Pelaksanaan Tugas Dan Kewenangan Kurator Dalam Kepailitan Pada Perseroan Terbatas

(1)

PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN

KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA

PESEROAN TERBATAS

TESIS

Oleh :

ZUWINA PUTRI

NIM : 097011040

MAGISTER KENOKTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “PELAKSANAAN

TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA PERSEROAN TERBATAS”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang ilmu Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis hanturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTH&H, M.Sc, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Sumatera Utara dan sekaligus selaku anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian memberikan bimbingan dan masukan dan saran demi memperkaya ilmu penulisan tesis ini.


(3)

selaku Dosen Penguji yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku Dosen Penguji yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum, selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran, dan masukan kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran, dan masukan kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

7. Seluruh Guru Besar beserta Dosen dan Staf pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara telah memberikan ilmunya dan membuka cakrawala berpikir penulis yang sangat bermanfaat dikemudian hari.

8. Ibu HJ.Tety Winarti, SH, M,Si selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan, Bapak Syuhada, SH, MHum, selaku Anggota Teknis Hukum BHP Medan.


(4)

9. Rekan-rekan dan sahabat-sahabatku seperjuangan yang sangat kusayangi group A angkatan 2009 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Sumatera Utara, dan sahabat yang selalu memberi dorongan Magdalena Simarmata, Agustina L. Lumban Batu, Mersita M sinaga, Nina A Simanjuntak dan terkhusus istimewa buat Fandra Ruchy, Ginting Suka, SE yang selalu memberi motifasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

10. Seluruh staf dan pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segala bantuan, pelayanan dan kemudahan yang sangat banyak membantu penulis hingga penyelesaian penulisan tesis ini.

11. Secara Khusus penulis hanturkan beribu terimakasih kepada orang tua penulis sayangi dan cintai H. Drs. Mhd Adlin dan Hj. Juraini Sulaiman SH, MHum yang telah membesarkan kami dengan penuh kasih sayang, kesabaran, dan doa yang tiada henti-hentinya hingga kami berhasil. Serta abang dan adikku tersayang Mulqia, Dina Rahayu atas doa dan dorongannya dalam penulisan tesis ini.

12. Terima kasih yang teramat dalam penulis sampaikan kepada keluarga besar Alm.H. Sulaiman dan Alm.H. Abdul Qaidir, SH yang tidak pernah putus mengalirkan doa dan memberi dukungan, semangat demi kesuksesan dan keberhasilan penulis.


(5)

kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan sumbang saran kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukumnya khusus dibidang ilmu Kenotariatan.

Medan, Agustus 2011

Penulis

Zuwina Putri


(6)

Hukum kepailitan, bertujuan untuk mengajukan permohonan pailit baik yang diajukan manusia dan badan hukum khusunya Perseroan Terbatas (PT). Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang diawasi oleh pengawas. Undang-Undang Kepailitan mendefenisikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan yang dinyatakan pailit yang kepengurusannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa kurator terdiri dari dua jenis yaitu kurator pemerintah yaitu Balai Harta Peninggalan dan kurator perorangan yang diangkat oleh pengadilan atau kurator swasta. Kurator merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam suatu proses perkara kepailitan, karena kurator bertugas melaksanakan pemberesan harta pailit. Sebagai kurator baik pemerintah maupun swasta dituntut tidak boleh ada benturan kepentingan didalam melakukan tugas-tugasnya. Kurator harus bersifat indipendent. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan Bagaimana akibat hukum terhadap kepailitan Perseroan Terbatas, Bagaimana tugas dan kewenangan kurator dalam kepailitan Perseroan Terbatas, Hambatan apa saja yang dihadapi kurator dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam kepailitan Perseroan Terbatas.

Peneitian tesis ini adalah berifat hukum normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode tanggung jawab hukum. Lokasi penelitian berada pada Balai Harta Peninggalan Medan. Sumber data berasal dari data skunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang didukung dengan wawancara dengan para informan yang berhubungan dengan judul tesis ini. Metode pengumpulan data adalah dengan penelitian kepustakaan (libary research)

dan penelitian lapangan (field research).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa keberadaan Undang-Undang Kepailitan memberikan harapan besar kepada kreditur dan debitur dan para pelaku usaha untuk menyelamatkan harta/aset. Akibat dari kepailitan Perseroan Terbatas mengakibatkan organ Perseroan Terbatas demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat bebas dalam kepengurusannya, kuratorlah yang mengambil alih memegang hak dan kepengurusan Perseroan Terbatas selama Perseroan Terbatas masih dalam keadaan pailit.Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan segala pelaksananya pengurusan dan pemberesan harta pailit diserahkan kepada kurator. Dalam melakukan tugasnya kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ Perseroan pailit. Didalam kepengurusannya kurator mempunyai hambatan-hambatan dalam melaksanakan tugasnya. Hambatan-hambatan yang ditimbulkan dikarenakan pihak yang dinyatakan pailit tidak kooperatif.

Kata kunci :


(7)

Judul Tesis : PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN

KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA

PERSEROAN TERBATAS

Nama Mahasiswa : Zuwina Putri

Nomor Pokok : 097011040

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof.Dr.Sunarmi,SH, MHum )

Pembimbing Pembimbing

( Prof.Dr.Runtung, SH,MHum ) ( Prof.Dr.Suhaidi,SH,MH )

Ketua Progaram Studi Dekan

( Prof.Dr. Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Runtung, SH,MHum)


(8)

Judul Tesis : PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN

KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA

PERSEROAN TERBATAS

Nama Mahasiswa : Zuwina Putri

Nomor Pokok : 097011040

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof.Dr.Sunarmi,SH, MHum )

Pembimbing Pembimbing

( Prof.Dr.Runtung, SH,MHum ) ( Prof.Dr.Suhaidi,SH,MH )

Ketua Progaram Studi

( Prof.Dr. Muhammad Yamin,SH,MS,CN


(9)

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRAC ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

RIWAYAT HIDUP ...vi

DAFTAR ISI ...vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi ... 19

G. Metodologi Penelitian ... 20

1. Spesifikasi Penelitian ... 20

2. Pendekatan Penelitian ... 21

3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. Alat Pengumpulan Data ... 23

5. Analisis Data ... 25 vii


(11)

TREBATAS ... 26

A. Perseroan Terbatas (PT) ... 26

1.Kedudukan Hukum PT ... 28

2. Harta KekayaanPT ... 30

3.Kepengurusan PT ... 31

B.Tahap-tahap Proses Kepailitan ... 33

1. Persyaratan Permohonan Kepailitan ... 35

2. Tata Cara Pengajuan Permohonan Pailit... 46

3. Penetapan/ Putusan Pengadilan ... 48

4. Pencocokan Piutang ... 49

5. Pemberesan ... 51

6. Rehabilitasi ... 51

C. Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (PT) ... 52

1. Akibat Hukum Terhadap Harta Kekayaan PT ... 52

2. Akibat Hukum Atas Kepengurusan PT ... 55

3. Akibat Hukum Terhadap Pihak Ketiga Atas PT ... 63

BAB III : PERAN KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA PERSEROAN TERBATAS ... 68

