FUNGSI-FUNGSI KHUSUS

BAB 12 FUNGSI-FUNGSI KHUSUS

1. Pendahuluan

Pada bab ini dibahas perumusan mengenai beberapa fungsi-fungsi khusus yang didefinisikan baik dalam bentuk integral maupun deret. Fungsi-fungsi ini kerap muncul dalam Fisika sebagai solusi bagi suatu persamaan diferensial tertentu atau bagi keperluan lainnya. Secara umum fungsi-fungsi ini tidak memiliki bentuk eksak yang tertutup dan nilainya telah dihitung secara aproksimatif dan disajikan dalam bentuk tabel. Tujuan pembahasan dalam bab ini bukan untuk mendalami secara detail sifat-sifat fungsi tersebut, tetapi lebih ditekankan pada pengenalan definisinya.

2. Fungsi Gamma

Fungsi pertama yang kita tinjau adalah fungsi Gamma Γ () x yang didefinisikan sebagai hasil dari bentuk integral berikut:

Γ () x = ∫ t e dt (1)

Telah diketahui bahwa bentuk integral pada ruang kanan persamaan (1) tidak dapat

diselesaikan. Integral di atas dapat dibuktikan konvergen untuk semua x > 0 , walaupun dalam rentang 0 <x < 1 menjadi tak wajar mengingat fungsi integran singular pada limit

bawahnya. Selanjutnya lakukan integrasi perbagian berikut:

t e dt = − t e + ( x − ∫ 1 ) t e dt ∫ (2)

() x − 1 − 1 − t

0 1 42 43 0 0 = 0 1 42 4 43 4 Γ () x − 1

sehingga diperoleh suatu hubungan rekursif:

Γ ()( x = x − 1 )( Γ x − 1 ) (3)

Misalkan x ≡ n merupakan bilangan integer, maka berdasarkan hubungan rekursif (3) dapat kita peroleh bahwa:

Γ ()( n = n − 1 )( Γ n − 1 )( = n − 1 )( n − 2 )( Γ n − 2 )

n − 1 )( n − 2 )( Γ n − 2 ) × L × 1 • Γ () 1

Dari integral (1) jelas terlihat bahwa:

Γ () 1 = ∫ e dt = 1 (5)

Dengan demikian diperoleh:

Γ ()( n = n − 1 ) ! (6)

atau dapat pula dituliskan sebagai:

Γ ( n + 1 ) = n ! (7)

Jelas bahwa untuk n yang integer, fungsi Γ merupakan fungsi faktorial. Berdasarkan persamaan (7), kadang pula dituliskan untuk sebarang x bentuk berikut:

Γ ( x + 1 ) = x ! (8)

sehingga Γ lazim pula dinamakan sebagai fungsi faktorial. Untuk mengetahui secara lengkap rentang definisinya, tinjau definisi (1) yang

dengan jelas mengindikasikan bahwa untuk x > 1 , Γ terdefinisi. Selanjutnya tinjau

persamaan (3) dituliskan kembali dalam bentuk berikut:

Γ () x = Γ ( x + 1 ) (9)

Karena Γ () 1 = 1 , Jelas bahwa Γ0 () = ∞ (10)

sehingga x = 0 tidak masuk dalam rentang definisi. Sekarang tinjau rentang 0 <x < 1 .

Berdasarkan persamaan (9) dengan jelas terlihat bahwa dalam rentang tersebut fungsi Γ

terdefinisi mengingat Γx ( + 1 ) terdefinsi pada 0 <x < 1 . Selanjutnya misalkan x = − 1 ,

maka diperoleh:

dan mengingat hubungan rekursi (9), maka untuk semua x = − n dapat dtuliskan sebagai (buktikan!):

Γ () − n =

− n ( − n + 1 )( − n + 2 ) × L × () − 1

atau (buktikan!):

Γ () − n = n Γ () 0 (13)

() − 1 n ! () − 1 n !

tinjau persamaan (9) untuk rentang − 1 < x < 0 :

Γ () x = Γ ( − x + 1 ) (14)

dimana 1 −x > 0 , yang mengindikasikan bahwa dalam rentang tersebut fungsi tersebut

juga terdefinisi. Dengan mengacu pada hubungan rekursi (3) jelas bahwa untuk x < 0

yang bukan integer negatif Γ () x terdefinisi. Dari hasil di atas jelas dapat disimpulkan

bahwa rentang terdefinisinya fungsi Γ adalah x = { − ∞ < x < ∞ , x ∉ 0 , − n } dengan n

integer positif.

