Imam Ali Al-Hâdî Dihadirkan ke Samirra’

d. Imam Ali Al-Hâdî Dihadirkan ke Samirra’

Mutawakkil memerintahkan Yahyâ bin Hurtsumah untuk pergi ke Madinah. Tujuan Mutawakkil adalah supaya menghadirkan Imam Ali Al- Hâdî as. ke Samirra‘ dan mengadakan sebuah penelitian yang jeli tentang tuduhan yang telah dituduhkan kepada Imam Al-Hâdî bahwa ia ingin menggulingkan kerajaan dan mengadakan perlawanan terhadap penguasa.

Yahyâ pergi ke Madinah dengan tidak memiliki niat apa-apa. Ketika sampai di Madinah, ia berjumpa dengan Imam Ali Al-Hâdî as. dan menyerahkan surat Mutawakkil kepadanya. Para penuduk Madinah merasa khawatir ketika mengetahui apa yang sedang terjadi, lantaran takut atas jiwa Imam Al-Hâdî di bawah pengawasan kezaliman sang lalim tersebut. Mereka sangat mencintai Imam Al-Hâdî lantaran ia senantiasa memberikan masukan kepada para ulama mereka, berbuat kebajikan kepada orang-orang miskin mereka, dan tidak memiliki sedikit pun kecenderungan terhadap

harta dunia. 2 Yahyâ menenangkan kekhawatiran mereka itu. Ia bersumpah kepada mereka bahwa ia tidak diperintah untuk menyakiti Imam Al-Hâdî as.

Imam Al-Hâdî as. meninggalkan Madinah bersama keluarganya. Yahyâ berkhidmat kepadanya. Ia merasa takjub terhadap ketakwaan, ibadah, dan kezuhudan Imam Al-Hâdî terhadap dunia. Rombongan itu pun berjalan menempuh padang sahara

1 Al-Irsyâd, hal. 375-376. 2 Mir‟âh Az-Zamân, jilid 9, hal. 553.

yang luas sehingga sampai di daerah Yâsiriyah. Rombongan ini disambut oleh Ishâq bin Ibrahim di situ. Ketika berita kedatangan Imam Al-Hâdî di Yâsiriyah tersebar, penduduk kota itu berbondong-bondong keluar untuk menyambutnya. Pihak-pihak yang tidak menginginkan sesuatu terjadi merasa khawatir dengan seluruh penyambutan itu. Akhirnya, ia dimasukkan ke Baghdad pada malam hari supaya ia tidak disambut oleh para pengikut Syi‗ah yang selalu haus ingin berjumpa dengannya dengan penyambutan yang semarak.

Yahyâ pergi untuk menjumpai Ishâq bin Ibrahim Azh-Zhâhirî, penguasa Baghdad. Yahyâ menceritakan kedudukan Imam Al-Hâdî as. dan seluruh kezuhudan, ibadah, dan ketakwaannya yang telah ia saksikan sendiri. Ishâq berpesan kepadanya: ―Sesungguhnya orang ini—yaitu, Imam Al-Hâdî as—telah dilahirkan oleh Rasulullah saw., dan engkau telah mengetahui kesesatan dan penyelewengan Mutawakkil. Jika Mutawakkil mendengar sebuah kalimat yang mengandung penghinaan terhadapnya, niscaya Mutawakkil akan membunuhnya, dan Nabi saw. akan menjadi musuhmu pada hari kiamat ....‖

Ishâq telah memberikan peringatan kepada Yahyâ supaya tidak menukil satu ucapan jelek pun bekenaan dengan hak Imam Al-Hâdî kepada Mutawakkil yang telah dikenal sebagai orang yang memusuhi dan membenci Ahlul Bait as. Yahyâ bergegas menjawab : ―Demi Allah, aku tidak mengetahui sesuatu darinya yang dapat kuingkari dan juga tidak menemukan sesuatu darinya kecuali sesuatu yang indah.‖

Setelah itu, rombongan Imam Ali Al-Hâdî as. meninggalkan Baghdad untuk menuju ke Samirra‘. Ketika tiba di Samirra‘, Yahyâ bergegas menjumpai Washîf At- Turki, salah seorang yang memiliki kedudukan penting di jajaran kerajaan. Yahyâ memberitahukan kedatangan Imam Al-Hâdî as. di Samirra‘ kepadanya. Washîf pun segera memberikan peringatan kepada Yahyâ untuk tidak menukil sebuah kalimat pun yang dapat merusak nama baik Imam Al-Hâdî as. kepada Mutawakkil seraya berkata: ―Hai Yahyâ, demi Allah, jika sehelai rambutnya jatuh, hanya engkau yang akan di mintai pertanggungjawaban.‖

Yahyâ pun merasa takjub dan terheran-heran dengan kesatuan wasiat Washîf At- Turki dan Ishâq, penguasa Baghdad tentang Imam Al-Hâdî as. dan kelaziman untuk

memeliharanya. 1