secara normatif dengan dibentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Repu- blik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pemben- tukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur sebagai fase terakhir dari serangkaian proses pembentukan daerah otonom baru, oleh karena itu tentunya keabsahannya tidak perlu diragukan lagi. Hal ini sesuai dengan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia, yang mengukur keabsahan perbuatan hukum berdasarkan peraturan perundangan dan hukum yang berlaku.

Dasar hukum sebagaimana dikemukakan di atas secara teoritik telah memenuhi persyaratan keabsahan hukum, sebab telah mencerminkan berbagai faktor yang disyaratkan. Sebagaimana dikemukakan pendapat di bawah Jimly Assidiqie, bahwa keberlakuan sebuah norma hukum sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh banyak faktor. Selanjutnya dikatakan Jimly Assiddiqie, bahwa norma-norma hukum dimaksud dapat dianggap Dasar hukum sebagaimana dikemukakan di atas secara teoritik telah memenuhi persyaratan keabsahan hukum, sebab telah mencerminkan berbagai faktor yang disyaratkan. Sebagaimana dikemukakan pendapat di bawah Jimly Assidiqie, bahwa keberlakuan sebuah norma hukum sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh banyak faktor. Selanjutnya dikatakan Jimly Assiddiqie, bahwa norma-norma hukum dimaksud dapat dianggap

pertimbangan administratif. 85 Pertimbangan filosofis menyangkut motivasi untuk segera terwujudnya keadilan masyarakat di daerah, faktor politis terkait dengan dukungan parlemen.

3.5.3. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis pada dasarnya merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa produk hukum (daerah) yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut perkembangan

masalah dan kebutuhan masyarakat dan Negara. 86 Pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur melalui pemekaran Kabupaten Bulungan bukan semata-mata kehendak politik atau kehendak kelompok masyarakat tertentu, akan tetapi merupakan respons terhadap

aspirasi masyarakat yang berkembang sejak tahun 1957, 87 yang menginginkan pemekaran wilayah dengan harapan

85 Ibid . 86 Zudan Arif Fakrulloh, Loc. Cit, hlm. 13. 87 Konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47

Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, dan Kabupaten Kutai Timur.

dapat mempercepat pemerataan pembangunan di daerah-daerah. 88 Aspirasi masyarakat terkait pembentukan Kabu- paten Tana Tidung diawali dengan keinginan untuk memekarkan wilayah Kabupaten Bulungan. Aspirasi itu diperoleh berdasarkan penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) oleh anggota DPRD Kabupaten Bul-

ungan. 89 Pada saat itu aspirasi disampaikan oleh tokoh masyarakat, khususnya rumpun Tidung secara langsung melalui perwakilannya, maupun yang disampaikan mela- lui surat tertutup.

Alasan penyampaian aspirasi pada umumnya didasarkan atas rendahnya kualitas layanan masyarakat yang disebabkan oleh rentang jarak dan rentang waktu layanan oleh pemerintah sebagai akibat luasnya wilayah Kabupaten Bulungan. Di samping itu juga terkait dengan minimnya sarana prasaran di pedesaan, sementara itu fasilitas umum dalam bentuk sarana dan prasarana hanya dibangun di sekitar

pusat-pusat pemerintahan. Sedangkan sarana dan prasarana umum yang berada jauh dari pusat-pusat pemerintahan hanya disediakan dan dibangun ala kadarnya. Bahkan tidak sedikit sarana dan prasarana tersebut dibangun oleh masyarakat

88 Wawancara tidak struktur dengan Agus Suprapto, salah se- orang anggota masyarakat pengusung aspirasi pembentukan Kabu-

paten Tana Tidung sebagai bentuk pemekaran Wilayah Kabupaten Bulungan.

89 Keinginan masyarakat untuk membentuk Kabupaten Tana Tidung diperoleh dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh

DPRD Kabupaten Tana Tidung pada masa reses.

dengan swadaya murni dan dana seadanya, sehingga kualitasnya sangat tidak memadai.

Sehubungan dengan hal tersebut, pembentukan Kabupaten Tana Tidung sebagai pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan dianggap sebagai salah satu alternatif

masyarakat untuk memperoleh layanan publik secara memadai. Sebagai gambaran, sebelum dibentuknya Kabupaten Tana Tidung, untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk, akta kelahiran, maupun urusan-urusan vital yang lain, masyarakat harus berjalan berkilo-kilo meter dengan menembus hutan belantara untuk sampai di pusat pemerintahan dan pusat pelayanan publik.

penyelesaian

bagi

Alasan-alasan tersebut tercermin di dalam penjelasan Presidium Daerah Pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang disampaikan kepada Tim DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Tim DPRD ini dibentuk berdasarkan Surat Tugas Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 090/244/SPP-UM/2004 Tanggal 25 Mei 2004, dengan tujuan untuk menyerap, merespons, dan mengakomodir aspirasi/tuntutan masyarakat Kabupaten Bulungan (3 kecamatan) dan Kabupaten Nunukan (3 kecamatan)

untuk menjadi Kabupaten Tana Tidung. 90 Mengenai isi pernyataan aspirasi masyarakat yang menginginkan

90 Sumber Data diperoleh dari Arsip Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur.

pembentukan Kabupaten Tana Tidung tersebut sebagai berikut:

1) Pihak Presidium Daerah Pembentukan Kabupaten Tana Tidung menjelaskan bahwa tercetusnya keinginan pembentukan Kabupaten Tana Tidung adalah aspirasi dari masyarakat bawah yang didorong oleh keinginan rakyat untuk maju, mengembangkan potensi wilayah yang ada untuk kesejahteraan masyarakat;

2) Selama ini masyarakat merasa pembangunan sangat lamban karena keterbatasan kemampuan pemerintah kabupaten yang ada sekarang;

3) Bangsa Indonesia sudah merdeka lebih dari setengah abad namun masyarakat di daerah ini tertinggal dalam segala hal dibanding dengan wilayah daerah- daerah lain;

4) Untuk mengkaji aspirasi masyarakat di 6 (enam) kecamatan tersebut, maka oleh beberapa tokoh dan cendekiawan yang ada di daerah ini mengambil langkah untuk membentuk satu lembaga/organisasi guna mengkaji aspirasi masyarakat tersebut. Apakah keinginan masyarakat tersebut wajar, memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Organisasi tersebut diberi nama Presidium Daerah Pembentukan Kabupaten Tana Tidung (dibentuk dengan Akta Notaris Tanggal 7 Mei 2003);

5) Ketua Presidium juga menjelskan 6 (enam) kecamatan yang ingin membentuk Kabupaten Tana Tidung 5) Ketua Presidium juga menjelskan 6 (enam) kecamatan yang ingin membentuk Kabupaten Tana Tidung

6) Sejauh ini Presidium Daerah pembentukan Kabupaten Tana Tidung telah mengambil langkah-langkah baik kepada Pemerintah Kabupaten Bulungan maupun Kabupaten Nunukan dengan telah keluarnya dukungan dari DPRD Kabupaten Bulungan, Bupati Bulungan, dan DPRD Kabupaten Nunukan

7) Pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pun telah menyurat kepada Mendagri cq. Dirjen PUM dan Dirjen OTDA agar menyikapi surat-surat dari Kabupaten Bulungan dan Nunukan tersebut.

8) Dalam rapat tersebut, juga Ketua Presidium Daerah Pembentukan Kabupaten Tana Tidung telah menyerahkan proposal hasil kajian serta data-data pendukung yang berkaitan dengan pembentukan Kabupaten Tana Tidung kepada Tim DPRD Provinsi

Kalimanta Timur. 91

Aspirasi masyarakat yang menghendaki pemekaran wilayah sebagaimana disebutkan dalam butir 1 di atas, yang menginginkan pembentukan Kabupaten Tana Tidung, dan selanjutnya disampaikan kepada Presidum

91 Dikutip dari Dokumen Daerah Kabupaten Tana Tidung terkait dengan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Provinsi

Kalimantan Timur.

Daerah Pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang dideklarasikan pada tanggal 22 Oktober 2002, oleh perwakilan masyarakat rumpun Tidung yang berdomisili di wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kota Tarakan. Pernyataan sikap masyarakat rumpun Tidung untuk membentuk Kabupaten Tana Tidung ini selanjutnya diikrarkan pada tanggal 23 Oktober 2002 di Hotel Tarakan Plaza, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan

Timur. 92 Substansi pokok dari aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat di 6 (enam) kecamatan yang disampaikan kepada Presidium Daerah tersebut selengkapnya sebagai berikut:

1) agar pelayanan pemerintah kepada masyarakat lebih baik (karena rentang kendali lebih pendek);

2) mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui pelaksanan pembangunan yang lebih merata, maju dan sesuai tuntutan era globalisasi yang sedang melanda seluruh bangsa ini;

3) mengelolah dengan bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat semua potensi dan sumber daya alam yang ada;

4) mempercepat peningkatan SDM yang jauh tertinggal melalui pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga

92 Dikutip dari Dokumen Usulan Pendirian Kabupaten Tana Tidung sebagai arsip daerah Kabupaten Tana Tidung.

masyarakat dapat berpartisipasi secara proporsional dalam segala aspek pembangunan. 93 Pada waktu deklarasi tentang wacana pembentu- kan Kabupaten Tana Tidung, telah dihadiri oleh tokoh- tokoh masyarakat rumpun Tidung, yang terdiri atas rumpun Ulun Pagun (wilayah pesisir); Ulun Bulungan (wilayah pesisir); Ulun Tenggalan (wilayah pedalaman); Ulun Tagol (wilayah pedalaman); Ulun Berusu (wilayah pedalaman). Pada saat dilakukan deklarasi wacana pembentukan Kabupaten Tana Tidung telah mengako- modir 6 (enam) kecamatan, yaitu Kecamatan Sesayap, Kecamatan Sesayap Hilir, Kecamatan Tana Lia (ketiganya berada di wilayah Kabupaten Bulungan), Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis, dan Kecamatan Sebuku (ketiganya berada di wilayah Kabupaten Nunukan).

Berdasarkan data yang ada jumlah secara keselu- ruhan penduduk yang tinggal di 6 (enam) kecamatan tersebut sebanyak 34.248 orang, merupakan jumlah kecamatan dan jumlah penduduk yang cukup memenuhi persyaratan bagi terbentuknya kabupaten baru pada saat itu, sebab persyaratan yang ditentukan di dalam Pera- turan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang tercantum dalam Pasal 10 hanya memerlukan 3 (tiga) kecamatan, untuk daerah kabupaten/kota, dan untuk provinsi minimal 3 kabupaten/kota.