Tinjau kasus dengan x = 1 2 . Berdasarkan definisi (1) integral yang harus

dipecahkan adalah:

∞− t

e Γ () 1 2 = ∫ dt (15)

0 t Misalkan kita lakukan substistusi variabel 2 t = u sehingga dt = 2 udu , maka persamaan

(15) menjadi:

∞− u 2 ∞

Γ () 1 2 = ∫ 2 udu = 2 ∫ e du (16)

yang juga dapat dituliskan kembali dalam variabel boneka lainnya sebut saja w sebagai berikut:

Γ () 1 2 = 2 ∫ e dw (17)

Dengan mengalikan persamaan (15) dengan (16) diperoleh:

Γ () 1 2 = 4 e ( ) dudw (18)

Selanjutnya lakukan transformasi ke koordinat polar u = r cos θ dan w = r sin θ dengan

2 2 u 2 + w = r dan dudw = rdrd θ sehingga:

Γ () 1 2 = 4 e rdrd θ ∫∫ (19)

Dapat dengan mudah ditunjukkan bahwa hasil integraal (18) diberikan oleh:

4 e ∫∫ rdrd θ = π (20)

sehingga dengan demikian diperoleh bahwa:

Hubungan lain yang penting terkait dengan fungsi Γ adalah:

Γ ()( x Γ 1 − x ) =

sin π x

Hal lain yang patut dicatat adalah, bahwa untuk x yang cukup besar, nilai Γx ( + 1 ) dapat

diaproksimasi melalui formula Stirling berikut:

Γ ( x + 1 ) = x ! ~ x e 2 π x (23)

Contoh 2.1. Tentukan Γ () 5 2 . Tuliskan Γ () 5 2 = 3 2 Γ ( ) ( )( ) ( ) 3 2 = 3 2 1 2 Γ 1 2 . Karena Γ2 () 1 = π , maka Γ () 5 2 = 3 π 4 .

3. Fungsi Beta

Fungsi Beta, Β () x , y didefinisikan sebagai:

Β () x , y = t 1 − t ∫ (24) () dt

Dengan melakukan transformai variabel 2 t = sin θ , sehingga dt = 2 sin θ cos θ d θ dan

1 2 −t = cos θ dimana syarat batas t = 1 terkait dengan θ = π 2 , diperoleh bentuk lain

bagi fungsi Β:

Β () x , y = 2 ∫ sin θ cos θ d θ (25)

Sedangkan jika dilakukan transformasi t = u ( 1 + u ) (buktikan!) diperoleh bentuk

alternatif lainnya:

Β () x , y = ∫

u du

x + y (26)

Dalam hubungannya dengan fungsi Γ , dapat ditunjukkan bahwa:

Γ ()() x Γ y

Β, () x y =

Berdasarkan hubungan di atas, maka untuk menentukan nilai bagi fungsi Β dapat dilakukan dengan menggunakan tabel fungsi Γ . Perlu ditekankan bahwa rentang definisi bagi fungsi Β mengikuti rentang fungsi Γ dengan mengacu pada hubungan (26).

