Akibat Hukum Kepailitan Perserona Terbatas Terhadap Harta Perseroan Terbatas

diambilnya itu tidak dapat dikatakan sebagai “discretionary exercises of power on behalf of the corporation” yang merupakan tindakan yang mengandung kecurangan fraud, dan benturan kepentingan conflict of interest. 76 Terhadap pelanggaran berlakunya business judgment rule, dalam hal terdapat perbuatan yang melanggar hukum illegality exeption, dari penjelasan yang diberikan tersebut sepintas tampak bahwa doktrin business judgment rule menyisihkan kekuatan berlakunya doktrin duty of care, di mana sepakat bahwa anggota Direksi dalam mengambil suatu pertimbangan judgment diketahui telah melakukannya dengan itikad baik. Namun kebanyakan berpendapat bahwa tidak seharusnya para anggota Direksi itu bertindak sembrono act negligently atau melakukan kelalaian yang berat act in a grossly negligent way. Bila demikian halnya, maka anggota Direksi yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas kerugian perseroan yang telah ditimbulkannya. 77

B. Akibat Hukum Kepailitan Perserona Terbatas Terhadap Harta Perseroan Terbatas

Setelah putusan permohonan pernyataan pailit diucapkan oleh hakim pengadilan niaga, maka timbullah sejumlah akibat hukum terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur dan kreditur, antara lain sebagai berikut : A. Akibat Hukum bagi Debitur Pailit a. Akibat Kepailitan Secara Umum 76 Ibid. 77 Ibid, 40-41. 1. Akibat Kepailitan Terhadap Harta Kekayaan Debitur Pailit Kepailitan menyebabkan seluruh kekayaan debitur serta segala suatu yang diperoleh selama pailit berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit diucapkan. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit tersebut diucapkan, debitur pailit demi hukum tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya. Mengenai hal tersebut, harus diperhatikan bahwa debitur pailit tetap cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum tersebut tidak berkaitan baik langsung ataupun tidak langsung dengan harta kekayaannya. Dalam arti, debitur hanya kehilangan haknya dalam lapangan hukum harta kekayaannya. 78 2. Akibat Kepailitan terhadap Pasangan SuamiIstri Debitur Pailit Debitur Pailit yang pada saat dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu perkawinan yang sah dan adanya persatuan harta, kepailitannya juga dapat memberikan akibat hukum terhadap pasangannya suamiistri. Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari suami atau istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. 79 3. Akibat Kepailtan terhadap Seluruh Perikatan yang Dibuat Debitur Pailit Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit Pasal 25 UU Kepailitan dan PKPU. Tuntutan 78 Jono, Op. Cit, hal. 107-108. 79 Ibid, hal. 108. mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit Pasal 26 UU Kepailitan dan PKPU. Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditunjukan terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU. 80 4. Akibat Kepailitan terhadap Seluruh Perbuatan Hukum Debitur yang Dilakukan Sebelum Putusan Pernyataan Pailit Diucapkan Dalam Pasal 41 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU dinyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan. Kemudian dalam Pasal 42 UU Kepailitan dan PKPU diberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan hukum debitur tersebut. 81 b. Akibat Kepailitan Secara Khusus 1. Akibat Kepailitan terhadap Perjanjian Timbal Balik Prof. Subekti menerjemahkan istilah overeenkomst dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “Perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan 80 Ibid, hal. 108. 81 Ibid, hal. 108-109. defenisi perjanjian, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. 82 Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitur dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditor. Masing- masing pihak tersebut dapat terdiri atas satu atau lebih badan hukum. 83 Pasal 36 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut. Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu tersebut tidak tercapai, hakim pengawas menetapkan jangka waktu tersebut Pasal 36 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU. Apabila dalam jangka waktu tersebut, kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut maka perjanjian berakhir dan pihak dalam perjanjian tersebut dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditor konkuren Pasal 36 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU. Apabila kurator menyatakan kesanggupan atas pelaksanaan perjanjian tersebut, kurator wajib memberi jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Pelaksanaan perjanjian tersebut tidak meliputi perjanjian yang 82 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta : Pradnya Paramita, 2003, Pasal 1313. 83 Kartini Muljadi dan Gunawan widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta : Rajawali Pers, 2003, hal. 92. prestasinya harus dilaksanakan sendiri oleh debitor. 