A. Proses Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Perseroan Terbatas ... 68

1. Tahap pengurusan ... 68


(12)

b. Pengangkatan Kurator ... 73

c. Syarat Kurator ... 76

d. Penunjukan Kurator ... 79

e. Penggantian Kurator ... 81

f. Kurator Sementara ... 82

g. Tindakan Oleh Kurator ... 83

2. Pemberesan Harta Pailit Oleh Kurator Pada Perseroan Terbatas (PT) ... 84

B. Tugas Dan Wewenang Kurator Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas (PT)... 91

C. Tanggung Jawab Kurator Dalam Pemberesan Kepailitan Pada Perseroan Terbatas (PT) ... 98

BAB IV : HAMBATAN YANG DIHADAPI KURATOR DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN KEWENANGAN DALAM KEPAILITAN PADA PEREROAN TERBATAS ... 103

A. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Kepailitan Pada PT ... 103

1. Ketidak Kooperatipan Debitur ...105

2. Keterlambatan koordinasi antara Pengadilan Niaga kepada kurator khususnya BHP ...106

3. Ketidak telitian Pengadilan Niaga Dalam Hal Mendata Aset PT yang Pailit ...108

4. Kurator Tidak Mempunyai Anggaran Sumber Daya Manusia (SDM) ...110


(13)

6. Sulitnya Menyimpan Atau Meletakkan Aset Yang Pailit……….112

B. Upaya Yang Dilakukan Dalam Menyelesaikan Hambatan Oleh Kurator Dalam Kepailitan PT ... 114

BAB V : Kesimpulan Dan Saran ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120 LAMPIRAN


(14)

Hukum kepailitan, bertujuan untuk mengajukan permohonan pailit baik yang diajukan manusia dan badan hukum khusunya Perseroan Terbatas (PT). Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang diawasi oleh pengawas. Undang-Undang Kepailitan mendefenisikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan yang dinyatakan pailit yang kepengurusannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa kurator terdiri dari dua jenis yaitu kurator pemerintah yaitu Balai Harta Peninggalan dan kurator perorangan yang diangkat oleh pengadilan atau kurator swasta. Kurator merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam suatu proses perkara kepailitan, karena kurator bertugas melaksanakan pemberesan harta pailit. Sebagai kurator baik pemerintah maupun swasta dituntut tidak boleh ada benturan kepentingan didalam melakukan tugas-tugasnya. Kurator harus bersifat indipendent. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan Bagaimana akibat hukum terhadap kepailitan Perseroan Terbatas, Bagaimana tugas dan kewenangan kurator dalam kepailitan Perseroan Terbatas, Hambatan apa saja yang dihadapi kurator dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam kepailitan Perseroan Terbatas.

Peneitian tesis ini adalah berifat hukum normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode tanggung jawab hukum. Lokasi penelitian berada pada Balai Harta Peninggalan Medan. Sumber data berasal dari data skunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang didukung dengan wawancara dengan para informan yang berhubungan dengan judul tesis ini. Metode pengumpulan data adalah dengan penelitian kepustakaan (libary research)

dan penelitian lapangan (field research).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa keberadaan Undang-Undang Kepailitan memberikan harapan besar kepada kreditur dan debitur dan para pelaku usaha untuk menyelamatkan harta/aset. Akibat dari kepailitan Perseroan Terbatas mengakibatkan organ Perseroan Terbatas demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat bebas dalam kepengurusannya, kuratorlah yang mengambil alih memegang hak dan kepengurusan Perseroan Terbatas selama Perseroan Terbatas masih dalam keadaan pailit.Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan segala pelaksananya pengurusan dan pemberesan harta pailit diserahkan kepada kurator. Dalam melakukan tugasnya kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ Perseroan pailit. Didalam kepengurusannya kurator mempunyai hambatan-hambatan dalam melaksanakan tugasnya. Hambatan-hambatan yang ditimbulkan dikarenakan pihak yang dinyatakan pailit tidak kooperatif.

Kata kunci :


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 dampaknya begitu besar terhadap kehidupan masyarakat hingga saat ini. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis ekonomi. Tidak sedikit dunia usaha yang mengalami gulung tikar, sedangkan yang masih dapat bertahan pun mengalami kesulitan keuangan. Untuk mengatasinya adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut dapat dilakukan suatu upaya.

Upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui pemulihan ekonomi (economy recovery), dengan cara pembenahan tatanan perekonomian termasuk pembaharuan kaidah-kaidah hukum yang mengaturnya. Diantaranya adalah pembaharuan hukum kepailitan yang fungsi utamanya menjadi rambu-rambu penyelesaian utang piutang yang selama ini menjadi masalah penting,terutama untuk mengatasi kredit-kredit macet yang dilakukan oleh pengusaha swasta.

Inisiatif pemerintah untuk merevisi Undang- Undang Kepailitan, sebenarnya timbul karena adanya tekanan dari dana moneter International Monetery Found

(IMF) yang mendesak supaya Indonesia menyempurnakan sarana hukum yang mengatur permasalahan pemenuhan kewajiban oleh debitur kepada kreditur.


(16)

Undang-Undang Kepailitan diperlukan untuk 1:

1. Menghindarkan pertentangan apabila ada beberapa kreditur pada waktu yang sama meminta pembayaran piutang dari debitur.

2. Untuk menghindari adanya kreditur yang ingin mendapatkan hak istimewa, yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur atau menguasai sendiri tanpa memperhatikan lagi kepentingan debitur/kreditur lainnya.

3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang diakukan oleh debitur sendiri, misalnya debitur berusaha untuk member keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditur tertentu, yang merugikan kreditur lainnya.

Undang-Undang tentang Kepailitan tersebut telah mengalami berbagai perubahan dikarenakan sebagian besar materinya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat dan oleh sebab itu diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Kepailitan yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, akan tetapi perubahan tersebut belum juga memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga pada akhirnya berdasarkan beberapa pertimbangan yang ada, maka dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 18

1

Fred.B.G Tumbuan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan Tentang Kepailitan


(17)

November 2004 disahkanlah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK dan PKPU).2

Dengan adanya revisi terhadap peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang diharapkan dapat memecahkan sebagian persoalan penyelesaian utang piutang perusahaan. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka penyelesaian utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif melalui suatu pengadilan khusus di peradilan umum yang dibentuk secara khusus dan diberikan tugas khusus dalam menangani, memeriksa, dan memutuskan berbagai senngketa tertentu dibidang perniagaan termasuk dalam bidang kepailitan dan penundaan pembayaran.

Keberadaan Undang-Undang Kepailitan memberikan harapan besar kepada para kreditur ataupun debitur untuk dapat menyelamatkan harta kekayaannya. Pada kenyataannya yang terjadi dalam perkara kepailitan baik kreditur maupun debitur sering mengalami kerugian yang diderita oleh debitur.

Dari sudut sejarah hukum, Undang-Undang Kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditor dengan memberikan jalan yang jelas dan menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.3 Dalam perkembangannya Undang-Undang Kepailitan juga bertujuan untuk melindungi debitur dengan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa membayar secara penuh.

2

Ibid, hal. 1-2.

3Erman Rajagukguk.”

latar Belakang dan Ruang Lingkup UU No 4 Tahun 1998 Tentang Kepaillitan”


(18)

Dalam Undang-Undang kepailitan hasil revisi dikatakan bahwa tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit (vereffening)4. Dalam melaksanakan tugasnya kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur pailit atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan.

Banyak pelaku usaha melakukan kegiatan usahanya dalam bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas dan selanjutnya akan disebut PT. Karena PT sebagai salah satu bentuk badan usaha yang cukup diminati oleh pelaku usaha. Disisi lain untuk bidang usaha tertentu disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. Sebelum berlakunya Undang-undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, para pelaku usaha menyadari eksistensi PT sebagai badan usaha, maka dari itu dirasakan ketentuan PT perlu mengatur secara terperinci.

