Potret Umum ‘Ulu> m al-Qur’a> n Masa Awal di Mesir

2. Potret Umum ‘Ulu> m al-Qur’a> n Masa Awal di Mesir

Sebagaimana terlihat dalam sejarah awal pengenalan masyarakat Mesir terhadap Al-Qur’an, maka pada saat itu pula pengenalan mereka terhadap‘ulu> m al-Qur’a> n meskipun dalam bentuknya yang sangat sederhana dan belum tertata dalam dokumen tertulis.

Sebagaimana dalam sejarah perkembangan ‘ulu> m al-Qur’a> n secara keseluruhan, maka perkembangan ilmu Al-Qur’an di Mesir juga bermula dari

42 al-Ba> ri> , A l-Qur’a> n, h. 16-17 43 Sayyidah Isma> ’il Ka> syif, Mas}ru> ’ fi> Fajr al-Isla> m Min al-Fath} al-‘A rabi> ila> Qiya> m

al-Daulah al-T{ulu> niyyah, (Beirut: Da> r al-Ra> id al-‘Arabi> , 1986), Cet. III, h. 299 al-Daulah al-T{ulu> niyyah, (Beirut: Da> r al-Ra> id al-‘Arabi> , 1986), Cet. III, h. 299

madrasah mis}riyyah. 44 Kecuali itu, Abu> Ja’far Ah}mad ibn Muh}ammad al-Nah}h}a> s (w. 338

H/949 H) mengawali sejarah tertulis ilmu Al-Qur’an, tidak saja sebagai bagian dari tafsir sebagaimana dalam kitabnya Ma’a> ni al-Qur’a> n, tetapi juga kajian tematik dari tema-tema yang terkait dengan ilmu Al-Qur’an

sebagaimana dalam bukunya, Kita> 45 b al-Na> sikh wa al-Mansu> kh. Selain itu, dapat disebutkan juga Muh}ammad ibn Ali Abu> Bakar al-Adfawi> (304-388

H/916-998 M). Al-Adfawi> di samping memiliki kitab tafsir yang berjumlah

44 Penjelasan mendalam mengenai masing-masing tokoh itu, bisa dirujuk langsung dalam al-Ba> ri> , A l-Qur’a> n, h. 283 dan seterusnya

45 Dari sejumlah buku-buku awal terkait dengan ‘ulu> m al-Qur’a> n, penulis berkesimpulan bahwa karya al-Nah}h}a> s inilah yang mengawali kitab ilmu Al-Qur’an dengan

dua model: bagian dari tafsir (Ma’a> ni al-Qur’a> n) dan ilmu Al-Qur’an sebagai bagian yang mandiri (Kita> b al-Na> sikh wa al-Mansu> kh). Ini penulis simpulkan dari penelitian al-Ba> ri> dalam A l-Qur’an, h. 398-399. Dalam konteks ini pula, sebagian orang menyimpulkan bahwa gerakan tafsir di Mesir berjalin berkelindan dengan gerakan nahwu, dan munculnya kajian tafsir di Mesir bermula dari kalangan ahli nahwu. Al-Nah}h}as bisa dijadikan contoh melaui karyanya Ma’a> n al-Qur’a> n. Lihat Muh}ammad Ibra> hi> m Syari> f, Ittija> ha> t al-Tajdi> d fi> Tafsi> r al-Qur’a> n al-Kari> m fi> Mis}r, (Kairo: Da> r al-Tura> s\, 1982), h. 23

120 jilid, 46 juga memiliki karya yang berjudul al-Istighna> ’ fi> ‘Ulu> m al- Qur’a> n. Menurut kesimpulan Manna> ’ al-Qat}t}a> n, kitab al-Istighna> ’ ini

merupakan karya tematik menyangkut salah satu bagian ilmu Al-Qur’an. 47 Dalam perkembangan selanjutnya, abad ke-4 H/abad ke-10 M, dapat

disebutkan sosok ‘Ali> ibn Ibra> him Sa’id yang dikenal dengan Abu> al-H{asan al-H{u> fi> (w. 420 H/1029 M). Dia di samping menulis sebuah buku tematik tentang ilmu i’ra> b al-Qur’a> n dengan judul Kita> b I’ra> b al-Qur’a> n yang terdiri dari 10 jilid, juga menulis kitab yang merangkum beragam disiplin ilmu Al- Qur’an atau kerap disebut dengan ‘ulu> m al-Qur’a> n. Kitab itu berjudul A l-

Burha> 48 n fi> ‘Ulu> m al-Qur’a> n dan terdiri dari 30 jilid. Kitab ini, jika tepat disebut sebagai kitab ‘ulu> m al-Qur’a> n, mengawali genre baru dalam

penulisan dan pembahasan disiplin ilmu Al-Qur’an yang merangkum beragam disiplin ilmu Al-Qur’an. Genre ini yang kemudian juga diikuti oleh generasi berikutnya.

