belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Karena itu keaslian penulisan ini
terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini semata- mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang
memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Adapun skripsi yang menyerupai, di perpustakaan Universitas Sumatera
Utara adalah : 1.
Tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas yang dinyatakan pailit, Hutal P. Lumbanbat , tahun 2000.
2. Tanggung jawab hukum direksi terhadap kepailitan perseroan terbatas,
Mhd. Taufik Umar D. Hrp, tahun 1992. 3.
Pertanggung jawaban direksi dalam kepailitan perseroan terbatas studi kasus : Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Mesta Herlina Napitupulu, tahun
2000. 4.
Tanggung jawab direksi atas kepailitan badan hukum peseroan terbatas studi kasus di Pengadilan Niaga Medan, Laila Suraya Nst, tahun 2001
5. Tanggung jawab direksi atas kepailitan menurut UU No. 1 Tahun 1995,
Faisal R Harahap, tahun 2000.
E. Tinjauan Kepustakaan
Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa defenisi Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Perseroan terbatas sebagai subjek hukum yang mandiri dan cakap serta berwenang atas namanya dan untuk kepentingannya sendiri untuk mengadakan
aneka ragam hubungan hukum mengenai kekayaannya dalam upaya melaksanakan maksud dan tujuannya. Konsekuensi dari pernyataan tersebut
adalah apabila perseroan terbatas melakukan perikatan
6
, Khususnya mengenai perikatan yang lahir karena perjanjian, maka semua perikatan tersebut adalah
hutang bagi perseroan terbatas selaku debitor yang apabila tidak dipenuhi oleh debitor sebagaimana telah dijanjikan, maka memberikan hak kepada kreditor
untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dengan catatan ada kreditor lain.
7
Pelaksanaan kepailitan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PKPU. Kepailitan sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah utang piutang berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU
adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tersebut.
6
Pasal 1233 KUH Perdata : “Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena Undang- Undang”.
7
Ditentukan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bahwa syarat debitor pailit adalah : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor
dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonan nya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditor”.
Pasal 1 angka 1 ini secara tegas menyatakan bahwa :”Kepailitan adalah sita umum, bukan sita individual”. Karena itu, disyaratkan dalam Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU bahwa untuk mengajukan permohonan pailit, harus memiliki 2 dua atau lebih kreditor. Seorang debitor yang hanya memiliki 1
satu kreditor tidak dapat dinyatakan pailit karena hal ini bertentangan dengan prinsip sita umum. Apabila hanya satu kreditor maka yang berlaku adalah Sita
Individual, dimana Sita Individual bukanlah sita dalam kepailitan. Dalam sita umum, maka seluruh harta kekayaan akan berada di bawah penguasaan dan
pengurusan kurator, sehingga debitor tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya.
8
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 juga memberikan pengertian tentang Kreditor, Debitor dan Debitor Pailit. Pasal 1 angka 2 menyebutkan
bahwa : “Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
Undang-Undang dapat ditagih di muka Pengadilan”. Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa :
“Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan”.
Pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa : “Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan
Pengadilan”.
9
Dari ketentuan diatas bahwa untuk dapat dinyatakan pailit , Debitor harus :
8
Sunarmi, Op. Cit. hal 29.
9
Ibid.
1. Mempunyai 2 dua atau lebih kreditor; dan
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak membedakan secara
tegas pailitan bagi debitor yang merupakan badan hukum maupun orang perseorangan. Kepailitan dalam badan hukum berbentuk perseroan terbatas
berakibat bahwa direksi perseroan terbatas tidak lagi secara sah dapat melakukan perbuatan hukum yang mengikat harta pailit perseroan. Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa yang berhak melakukan hal itu adalah Balai Harta Peninggalan dan Kurator. Peralihan wewenang dari direksi perseroan
terbatas kepada kurator yang terjadi dalam kepailitan perseroan terbatas pada prakteknya seringkali menimbulkan penyimpangan kewenangan yang dimiliki
oleh kurator maupun direksi perseroan terbatas. Pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU dinyatakan bahwa kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau perseorangan yang diangkat pengadilan untuk mengurus dan membereskan
harta kekayaan debitor pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini kemudian kembali dipertegas pada pasal 70 ayat
1 dan 2. Untuk menjabat sebagai kurator haruslah memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebagai tolak ukur calon-calon kurator tersebut yaitu memiliki
keahlian khusus yang diuji dengan suatu standar tertentu, yang dilakukan oleh asosiasi kurator dan pengurus yang harus terdaftar di Departemen Kehakiman dan
Hak Azasi Manusia HAM.
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membebani tanggung jawab dalam setiap penunjukan dan pengangkatan kurator. Hal ini berarti, setiap kurator yang
ditunjuk yang diangkat dan ditunjuk oleh hakim pengadilan niaga mempunyai tanggung jawab sebagaimana diatur oleh Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan
PKPU, yang menyatakan bahwa kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan
yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
F. Metode Penulisan