84 2. Akibat Kepailitan terhadap Berbagai Jenis Perjanjian a. Perjanjian Hibah Hibah diatur dalam Bab Ke-X mulai Pasal 1666 s.d Pasal 1693 KUH Perdata. Dapat diketahui bahwa hibah merupakan suatu perjanjian yang bersifat sepihak, yang prestasinya berupa penyerahan sesuatu, serta antara penghibah dan penerima hibah adalah orang yang masih hidup. Kemudian Pasal 1667 KUH Perdata, menentukan bahwa hanya dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, dan jika hibah itu meliputi benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari, sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal. Dalam kaitannya dengan akibat hukum dari kepailitan terhadap perjanjian hibah diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 44 UU Kepailitan dan PKPU. Hibah yang dilakukan oleh debitur pailit yang akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, maka hibah semacam itu dapat dimintai pembatalan oleh kurator kepada pengadilan. Untuk melakukan pembatalan perjanjian hibah tersebut, perlu dibuktikan telebih dahulu bahwa debitur mengetahui atau patut mengetahui perjanjian hibah tersebut mengakibatkan keugian bagi kreditor. 85 b. Perjanjian Sewa-menyewa Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda dalam hal ini debitur bertindak sebagai penyewa, maka baik kurator maupun pihak yang menyewakan benda pemilik barang, dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan syarat 84 Jono, Op. Cit, hal. 112. 85 Ibid, hal. 113-114 . harus adanya pemberitahuan penghentian yang dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sewa tersebut dengan adat kebiasaan setempat. Jangka waktu pemberitahuan penghentian tersebut harus menurut perjanjian atau menurut kelaziman dalam jangka waktu paling singkat 90 hari. Dalam hal debitur telah membayar uang sewa di muka lunas maka perjanjian sewa tersebut tidak dapat dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah dibayar uang tersebut. Nasib orang yang menyewakan benda tersebut, jika uang sewa belum dibayar atau belum lunas dibayar maka dalam hal ini utang sewa dari debitur akan menjadi utang harta pailit Pasal 38 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. 86 c. Perjanjian dengan Prestasi Berupa Penyerahan Suatu Benda Dagangan Apabila dalam perjanjian timbal balik telah diperjanjikan penyerahan benda dengan yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu, kemudian pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit maka perjanjian menjadi hapus dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkruen untuk mendapatkan ganti rugi. Akan tetapi, dalam hal harta pailit dirugikan karena perjanjian tersebut, maka pihak lawan wajib membayar ganti kerugian tersebut. 87 d. Perjanjian Kerja anta Debitur Pailit dengan Pekerja Pasal 39 ayat 1 UU Kepailitan berbunyi : Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang- 86 Ibid, hal, 115. 87 Ibid, hal, 115-116. undangan di bidang ketenagakerjaan. 88 Hak-Hak yang diperoleh oleh pekerja tersebut akan menjadi utang harta pailit. Melihat Pasal 1149 KUH Perdata ayat 4, dimana upah pekerja merupakan salah satu dari piutang yang di istimewakan. Oleh karena itu, jelas bahwa pekerja yang belum memperoleh bayaran atas upah dan hak-hak lain seperti pesangon, yang penghargaan, dan lain-lain dari debitur pailit merupakan kreditor preferen kreditor yang mempunyai hak istimewa. 89 3. Akibat Kepailitan terhadap Hak Jaminan dan Hak Istimewa Pada saat ini, sistem jaminan di Indonesia mengenal 4 empat macam jaminan, antara lain : a. Hipotek b. Gadai c. Hak Tanggungan d. Fidusia Pihak-pihak yang memegang hak jaminan gadai, hipotek, hak tanggungan, atau fidusia berkedudukan sebagai kreditor separatis. Selain kreditor separatis KUH Perdata juga dikenal dengan nama kreditor konkuren dan kreditor preferen. Kreditor preferen adalah kreditor yang mendapatkan pelunasan terlebih dahulu semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Adapun kreditor konkuren adalah kreditor yang mempunyai kedudukan yang sama dan tidak mempunyai hak untuk 88 Ibid, hal. 116. 89 Ibid, hal. 121. didahulukan daripada kreditor yang lain. 90 Dalam Pasal 55 UU Kepailitan dan PKPU ditentukan bahwa setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi hanya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, kecuali dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 , kreditor separatis tersebut dapat mengeksekusi setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihan tersebut. 91 4. Akibat Kepailitan terhadap Gugatan Tuntutan Hukum a. Dalam Hal Debitur Pailit sebagai Penggugat Selama dalam proses kepailitan berlangsung, debitur pailit yang mengajukan gugatantuntutan hukum terhadap tergugat, maka atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim. Dalam hal kurator tidak mengindahkan panggilan atau menolak mengambil alih perkara tersebut, tergugat berhak memohon supaya perkaranya digugurkan, dan jika hal ini tidak dimohonkan maka perkara dapat diteruskan antara debitur pailit dengan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. 92 b. Dalam Hal Debitur Pailit sebagai Tergugat 90 Ibid, hal. 121-122. 91 Ibid. 92 Ibid, hal. 125 . Suatu gugatan tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sebagai tergugat sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit Pasal 29 UU Kepailitan dan PKPU. Dalam hal suatu perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan maka kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitur sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan debitur tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan kreditor dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya. 93 5. Akibat Kepailitan terhadap Penetapan Penyitaan dan Eksekusi Pengadilan Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan atau juga dengan menyandera debitur. Debitur yang berada dalam penahanan gijzeling harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan tanpa mengurangi berlakunya Pasal 93 UU Kepailitan dan PKPU. 94 Penahanan di sini bukanlah penahanan dalam kasus pidana, tetapi gijzeling persoalan perdata. Selama kepailitan debitur tidak dikenakan uang paksa, termasuk uang paksa yang dikenakan sebelum putusan 93 Ibid. 94 Ibid, hal. 125-126. pernyataan pailit diucapkan. Adapun semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretan. 95 6. Akibat Kepailitan terhadap Perjumpaan Utang Kompensasi Perjumpaan utang merupakan salah satu cara untuk menghapus suatu perikatan. Hal ini diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Dalam kepailitan dimungkinkan seseorang untuk melakukan perjumpaan utang dengan syarat- syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal 51 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU memberikan hak kepada setiap orang yang mempunyai utang atau piutang terhadap debitur pailit untuk memohon diadakan perjumpaan utang, apabila utang atau piutang tersebut diterbitkan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, atau akibat perbuatan yang dilakukannya dengan debitur pailit sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Perjumpaan utang juga dapat dilakukan oleh setiap orang yang memperoleh utang atau piutang sebagai akibat dari peralihan suatu utang atau piutang dari pihak ketiga dengan syarat : I. Perjumpaan utang tersebut dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan; dan II. Perjumpaan utang tersebut dilakukan dengan itikad baik. 96 7. Akibat Kepailitan terhadap Hak Retensi Hak Menahan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengakui eksistensi hak retensi atau 95 Lihat Pasal 93 UU Kepailitan dan PKPU. 96 Lihat Pasal 52 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU. hak menahan. Hak ini dapat dilihat dari Pasal 61 UU Kepailitan dan PKPU, antara lain :“Kreditor yang mempunyai hak untuk menahan benda milik debitur, tidak kehilangan hak karena ada putusan pernyataan pailit”. Kemudian dalam bagian penjelasan Pasal 61 UU Kepailitan dan PKPU dikatakan : “Hak untuk menahan atas benda milik debitur berlangsung sampai utangnya dilunasinya”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun adanya putusan kepailitan, kreditor tetap diakui keberadaan hak retensinya, sepanjang utangnya debitur pailit belum dibayar lunas. UU Kepailitan dan PKPU mewajibkan kurator untuk menebus benda yang ditahan oleh kreditor tersebut dengan membayar piutang kreditor tersebut. 97 8. Akibat Kepailitan terhadap Warisan Kepailitan mengakibatkan debitur pailit tidak dapat melakukan perbuatan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan, termasuk persoalan warisan. Oleh karena itu, kurator harus bertindak mengurus persoalan suatu warisan yang jatuh kepada debitur pailit. Dari Pasal 40 UU Kepailitan dan PKPU tersebut, dapat diketahui bahwa jika dalam warisan tersebut, aktivanya lebih besar daripada pasiva, maka warisan tersebut boleh diterima oleh kurator, tetapi jika dalam warisan tersebut, pasivanya lebih besar daripada aktiva, maka kurator harus menolak warisan tersebut. 98 Akan tetapi, untuk menolak warisan tersebut, 97 Jono, Op. Cit, hal. 134 . 98 Jika Aktiva lebih besar daripada pasiva, maka jelas ini memberikan keuntungan kepada harta pailit, dan oleh karena itu, sebagfaimana diterima oleh Kurator. Akan tetapi, jika pasiva lebih besar daripada aktiva, maka hal ini akan memberikan beban kepada harta pailit, oleh karena itu, harus ditolak oleh kurator. kurator perlu untuk memperoleh izin dari hakim pengawas terlebih dahulu. 99 9. Akibat Kepailitan terhadap Pembayaran Utang Dalam Pasal 46 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU ditentukan bahwa pembayaran yang telah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk yang karena hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib menerima pembayaran, pembayaran tersebut tidak dapat diminta kembali. Dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali, maka orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat diterbitkannya surat pengganti atau surat atas tunjuk, wajib mengembalikan kepada harta pailit jumlah uang yang telah dibayar oleh debitur apabila : a. Dapat dibuktikan bahwa pada waktu penerbitam surat tersebut, yang bersangkutan mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan; atau . b. Penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara debitur dan pemegang pertama. 100 B. Akibat Hukum Bagi Kreditor Pada dasarnya, kedudukan para kreditor adalah sama paritas creditorum. Oleh karena itu, mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi budel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing pari passu prorateparte. Namun demikian, asas tersebut mengenal pengecualian yaitu 99 Jono. Op. Cit, hal. 131. 