Sebut saja misalnya Badr al-Di> n al-Zarkasyi> . Ia lahir di Kairo tahun 745 H/1344 M dan wafat dalam usia yang tidak terlalu tua, 49 tahun, pada tahun 794 H/1391 M. Di antara karya yang ditinggalkannya adalah al- Burha> n fi ‘Ulu> m al-Qur’a> n yang merangkum 47 pembahasan mengenai

46 Al-Suyu> t}i> , T{abaqa> t al-Mufassiri> n, jilid I, h. 97 47 Manna> ’ al-Qat}t}a> n, Maba> h}is\ fi> ‘Ulu> m al-Qur’a> n, (Beirut: Mansyu> rat al-‘As}r al-

H{adis\, t.t), h. 12-13. Penulis sendiri belum mendapatkan buku ini. 48 al-Suyu> t}i, T{abaqa> t al-Mufassiri> n, jilid I, h. 70; Lihat juga al-Qat}t}a> n, Maba> h}is, h. 13-14.

disiplin ilmu Al-Qur’an. Sebagaimana ditegaskan al-Zarkasyi> , bahwa 47 pembahasan ini mungkin saja dikembangkan lebih banyak lagi. Mengingat disiplin ilmu Al-Qur’an tidak terbatas cakupannya (la> tanh}as}ir). Dengan ungkapan yang sangat sederhana, al-Zarkasyi> mengatakan: “Sesungguhnya ‘cita-cita’ tidak terbatas, namun usia sangat terbatas.” (fa inn al-s}ina> ’ah

t}awi> 49 lah wa al-‘umr qas}i> rah). Hemat penulis, kitab ini merupakan karya terlengkap dalam disiplin ilmu Al-Qur’an pada masanya.

Pernyataan al-Zarkasyi> tersebut diamini oleh Jala> l al-Di> n al-Suyu> t}i> , generasi selanjutnya yang mewarisi cita-cita al-Zarkasyi> . Dia dilahirkan di kota Asyuth, Mesir pada tahun 849 H/1445 M. Melalui karyanya A l-Itqa> n fi> ‘Ulu> m al-Qur’a> n, al-Suyu> t}i> hendak melengkapi ‘kekurangan’ yang dilakukan pendahulunya. Secara tegas, al-Suyu> t}i> menyebutkan bahwa struktur pembahasan dalam A l-Itqa> n mengikuti apa yang dilakukan al-Zarkasyi> dalam A l-Burha> n. Hanya saja, al-Suyu> t}i> bermaskud memadukan bagian yang perlu dipadukan, memerinci hal-hal yang perlu dijabarkan lebih lanjut, dan menambahkan hal-hal yang penting ditambahkan. Oleh karena itu, ia melengkapi kitab ini menjadi 80 pembahasan dari 47 pembahasan yang telah

dilakukan al-Zarkasyi> 50 .

49 Lihat pengantar pentahqiq dan penulis buku ini dalam Badr al-Di> n al-Zarkasyi> , A l-Burha> n fi> ’Ulu> m al-Qur’a> n, ditahqiq oleh Muh}ammad Abu> al-Fad}l Ibra> hi> m, (Kairo:

Maktabah Dar al-Turas, t.t). 50 Lihat pengantar penulis dalam al-Suyu> t}i> , A l-Itqa> n fi> ‘Ulu> m al-Qur’a> n, ditahqiq oleh Ah}mad ibn ‘Ali> , (Kairo: Da> r al-H{adis}, 2004)

Karya mutakhir yang mengakhiri era penulisan ‘ulu> m al-Qur’a> n di Mesir awal adalah Mana> hil al-‘Irfa> n fi ‘Ulu> m al-Qur’a> n karya al-Zarqa> ni> . Ia adalah Muh}ammad ibn Abd al-Az}i> m Al-Zarqa> ni> , salah seorang pengajar di Universitas Al-Azhar. Buku yang selesai ditulis pada tahun 1943 M ini bagian dari respon penulis akan kebutuhan mahasiswanya, di samping kebutuhan umat Islam akan bacaan alternatif di bidang ilmu Al-Qur’an.