93 Ibid.

Tabel 23. Jumlah Kecamatan Calon Kabupaten Tana Tidung

No. Kecamatan

Keterangan Penduduk

Jumlah

1 Kec. Sesayap 4.569 orang Kab. Bulungan 2 Kec. Sesyap Hilir

2.983 orang Kab. Bulungan 3 Kec. Tana Lia

1.700 orang Kab. Bulungan 4 Kec. Sembakung

6.878 orang Kab. Nunukan 5 Kec. Sebuku

9.554 orang Kab. Nunukan 6 Kec. Lumbis

8.564 oang Kab. Nunukan Total Jumlah

34.248 orang 6 Kecamatan

Terhadap penyampaian pernyataan aspirasi masyarakat oleh Presidium Daerah, selanjutnya Tim DPRD Kalimantan Timur, melalui Ketuanya menyam- paikan tanggapan sebagai berikut:

1) Berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku sekarang, aspirasi masyarakat bawah dalam rangka untuk memajukan pembangunan di daerah sangat wajar dan perlu disikapi dengan serius oleh pihak yang berwenang (Pemerintah);

2) Berdasarkan materi penyampaian dari saudara Presidium Daerah Pembentukan Kabupaten Tana Tidung beserta data/dokumen-dokumen yang telah ada berkaitan dengan usaha pemekaran tersebut dan materi penyampaian materi oleh ke 6 (enam) orang tokoh masyarakat yang mewakili 6 (enam) kecamatan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada lagi alasan untuk tidak menerima dan menindaklanjuti proses selanjutnya dari pemekaran ini;

3) Langkah selanjutnya yang lebih penting adalah pihak Presidium Daerah Pembentukan Kabupaten Tana Tidung aktif secara sinergi melakukan koordinasi, konsultasi kepada pihak-pihak terkait baik di daerah maupun Pemerintah Pusat sesuai prosedur yang berlaku. Evaluasi dilaksanakan terus agar jangan sampai kehilangan momentum yang sangat berharga ini;

4) Pihak Tim DPRD Provinsi Kalimantan Timur akan menyampaikan hasil pertemuan kita ini maupun hasil peninjauan lapangan besuk di Kecamatan Sesayap dan

Tidung Pala, Kabupaten Bulungan 94 . Memperhatikan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa usulan pembentukan Kabupaten Tana Tidung ini benar-benar dikehendaki masyarakat, khususnya yang menginginkan perubahan pelayanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, pembentukan Kabupaten Tana Tidung ini benar-benar mencerminkan aspek sosiologis masyarakat Tana Tidung. Pernyataan masyarakat melalui presidium ini kemudian disampaikan kepada Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulungan yang duduk di parlemen daerah sebagai representasi dari sebagaian masyarakat Kabupaten Bulungan yang menghendaki pemekaran, dengan harapan ditindak lanjuti sebagai usulan resmi masyarakat yang mengin- ginkan dilakukanya pemekaran Kabupaten Bulungan

94 Ibid .

dengan dibentuk kabupaten baru, yaitu Kabupaten Tana Tidung.

3.5.4. Dukungan Politik

Dalam rangka memperoleh dukungan secara politis bagi sebuah produk perundang-undangan tentunya harus memperoleh dukungan politis di parlemen. Landasan politis bertujuan agar produk hukum yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban, ketentraman, dan keamanan

umum. 95 Bentuk dukungan politis pembentukan Kabupaten Tana Tidung dimulai dari adanya aspirasi masyarakat yang diwujudkan melalui presidium daerah, dan kemudian disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di parlemen. Aspirasi yang disalurkan ke parlemen ini, kemudian menjadi agenda rapat di DPRD Kabupaten Bulungan, untuk selanjutnya dituangkan dalam keputusan politik dalam bentuk Keputusan DPRD Kabupaten Bulungan, dengan Nomor 7/DPRD/2003 tanggal 5 Desember 2003 tentang Penetapan Rencana Pembentukan Kabupaten Tana Tidung.

Keputusan DPRD ini kemudian secara berturut- turut diikuti Keputusan DPRD Kabupaten Bulungan

95 Zudan Arief Fakrulloh, Op. Cit, hlm. 14. Juga dapat dilihat pada Zudan Arif Fakrulloh, Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk

Hukum Nasional , Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2013, hlm. 10.

Nomor 5/DPRD/2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Keputusan DPRD Kabupaten Bulungan Nomor 6/DPRD/2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Pemilihan Lokasi Calon Ibu Kota Kabupaten Tana Tidung, Keputusan DPRD Kabupaten Bulungan Nomor 7/DPRD/2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Dukungan Bantuan Biaya Pilkada

Pertama Kabupaten Tana Tidung. 96

Surat DPRD Provinsi Kalimantan Timur kepada Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No. 160/92/DK- T/06/2004 tanggal 14 Juni 2004 tentang Rekomendasi Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Keputusan Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Nomor 01 Tahun 2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Terhadap Rencana Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Keputusan Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Nomor 002 Tahun 2007 tanggal 22 Januari 2007 tentang Dukungan Dana Bagi Calon Daerah Otonom Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur, Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Nomor 02/DPRD/2007 tanggal 8 Februari 2007 tentang Perse- tujuan Terhadap Rencana Pembentukan Kabupaten Tana Tidung.

Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03/DPRD/2007 tanggal 8 Februari 2007 Tentang

96 Lampiran persyaratan usulan pembentukan Kabupaten Tana Tidung Jo. Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur.

Persetujuan Terhadap Rencana Pemilihan Lokasi Calon Ibu Kota Kabupaten Tana Tidung, Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Nomor 04/DPRD/2007 tanggal 8 Februari 2007 Tentang Dukungan Dana Calon Daerah Otonom Kabupaten Tana Tidung Kalimantan Timur, Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Nomor 04/DPRD/2007 tanggal 8 Februari 2007 tentang Dukungan Dana Pilkada Pertama Calon Daerah Otonom Kabupaten Tana Tidung Kalimantan Timur, Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Nomor 06/DPRD/- 2007 tanggal 8 Februari 2007 tentang Dukungan Dana Pembangunan Infrastruktur di Lokasi Calon Ibu Kota

Kabupaten Induk Baru Provinsi Kalimantan Timur. 97 Secara garis besar dukungan politik pembentukan Kabupaten Tana Tidung melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen dapat dijelaskan dalam uraian singkat berikut ini.

Sebagaimana diketahui bahwa dengan sistem pemerintahan demokrasi tidak langsung, rakyat telah memberikan mandat kepada wakil-wakilnya yang duduk di parlemen untuk memperjuangkan aspirasinya. Wakil- wakil rakyat yang duduk di parlemen tersebut dipilih melalui pemilihan umum dalam sistem kepartaian atau partai politik, sehingga suara wakil rakyat sebenarnya juga merupakan suara partai politik.

Implementasi dukungan politik terhadap aspirasi masyarakat terkait

dengan

pemekaran wilayah

97 Ibid.

Kabupaten Bulungan, dengan pembentukan Kabupaten Tana Tidung dilakukan didahului oleh adanya aspirasi masyarakat Kabupaten Bulungan yang menginginkan pemekaran wilayah. Apirasi tersebut kemudian dibahas di dalam rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bulungan. Berdasarkam beberapa kali pertemuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), aspirasi tersebut kemudian dijadikan rencana usulan pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan. Usulan tersebut kemudian dituangkan dalam Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bulungan Nomor 7/DPRD/2003 tanggal 5 Desember 2003 tentang Penetapan Terhadap Rencana Pembentukan Kabupaten Tana Tidung.

Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten Bulungan terkait dengan rencana pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan tersebut kemudian di lanjutkan dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bulungan. Selanjutnya dalam rapat DPRD disepakati bahwa putusan pimpinan DPRD tersebut menjadi sikap dan usulan resmi DPRD yang kemudian dituangkan di dalam Keputusan DPRD Nomor 5/DPRD/2007 tertanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung. Untuk memperkuat usulan pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan dengan pembentukan Kabupaten Tana Tidung tersebut kemudian dikeluarkan Keputusan DPRD Kabupaten Bulungan Nomor 6/DPRD/2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Pemilihan

Lokasi Calon Ibu Kota Kabupaten Tana Tidung. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, dan berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, ditetapkan bahwa Ibu Kota Kabupaten Tana Tidung di Tideng Pale, Kecamatan Sesayap.

Untuk melengkapi dukungan politik pembentukan Kabupaten Tana Tidung, juga telah dikeluarkan Surat Keputusan DPR-RI Nomor: PW.60/90/ROM-II/VII/224 tentang Peninjauan Lapangan Komisi DPR-RI yang membidangi otonomi daerah dan pemekaran. Dukungan DPR-RI pada tingkatan terakhir adalah dilakukannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, dan dalam paripurna menyetujui pembentukan Kabupaten Tana Tidung dengan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur.

Memperhatikan proses pembentukan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, secara teoritik telah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada pada saat itu, dan juga sesuai dengan prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Menurut Memperhatikan proses pembentukan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, secara teoritik telah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada pada saat itu, dan juga sesuai dengan prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Menurut

a. het beginsel van duidelijke doelstelling (asas tujuan yang jelas);

b. het beginsel van juiste organ (asas organ yang tepat);

c. het noodzakelijkeheidsbegisel (asas perlunya pengaturan)

d. het beginsel van de uitvoerbaarheids (asas bahwa perundang-undangan dapat dilaksanakan);

e. het begeinsel ven de consensus (asas konsensus);

f. het beginsel van de duidelijke terminologie en duidelijke syatematiek (asas kejelasan terminologi dan sistema- tika);

g. het beginsel van de kenbaarheids (asas perundang- undangan mudah dikenali);

h. het rechtsgelijkeheidsbeginsel (asas persamaan);

i. het rechtszekerheidsbeginsel (asas kepastian hukum); j. beginsel van de individuele rechtsbedeling (asas pelaksa-

naan hukum sesuai dengan keadaan individual); k. het beginsel dat gerechtvaardigde verwachtingen gehono- reerd moeten woorden (asas harus menghormati harapan yang wajar) 98 . Kesesuaian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, setidak-tidaknya terlihat dari mekanisme pembentukan,

98 Van der Vlies dalam Sirajuddin, Legislatif Drafting Pelem- bagaan Metode Partisipatif Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan , Intrans, Malang, 2004, hlm. 149.

kelembagaan pembentukan, kejelasan tujuan yang hendak dicapai, kejelasan rumusan, keterbukaan, serta urgensi pengaturannya. Dengan demikian akan dapat meminimalisir terjadinya konflik di kemudian hari, atau terjadinya pertentangan-pertentangan yang disebabkan oleh perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan peraturan perundangan.