100 Lihat Pasal 46 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU. golongan kreditor yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditor yang haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian, asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditor konkruen saja. 101 Maka kreditor dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Kreditor Separatis Kreditor Separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang dapat bertindak sendiri. Golongan kreditor ini tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit debitur, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitur. 102 Kreditor golongan ini dapat menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak ada kepailitan. Dari hasil penjualan tersebut, mereka mengambil sebesar piutangnya, sedangkan kalau ada sisanya disetorkan ke kas kurator sebagai budel pailit. Sebaliknya bila hasil penjualan tersebut untuk tagihan yang belum terbayar dapat memasukkan kekurangannya sebagai kreditor bersaing concurrent. 103 Hak jaminan kebendaan yang memberikan hak menjual sendiri secara lelang dan untuk memperoleh pelunasan secara mendahului terdiri dari hal-hal berikut. 104 101 Fred BG. Tumbuan, “Pokok-pokok Undang-Undang tentang Kepailitan Sebagimana Diubah oleh Perpu No. 11998 dalam Penyelesaian Utang Piutang Melaui atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, Editor, Rudy A. Lontoh, Bandung : Alumni, 2001, hal. 128. 102 Elijiana Tansah, “Kapita Selekta Hukum Kepailitan”, Makalah, disampaikan dalam Pendidikan Hukum perusahaan, Jakarta, 17 Juli-4 Agustus 2000. hal. 9 103 Erman Rajagukguk, “Latar Belakang dan Ruang Lingkup UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan”, dalam Rudy A. Lontoh ed., Penyelesaian Utang Piutang Bandung : Alumni, 2001, hal. 192. 104 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Pedoman Mengenai Perkara Kepailitan, Jakarta : Raja Grafindo Press, 2003, hal. 199-201. 1. Gadai 2. Hipotek 3. Hak Tanggungan 4. Jaminan Fidusia b. Kreditor PreferenIstimewa Kreditor istimewa adalah kreditor yang sifat piutangnya mempunyai kedudukan istimewa dan mendapatkan hak untuk memperoleh pelunasan lebih dahulu dari penjualan harta pailit. Kreditor istimewa berada di bawah pemegang hak tanggungan dan gadai. Pasal 1133 KUH Perdata mengatakan bahwa hak untuk didahulukan di antara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa dari gadai dan hipotek. Dijelaskan lebih lanjut maksud dari hak istimewa dalam Pasal 1134 KUH Perdata adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. c. Kreditor Konkuren Kreditor yang dikenal juga dengan istilah kreditor bersaing. Kreditor konkuren memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitur, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutang kepada kreditor pemegang hak jaminan dan para kreditor dengan hak istimewa secara proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditor konkuren tersebut berbagi secara pari passu prorate parte. 105 C. Actio Paulina Actio Paulina merupakan sarana yang diberikan oleh undang-undang kepada tiap-tiap kreditor untuk mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang telah dilakukan oleh debitur di mana perbuatan tersebut telah merugikan kreditor. Ada satu unsur penting yang menjadi patokan dalam pengaturan actio paulina dalam Pasal 1341 KUH Perdata, yaitu unsur itikad baik good faith. Pembuktian ada atau tidak adanya unsur itikad baik menjadi landasan dalam menentukan perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang tidak diwajibkan atau diwajibkan. Dalam UU Kepailitan dan PKPU, ada beberapa pasal yang mengatur mengenai actio paulina, antara lain : 1. Dalam Pasal 30 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU ditentukan bahwa : “Dalam hal suatu perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan maka kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitor sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan debitor tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan kredior dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya”. 2. Dalam Pasal 41 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU diatur sebagai berikut : 1 Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan 105 Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan, Jakarta : Pustaka Umum Grafiti, 2002, hal. 12. pembatalan segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 2 Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. 3 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana ayat 1 adalah perbuatan hukum debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian danatau karena undang-undang. Menurut Sutan Remy Sjahdeini 106 bahwa Pasal 41 UU Kepailitan dan PKPU terdapat 5 lima persyaratan yang harus dipenuhi agar actio paulina ini berlaku, antara lain : a Debitur telah melakukan suatu perbuatan hukum; b Perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur; c Perbuatan hukum dimaksud telah merugikan kreditor; d Pada saat melakukan perbuatan hukum, debitur mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan merugikan kreditor; dan 106 Ibid, hal. 300-301, e Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut, pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

C. Akibat Hukum Peralihan Kewenangan Direksi Kepada Kurator PT Yang Pailit