RUANG VEKTOR DAN MATRIKS

4. Matriks

Misalkan kita memiliki suatu susunan bilangan seperti yang dicontohkan di bawah ini:

(i) ⎜⎜

2 ⎟⎟ , (ii) ⎜⎜

⎟⎟ atau (iii) ⎜⎜

Maka susunan bilangan yang diatur sedemikan rupa dalam format baris dan kolom yang membentuk sebuah persegi tersebut dinamakan Matriks. Sebuah matriks A dikatakan berukuran ( m × n ) jika memiliki m baris dan k kolom, dengan elemen pada baris ke i dan

kolo ke j dilambangkan dengan a ij ,

kolom ke j

A = ⎜ L a ij L ⎟ baris ke i

Dengan indeks i berjalan dari i = 1 hingga i = , sedangkan indeks j dari m j = 1 hingga j =. n Bila jumlah baris dan kolom sebuah matriks sama atau m = n , maka matriks

tersebut dinamakan sebagai matriks bujur sangkar berukuran n × n , atau disebut matriks berorde n . Jika setiap elemen sebuah matriks merupakan bilangan riil, maka matriks tersebut dinamakan matriks riil. Sedangkan jika sekurang-kurangnya terdapat satu elemen yang berbentuk bilangan kompleks, maka matriks tersebut dinamakan matriks kompleks. Semua operasi matriks yang akan dibahas berikut ini berlaku baik untuk matriks riil tersebut dinamakan sebagai matriks bujur sangkar berukuran n × n , atau disebut matriks berorde n . Jika setiap elemen sebuah matriks merupakan bilangan riil, maka matriks tersebut dinamakan matriks riil. Sedangkan jika sekurang-kurangnya terdapat satu elemen yang berbentuk bilangan kompleks, maka matriks tersebut dinamakan matriks kompleks. Semua operasi matriks yang akan dibahas berikut ini berlaku baik untuk matriks riil

seringkali ditulis secara ringkas dalam bentuk A = {} a ij .

4.1. Aljabar Matriks Dua buah matriks adalah sama jika dan hanya jika keduanya memiliki ukuran yang sama dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama juga memiliki harga yang

sama. Jadi, jika A = {} a ij dengan ukuran m × n dan terdapat matriks lain B = {} b ij yang

berukuran p × , maka keduanya sama jika q m = dan p n = , serta q a ij = b ij untuk semua i dan j .

4.1.1. Penjumlahan dan Pengurangan Matriks Dua buah matriks A dan B yang berukuran sama dapat dijumlahkan atau dikurangkan dengan hasil juga merupakan sebuah matriks baru, sebut saja C, yang berukuran sama. Elemen dari matriks C ini merupakan hasil penjumlahan atau pengurangan dari elemen-elemen matriks A dan B yang berada pada posisi baris dan

kolom yang sama. Jadi, misalkan A = {} a ij dan B = {} b ij masing-masing berukuran

m × n , maka A ± B = C dengan {}{}{} c ij = a ij ± b ij

Contoh 3.6. Misalkan A = ⎜⎜

. Dapat dihitung dengan ⎝

mudah bahwa A − B = ⎜⎜

4.1.2. Perkalian dengan Sebuah Skalar Perkalian sebuah matriks A dengan sebuah bilangan skalar c, menghasilkan sebuah matriks baru B dengan ukuran yang sama dan elemen-elemenya merupakan hasil

kali delemen matriks A dengan c. Misalkan A = {} a ij dengan ukuran m × n , maka cA = B , dengan B = {} b ij adalah matriks dengan ukuran m × n dimana b ij = ca ij .

Contoh 3.7. Misalkan A = ⎜⎜

⎟⎟ , maka 2A = 2 ⎜⎜

4.1.3. Perkalian Matriks Sebuah matriks A berukuran m × n dapat mengalikan sebuah matriks B berukuran n × dari kiri, yang menghasilkan sebuah matriks p C = AB dengan ukuran

m × . Elemen dalam baris ke i dan kolom ke j dari matriks C adalah jumlah dari: p

c ij = a i 1 b 1 j + a i 1 b 1 j + a i 1 b 1 j + ... + a in b nj = ∑ a ik b kj (22)

Persamaan (22) mengatakan: ”elemen ke i dan j dari matriks hasilkali AB = C , diberikan oleh jumlah hasil kali setiap elemen matriks A dalam baris ke i, satu per satu, dari kiri ke kanan dengan elemen matriks B dalam kolom ke j dari atas ke bawah”.

⎛ a 11 a 12 a 13 ⎞

Contoh 3.8. Tinjau perkalian antara matriks A = ⎜⎜

2 × 3 dan matriks B = ⎜ b 21 b 22 ⎟ berukuran 3 × 2 . Tentukan ukuran matriks C elemen-

⎝ b 31 b

elemen dari matriks tersebut. Ukuran matriks C adalah ( 2 × 3 )( ⊗ 3 × 2 )( = 2 × 2 ) .