Harapan ini didasarkan atas asumsi bahwa dalam negara yang memandang bahwa hukum undang-undang memiliki peran penting sebagai sumber hukum, maka hukum harus dibentuk sesempurna mungkin, untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan undang-undang, menghindari adanya norma samar, serta mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik norma hukum yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penerapannya.

Penting juga untuk diperhatikan dalam kaitannya dengan pembentukan Kabupaten Tana Tidung, bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur sebagai hukum positif telah mampu dikomunikasikan kepada masyarakat dengan baik. Sebab perundang-undangan sebenarnya merupakan pesan yuridik dari lembaga pembentuknya kepada masyarakat termasuk dirinya, sehingga sedapat mungkin bisa dipahami dengan mudah agar dapat dilaksanakan dengan efektif.

Dalam perspektif metode ROCCIPI, RIA maupun RegMap yang pada prinsipnya merupakan metode yang menginginkan bahwa dalam pembentukan perundang- undangan harus memperhatikan daya guna dan hasil guna dari sebuah produk yang dihasilkan, sehingga dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keseluruhan sistem hukum yang terkait, dengan tidak saling bertentangan, serta memperhatikan fakta-fakta sosial yang melingkupinya, serta proses yang benar yang memuat tahapan-tahapan pembuatannya, seperti sosialisasi, perancangan, dan pada akhirnya juga diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas.

Namun demikian, nampaknya pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur belum sepenuhnya menun- jukkan adanya keserasian dengan peraturan perundang- undangan lain, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa ketiga undang-undang tersebut mencer- minkan adanya konflik kewenangan antara Bupati Tana Tidung yang mewakili pemerintah Kabupaten Tana Tidung, dan Kementerian Kehutanan terkait wilayah kawasan hutan yang terdapat di wilayah Kabupaten Tana Tidung.

Dalam metode ini perancang perundang-undangan dapat mengidenti-fikasi dengan jelas menyebutkan apa masalah sosialnya dan bagaimana hal itu akan

diselesaikan. 99 Di samping itu, juga harus terlebih dahulu melakukan identifikasi permasalahan sosial yang terjadi sebagai akibat peraturan yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan dalam masyarakat. Dengan menggunakan metode Regulatory Impact Analysis yang bersifat pendekatan analitis dan sistematis terhadap problem regulasi, mencakup suatu rentang sarana dan teknik yang ditujukan untuk menilai efek regulasi, diharapkan permasalahan tersebut dapat dipecahkan. Regulatory Impact Analysis juga merupakan cara yang terstruktur untuk mengkomunikasikan hasilnya kepada pengambil keputusan politik. 100

Selanjutnya mengenai fungsi dari Regulatory Impact Analysis adalah membantu legislator dalam mengurangi risiko kegagalan regulasi serta risiko-risiko yang merupakan konsekuensi yang tidak diharapkan berkaitan dengan penerapan suatu legislasi baru. Di samping itu, juga bermanfaat untuk memperbaiki kualitas regulasi sepanjang dilaksanakan sebagai decision-support tools, tidak parsial dan melalui proses analisis atas cost benefit yang lengkap.

99 Ibid . 100 IBR Supancana, Laporan Akhir Kajian Diagnostik Peraturan Da- erah di Bidang Perizinan Investasi , Kerjasama Antara Direktorat Jenderal Peraturan Prundang-undangan-Bappenas dengan Pusat Kajian Re- gulasi, Tahun 2010, hlm. 15-22.

Supaya pesan yuridis pembentuk peraturan perundang-undangan dapat dipahami dengan baik, maka penggunaan bahasa sebagai sarananya harus tepat. Dalam hubungannya dengan penggunaan bahasa perundang-undangan sebagai sarana penyampaian pesan yuridis ini, selanjutnya Sirajuddin menyatakan, bahwa bahasa yang digunakan dalam peraturan perundang- undangan harus memiliki ciri-ciri:

1) jelas atau lugas, untuk menghindari adanya kesa- maan dan ketidak absahan;

2) objektif dan meniadakan prasangka pribadi;

3) memberikan definisi yang cermat terhadap nama, sifat, dan kategori, yang dianutnya untuk menghin- dari kesimpangsiuran dalam penafsirannya;

4) tidak emosional dan menjauhkan dari tafsiran yang bersensasi;

5) cenderung membakukan makna dari kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan ayat bahasanya didasar- kan pada kesepakatan-kesepakatan masyarakat;

6) tidak fanatik terhadap hal tertentu;

7) singkat dan hemat, hanya kata yang diperlukan saja yang dipakai;

8) memiliki kemanunggalan arti untuk menghindari penafsiran yang tidak sesuai. 101 Pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia No- mor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, dari segi