Pemilihan badan hukum Perseroan Terbatas memiliki dikarenakan beberapa keuntungan dari PT, seperti pertanggung jawaban yang terbatas terhadap para pemegang sahamnya, keharusan dalam urusan adminstratif dan lain-lainnya. Menurut pasal 2 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, PT mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.5

4

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja Seri Hukum Bisnis Kepailitan , Jakarta, Rajawali Pers 1999

5


(19)

Dalam ilmu hukum, dikenal ada 2 pihak yang bertindak sebagai subjek hukum,yaitu:

1. Manusia sebagai subjek hukum alamiah dan bukan hasil kreasi manusia. 2. Badan hukum sebagai subjek hukum yang merupakan hasil kreasi hukum.

Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Dari pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary, dapatdisimpulkan bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidak mampuan membayar dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidak mampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan orang ketiga (diluar debitur).

Menurut pasal 1 angka 1, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang diawasi Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.6 Bila dilihat ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, maka pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah debitor.

Debitor yang dimaksud adalah : 1. Orang perorangan

2. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang tidak berbadan hukum

3. Perseroan-perseroan,perkumpulan-perkumpulan,koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum.

6

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(20)

Undang-Undang Kepailitan tidak merinci secara spesifik mengenai ketentuan yang membedakan antara Kepailitan orang perorangan dengan kepailitan badan hukum khusunya Perseroan Terbatas. Namun seharusnya dalam Undang-Undang Kepailitan perlu dibedakan pengaturan mengenai kepailitan khusus pada orang perorangan dengan kepaillitan yang khusus pada Perseroan Terbatas.

Undang-undang Kepailitan (UUK) mendefinisikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim pengawas. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan (UUK) dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Kurator merupakan salah satu unsur yang penting dalam suatu Kepailitan. Menurut UUK dan PKPU yang menyatakan bahwa, “Kurator adalah Balai Harta atau orang perorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan

harta debitur pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas”.7

Kurator yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 UUK dan PKPU tersebut terdiri dari 2 (dua) jenis antara lain :

1. Balai Harta Peninggalan atau Kurator Pemerintah.

2. Orang perorangan yang diangkat oleh Pengadilan atau Kurator swasta. Balai Harta Peninggalan (selanjutnya disebut BHP) sebagai Kurator pemerintah dapat dilihat dalam hal pelaksanaan tugas atau misinya sebagaimana yang ditetapkan dalam Bab I Pasal 3 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor

7

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(21)

5.01.M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 tertenggal 18 Juni 1980 Tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Organisasi Balai Harta Peninggalan yang mempunyai fungsi antara lain:

1. Melaksanakan penyelesaian masalah perwalian, pengampuan ketidak hadiran dan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya dan lain-lain masalah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2. Melaksanakan penyelesaian pembukuan dan pendaftaran surat wasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Melaksanakan penyelesaian Kepailitan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Membuat keterangan waris bagi golongan timur asing. 8

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor 5.01.M.01.PR.07.01-08 Tahun 1980 tersebut, dapat dilihat bahwa salah satu fungsi organisasi BHP adalah melaksanakan penyelesaian masalah Kepailitan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa BHP tersebut merupakan Kurator Pemerintah.

Kurator merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam suatu proses perkara kepailitan. Karena kurator bertugas melaksanakan pemberesan harta pailit. Segera setelah debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, maka si pailit demi hukum tidak berwenang lagi untuk melakukan pengurusan ataupun pengalihan terhadap harta kekayaannya yang sudah menjadi harta pailit. Oleh sebab itu, Kuratorlah yang melakukan segala tindakan hukum baik pengurusan maupun pengalihan terhadap harta pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

8

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Menusia Republik Indonesia, Himpunan Keputusan Tentang Balai Harta Peninggalan, 1980, hal. 47.


(22)

Secara umum dikatakan bahwa tugas utama kurator adalah untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dilihat bahwa Kurator yang mempunyai posisi yang sangat menentukan untuk terselesaikannya pemberesan harta pailit.

Menurut Pasal 67 ayat 2 UU Kepailitan menegaskan bahwa dalam melakukan tugasnya kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ debitur/perseroan pailit, walaupun di luar kepailitan persetujuan tersebut disyaratkan. Namun perlu diketahui didalam kepengurusannya kurator mempunyai hambatan-hambatan dalam melaksanakan tugasnya.

Di dalam prakteknya penetapan nama Kurator yang ditunjuk itu diajukan oleh kreditur yang mengajukan permohonan pailit terhadap debitur. Jika tidak mengusulkan Kurator biasanya Hakim mengangkat BHP sebagai Kuratornya.9 Kendatipun Kurator yang akan ditetapkan oleh Hakim adalah Kurator yang diusulkan pemohon, namun Undang- Undang membatasi bahwa seororang Kurator hanya dapat menangani kepailitan maksimal 3 kepailitan dalam waktu yang sama.10

Sebagai kurator, BHP ataupun kurator swasta dituntut tidak boleh ada benturan kepentingan (conflict of interest) di dalam melakukan tugas-tugasnya, kurator harus bersifat independent. Hal ini dikarenakan besarnya kewenangan dari kurator terhadap

9

Hasil wawancara dengan Bapak Syuhada Anggota Teknis Hukum Pada Balai HartaPeninggalan Medan Pada Tanggal 14 Februari 2011.

10

Hasil wawancara dengan Bapak Syuhada Anggota Teknis Hukum Pada Balai HartaPeninggalan Medan Pada Tanggal 25Februari 2011.


(23)

pengelolaan harta pailit.11 Kurator harus tidak boleh berpihak baik terhadap kreditur maupun debitur pailit itu sendiri, Kurator harus berpihak kepada hukum. Penetapan nama Kurator tesebut diajukan oleh pihak kreditur, walaupun demikian kurator tersebut harus tetap independent karena kurator akan bertanggung-jawab terhadap apa yang dilakukannya.

Tanggung jawab dari kurator tersebut merupakan landasan hukum untuk mengawasi tindakan hukum dari kurator. Dalam Pasal 72 UUK dan PKPU secara tegas dikatakan bahwa kurator bertanggung jawab terhadap segala kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit dan pihak ketiga.

Didalam Undang-Undang tidak secara terperinci menyebutkan tentang kesalahan ataupun kelalaian yang dapat menyebabkan kerugian terhadap harta pailit dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan tersebut serta tanggung jawab seperti apa yang diberikan oleh pihak Kurator jika terjadi kesalahan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit tersebut.

Untuk integritas moral kurator agar tetap konsisten dengan tugas dan fungsinya, maka fungsi kontrol Hakim Pengawas terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan kurator adalah sesuatu hal yang penting untuk pengendaliannya. Asalkan tidak melebihi apa yang dikehendaki oleh Undang-Undang.

11


(24)

Berdasarkan uraian-uraian yang telah diutarakan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Kurator Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimanakah akibat Hukum terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas ?

2. Bagaimanakah Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Kepailitan Perseroan Terbatas ?

3. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh Kurator dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam Kepailitan Perseroan Terbatas ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diutarakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui akibat Hukum terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui peranan Kurator dalam Kepailitan Perseroan Terbatas .

3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Kurator dalam melaksanakan tugas dan wewenang dalam Kepailitan Perseroan Terbatas


(25)

D.Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang Hukum Perdata pada khususnya yang berhubungan dengan Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Kurator Dalam Kepailitan Perseroan .