Berdasarkan persamaan (22), elemen-elemen dalam matrik C tersebut adalah:

⎛ b 11 b 12 ⎞

⎛ a 11 a 12 a 13 ⎞ ⎜

⎟ ⎛ c 11 c 12 ⎞

⎜ b 21 b 22 ⎟ =

c 11 = a 11 b 11 + a 12 b 21 + a 13 b 31

⎜⎜ ⎝ a 21 a 22 a ⎟⎟

⎟ ⎝ c 21 c 22 ⎠

⎝ b 31 b 32 ⎠

⎛ b 11 b 12 ⎞

⎛ a 11 a 12 a 13 ⎞ ⎜

⎟ ⎛ c 11 c 12 ⎞

⎟⎟ ⎜ b 21 b 22 ⎟ = ⎜⎜

⎟⎟ c 12 = a 11 b 12 + a 12 b 22 + a 13 b 32

⎝ a 21 a 22 a 23 ⎠ ⎜

⎟ ⎝ c 21 c 22 ⎠

⎝ b 31 b 32 ⎠

b 11 b 12 ⎞

⎛ a 11 a 12 a 13 ⎞ ⎜

⎟ ⎛ c 11 c 12 ⎞

⎟⎟ ⎜ b 21 b 22 ⎟ =

a a a ⎜⎜

⎝ 21 22 23 ⎠ ⎜ b b ⎟ ⎝ c 21 c 22 ⎝ ⎠ 31 32 ⎠

⎛ b 11 b 12 ⎞

⎛ a 11 a 12 a 13 ⎞ ⎜

⎟ ⎛ c 11 c 12 ⎞

c 22 = a 21 b 12 + a 22 b 22 + a 23 b 32 ⎜⎜ ⎟⎟ ⎜⎜

⎜ b 21 b 22 ⎟ =

⎝ a 21 a 22 a 23 ⎠ ⎜

⎝ c 21 c

Secara umum perkalian dua buah matriks tidak memenuhi sifat komutatif yakni:

AB ≠ BA . Jika kedua matriks memenuhi kondisi AB = BA , maka dikatakan keduanya

saling komut.

5. Matriks dan Sistem Persamaan Linier

5.1. Pemecahan dengan Metode Reduksi Baris/Eliminasi Gauss Formulasi matriks seringkali digunakan untuk memecahkan sistem persamaan linier melalui metode Reduksi Baris atau Eliminasi Gauss. Tinjau sistem persamaan linier dalam variabel x, y, z sebagai berikut:

2 x + y − z = 2 (23a) x − y + z = 7 (23b)

2 x + 2 y + z = 4 (23c) Secara konvensional, yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan substitusi

berulang-ulang, sampai kita memperoleh solusi persamaan (23). Langkah berulang yang

dimaksud tersebut misalnya: dari persamaan (23a) kita peroleh 2 x =2 − y + z , kemudian

kita masukkan ke dalam persamaan (23c), sehingga persamaan tersebut menjadi

y +z 2 = 2 , sehingga sistem (23) kini menjadi: 2 x + y − z = 2 ,7 x − y + z = ,2 y +z 2 = .

Langkah serupa dapat terus kita lakukan sampai dengan kita berhasil memperoleh solusi yang dimaksud. Tentu saja langkah ini kurang terprogram. Dengan menggunakan metode reduksi baris, yang pada dasarnya sama dengan proses konvensional ini, kita dapat membuatnya menjadi lebih terprogram

Sistem persamaan (23) di atas dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matriks AX = sebagai berikut: B

⎜ 1 − 1 1 ⎟ ⎜ y ⎟ = ⎜ 7 ⎟ (24)

Matriks A pada persamaan (24) disebut juga sebagai matriks koefisien. Melalui metode reduksi baris kita dapat melakukan langkah-langkah berikut terhadap matriks A dan B secara simultan:

1. Menukarkan posisi dua buah baris.

2. Mengalikan sebarang baris dengan sebuah konstanta tidak nol.

3. Menjumlahkan atau mengurangkan hasil sebuah baris dengan baris yang lainnya. Hasil yang diharapkan dari langkah-langkah tersebut adalah dihasilkannya sebuah

matriks berbentuk:

⎜ 0 a 2 0 ⎟ ⎜ y ⎟ = ⎜ c 2 ⎟ (25)

Sehingga solusi dari sistem persamaan linier yang dimaksud diberikan oleh: x = c 1 a 1 , y = c 2 a 2 , z = c 3 a 3 (26)

Untuk mengimplementasikan metode ini, kita dapat membentuk suatu matriks

baru ( A B ) yang elemennya merupakan gabungan dari matriks A dan B yang lazim

disebut sebagai matriks perluasan (augmented matrix). Matriks perluasan untuk kasus persamaan (24) adalah:

( A B ) = ⎜ 1 − 1 1 7 ⎟ (27)

Kini kita terapkan langkah-langkah yang telah disebutkan tadi pada matriks (27): Langkah 1.