101 Sirajuddin, Ibid.

bahasa yang digunakan mencerminkan karakter bahasa perundang-undangan yang baik, sehingga tidak menimbulkan multi-interpretasi yang dapat menyebab- kan ketidakpastian hukum dalam penerapannya. Dalam pengertian bahwa apabila Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur tersebut dipahami secara seksama, maka frase dan kalimat secara keseluruhan mencerminkan adanya kesederhanaan bahasa yang digunakan dan kejelasan makna serta tujuan yang jelas terkait dengan dibentuknya undang-undang tersebut. Pesan tersebut adalah untuk membentuk daerah otonom baru sesuai dengan amanat konstitusi

guna menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan paparan di atas, maka dukungan politik melalui parlemen yang diwujudkan kedalam putusan DPRD Kabupaten Bulungan, DPRD Provinsi Kalimantan Timur, dan DPR-RI yang ditindaklanjuti dengan pembentukan undang-undang, merupakan wujud konkrit dari adanya dukungan politik mayoritas bagi terbentuknya Kabupaten Tana Tidung tersebut. Dikatakan oleh Jimly Assidiqqie, bahwa norma hukum dikatakan berlaku secara politis apabila pemberlakuan- nya itu memang didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik. 102 Asumsi yang dapat digunakan, bahwa DPRD dan DPR merupakan representasi politik masyarakat

102 Jimly Assiddiqie, Perihal Undang-Undang, Op. Cit, hlm. 167.

yang berfungsi menyalurkan aspirasi masyarakat. Jabatan yang diemban anggota DPRD dan DPR RI merupakan jabatan politik, mereka terpilih melalui partai politik, yang dilakukan melalui pemilihan umum oleh rakyat. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan merupakan keputusan politik, termasuk keputusan yang terkait pembentukan Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur.

3.5.5. Landasan Filosofis

Pembentukan Kabupaten Tana Tidung merupakan hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan, diawali dengan dibentuknya Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 1956 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Secara georafis Provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah hukum/yurisdiksi yang sangat luas, yaitu mencapai kurang lebih 194.849,08 km², sebuah wilayah hukum/yurisdiksi bagi sebuah provinsi yang sangat luas bila dibandingkan dengan luas provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia.

Luas wilayah ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang hanya mencapai 2.950.531 jiwa, tepatnya pada sensus tahun 2005, artinya 2 tahun sebelum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur dibentuk dan diundang- Luas wilayah ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang hanya mencapai 2.950.531 jiwa, tepatnya pada sensus tahun 2005, artinya 2 tahun sebelum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur dibentuk dan diundang-

Kabupaten Bulungan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor

3 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Kabupaten Bulungan menjadi salah satu Kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, wilayahnya terhitung sangat luas dibandingkan dengan wilayah-wilayah kabupaten lain, yaitu mencapai 18.010,5 km², dengan jumlah penduduk yang hanya mencapai 109.219 jiwa pada tahun 2006. Oleh karena itu, pemerintahan dirasakan kurang ideal untuk memberikan pelayanan

dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini disebabkan jarak antara pusat-pusat pemerintahan baik itu pemerintahan pemerintahan desa, dan pemerintahan kecamatan dengan masyarakat sangat jauh, lebih-lebih jarak antara masyarakat dengan pusat pemerintahan dan pusat pelayanan Kabupaten Bulungan.

kepada

masyarakat

Rentang jarak antara masyarakat dengan pusat- pusat pemerintahan ini akan menyebabkan panjangnya

103 Bandingkan dengan jumlah penduduk di Kota-Kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabayam Medan dan seterusnya yang

jumlah penduduknya mencapai hampir 5 juta jiwa dibandingkan dengan luas wilayah yang hanya mungkin seperempatnya atau lebih dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Timur.

rentang kendali masyarakat oleh pemerintah. Hasil-hasil pelaksanaan pembangunan sering tidak dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat, pelayanan masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, program bantuan pangan dan obat-obatan dari pemerintah kepada masyarakat, serta sosialisasi program-program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sering terhambat oleh kendala waktu dan biaya perjalanan sebagai akibat jauhnya jarak antara masyarakat ke pusat- pusat pelayanan dan informasi.

Sebagai konsekuensi negara hukum yang dianut Indonesia sebagai negara hukum kesejahteraan, 104 yang seharusnya mengedepankan pelayanan masyarakat pada akhirnya hanya menjadi sebuah angan-angan dan cita- cita bagi warga masyarakat, sebagai akibat rentang jarak dan rentang waktu antara masyarakat yang akan dilayani dengan pemerintah yang akan melayani terlalu jauh sebagai akibat luasnya wilayah Kabupaten Bulungan. Tidak jarang layanan masyarakat tidak dapat diselenggarakan dengan baik, pada hal sesuai dengan prinsip otonomi daerah dan prinsip desentralisasi diharapkan daerah dapat mengoptimalkan program- program yang bersentuhan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Lemaire, negara kesejahteraan mempunyai tugas bestuurzorg , yaitu tugas untuk mewujudkan kesejahteraan masyara- katnya dengan memberikan pelayanan publik secara maksimal.

Secara filosofis pembentukan Kabupaten Tana Tidung dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pemerataan keadilan dan

kesejahteraan. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggam- barkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertim- bangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. 105 Untuk itu, maka dipandang perlu untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang konkrit dalam rangka memperpendek rentang kendali dan jarak yang menyebabkan sering terhambatnya pelayanan publik di wilayah Kabupaten Bulungan tersebut.

Kebijakan ini diharapkan dapat menjadikan pelayanan publik dapat dilakukan dengan efektif dan efisien, sehingga upaya pemerintah untuk pencapaian meningkatkan masyarakat segera terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama. Upaya memperpendek jarak antara masyarakat dengan pusat-pusat pelayanan pemerintahan tentunya harus memperhatikan aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat. Hal ini semata- mata untuk lebih memberikan nuansa demokratis dalam pengambilan keputusan, sebab secara jujur harus diakui bahwa upaya-upaya pelayanan tersebut pada akhirnya

105 Zudan Arief Fakrulloh, Op. Cit, hlm. 12.

juga sangat tergantung kepada masyarakat sebagai yang dilayani.

Demokratisasi pengambilan keputusan tersebut tercermin dalam usulan pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan ke dalam Kabupaten Tana Tidung sebagai langkah awal upaya memperpendek jalur pelayanan masyarakat di Kabupaten Bulungan. Sebelum dilakukan usulan pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan, Dewan Pewakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulungan melakukan penjaringan aspirasi masyarakat terkait dengan usulan rencana pemekaran Kabupaten Bulungan tersebut. Berdasarkan penjaringan aspirasi masyarakat, selanjutnya diperoleh berbagai usulan dan pendapat masyarakat baik yang menginginkan tetap tanpa pemekaran, maupun yang menginginkan pemekaran, namun berdasarkan aspirasi yang berkembang mayoritas masyarakat

menginginkan pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan, dengan alasan untuk mengefektif- kan dan mengefisienkan pelayanan masyarakat dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahteraan masya- rakat.

Pemekaran wilayah yang bertujuan untuk mening- katkan pelayanan masyarakat baik dalam bidang penye- lenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembang-unan, dan pembinaan masyarakat, juga dapat dilihat di dalam Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nu- nukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, dan

Kabupaten Kutai Timur, yang dirumuskan ”Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Kutai pada khususnya, meskipun telah menunjukan kemajuan dala penyelenggaraan pemerinta- han, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan ke- masyarakatan, dalam perkembanganya perlu ditingkat- kan sesuai dengan potensi daerah, luas wilayah, dan

kebutuhan pada masa mendatang”. Luasan wilayah dan potensi daerah juga menjadi bahan pertimbangan dalam pembentukan daerah otonom baru, terutama dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan pendapatan asli daerah guna meningkatkan kesjehteraan masyarakat, sebagai amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Di samping itu, pembentukan Kabupaten Tana Tidung dan kabupaten/kota lainnya dalam rangka pemekaran wilayah didasari oleh keinginan pemerintah pusat untuk lebih memberdayakan masyarakat melalui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada di wilayah pemekaran.

Filosofi pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang berlatar belakang meningkatkan pelayanan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini, juga terlihat dalam beberapa bagian dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, diantaranya terdapat di dalam: Filosofi pembentukan Kabupaten Tana Tidung yang berlatar belakang meningkatkan pelayanan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini, juga terlihat dalam beberapa bagian dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, diantaranya terdapat di dalam:

b. pada bab menimbang huruf c, yang dirumuskan bahwa pembentukan Kabupaten Tana Tidung diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangu- nan, dan kemasyarakatan, serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.

Di samping itu, juga dapat dilihat pada penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur, yang dirumuskan ”Dalam rangka pengembangan Kabupaten Tana Tidung khususnya guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pemba-ngunan dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan ”.

Untuk kepentingan itu, Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tana Tidung harus disusun secara serasi dan Untuk kepentingan itu, Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tana Tidung harus disusun secara serasi dan

Di samping itu, tentunya upaya pembentukan Kabupaten Tana Tidung tidak terlepas dari nilai-nilai keadilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah sebagaimana tercermin di dalam sila ketiga dan sila ke lima dari Pancasila, serta untuk lebih mendemokratisasikan pengembilan keputusan bagi masyarakat di daerah dalam kegiatan pembangunan sebagai pencerminan sila ke empat dari Pancasila. Sebagaimana diketahui bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri, yang dijadikan landasan filosofis pembentukan UUD NRI Tahun 1945, sebagaimana tercermin di dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yang dirumuskan:

“...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanu- siaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. ”

Pencerminan sila-sila Pancasila terutama Sila keempat dalam pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur dapat dipahami dari inisiatif usulan pembentukan Kabapaten Tana Tidung. Sebagaimana diketahui dan dijelaskan di muka, bahwa usulan pembentukan Kabupaten Tana Tidung berawal dari usulan masyarakat yang menghendaki pemekaran, dan bukan berasal dari pemerintah pusat maupun dari elit politik tertentu. Aspirasi masyarakat bawah ini kemudian disalurkan melalui lembaga representasi mereka di parlemen kemudian diteruskan ke pusat untuk selanjutnya dilakukan prosedur pembentukan daerah otonom baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian pembentukan Kabupaten Tana Tidung berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Pembentukan

Kabupaten Tana Tidung Di Provinsi Kalimantan Timur tersebut benar-benar demokratis dan pengejawantahan dari sila keempat Pancasila.