Untuk membuktikannya, tinjau bentuk berikut:

Γ ()() x Γ y = t s e dtds ∫∫ (28)

x − 1 y − 1 − () t + s

Kemudian lakukan transformasi berikut:

t = uw , s =1 u ( − w ) (29)

dengan modulus Jacobian terkait diberikan oleh (buktikan!):

∂ () t , s

∂ () u , w

= u (30)

Mengingat batas bawah integrasi dalam domain t dan s adalah t = 0 dan s = 0 ,

sedangkan batas atasnya adalah t = ∞ dan s = ∞ , maka jika kita mengambil batas bawah untuk u = 0 sedangkan batas atasnya adalah u = ∞ , maka sebagai konsekuensinya, batas

bawah untuk variabel w = 0 dan w = 1 untuk batas atasnya. Berdasarkan hal ini, maka

transformasi integral (27) ke variabel () u , w adalah:

x + y − 1 x − 1 y − 1 − () u

Γ ()() x Γ y = ∫∫ u w ( 1 − w ) e dudw (31)

Dengan mengatur kembali integral (31) ke dalam bentuk berikut:

Γ u ()()

x Γ y = w ( 1 ∫ (32) − w ) dw ∫ u e du

Β () x , y

maka diperoleh:

Γ ()() x Γ y = Β ()( x , y Γ x + y ) (33)

Sehingga persamaan (26) terpenuhi.

4. Integral dan Fungsi Eliptik

Tinjau bentuk integral berikut:

F () ϕ , k = ∫

0 1 − k sin ϕ

yang dinamakan sebagai integral eliptik jenis pertama dan:

2 2 E () ϕ

, k = 1 − k ∫ sin ϕ d ϕ (35)

sebagai integral eliptik jenis kedua. Dimana k dengan rentang 0 ≤k ≤ 1 dinamakan

sebagai modulus dan ϕ amplitudo dari integral eliptik (33) dan (34). Integral eliptik

dinamakan integral eliptik lengkap jika amplitudonya ϕ = π 2 .

Integral (33) dan (34) merupakan bentuk integral eliptik versi Legendre. Melalui transformasi: x = sin ϕ (36)

sehingga diperoleh bentuk lain sebagai berikut:

F () x , k =

∫ (38a)

dx

( )( 1 − x 1 − k x )

E () x , k = ∫

2 dx (38b)

yang dinamakan sebagai integral eliptik versi Jacobi. Bentuk integral eliptik baik dalam versi Legendre maupun Jacobi tidak dapat secara umum tidak dapat dievaluasi secara analitik. Nilai-nilainya untuk amplitudo tertentu disediakan dalam bentuk tabel yang diperoleh secara numerik.

Tinjau bentuk integral eliptik Jacobi (38a). Jika diambil k = 0 , maka dapat

dengan mudah diperoleh:

= sin x ∫ (39)

dx

() 1 − x

dimana u ≡ F () x , 0 .

Jika kita lakukan inversi terhadap persamaan (39) maka diperoleh: sin u = x (40)

Dengan memperluas cara pandang di atas untuk kasus dengan k ≠ 0 dan dengan

mendefinisikan secara umum u ≡ F () x , k , maka serupa dengan persamaan (39) dapat

dituliskan bentuk berikut bagi sebarang integral eliptik yang terkait:

= sn x ∫ (41)

dx

( )( 1 − x 1 − k x )

Dan serupa pula dengan (40) dituliskan inversi untuk (41): sn u =x = sin ϕ (42)

[cf. persamaan (36)]. Dimana secara khusus sn dinamakan fungsi eliptik Jacobi. u Mirip dengan fungsi-fungsi trigonometrik, dapat pula didefiniskan fungsi eliptik

Jacobi cn melalui hubungan: u

2 cn u = 1 − sn u = cos ϕ (43) Tinjau kembali integral eliptik versi Legendre pada persamaan (34), jelas terlihat bahwa:

Berdasarkan hubungan (44) dapat pula didefinisikan fungsi dn melalui pendefinisian u berikut:

2 2 dn u = = 1 − k sn u (45)

du

Jelas bahwa fungsi-fungsi tersebut memenuhi hubungan:

2 2 cn u + sn u = 1 (46a)

2 2 2 dn u + k sn u = 1 (46b) Selanjutnya, untuk mengetahui turunan bagi masing-masing fungsi terhadap

“variabel” u :

d () sn u d ( sin ϕ )

= cos ϕ

= cn u dn u (47a)

d ( cn u ) d ( cos ϕ )

= − sin ϕ

= − sn u dn u (47b)

du

du

du du

k sin ϕ cos ϕ d ϕ

2 = ⎜ 1 − k sin ϕ ⎟ = − = − k sn u cn u (47c) du

du ⎝

1 2 − k sin ϕ du

5. Contoh Penerapan dalam Fisika

Sebagai contoh kasus sederhana kita tinjau gerakan bandul sederhana yang terjadi akibat dipengaruhi oleh gaya gravitasi.

Berdasarkan hukum kedua Newton, penggambaran dinamika gerak bandul dengan massa m tersebut diberikan oleh persamaan diferensial berikut:

2 = − sin θ (48)

dt

Persamaan (48) dapat dipecahkan manipulasi sebagai berikut; kalikan kedua ruas persamaan dengan d θ dt , sehingga

d θ d ( cos θ )

Kemudian berdasarkan identitas 2 =

Selanjutnya kalikan persamaan (49) dengan 2 ml sehingga persamaan (48) dapat kembali dituliskan sebagai berikut:

⎢ ml ⎜ ⎟ − mgl cos θ ⎥ = 0 (50)

dt 2 ⎝ ⎣ dt ⎢ ⎠

Suku pertama pada ungkapan persamaan di atas tidak lain merupakan energi kinetik dari

bandul tersebut E K = ml ⎜ ⎟ sedangkan ungkapan suku kedua tidak lain

2 ⎝ dt ⎠

merupakan energi potensial bandul E P = − mgl cos θ yang diukur dari pangkal tali, sehingga jelas suku pada kurung siku tersebut adalah energi total bandul E . Karena ruas

kanan persamaan (48) sama dengan nol, maka ungkapan di dalam kurung siku pada ruas kiri harus merupakan sebuah konstanta:

ml ⎜ ⎟ − mgl cos θ = E (51)

2 ⎝ dt ⎠

dimana E > 0 . Dengan sedikit manipulasi akhirnya diperoleh:

yang merupakan persamaan diferensial nonlinier orde satu. Persamaan (51) dapat diselesaikan secara implisit dengan mengubahnya menjadi:

Sehingga solusinya adalah:

∫ ⎜ ⎟ dt =

Ruas kanan pada solusi implisit (55) dapat ditransformasikan menjadi integral eliptik. Untuk memperolehnya, gunakan identitas trigonometri 2 cos θ = 1 − 2 sin θ 2 kemudian

definisikan k = ⎜⎜

+ 1⎟⎟ sehingga ungkapan (56) berubah menjadi ⎝ mgl ⎠ + 1⎟⎟ sehingga ungkapan (56) berubah menjadi ⎝ mgl ⎠

0 k − 2 sin θ 2

Kemudian definisikan sin θ 2 = k sin φ 2 dengan cos () θ 2 d θ = 2 k cos φ d φ ,

Selanjutnya tinjau integral pada ruas kanan persamaan (57), misalkan x = sin φ dengan

2 dx 2 = cos φd φ dan cos φ = 1 − x , sehingga:

dx

0 1 − k sin φ 2 0 1 − x 1 − k x 2

dan jelas bahwa:

Dari sini, kita dapat memformulasikan solusi eksplisit bagi persamaan nonlinier (48) dengan menuliskan kembali integral (56) sebagai:

sn [ ( 2 sin θ 2 ) k ] (60)

- 1 t = ⎜⎜ sn (

sin φ ) =

sehingga dengan demikian solusi eksplisit yang dicari adalah:

θ () t = 2 sin ⎨ sn ⎢ ⎜ ⎟ t ⎥ ⎬ (61)

2 ⎢ ⎝ ⎪⎩ l ⎣ ⎠

dengan modulus k 2 .