Tukarkan baris 1 dan 2:

Langkah 2. Kurangkan baris 3 dengan baris 2:

Langkah 3. Tukarkan baris 3 dengan baris 2:

Langkah 4. Kalikan baris 1 dengan −: 2

Langkah 5. Jumlahkan baris 3 dengan baris 1:

Langkah 6. Kalikan baris 2 dengan − 3 : ⎛ − 2 2 − 2 − 14 ⎞

Langkah 7. Jumlahkan baris 3 dengan baris 2:

Langkah 8. Kalikan baris 2 dengan 2 3 : ⎛ − 2 2 − 2 − 14 ⎞

Langkah 9. Jumlahkan baris 1 dengan baris 2:

Langkah 10. Kalikan baris 3 dengan − 2 3 : ⎛ − 2 0 − 6 − 18 ⎞

Langkah 11. Jumlahkan baris 1 dengan baris 3:

Langkah 12. Kalikan baris 3 dengan − 2 3 : ⎛ − 2 0 0 − 6 ⎞

Langkah 13. Jumlahkan baris 2 dengan baris 3:

Dengan demikian jelas berdasarkan persamaan (26), solusi dari persamaan (24)

diberikan oleh x = 3 , y = − 2 dan z = 2 . Langkah-langkah di atas bukanlah satu-satunya

yang dapat diambil, kita dapat mengambil langkah lain yang mungkin lebih singkat.

5.2. Determinan Tinjau matriks bujur sangkar A dengan orde n. Determinan dari sebuah matriks

dengan n = 1 , A = a 11 , didefinisikan sebagai:

det () A = a 11 (28)

⎛ a 11 a 12 ⎞

Sedangkan untuk matriks dengan orde n = 2 , A = ⎜⎜

, maka determinannya

⎝ a 21 a

adalah:

det () A =

a 11 a 12

= a 11 a 22 − a 12 a 21 (29)

a 21 a 22

Untuk mengetahui asal dari pendefinisian determinan untuk matriks berorde n kita tinjau terlebih dahulu pengertian hasil kali elementer matriks A, yang didefinisikan sebagai perkalian antara n − buah elemen yang satu sama lain berbeda baris atau kolomnya, dimana n adalah orde dari matriks yang ditinjau. Untuk matriks orde 2, hasil kali elementernya adalah:

a 11 a 22 dan a 12 a 21 (30)

Sedangkan a 11 a 21 dan a 12 a 22 bukan merupakan hasil kali elementer karena masing- masing berada pada kolom yang sama, demikian juga a 11 a 12 dan a 21 a 22 karena berada

pada baris yang sama. Selanjutnya untuk kemudahan penjelasan, kita tuliskan hasil kali elementer (30) dalam bentuk:

a 1 ()() 1 a 2 2 , a 1 ()() 2 a 2 1 (31)

Perhatikan angka yang dikurung pada indeks masing-masing elemen yaitu (i) [ ()() 1 , 2 ]

dan (ii) [ ()() 2 , 1 ] , terlihat bahwa urutan keduanya berbeda dan keduanya merupakan

permutasi () 1 dan () 2 . Ditetapkan bahwa bentuk urutan (i) merupakan sebuah permutasi

genap, sedangkan untuk bentuk urutan (ii) merupakan permutasi ganjil, karena untuk mengubah bentuk (ii) menjadi bentuk (i), kita membutuhkan satu langkah yakni

[ ()() 2 , 1 ] → [ ()() 1 , 2 ] . Dengan kata lain, karena telah ditetapkan bahwa (i) adalah permutasi

genap, maka urutan berikutnya yang diperoleh dengan melakukan satu langkah penukaran dikatakan memiliki permutasi ganjil.

Untuk membedakan antara urutan yang merupakan permutasi genap dengan ganjil, maka tanda bagi permutasi genap adalah () + sedangkan untuk permutasi ganjil

bertanda () − . Kembali pada hasil kali elementer (31), maka a 1 ()() 1 a 2 2 bertanda positif

atau + a 1 ()() 1 a 2 2 (untuk selanjutnya tanda positif tidak akan dituliskan) sedangkan

a 1 ()() 2 a 2 1 bertanda negatif atau − a 1 ()() 2 a 2 1 . Dari sini jelas terlihat dari bahwa definisi determinan untuk matriks dengan n = 2 yang diberikan pada persamaan (29), tidak lain

merupakan jumlah dari semua hasil kali elementer matriks tersebut yaitu

a 11 a 22 + ( − a 12 a 21 ) = a 11 a 22 − a 12 a 21 (tanda kurung tidak dituliskan). Dari kasus untuk n = 2 , terlihat bahwa jumlah hasil kali elementer yang dimiliki

oleh matriks dengan order tersebut adalah sebanyak 2 buah. Secara umum untuk matriks berorde n terdapat n! buah hasil kali elementer.

