Kecenderungan Ulu> m al-Qur’a> n di Era Awal Mesir

3. Kecenderungan Ulu> m al-Qur’a> n di Era Awal Mesir

Gambaran umum perkembangan‘ulu> m al-Qur’a> n masa-masa awal di Mesir cukup menjelaskan bahwa pada mulanya, sebagaimana juga perkembangan ‘ulu> m al-Qur’a> n secara umum di dunia Islam, disiplin ini menjadi bagian dari tafsir atau setidaknya menafsirkan Al-Qur’an dalam perspektif i’ra> b-nya (tata bahasa). Ini menunjukkan bahwa baik antara tafsir dan ‘ulu> m al-Qur’a> n, bahkan dengan hadis, menjadi bagian integral dalam penulisan disiplin ‘ulu> m al-Qur’a> n di masa-masa paling awal dalam sejarah perkembangan ‘ulu> m al-Qur’a> n, tidak saja di Mesir, tetapi juga di seluruh belahan dunia Islam.

Kecenderungan ini berbarengan dengan munculnya karya-karya tematik menyangkut salah satu disiplin ilmu Al-Qur’an. Karya-karya dengan jenis ini terspesialisasi dalam satu kajian mendalam pada sebuah disiplin ilmu Al-Qur’an tertentu, seperti ilmu na> sikh-mansu> kh, ilmu asba> b al-nuzu> l, ilmu qira> ’at, ilmu ghari> b al-Qur’a> n, i’ra> b al-Qur’a> n, i’ja> z al-Qur’a> n, aqsa> m Kecenderungan ini berbarengan dengan munculnya karya-karya tematik menyangkut salah satu disiplin ilmu Al-Qur’an. Karya-karya dengan jenis ini terspesialisasi dalam satu kajian mendalam pada sebuah disiplin ilmu Al-Qur’an tertentu, seperti ilmu na> sikh-mansu> kh, ilmu asba> b al-nuzu> l, ilmu qira> ’at, ilmu ghari> b al-Qur’a> n, i’ra> b al-Qur’a> n, i’ja> z al-Qur’a> n, aqsa> m

Dari sejumlah inisiatif dalam penulisan disiplin ‘ulu> m al-Qur’a> n yang terspesialisasi dalam disiplin-disiplin ilmu mandiri seiring dengan era kodifikasi keilmuan dalam Islam, maka tantangan lain yang dibutuhkan ulama adalah menghimpun menjadi satu dokumen utuh. Munculnya karya semacam A l-Burha> n fi> ‘Ulu> m al-Qur’a> n karya al-Zarkasyi> dan A l-Itqa> n fi> ‘Ulu> m al-Qur’a> n karya al-Suyu> t}i> dapat dijadikan contoh.

Karya yang lahir dalam situasi keterpurukan Islam, baik secara politik, sosial, dan budaya inilah yang mengantarkan spesialis ilmu Al- Qur’an untuk menghimpun dalam satu kesatuan yang utuh dalam kemasan yang praktis dan ringkas. Dengan pola dan kecenderungan semacam ini, umat Islam bisa menguasai materi-materi tersebut dalam waktu yang singkat. Singkatnya, kehadiran karya jenis ini merupakan representasi ‘situasi psikologis’ terancam, sehingga diperlukan upaya defensif dalam konteks konsolidasi internal, dengan menghadirkan karya yang bertujuan

sebatas ‘mengamankan agar tidak hilang’ dalam satu kesatuan yang utuh. 51

51 Lihat Nas}r H{a> mid Abu> -Zayd, Mafhu> m al-Nas}s}: Dira> sah fi> ‘Ulu> m al-Qur’a> n, (Kairo: al-Hay’ah al-Mis}riyyah al-‘Ammah li al-Kita> b, 1993), h. 14. Hemat penulis,

pandangan ini tidak berarti menihilkan peran luar biasa al-Zarkasyi> dan al-Suyu> t}i> dalam ‘mengamankan’ ilmu Al-Qur’an, melainkan sebuah ajakan pada pembaca saat ini agar sadar bahwa sebuah karya, termasuk karya dua tokoh terkemuka itu, adalah bagian dari tantangan

Semangat serupa juga terjadi pada karya al-Zarqa> ni> yang juga menyusun karya utuh mengenai ‘ulu> m al-Qur’a> n. Semangat untuk bertahan dari serangan pemikiran Barat dalam mendangkalkan pemahaman dan keyakinan umat Islam terhadap kitab sucinya, menjadi salah satu motivasinya dalam menyusun buku utuh dalam ilmu Al-Qur’an. Di samping juga untuk kepentingan pragmatisme akademis, yaitu sebagai bahan ajar di perguruan tinggi. Atas dasar ini, al-Zarqa> ni> menyusun buku ini ditujukan

pada dua kepentingan sekaligus: 52 kepentingan deskriptif-historis dengan membentangkan sejarah perkembangan ilmu Al-Qur’an dari sejak

pertumbuhannya hingga saat ia menulis buku tersebut; dan kepentingan dialektik-analitik dengan membentangkan debat terbuka terhadap musuh- musuh Islam terkait dengan penjelasannya dalam ilmu Al-Qur’an. Oleh karena itu, tidak sedikit kita temukan dalam uraian bukunya poin-poin mengenai syubhah.... (keraguan terhadap....), tafni> d... (penyangkalan terhadap....), dan daf’ (penolakan terhadap....).

Demikian potret umum dan kecenderungan ‘ulu> m al-Qur’a> n di masa- masa awal Mesir. Potret dan kecenderungan ini menjadi landasan awal bagi potret dan kecenderungan‘ulu> m al-Qur’a> n masa selanjutnya, atau dalam istilah penulis era Mesir kontemporer.

masa yang tidak selalu bisa dikonsumsi apa adanya tanpa apa yang ia sebut sebagai ‘kesadaran akademis terhadap tradisi’ (al-wa’y al-‘ilmi> bi al-tura> s\).

52 al-Zarqa> ni> , Mana> hil, h. 5, 6, dan 12

Dalam penjelasan berikutnya, penulis hendak membahas potret dan kecenderungan ‘ulu> m al-Qur’a> n di Mesir era kontemporer. Namun, uraian ini juga akan dilengkapi dengan pembahasan singkat mengenai potret dan kecenderungan ulu> m al-Qur’a> n di era transisi, yaitu era yang menjembatani era awal dan era kontemporer Mesir.