3.5.6. Dukungan Pemerintah (Eksekutif)

Dukungan pemerintah yang dimaksudkan adalah dukungan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terkait dengan pembentukan Kabupaten Tana Tidung sebagai daerah otonom baru. Bentuk dukungan dari pemerintah (eksekutif) ini terlihat dari dikeluarkan- nya Surat Bupati Bulungan Nomor 135/342/T.Pem- II/X/2004 tanggal 24 Oktober 2004 Tentang Tindak Lanjut Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Surat Bupati Bulungan Nomor 136/23/Tapem-II/I/2007 tanggal 23 Januari 2007 Tentang Pemilihan Calon Ibu Kota Kabupaten Tana Tidung, Surat Keputusan Bupati Bulungan Nomor 67/K-1/100/2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Pemberian Dukungan Dana Dalam APBD Bulungan Bagi Calon Kabupaten Tana Tidung. 106

Dukungan pemerintah (eksekutif) ini dilanjutkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang tertuang di dalam Surat Usulan Gubernur Kalimantan Timur Kepada Menteri Dalam Negeri Nomor 135/6519/Pem.D/ 2004 tanggal 4 Oktober 2004 tentang Dukungan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Surat Usulan Gubernur Kalimantan Timur Kepada Menteri Dalam Negeri Nomor 135/866/Pem.D/2004 tanggal 6

106 Ibid .

Januari 2007 tentang Usulan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung, Rekomendasi Gubernur Kalimantan Timur Nomor 135/865/Pem.D/2007 tanggal 6 Februari 2007 Tentang Pemilihan Ibu Kota Kabupaten Tana Tidung, Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 912/K.18/2007 tanggal 5 Februari 2007 Tentang Du- kungan Bantuan Dana Operasional Kepada Calon Kabupaten Tana Tidung Dalam Rangka Mendukung Kelancaran Penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangu- nan dan Kemasyarakatan, Keputusan Gubernur Kaliman- tan Timur 912/K.19/2007 tanggal 5 Januari 2007 tentang Dukungan Dana Pembiayaan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Pertama Kepada Calon Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur, dan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur 912/K.20/2007 tanggal 5 Januari 2007 Tentang Dukungan Bantuan Dana Pem- bangunan Infrastruktur di Lokasi Ibu Kota Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur.

Dalam rangka mempersiapkan pembentukan Kabupaten Tana Tidung tentunya tidak cukup hanya disediakan sumber daya manusia saja. Mengingat kabupaten ini merupakan daerah otonom baru yang tentunya memerlukan berbagai kebutuhan yang sangat mendasar, dalam hal ini terutama untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan. Kebutuhan tersebut diantaranya menyangkut sumber dana, baik yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan, Dalam rangka mempersiapkan pembentukan Kabupaten Tana Tidung tentunya tidak cukup hanya disediakan sumber daya manusia saja. Mengingat kabupaten ini merupakan daerah otonom baru yang tentunya memerlukan berbagai kebutuhan yang sangat mendasar, dalam hal ini terutama untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan. Kebutuhan tersebut diantaranya menyangkut sumber dana, baik yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan,

Upaya untuk memenuhi kebutuhan dana, khususnya dalam rangka penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Tana Tidung untuk pertama kalinya, diperoleh dari Kabupaten Bulungan. Ketersedia- an bantuan dana tersebut tertuang di dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 7/DPRD/2007 tenggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Dukungan Bantuan Dana Untuk Pembiayaan Pilkada Pertama Kabupaten Tana Tidung. Jadi, jelas bahwa dengan mendasarkan beberapa keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulungan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukan Kabupaten Tana Tidung telah memperoleh dukungan secara politis di daerah sebagai pencerminan kehendak rakyat.

Dalam rangka menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tentunya diperlukan sarana dan prasarana perkantoran. Untuk membangun fasilitas perkantoran dan sarana prasarana pusat pemerintahan Kabupaten Tana Tidung tersebut juga memperoleh bantuan dana dari Kabupaten Bulungan yang dituangkan di dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 8 Tahun 2007 tentang Bantuan Dana Untuk Pembangunan Lokasi Perkantoran Kabupaten Tana Tidung. 107

Diperoleh dari Arsip Daerah Kabupaten Tana Tidung Kalimantan Timur.

Untuk merespons keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bulungan sebagai bentuk dukungan politik, serta dalam beberapa keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bulungan, selanjutnya diterbitkan Surat Keputusan Bupati Bulungan Nomor 135/24/Tapem- II/I/2007 tanggal 23 Januari 2007 perihal usulan Pembentukan Kabupaten Tana Tidung. Di samping itu, juga dikeluarkan Keputusan Bupati Bulungan Nomor 67/K-1/100/2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Pemberian Dukungan Dana Dalam APBD Kabupaten Bulungan Bagi Calon Kabupaten Tana Tidung. Hal ini didasarkan atas pertimbangan, bahwa Tana Tidung pada awalnya merupakan bagian wilayah Kabupaten Bulungan. Bantuan dana tidak hanya dari Kabupaten Bulungan, melainkan juga berasal dari Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Pusat.