Kini selanjutnya kita tinjau determinan untuk matriks berorde 3 berikut:

a 11 a 12 a 13

det () A = a 21 a 22 a 23 (32)

a 31 a 32 a 33

Hasil kali elementer yang dimiliki oleh matriks tersebut banyaknya adalah 3! Atau 6 buah yaitu (buktikan!):

a 11 a 22 a 33 , a 12 a 23 a 31 , a 13 a 21 a 32 (33a)

a 13 a 22 a 31 , a 11 a 23 a 32 , a 12 a 21 a 33 (33b) Dalam kasus ini, yang diambil sebagai patokan dasar adalah urutan a 11 a 22 a 33 Ambil contoh hasil kali elementer a 12 a 23 a 31 . Untuk mengubahnya menjadi bentuk dasar kembali dibutuhkan langkah sebanyak dua kali penukaran indeks kedua masing-masing

elemen yaitu a 1 ()()() 2 a 2 3 a 3 1 → a 1 ()()() 2 a 2 1 a 3 3 → a 1 ()()() 1 a 2 2 a 3 3 , dengan demikian permutasi hasil kali elementer tersebut adalah genap. Tinjau a 13 a 22 a 31 , pada baris awal (33b),

untuk mengubahnya menjadi bentuk dasar kembali dibutuhkan terdapat tiga langkah:

a 1 ()()() 3 a 2 2 a 3 1 → a 1 ()()() 2 a 2 3 a 3 1 → a 1 ()()() 2 a 2 1 a 3 3 → a 1 ()()() 1 a 2 2 a 3 3 , sehingga permutasinya adalah ganjil.

Selanjutnya dengan cara yang sama di dapatkan (silahkan buktikan) hasil kali elementer (33a) merupakan permutasi genap sedangkan (33b) adalah permutasi ganjil. Dengan demikian determinan dari matriks berorde 3 adalah:

det () A = a 11 a 22 a 33 + a 12 a 23 a 31 + a 13 a 21 a 32

− a 13 a 22 a 31 − a 11 a 23 a 32 − a 12 a 21 a 33

Pengelompokan kembali persamaan (34) diperoleh:

det () A = a 11 ( a 22 a 33 − a 23 a 32 ) − a 12 ( a 21 a 33 − a 23 a 31 ) + a 13 ( a 21 a 32 − a 22 a 31 ) (35)

atau:

a 22 a 23 a 21 a 23 a 21 a 22

det () A = a 11 − a 12 + a 13 (36)

a 32 a 33 a 31 a 33 a 31 a 32

Selain hasil pada persamaan (35), pengelompokan juga dapat dilakukan sehingga diperoleh:

det () A = − a 21 ( a 12 a 33 − a 13 a 32 ) + a 22 ( a 11 a 33 − a 13 a 31 ) − a 23 ( a 11 a 32 − a 12 a 31 ) (37)

atau:

a 12 a 13 a 11 a 13 a 11 a 12

det () A = − a 21 + a 22 − a 23 (38)

a 32 a 33 a 31 a 33 a 31 a 32

Ketiga determinan pada persamaan (36) dapat diperoleh dari determinan semula dengan mengabaikan baris dan kolom tertentu. Pola yang diperlihatkan oleh persamaan (36) untuk menyatakan nilai determinan matriks berorde 3 ini dapat diperluas untuk

menghitung matriks berorde n > 3 . Untuk maksud tersebut, kita perlu mempelajari dua rumusan pada pasal berikut.

Misalkan A dan B adalah dua matriks dengan orde yang sama, maka sifat penting berikut berlaku:

det () AB = det ()() A det B (39)

Perlu diingat bahwa konsep determinan hanya berlaku bagi matriks bujur sangkar.

5.2.1. Minor Determinan orde dua dalam persamaan (36) dan (38) disebut minor dari elemen

bersangkutan yang dikalikan. Misalkan untuk elemen a 11 , pada persamaan (36),

a 22 a 23

minornya adalah dan dapat diperoleh melalui cara seperti yang diilustrasikan

a 32 a 33

berikut ini:

a 11 a 12 a 13

21 a 22 a 23 minor a 11

a 31 a 32 a 33

a 12 a 13

Misalkan lagi untuk elemen a 21 pada persamaan (38), minornya adalah

yang

a 32 a 33

juga dapat diperoleh melalui cara seperti yang diilustrasikan berikut ini:

a 11 a 12 a 13

12 a 22 a 23 minor a 21

a 13 a 32 a 33

Secara umum dapat dinyatakan bahwa minor dari elemen a ij sebuah matriks A didefinisikan sebagai determinan matriks yang tertinggal setelah baris ke i dan kolom ke j

yang mengandung elemen a ij dihapus.