2. Secara prakteknya sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak, baik itu Kurator Pemerintah maupun Kurator swasta di Kota Medan dan masyarakat yang melakukan Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

E. Keaslian Penelitian

Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai kurator. Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Pascasarjana Magister Kenotariatan maka

penelitian dengan judul “Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Kurator Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas ”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Namun pernah ada penelitian dari mahasiswa Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,dengan judul :

1. Julita Br Sagala (087011143/MKn) : Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Separatis Terhadap Tindakan-Tindakan Dalam Periode Keadaan Diam (Stand still) Dalam Kepailitan.

1. Bagaimana keadaan diam (Stand still) diatur dalam hukum kepailitan Indonesia


(26)

2. Bagaimana pelakanaan keadaan diam (Stand still) dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit di Balai Harta Peninggalan Medan.

3. Apakah peraturan tentang keadaan (Stand still) dalam UU No 37 Tahun 2004 telah memberikan perlindungan hukum bagi kreditur separatis . oleh Adapun penelitian yang sebelumnya tersebut berbeda permasalahan dengan yang akan diteliti dan dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung-jawabkan dari segi isinya.

F.Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Seiring dengan perkembangan masyarakat hukum yang sifatnya dinamis mengalami perkembangan dengan perubahan dan perkembangan. Dalam hubungannya dengan perkembangan tersebut maka timbul teori-teori yang baru. Suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.12

Kerangka teori adalah, “suatu kerangka berfikir lebih lanjut terhadap masalah

-masalah yang diteliti”13

. Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sisematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu

12

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 6.

13Ibid


(27)

variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.14

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hans Kelsen tentang tangggung jawab Hukum.

Hans Kelsen mengemukakan ”

”Suatu konsep yang berhubungan dengan konsepp kewajiban hukum adalah

konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan . Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung,

seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri”.15

Bagi suatu penelitian, maka teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta. 2. Teori sangat berguna didalam klasifikasi fakta.

3. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang di uji kebenarannya.16

Menurut Rudy Lontoh yang dikutip oleh J. Djohansah, “Kepailitan merupakan

suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan

14

Maria S.W. Sumardjono, pedoman pembuatan Usulan Penelitian ,Gramedia ,

Yogyakarta,1989, hal 12-13, bandinngkan dengan ,Metode-metode Penelitian Masyarakat,

PT.Gramedia ,Jakarta 1989, hal 19

15

Hans Kelsen, Teori Hukum Murnidengan judul bukku asli “General Theori of law and state

Alih Bahasa Somardi, Rimdi Pers, Jakarta hal 65

16


(28)

Niaga dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, serta harta

debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan Peraturan Pemerintah”.17

Lembaga Kepailitan merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimanakah hukum harus bertindak manakala seorang Debitor tidak dapat membayar utang-utangnya dan bagaimana pertanggung-jawaban Debitor tersebut dalam hubungannya dengan harta kekayaan yang masih ada atau akan dimilikinya.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, tujuan kepailitan antara lain : 1. Melindungi para Kreditor konkruen.

2. Menjamin pembagian harta kekayaan debitor di antara para kreditor.

3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor.

4. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan insolvensi.18

Menurut Mosgan Situmorang tujuan kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kreditur.19Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagi kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing.

Penelitian pelaksanaan tugas dan kewenangan Kurator dalam Kepailitan Perseroan Terbatas ini didasarkan kepada teori tentang tanggung jawab Kurator

17

J.Djohansah, Pengadilan Niaga Di Dalam Penyelesaian Utang Melalui Pailit, Alumni, Bandung, 2001, hal. 23.

18

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 38-40.

19

Mosgan Situmorang, Tinjauan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 1998 Menjadi Undang-Undang, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 1999, hal 163.


(29)

terhadap tugas dan kewenangannya dalam Kepailitan Perseroan Terbatas. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya tugas dan kewenangan yang diberikan oleh UUK dan PKPU kepada Kurator dalam Kepailitan untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka menimbulkan tanggung jawab yang besar dalam menjalankan tugas dan kewenangan tersebut.

Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary, dapat dilihat pengertian kepailitan dihubungkan dengan “ketidak mampuan untuk

membayar“ dari seorang debitor atas utang-utangnya yang jatuh tempo. Ketidak mampuan ini harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga melalui permohonanpernyataan pailit ke pengadilan.20

Benturan kepentingan kurator, baik terhadap debitor maupun kreditor, dapat menjadi ganjalan bagi kurator dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, perlu mekanisme agar potensi benturan kepentingan Kurator tersebut dapat diminimalisir. Setiap tindakan ataupun perbuatan dari Kurator yang berkaitan dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit yang memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari Hakim Pengawas dan berdasarkan ketentuan dari UUK dan PKPU yang dilaksanakan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Hakim Pengawas dan tidak berdasarkan ketentuan dari UUK dan PKPU sehingga merugikan harta pailit dan pihak ketiga, maka

20

Ahmad Yani & Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, tahun 2000, hal’ 12.


(30)

tindakan ataupun perbuatan tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban dari pihak Kurator.

Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam UUK dan PKPU yang

menyatakan bahwa, “Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan yang

menyebabkan kerugian terhadap harta pailit”.21

Menurut Jerry Hoff sebagaimana yang dikutip Imran Nating yang menyatakan

bahwa, “Tanggung jawab Kurator tersebut tidaklah lebih berat atau bahkan sama saja dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) tentang Perbuatan Melawan Hukum”.22

Kurator pada dasarnya dapat melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang disebutkan oleh Jerry Hoff yang dikutip oleh Imran Nating. Hal ini dapat saja terjadi jika Kurator tersebut keberadaannya tergantung pada salah satu pihak yaitu pihak debitur atau pihak kreditur, maka dari itu berdasarkan penjelasan

dari UUK dan PKPU yang menyatakan bahwa, “yang dimaksud independen dan tidak

mempunyai benturan kepentingan adalah bahwa kelangsungan keberadaan Kurator tidak tergantung pada debitur atau kreditur, dan Kurator tidak memiliki kepentingan

ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis debitur atau kreditur”.23

21

Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

22

Imran Nating, Peranan Dan Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 115.

23

Penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(31)

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Kurator tersebut dapat saja dipertanggung jawabkan secara pribadi terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga ataupun harta pailit, jika tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu tindakan atau perbuatan di luar dari tugas dan wewenang Kurator yang diberikan UUK dan PKPU.24 Namun apabila tindakan atau perbuatan Kurator tersebut sesuai dengan tugas atau wewenang yang diberikan UUK dan PKPU dan dilakukan dengan itikad baik, tetapi karena hal-hal di luar dari kekuasaan Kurator sehingga merugikan harta pailit dan pihak ketiga, maka hal tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi oleh Kurator dan kerugian tersebut dapat dibebankan kepada harta pailit.25

Kurator berperan dalam Kepailitan setelah pernyataan pailit debitur telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari Pengadilan Niaga. Pelaksanaan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh Kurator tersebut tidak akan berhasil tanpa ada bantuan dan kerja sama dari pihak-pihak yang terkait langsung dalam suatu Kepailitan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, maka secara tersirat dapat dilihat bahwa yang berkaitan secara langsung dengan Kepailitan tersebut adalah Kurator, Debitur Pailit, para Kreditur dan Hakim Pengawas. Jadi dengan demikian, dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh Kurator tersebut diharapkan pihak-pihak

24 Ibid.

25Ibid


(32)

lain yang terkait dalam Kepailitan tersebut memberikan kerja sama yang maksimal agar proses pengurusan dan pemberesan harta pailit tersebut dapat terselesaikan secara cepat, baik dan benar.

Debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan26 dan Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan27, serta Hakim Pengawas adalah Hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang28 dan Hakim Pengawas tersebut yang bertugas mengawasi dan memberikan persetujuan atas tugas pengurusan dan pemberesan yang dilakukan oleh Kurator, yang sekaligus sebagai tempat debitur pailit dan kreditur untuk menyampaikan hal-hal yang debitur pailit atau kreditur inginkan atau tidak diinginkan untuk dilakukan oleh Kurator.29

Namun akan menjadi penghambat jika tidak membantu segala kerja tugas dan wewenang dari Kurator yang telah diberikan oleh UUK dan PKPU. Untuk integritas moral Kurator agar tetap konsisten dengan tugas dan fungsinya, maka Kurator memerlukan Hakim Pengawas dalam pelaksanaan tugasnya.

26

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

27

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

28

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

29Ibid


(33)

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan, sedangkan konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang disebut definisi operasional.30

Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dikemukakan beberapa konsep dasar sebagai berikut :

a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang.31

b. Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.

c. Direksi adalah salah satu organ Perseroan Terbatas yang memiliki tugas serta tanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan tujuan dan

30

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 28.

31

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(34)

mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

d. Komisaris adalah bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi.

e. Pemegang saham adalah organ yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Perseroan Terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.

f. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari.

g. Kurator adalah pihak yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit. Kurator ini dapat orang perorangan ataupun Balai Harta Peninggalan (BHP).32

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna

32

Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(35)

terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.33

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan di dalam gejala yang bersangkutan.34

Keberhasilan suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan oleh metode yang dipergunakan dalam penelitian. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisa permasalahan yang ada sekarang,35 berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan Kurator dalam Kepailitan Perseroan Terbatas.

2.Pendekatan Penelitian

Dilihat dari pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini juga didukung dengan menggunakan pendekatan yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisa terhadap masalah Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Kepailitan Perseroan Terbatas, yang ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu didukung oleh pendekatan empiris yang

33

Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 2.

34

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, hal. 43.

35


(36)

didasarkan pada pertimbangan bahwa, penelitian ini bertitik tolak dari permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan dan mengkaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dapat dilakukan dengan baik, jika tahap sebelumnya sudah dilakukan persiapan secara matang. Sebelum melakukan pengumpulan data ke lapangan, maka hal-hal yang perlu dipersiapkan atau disediakan adalah surat izin penelitian, pedoman wawancara, alat tulis menulis dan lain-lain yang dianggap penting.36 Pengumpulan data ini dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut :

a. Studi Keputustakaan (library research).

Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Studi Lapangan (field research).

Studi lapangan ini dilakukan untuk memperoleh dokumen dan hasil wawancara yang akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari para pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber seperti , Ketua Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator yang ditunjuk oleh

36


(37)

pihak pemerintah dan para staf pelaksana yang ditunjuk Ketua Balai Harta Peninggalan yang menangani pengurusan dan pemberesan harta pailit, para praktisi serta akademisi yang mengetahui tentang masalah Kepailitan, dan pihak kurator swasta Deni Purba, SH, LLM

Sementara itu, sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk menghimpun data sekunder, maka dibutuhkan bahan pustaka yang merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

Selain itu, penelitian ini didukung oleh data skunder yang diperoleh dari penelitian di lapangan, yaitu dari para pihak yang telah ditentukan sebagai informan

atau narasumber seperti, Ketua dan staf Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator yang ditunjuk oleh pihak pemerintah dan para praktisi serta akademisi yang mengetahui tentang masalah Kepailitan dan Kurator swasta.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah studi dokumen dan wawancara yang dibantu dengan pedoman wawancara.

a. Studi Dokumen.

Merupakan Bahan-bahan Kepustakaan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang ada di Pustaka atau data skunder dan data primer dalam bidang hukum antara lain :


(38)

1) Bahan hukum primer.

Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta peraturan pelaksananya.

2) Bahan hukum sekunder.

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Kepailitan Perseroan Terbatas.

b. Pedoman wawancara.

Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Kepailitan Perseroan Terbatas. sebagai informan atau narasumber seperti , Ketua Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator yang ditunjuk oleh pihak pemerintah dan para staf pelaksana yang ditunjuk Ketua Balai Harta Peninggalan yang menangani pengurusan dan pemberesan harta pailit, para praktisi serta akademisi yang mengetahui tentang masalah Kepailitan, dan pihak kurator swasta Deni Purba, SH, LLM


(39)

5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).37

Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.38Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.39

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus.

37

Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53.

38

Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif , Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103.

39Ibid


(40)

BAB II

AKIBAT HUKUM DARI KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha yang paling diminati, karena pertanggung jawaban yang bersifat terbatas, perseroan juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.

Kata “perseroan” menunjuk kepada modal yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang

tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. Ketentuan perundang-undangan PT saat ini dapat dilihat pada Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang PT mendefenisikan Perseroan Terbatas sebagai: “badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaanya”.40 Dari batasan yang diberikan tersebut ada lima hal pokok yang dapat diketahui

a) Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum

40

Ahmad Yani &Gunawan Widjaja , Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta, Rajawali Pers, hlm 7


(41)

b) Didirikan berdasarkan perjanjian. c) Menjalankan usaha tertentu

d) Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham. e) Memenuhi persyaratan Undang-Undang.

Menurut Pasal 7 ayat (1) UUPT, menyatakan bahwa perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Ini mempertegas kembali makna perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian yang ada dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian pendirian PT yang dilakukan oleh para pendiri ditulis dalam akta

Notaris yang disebut dengan “akta pendirian”. Akta pendirian pada dasarnya

mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan tersebut. Hak-hak dan kewajiban tersebut disebut dengan “anggaran dasar” perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8 ayat 1 UUPT.

Undang-undang Perseroan Terbatas mewajibkan pengesahan akta pendirian suatu PT disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM, sebelum PT tersebut dapat memiliki status badan hukum, yang memiliki hak dan kewajiban dan harta kekayaan tersendiri. 41Saat pengesahan tersebut merupakan satu-satunya saat mulai berlakunya sifat kemandirian.

41

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta, Rajawali Pers, hal 44


(42)

1. Kedudukan Hukum Perseroan Terbatas.

Keberadaan status badan hukum baru diperoleh oleh Perseroan apabila memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan pribadi para pendiri dan pemegang saham, maupun pengurusnya.

Menurut Pasal 157 ayat (3) UUPT mengatakan bahwa perseroan yang telah berbadan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UUPT ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan UUPT ini.42

Dengan demikian secara teoritis, sejak diundangkan UUPT , para pemilik PT dianggap sudah tahu konsekuensinya apabila tidak disesuaikan dengan UUPT, PT tersebut dapat dibubarkan oleh pengadilan. Didalam Pasal 157 ayat (4) dikatakan perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasar dalam jangka waktu yang ditentukan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.43 Kalau suatu PT tidak menyesuaikan anggaran dasar dalam jangka waktu setahun, maka secara otomatis perseroan dinyatakan tidak mempunyai legalitas sebagai badan hukum.

Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam UUPT. Unsur-unsur tersebut adalah :44

42

Pasal 157 ayat 3 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

43

Pasal 157 ayat 4Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 44


(43)

a. Organisasi yang teratur b. Hata kekayaan sendiri

c. Melakukan hubungan hukum sendiri d. Mempunyai tujuan sendiri

Sesuai UUPT, status badan hukum diperoleh sejak akta pendirian disahkan oleh Menteri Kehakiman. Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh suatu perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.