5.2.2. Kofaktor Terlihat pada persamaan (36) atau (38) tanda dari minor yang terkait dengan suatu elemen matriks dapat berharga positif atau negatif. Secara umum matriks minor tersebut

dinamakan kofaktor dari elemen a ij yang didefinisikan sebagai:

K ij = () − 1 × minor a ij (40)

Berdasarkan rumusan kofaktor ini, persamaan (36) misalnya, dapat dituliskan kembali menjadi:

det () A = a 11 K 11 + a 12 K 12 + a 13 K 13 (41)

dengan K 11 = () − 1 × minor a 11 = minor a 11 , K 12 = () − 1 × minor a 11 = − minor a 12 ,

dan K 13 = () − 1 × minor a 13 = minor a 13 .

Contoh 3.9. Hitunglah det () A = 1 − 1 1 . Berdasarkan rumusan minor-

kofaktor di atas, kita dapat mengambil elemen pengali ij a dari sebarang dari baris atau kolom tertentu dan kemudian mencari kofaktornya. Misalkan kita ambil sebagai

elemennya adalah elemen pada kolom ke tiga yaitu a 13 = − 1 ,1 a 23 = ,1 a 33 = . Maka berturut-turut kofaktornya adalah (buktikan!):

K 13 = () − 1 = 4 , K 23 = () − 1 = − 2 dan K 33 = () − 1 = − 3 ,

sehingga diperoleh: 1 − 1 1 = () − 1 K 13 + () 1 K 23 + () 1 K 33 = − 9 .

5.3. Aturan Cramer Aturan Cramer adalah suatu cara untuk memecahkan persamaan sistem linier

AX = , dengan A adalah matriks bujur sangkar berorde n dan B det () A ≠ 0 , sedangkan X adalah matriks kolom berukuran n × 1 yang berisikan n buah variabel { x 1 , x 2 ..., x n } yang

tidak diketahui dan B juga merupakan matriks kolom berukuran n × 1 .

Berdasarkan aturan ini, maka solusi dari sistem persamaan linier tersebut dapat diperoleh melalui rumusan berikut: Berdasarkan aturan ini, maka solusi dari sistem persamaan linier tersebut dapat diperoleh melalui rumusan berikut:

det () A

Dimana U adalah matriks yang diperoleh dengan menggantikan kolom ke i dari matriks i

A dengan matriks kolom B. Untuk membuktikan aturan ini, Tinjau persamaan linier:

Matriks yang terkait dengan sistem persamaan ini adalah A = ⎜⎜

⎟⎟ . Kalikan

⎝ a 21 a 22 ⎠ bagian atas persamaan tersebut dengan a 22 dan bagian bawah dengan a 12 , kemudian

a 22 ( a 11 x + a 12 y = b 1 )

a 12 ( a 21 x + a 22 y = b 2 )

kurangkan kedua diperoleh:

− ( , sehingga solusi untuk

a 11 a 22 − a 12 a 21 ) x = a 22 b 1 − a 12 b 2

variabel x adalah:

Dapat dibuktikan dengan cara yang sama bahwa untuk variabel y solusinya adalah:

Sekarang kita tinjau solusi keduanya berdasarkan aturan Cramer, dimana matriks U yang terkait dengan sistem persamaan linier yang kita tinjau adalah: i

det () U x a 22 b 1 − a 12 b 2 det () U y a 11 b 2 − a 21 b 1

sehingga diperoleh : x =

dan y =

det () A a 11 a 22 − a 12 a 21 det () A a 11 a 22 − a 12 a 21

yang menghasilkan solusi yang sama dengan persamaan (44) dan (45).

Kita telah membuktikan bahwa aturan Cramer dapat diterapkan untuk memperoleh solusi bagi sistem persamaan linier dengan dua variabel. Pembaca dapat meyakini diri bahwa aturan ini pun berlaku untuk sistem dengan n buah variabel.

Contoh 3.10. Selesaikan persamaan linier (23) dengan menggunakan aturan Cramer. Telah diperoleh pada contoh 3.9. bahwa matriks

A yang diberikan pada

persamaan (24) memiliki determinan det () A = − 9 . Dari sistem tersebut, diperoleh:

U x = ⎜ 7 − 1 1 ⎟ , U y = ⎜ 1 7 1 ⎟ dan U z = ⎜ 1 − 1 7 ⎟ dengan masing-masing

determinan adalah det () U x = − 27 , det () U y = 18 dan det () U z = − 18 . Dari sini kita det () U x − 27 det () U y − 18 det () U z − 18

peroleh: x =

= 2 sama

det () A − 9 det () A − 9 det () A − 9

seperti yang diperoleh dengan menggunakan metode reduksi pada pasal 5.1.

6. Matriks Invers

Kembali kita tinjau sistem persamaan linier AX = . Selain dari cara reduksi B

baris dan cara aturan Cramer yang telah dibahas pada pasal-pasal terdahulu, kita juga dapat memecahkannya dengan mengalikan terlebih dahulu persamaan tersebut denagn

matriks invers A dari kiri sehingga persamaan linier tersebut menjadi:

A AX = A B (47) Jelas terlihat, agar sistem tersebut dapat dipecahkan, maka syarat yang harus dipenuhi

adalah A A = I , dimana

I adalah matriks identitas dengan det () I = 1 yang memiliki

− 1 1 sifat komutatif AI = IA . Berdasarkan persamaan (39), det () A = , sehingga dapat

det () A disimpulakn bahwa syarat agar sebuah matriks memiliki invers, maka det () A ≠ 0 .

Sebelum kita membahas cara mencari matriks inverse tersebut, akan terlebih dibahas konsep mengenai matriks identitas dan matriks transpos bagian berikut.

6.1. Matriks Identitas dan Matriks Transpos Sebuah matriks identitas atau matriks satuan, didefinisikan sebagai matriks bujur sangkar dimana hanya bagian diagonalnya yang tidak nol dan semua elemen diagonal 6.1. Matriks Identitas dan Matriks Transpos Sebuah matriks identitas atau matriks satuan, didefinisikan sebagai matriks bujur sangkar dimana hanya bagian diagonalnya yang tidak nol dan semua elemen diagonal

I = ⎜ 0 1 0 ⎟ (48)

Matriks T transpos dari matriks A dituliskan sebagai A , dan dapat dibangun dengan menukar posisi indeks dari masing-masing elemen, a ij → a ji . Misalkan untuk

⎛ a 11 a 12 ⎞

⎛ a 11 a 21 ⎞

matriks berorde 2, A = ⎜⎜

⎟⎟ , maka matriks transposnya adalah A =

6.2. Penentuan Matriks Invers dengan Menggunakan Metode Reduksi Baris Seperti halnya yang telah kita pelajari dalam mencari pemecahan sistem

persamaan linier melalui metode reduksi baris pada pasal 5.1, maka dengan cara yang sama kita dapat pula menerapkannya untuk mencari matriks invers yang ingin diketahui dari matriks A.

⎛ − 1 − 1 − 1 ⎜ a 11 a 12 a 13

Misalkan matriks invers yang dimaksud A = ⎜ a 21 a 22 a 23 ⎟ . Maka

perkalian: AA = ⎜ 1 − 1 1 ⎟ ⎜ a 21 a 22 a 23 ⎟ = ⎜ 0 1 0 ⎟ akan menghasilkan:

⎜ ⎠ ⎜⎜ a ⎝ ⎟ 31 a 32 a 33 ⎟⎟ 0 0 ⎠ 1 ⎝ ⎠

2 1 − 1 ⎞ ⎛ 1 ⎜ a 11 ⎞ ⎛ 1 ⎞

⎜ 1 − 1 1 ⎟ ⎜ a 21 ⎟ = ⎜ 0 ⎟ (49a)

⎠ ⎜⎜ a 31 ⎟⎟

2 1 − 1 ⎞ ⎛ a 12 ⎞ ⎛ 0 ⎟

⎜ 1 − 1 1 ⎟ ⎜ a 22 ⎟ = ⎜ 1 ⎟ (49b)

⎜ 1 − 1 1 ⎟ ⎜ a 23 ⎟ = ⎜ 0 ⎟ (49c)

⎜ 2 2 1 ⎟ ⎜⎜ − 1 a ⎟⎟ ⎜ ⎟

Terlihat ketiga persamaan (49) di atas merupakan persamaan linier AX = . Dengan B demikian mencari elemen-elemen matriks invers tersebut dapat dilakukan dengan metode reduksi baris yang telah kita bahas sebelumnya.

Selanjutnya berdasar persamaan (49) kita dapat membentuk matriks diperluas ( A I ) . Dengan melakukan operasi reduksi baris, yang tertuang pada tiga langkah di

pasal 5.1, maka matriks diperluas tersebut akan tereduksi menjadi ( I A ) , dimana pada

bagian sebelah kanan matriks diperluas tersebut kita dapatkan matriks invers yang dimaksud.