Sedikit berbeda dengan ketentuan UUPT Tahun 1998, bahwa pada saat perseroan belum memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman, PT belum memiliki pemegang saham, yang dikenal hanyalah pendiri yang namanya tercantum dalam akta pendirian PT) yang diwajibkan untuk melakukan penyetoran atas modal yang telah dijanjiakan untuk melakukan penyetoran atas modal yang telah dijanjikan dalam akta pendirian perseroan dan pengurus perseroan.45

Sebelum PT memperoleh pengesahan dari Menteri, dalam perseroan sebenarnya terjadi suatu hubungan persekutuan dengan firma diantara para pendiri dan pengurus perseroan yang melakukan tindakan atau perbuatan hukum dengan pihak ketiga, untuk dan atas nama perseroan.

45Ibid hal 28


(44)

Apabila PT telah mendapat pengesahan dari Menteri, maka setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus dan atau pendiri PT sebagai tindakan dan perbutan hukum PT, dan karenanya akan mengikat PT sebagai suatu badan hukum.

2. Harta kekayaan Perseroan Terbatas.

Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum yang telah berbadan hukum, mempunyai kekayaan terpisah dari kekayaan perseroannya yang juga dapat dinyatakan pailit. Dengan pernyataan pailit, organ badan hukum tersebut akan kehilangan hak untuk mengurus kekayaan badan hukum. Pengurusan harta kekayaan badan hukum yang dinyatakan pailit beralih kepada kurator.

Selanjutnya dalam Pasal 113 UUK-PKPU menyatakan bahwa apabila yang dinyatakan pailit suatu PT, koperasi dan badan hukum lainnya, maka pengurus yang mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabakan kepailitan tesebut.46

3. Kepengurusan Perseroan Terbatas.

Suatu badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang perorangan, dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan. Guna melaksanakan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya, maka

46

Pasal 113Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(45)

PT telah mempunyai fungsi dan tugas masing-masing didalam organ PT yang berbeda satu dan yang lainya. Organ-organ tersebut dikenal dengan sebutan : Rapat umum pemegang saham (RUPS), Direksi , dan Komisaris.

Apabila Masing-masing organ dapat berperan baik, maka perseroan akan berjalan dengan baik, dan para pemegang saham PT akan terjamin kepentingannya dalam PT tersebut.

a. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, merupakan organ perseroan yang paling tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan PT. RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris PT.47 RUPS mempunyai hak untuk memperoleh segala macam keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan kepentingan dan jalannya perseroan.

b. Direksi

Direksi merupakan badan pengurus PT yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan suatu perusahaan, bertindak untuk dan atas nama PT, baik didalam maupun diluar pengadian. Direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan dan jalannya PT untuk kepentingan dan tujuan PT.

Direksi berkewajiban untuk mengelola jalannya suatu perusahaan dengan baik. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya pengelolaan perseroan Direksi, serta pada kesempatan-kesempatan tertentu turut membantu Direksi dalam

47

Robintan Sulaiman & Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan, Jakarta ,200 Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan , hlm 11


(46)

menjalankan tugasnya. Sedangkan Rapat umum peegang saham PT, berfungsi untuk melaksanakan secara menyeluruh atas setiap pemenuhan kewajiban dari Direksi dan Komisaris PT atas aturan yang ditetapkan.48

Keanggotaan Direksi dalam PT, diangkat melalui RUPS, untuk jangka waktu yang telah ditentukan dalam anggaran dasar, serta menurut tata cara yang ditentukan dalam anggaran dasar PT. untuk pertama kalinya sususnan keanggotaan direksi dicantumkan dalam Akta pendirian PT.

Didalam menjalankan tugasnya Direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh, dengan konsekuensi bahwa setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh direksi akan dianggap dan diperlukan sebagai tindakan dan perbuatan PT, sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam anggaran dasar PT.

Selama Direksi tidak melakukan pelanggaran atas anggaran dasar PT, maka PT yang akan menanggung semua akibat dari perbuatan direksi tersebut. Sedangkan bagi tindakan-tindakan Direksi yang merugikan PT yang dilakukannya diluar batas dan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh anggaran dasar, tidak diakui oleh PT, maka Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas setiap tindakannya diluar batas kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar PT.

c. Komisaris

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas komisaris meliputi dua pengertian, yaitu organ PT yang lazim dikenal dengan dewan komisaris dan anggota dewan

48

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Dreksi Atas Kepailitan Perseroan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 9.


(47)

komisaris.49 UUPT memberikan hak sepenuhnya kepada pendiri maupun pemegang saham PT untuk menentukan sendiri wewenang dan kewajiban komisaris dalam PT.

Didalam UUPT menugaskan bahwa komisaris bertugas untuk mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan PT serta memberikan nasihat kepada Direksi PT. Pada komisaris diberikan kewenangan untuk menyetujui atau tidak menyetujui tindakan-tindakan tertentu yang akan dilakukan oleh Direksi PT, termasuk untuk menyetujui laporan tahunan yang akan disampaikan kepada pemegang saham untuk dibahas dalam RUPS tahunan PT.

Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan PT. segala kesalahan dan kelalaian oleh Komisaris dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai pertanggung jawaban secara pribadi dari komisaris bersangkutan kepada PT dan pemegang saham PT.

B. Tahap-tahap Proses Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan. Dalam hal ini pengadilan niaga,dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.50 Ini berarti bahwa sebelum adanya suatu keputusan pernyataan pailit oleh pengadilan , seorang debitur tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit.

49

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, opcit , hlm 123

50

Rudy lontoh penyelesaian utang melalui pailit atau penundaan pembayaran utang (bandung: Alumni, 2001 hlm 23


(48)

Dalam setiap proes kepailitan suatu PT, pihak kreditur merupakan salah satu pihak di samping pihak peruahaan tersebut sebagai pihak debitur. Pihak kreditur itu sendiri terdiri dari beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Kreditur separatis.

2. Kreditur preferens yang bukan separatis. 3. Kreditur konkuren.51

Dengan adanya pengumuman putusan pailit tersebut, maka berlakulah ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan tersebut

jelas syarat dinyatakan pailit diantaranya “debitur telah berhenti membayar utang

-utangnya”.52

Pengertian telah berhenti menunjukan bahwa keadaan tidak mampu membayar diprediksi yang bersangkutan memang tidak memiliki dana atau tidak mencukupi untuk melunasi utangnya. Sedangkan tidak mau membayar kemungkinan dana yang bersangkutan sebenarnya ada atau cukup untuk melakukan kewajibannya, hanya debitur kemungkinan mempunyai pertimbangan tertentu sehingga tidak melakukan pembayaran.

Oleh karena itu kemungkinan terjadi asset PT sebenarnya melebihi dari cukup, mungkin juga berlimpah tetapi berhenti membayar utangnya, sehingga dinyatakan dalam keadaan pailit dengan putusan pengadilan. Berkenaan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK tersebut, yang perlu diketahui adalah kepada Pengadilan Niaga mana permohonan itu harus dialamatkan dan meliputi tempat kedudukan hukum terakhir

51

Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru Jakarata 2003, hal 216

52


(49)

Debitor .53 Dalam hal debitor adalah PT, maka yang harus mengajukan permohonan pailit adalah direksi perusahaan tersebut, namun harus berdasarkan keputusan RUPS.

1. Persyaratan permohonan kepailitan.

Debitor yang dimohonkan kepailitan harus memiliki persyaratan. Pasal 1

Faillissement verordening (Fv.) sebelum dirubah menyebutkan syarat, bahwa debitur

“ dalam keadaan telah berhenti membayar hutang-hutangnya”, sedangkan dalam

Pasal 2 UUK mensyaratkan “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utangnya yang telah jatuh waktunya dan dapat

ditagih”.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa tidak ada dasar hukum dalam peraturan hukum kepailitan untuk menolak pemohon pernyataan pailit yang diajukan oleh kreditur separatis terhadap debitur semata-mata karena ia adalah kreditur separatis.54

Permohonan kepailitan dapat dilakukan sendiri maupun atas permintaan seseorang atau 2 krediturnya, dan harus diajukan oleh seseorang penasihat hukum yang memiliki ijin praktek.55 Permohonan pailit dapat diajukan kepengadilan, dengan mendaftarkan permohonan melalui panitera pengadilan. Panitera mendaftarkan

53

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

54

Seminar Undang-Undang Kepailitan Baru UU No 37/2004 Dan Fungsi Peran Kurator

Menelaah Perubahan UU Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 20 Desember 2004.

55

Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum Perusahaan. Bandung PT Citra Aditya Bakti. Hal 118


(50)

permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan.56

Pengadilan mempelajari permohonan tersebut dan paling lambat 2 x 24 jam atau 2 (dua) hari sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, harus telah menetapkan hari persidangan.57 Sidang pemeriksaan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Atas permohonan debitur dan berdasar alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sampai dengan paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Pemeriksaan permohonan kepailitan dilakukan dalam sidang tertutup.

Pada saat proses pemeriksaan berlangsung, atau selama putusan atas permohonan pailit, sebelum ditetapkan, maka setiap kreditur atau kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :58

a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur, atau

b. Menunjuk kurator sementara untuk : 1. Mengawasi pengelolaan usaha debitur

56

Ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang

57

Ketentuan Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang

58

Ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang


(51)

2. Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator.

Permohonan pernyataan kepailitan dapat diajukan debitur, jika persyaratan kepailitan tersebut telah terpenuhi yaitu :

1. Debitur Tersebut Mempunyai Dua Atau Lebih Kreditur

Menurut Pasal 1 ayat 1 UUK, salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah debitur harus mempunyai dua atau lebih. Keharusan dua kreditur yang disyaratkan dalam Undang-Undang Kepailitan merupakan pelaksanaan dari Pasal 1132 KUH Perdata. Alasan mengapa seseorang debitur tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang kreditur adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi asset debitur diantara para kreditur. Kreditur berhak dalam perkara ini atas semua asset debitur (PT)

Jika debitur hanya memiliki satu kreditur, maka seluruh harta kekayaan yang dinyatakan pailit menjadi jaminan atas pelunasan utang debitur (PT) tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari passu pro rata parte, dan terhadap debitur tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu kreditur.59

Walaupun banyak tagihannya, bukan jalan proses kepailitan terhadap Debitor yang harus ditempuh, tetapi gugatan biasa, dengan atau tanpa sitaan serta eksekusi biasa yang spesifik terhadap Debitor. Jadi yang dititik beratkan dalam kepailitan

59


(52)

bukan berapa banyak piutang/tagihan yang dipunyai satu Kreditor terhadap satu Debitor, tetapi berapa banyak jumlah Kreditur dari Debitor yang bersangkutan.60

Ketentuan mengenai adanya syarat dua kreditur atau lebih kreditur di dalam permohonan pernyataan pailit, maka terhadap definisi mengenai kreditur harus diketahui terlebih dahulu. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang kepailitan tidak memberikan defenisi yang jelas mengenai kreditur. Didalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka telah didapat pengertian kreditur. Kreditur sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 UUKPK.61

Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan yang baru ini, maka kreditur separatis dan kreditur peferen dapat tampil sebagai kreditur konkuren tanpa harus melepaskan hak-hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya, tetapi bahwa benda yang menjadi agunan tidak cukup untuk melunasi utang debitur pailit.

2. Harus Ada Utang

Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit ialah harus adanya utang. Undang- Undang Kepailitan tidak menentukan apa yang dimaksud dengan utang. Dengan demikian, para pihak yang terkait dengan suatu permohonan pailit dapat berselisih mengenai ada atau tidak adanya utang.

60

Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan.

CV. Mandar Maju 1999 hal 23

61

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(53)

Pada umumnya Undang-undang Kepailitan atau bankruptcy law yang berkaitan dengan utang debitur (debt) atau piutang atau tagihan kreditur (claims). Seorang kreditur mungkin saja memiliki lebih dari satu piutang atau tagihan yang berbeda-beda itu diperlukan pula secara berberbeda-beda-berbeda-beda didalam proses kepailitan.

Menurut pasal 2 ayat 1 UUK-PKPU menentukan debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.62

Menurut pasal 1233 dan 1234 KUH Perdata menayatakan bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia ataupun mata uang asing, baik secara langsung ataupun yang akan timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memeberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.63 Tujuan dari pada Undang-Undang Kepailitan adalah untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang piutang secara cepat, adil, terbuka dan efektif.64

62

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang.

63

Pasal 1233 dan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Per data 64

Widjanarko, Dampak Implementasi Undang-Undang Kepailitan Terhadap Sektor Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 8, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1999, hal. 73.


(54)

Undang-Undang Kepailitan telah mengatur tata cara pengurusan tagihan, tetapi dalam praktek banyak ditemui berbagai kesulitan.65

Syarat lain untuk mengajukan perkara kepailitan adalah adanya utang yang jatuh tempo yang dapat ditagih yang jatuh tempo yang belum dibayar lunas serta memiliki kekurangan-kekurangan dua kreditur. Adanya suatu utang akan dibuktikan oleh kreditur bahwa debitur mempunyai utang yang dapat ditagih karena sudah jatuh tempo ataupun karena dimungkinkan oleh perjanjiannya untuk dapat ditagih.

Menyadari telah timbulnya kesimpang siuran mengenai pengertian utang karena tidak diberikannya defenisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud

dengan ”utang”. Menurut Perpu No 1 Tahun 1998, UU No 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang (UUK-PKPU) telah memberikan defenisi atau pengertian mengenai utang sesuai dengan Pasal 1 angka 6.

Dalam pasal 1 angka 6 UUK dijabarkan bahwa yang dimaksud dengan utang dalam hukum kepailitan adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.66

Pengertian mengenai utang di dalam hukum kepailitan Indonesia mengikuti setiap perubahan aturan kepailitan yang ada. Didalam Faillissement sverordening

tidak diatur tentang pengertian utang. Tetapi penjelasan pasal 1 ayat 1 UUK hanya

65

Parwoto Wignjo Sumarto, Hukum Kepailitan Selayang Pandang, PT. Tatanusa, Jakarta, 2003, hal. 168

66

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(55)

menyebutkan bahwa utang yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, adalah utang pokok atau bunganya.

Berdasarkan pengertian utang, permohonan pernyataan kepailitan dikabulkan apabila debitur mempunyai dua kreditur dan tidak membayar membayar lunas sedikitnya satu utang yang teah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan satu atau lebih krediturnya.67

Di samping prinsip utang menganut konsep utang dalam arti luas, utang yang dijadikan dasar mengajukan kepailitan harus memenuhi unsur sebagai berikut:

1. Utang tersebut telah jatuh tempo 2. Utang tersebut dapat ditagih 3. Utang tersebut tidak dibayar

Dengan jangka waktu yang sudah diperjanjikan atau terdapat hal-hal lain di mana utang tersebut dapat ditagih sekalipun belum jatuh tempo. Utang yang belum jatuh tempo dapat dtagih dengan menggunakan acceleration clause atau accelaration

provision”. Suatu utang dapat ditagih jika utang tersebut bukan utang yang timbul dari perikatan alami. Perikatan yang pemenuhannya tidak dapat dituntut di muka pengadilan dan yang lazimnya disebut perikatan alami (natuurlijke verbintenis) tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk mengajukan permohonan pailit.