Contoh 3.11. Tentukan invers matriks pada contoh 3.9. ⎛ 2 1 − 1 1 0 0 ⎞

⎟ Matriks diperluas untuk matriks tersebut adalah: ⎜ 1 − 1 1 0 1 0 ⎟ . Selanjutnya

dengan melakukan kembali 13 langkah yang ditempuh pada pasal 5.1, diperoleh:

Selanjutnya lakukan kembali langkah-langkah tambahan berikut ini:

Langkah 14. Kalikan baris 1 dengan − 1 2 : ⎛ 1 0 0 1 3 1 3 0 ⎞

Langkah 15. Kalikan baris 2 dengan − 1 2 : ⎛ 1 0 0 1 3 1 3 0 ⎞

Langkah 16. Kalikan baris 3 dengan 1 4 ⎛ 1 0 0 1 3 1 3 0 ⎞

Sehingga dengan demikian matriks invers A adalah A = ⎜ − 1 9 − 4 9 1 3 ⎟

6.2. Penentuan Matriks Invers dengan Menggunakan Metode Determinan Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebuah matriks

A memiliki invers,

jika dan hanya jika determinannya tak sama dengan nol, det () A ≠ 0 . Mengingat

penurunannya agak panjang, maka kita hanya akan membahas langkah-langkah perhitungannya saja.

Untuk mengiilustrasikannya, tinjau perhitungan untuk mencari invers dari matriks

A yang berorde 3. Langkah pertama adalah dengan membentuk matriks kofaktor dari matriks

A, yaitu matriks yang elemennya adalah kofaktor dari setiap elemen matriks tersebut:

⎛ a 11 a 12 a 13 ⎞

⎛ K 11 K 12 K 13 ⎞

A = ⎜ a 21 a 22 a 23 ⎟ → cof () A = ⎜ K 21 K 22 K 23 ⎟ (50)

⎝ a 31 a 32 a 33 ⎠

⎝ K 31 K 32 K 33 ⎠

dengan K diberikan oleh persamaan (40). ij

Setelah kita peroleh matriks kofaktor tersebut, selanjutnya kita cari matriks transposnya:

⎛ K 11 K 21 K 31 ⎞

cof () A = ⎜ K 12 K 22 K 23 ⎟ (51)

K ⎝ ⎟ 13 32 33 ⎠

Matriks transpos kofaktor ini secara khusus disebut sebagai matriks adjoint dari matriks A:

T adj ()

A = cof () A (52)

Selanjutnya untuk mendapatkan matriks invers yang dimaksud kita gunakan rumusan:

− 1 adj () A

det () A

Contoh 3.12. Tentukan invers dari matriks pada contoh 3.11, dengan menggunakan metode determinan. Dengan menggunakan persamaan (40) untuk mencari

kofaktor diperoleh: A = ⎜ 1 − 1 1 ⎟ → cof () A = ⎜ 1 4 − 2 ⎟

Sehingga matriks adjointnya adalah: adj () A = ⎜ 1 4 − 3 ⎟ . Dari contoh 3.9 diketahui

bahwa det () A = − 9 , dengan demikian diperoleh:

− 1 adj () A 1 ⎜

A = = ⎜ 1 4 − 3 ⎟ = ⎜ − 1 9 − 4 9 1 3 ⎟ , sesuai dengan diperoleh

det () A − 9 ⎜

dengan menggunakan metode reduksi baris. Berdasarkan rumusan matriks invers ini, kita kini dapat pula memecahkan ⎛ x ⎞ ⎛ 1 3 1 3 0 ⎞ ⎛ 2 ⎞ ⎛ 3 ⎞

⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ persamaan linier (24), dimana X = A B dan ⎜ y ⎟ = ⎜ − 1 9 − 4 9 1 3 ⎟ ⎜ 7 ⎟ = ⎜ − 2 ⎟

⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ seperti yang telah diperoleh sebelumnya dari pasal 5.1.

7. Matriks-Matriks Khusus

Secara khusus kita telah membahas dua matriks khusus pada pasal 6, yang sering kita jumpai penggunaannya dalam Fisika, yaitu matriks identitas

I dan matriks transpos

A T serta matriks adjoint adj ()

A . Beberapa matriks khusus adalah:

1. Matriks nol, yaitu matriks dengan semua elemennya berharga nol dan biasanya disimbolkan dengan matriks 0.

2. Matriks singular, yaitu matriks bujur sangkar dengan determinan nol. Semua matriks yang bukan bujur sangkar juga disebut matriks singular karena tidak memiliki determinan.

3. Matriks identitas I, matrik dengan semua elemen diagonalnya 1 dan elemen selain diagonal nol. biasanya secara singkat direpresentasikan oleh suatu kuantitas yang dinamakan delta kronecker δ yang didefinisikan memiliki sifat berikut: ij

δ ij = ⎨

4. T Matriks transpos A , matriks yang diperoleh dengan menukar elemen baris matriks

A menjadi kolom dan sebaliknya.

5. Matriks invers A , adalah matriks yang memenuhi kondisi AA = I .

6. Matriks transpose konjugat A = () A (baca: A dagger), yang diperoleh dengan

mentranspos matriks

A dan mengkompleks konjugat-kan.