67

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang


(56)

Sedangkan maksud dari ditegaskannya bahwa utang dalam kepailitan merupakan utang yang tidak dibayar lunas adalah untuk memastikan bahwa utang yang telah dibayar akan tetapi belum melunasi kewajiban maka utang tersebut bisa dijadikan dasar untuk mengajukan kepailitan. Penegasan ini karena sering terjadi akal-akalan dari debitur yakni debitur tetap melakukan pembayaran akan tetapi besarnya angsuran pembayaran tersebut masih jauh dari yang seharusnya. Hal ini berangkat dari pengalaman pelaksanaan peraturan kepailitan lama yakni dalam

faillessement verordening (fv), dimana dalam fv mensyaratkan bahwa debitur telah berhenti membayar utang dan jika debitur masih membayar utang walaupun hanya sebagian dan masih jauh kata lunas, maka hal itu tidak dapat dikatakan debitur telah berhenti membayar.

Dalam acara proses kepailitan prinsip utang tersebut sangat menentukan, oleh karena tanpa adanya utang tidaklah mungkin perkara kepailitan akan bisa diperiksa. Walaupun telah ada kepastian penafsiran utang dalam revisi Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 dimana utang didefenisikan dalam arti luas yang berarti telah pararel dengan konsep KUH Perdata, akan tetapi perubahan konsep utang ini menjadi terdistorsi ketika dikaitkan dengan hakikat kepailitan dalam UU Kepailitan yang hanya bertujuan untuk mempermudah mempailitkan subjek hukum dimana syarat kepailitan hanyan memiliki dua variabel, yakni adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih kembali serta memiliki setidak-tidaknya dua kreditur.


(57)

Sehingga kemudahan mempailitkan subjek hukum seakan dipermudah lagi dengan konsep utang dalam arti luas tersebut, dan kelemahan UU ini sering disalah gunakan, dimana kepailitan bukan sebagai instrumen hukum untuk melakukan distribusi asset debitur akan tetapi digunakan sebagai alat untuk menagih utang atau bahkan untuk mengancam subjek hukum kendatipun tidak berkaitan dengan utang.

3.Utang Yang Jatuh Tempo Dan Dapat Ditagih

Suatu utang telah jatuh tempo dan harus dibayar jika utang tersebut telah jatuh tempo atau sudah waktunya untuk dibayar. Dalam perjanjian biasanya diatur kapan suatu utang harus dibayar. Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.

Didalam Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan syarat untuk dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan yaitu :68

1. Terdapatnya minimal 2 (dua) kreditur 2. Debitur tidak mampu membayar utang

3. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih

68

Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang


(1)

Pradjohamidjojo, Martiman, Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan , Bandung, CV. Bandar Maju, 1999

Purwosucipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Perwasitan, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Djambatan, Jakarta, 1982

Rajagukguk, Erman, Latar Belakang dan Ruang Lingkup UU No 4 Tahun 1998 Tetang Kepailitan

Rangkuti, Usman Tugas-Tugas BHP Dalam Pemberesan Kepailitan Serta Hambatan Dalam Prkatek Dikaitkan Dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1998. Bandung, Alumni, 2001

Regar, H.Moenaf, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan , Jakarta, Bumi Aksara 2000

Rido, Ali, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan Koperasi , Yayasan, Bandung, Alumni 1986

Sarwono, Moerdiono Kusumaatmadja dkk, Birokrasi dan Administrasi Pembangunan-Beberapa Pemikiran dan Pemecahan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

Sastrawidjaya, Iman J, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Utang , Bandung, Alumni, 2006

Siahaan, N.H.T , Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tangung Jawab Produk ), Jakarta, 2000

Situmorang, Victor M., dan Hendri Sukarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1994.


(2)

___________________, Tinjauan Atas UU No 4 Tahun 1998, Tentang Penetapan Perpu No1 Tahun 1998 Menjadi UU Departemen Hukum Dan HAM Republik Indonesia, Jakarta 1999

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002.

__________________, Hukum Kepailitan Dan Memahami UUKPKPU,Cetakan Ke 3,Jakarta, Pusaka Utama Grafiti 2009

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003

_______________ Pengantar Penelitian Hukum ,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Subagyo, Joko P., Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

Subhan, M. Hadi, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2008.

Suherman, E., Failliessement : Kepailitan, Bina Cipta, Bandung, 1988.

Sulaiman, Robintan & Prabowo Joko, Lebih Jauh Tentang Kepailitan, Jakarta, 2000

Sumardjono, Maria, S,W, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, PT. Gramedia 1989 Dan Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta. PT. Gramedia 1989


(3)

Sumarto, Parwoto Wignjo, Hukum Kepailitan Selayang Pandang , Jakarta, PT. Tatanusa, 2003

Sunarmi, Hukum Kepailitan edisi2 , Jakarta, PT Sofmedia 2010

Surakhmad, Winarno, Dasar Dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1978. SuryaBrata, Samadi , Metode Penelitian , Jakarta, PT. Raja Grafino Persada, 1998

Tumbuan, Frederick B.G,Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan tentang Kepailitan Pengganti Faillisement Verordening Stb, 1905 – 217 jo Stb, 1906 – 348, BPHN Departemen Kehakiman Republik Indonesia , tahun 1994

____________ (2004) “ Tujuan dan Wewenang kurator mengurus atau membereskan harta pailit” , Dalam Emmy Yuhassarie, Revitalisasi tugas dan

kewenangan kurator/ pengurus, Hakim pengawas dan hakim niaga dalam rangka kepailitan, Pusat Pengkajian Hukum (PPH), Jakarta

Usman , Rachmadi, Dimeni Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pusataka Utama, 2004

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Pratek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.

Waluyo, Bernadette, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Mandar Maju, Bandung, 1999.

Widjanoko, Dampak Implementasi UU Kepailitan Terhadap Sektor Perbankan, Jurnal Hukum Teknis, Jakarta 1999


(4)

Widjaya, Gunawan, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003

Yani Ahmad dan Widjaja Gunawan, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Perasada, 2000

_______________ Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta, Rajawali Pers, Grafindo Perasada, 2000

B. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Surat Keptusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01.KP.09.05 Tahun 1991 Tentang Uraian Jabatan Di Lingkungan Kementrian Hukum Dan Ham, Mengenai Struktural Balai Harta Peninggalan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 19 Juni 1980 No. M.01.Pr.07.01-80 Tahun 1980 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan yang menyatakan tentang Tugas dan Fungsi Balai Harta Peninggalan.

Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.01-HT.05-10 Tahun 2005 Tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus.

Peraturan Menteri Kehakiman RI No.M.08.10.05.10 Tahun 1998 tentang tata cara dan persyaratan kurator dan pengurus


(5)

C. Internet

http:// repository UI.ac.id/dokumen/lihat/1649-pdf—ik-, diakses tanggal 9 Agustus 2010

http:/ www.google.co.id diakses pada tanggal 31 Mei 2011

http:/ www.sinar harapan .co.id. yustiavanda ivan dan surya indra goodcoporate governance diakse pada tanggal 23 April 2011.

D.Seminar

Seminar UU Kepailitan Baru No 37/2004 dan fungsi kurator menelaah perubahan UU kepailitan dan penundaan kewajiban Pembayaran Utang, pada tanggal 20 Desember 2004.


(6)