7. Matriks adjoint adj () A , matriks yang elemennya merupakan kofaktor dari setiap

elemen matriks A. Berikut adalah beberapa sifat khusus matriks yang juga sering dijumpai dalam Fisika beserta contohnya:

1. Jika T A = A , maka dikatakan matriks tersebut adalah matriks simetrik.

Contoh: T A = ⎜⎜ = A

2. Jika T A = − A , maka dikatakan matriks tersebut adalah matriks skew-simetrik

⎝ − i 0 ⎟⎟ ⎠

T Contoh: A = ⎜⎜ ⎟⎟ , A = ⎜⎜ sehingga A = − A . Sebagai catatan, semua

matriks skew-simetrik memiliki elemen diagonal nol.

3. Jika † A = A , maka matriks tersebut dinamakan matriks hermitian.

Contoh: A = ⎜⎜

4. Jika A =A , maka matriks tersebut adalah matriks orthogonal.

Contoh: A = ⎜⎜

⎟⎟ → A = ⎜⎜

⎟⎟ = A (buktikan!)

5. Jika A =A , maka matriks tersebut dinamakan matriks uniter.

Contoh: A = ⎜⎜ i

⎟⎟ → A 0 = ⎜⎜

⎟⎟ → A = ⎜⎜

⎟⎟ = A (buktikan!)

8. Contoh Penerapan dalam Fisika

Konsep mengenai vektor dan matriks di dalam Fisika memainkan peranan yang cukup sentral, karena hampir dipakai disemua cabang Fisika. Sebagai contoh, dalam mekanika, konsep vektor atau matriks secara umum dipakai untuk menggambarkan dinamika gerak benda dalam tiga dimensi, misalnya untuk benda yang bergerak secara rotasi.

Tinjau misalnya gerak sebuah partikel yang berada dalam pengaruh gaya sentral r

F = F () r e r , seperti gaya gravitasi misalnya. Pada umumnya gerak tersebut dapat berupa

lintasan yang mengelilingi suatu titik tempat sumber gaya tersebut. Contoh misalnya gerak planet mengelilingi matahari. Bagi partikel dalam pengaruh gaya sentral tersebut, untuk lebih mempermudah penanganan, dinamikanya lazim direpresentasikan dalam sistem koordinat polar, dimana jarak dari suatu partikel dan sudutnya terhadap suatu kerangka acuan tetap digunakan sebagai besaran yang digunakan untuk menggambarkan perilaku geraknya, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 7(a).

F () r e r

Misalkan kecepatan dari partikel pada Gambar 7(a) adalah:

v = v r e r + v θ e θ (55) v = v r e r + v θ e θ (55)

yang diberikan pada Gambar 7(b), sedangkan v r dan v adalah komponen vektor dalam θ

sistem koordinat tersebut. Vektor satuan e r dan e θ adalah vektor-vektor satuan yang

selalu berubah sesuai dengan posisi partikel tersebut.

Bagi sistem koordinat kartesis dengan vektor satuan tetap e x dan e y , kita dapat

mencari hubungan keduanya dengan e r dan e θ dalam koordinat polar. Berdasarkan

Gambar 7(b) dan e r = 1 , kita dapat melihat hubungan berikut:

e r = e x cos θ + e y sin θ (56) r

Untuk mendapatkan hubungan bagi vektor satuan e θ , kita misalkan e θ = − a e x + b e y ,

dan dengan memanfaatkan kenyatan bahwa e r⊥ θ e r atau e θ • e r = 0 dan e θ = 1 ,

didapatkan persamaan: − a cos θ + b sin θ = 0 (57a)

2 2 a +b = 1 (57b)

cos θ Dari persamaan (57a) diperoleh: b = a , masukkan kembali ke persamaan (57b) sin θ

diperoleh a 1 + 2 = a = 1 , sehingga a = sin dan b = cos .

Dengan demikian kita peroleh hubungan:

Bentuk persamaan (59) dapat dinyatakan dalam bentuk matriks:

⎜⎜ r ⎟⎟ = R r (59)

e y ⎟⎟ ⎝ ⎠

dimana matriks R pada persamaan:

⎛ cos θ sin θ ⎞ R = ⎜⎜

⎝ − sin θ cos θ ⎠

Dari sini dapat pula diperoleh invers persamaan (60):

⎜⎜ e r e ⎟⎟ ⎟⎟ (62)

⎝ θ ⎠ ⎝ sin θ cos θ ⎠ ⎝ e θ ⎠

Dapat dibuktikan dengan mudah bahwa untuk memperoleh komponen kecepatan dalam sistem kartesis dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

Sebagai contoh sederhana, kita tinjau kasus gerak melingkar beraturan dengan kelajuan tetap dengan: v r = 0 (64a)

v θ = r ω (64b) Berdasarkan persamaan (63), maka diperoleh komponen gerak tersebut dalam koordinat

kartesis sebagai berikut:

Atau dalam bahasa vektor: