Sistematika Penulisan Kurator Dalam Proses Kepailitan

menganalisis secara sistematis buku-buku, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 5. Analisis data Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif digunakan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Analisis data dilakukan dengan: 1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan penelitian. 3. Menarik kesimpulan dengan menjawab setiap permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memenuhi makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain dapat dilihat sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS Memberikan pemahaman tentang kurator di dalam proses kepailitan, kepailitan perseroan terbatas, dan kewenangan kurator dalam kepailitan perseroan terbatas. BAB III : TANGGUNG JAWAB KURATOR TERHADAP KERUGIAN HARTA PAILIT PERSEROAN TERBATAS Memberikan pemahaman tentang tugas dan kewenangan kurator, tanggung jawab kurator, kerugian harta pailit perseroan terbatas dan tanggung jawab kurator terhadap kerugian harta pailit perseroan terbatas. BAB IV : AKIBAT HUKUM PERALIHAN KEWENANGAN DIREKSI KEPADA KURATOR Merupakan pembahasan yang terdiri dari : 1. kewenangan direksi perseroan terbatas, 2. Akibat hukum kepailitan perseroan terbatas terhadap harta perseroan terbatas, 3. akibat hukum peralihan kewengan direksi kepada kurator PT yang pailit, BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang memuat secara keseluruhan hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

A. Kurator Dalam Proses Kepailitan

Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga Pasal 15 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU. Pihak debitor, kreditor atau pihak yang berwenang hanya mempunyai hak untuk mengajukan usul pengangkatan kurator. Apabila pihak debitor, kreditor atau pihak yang berwenang tidak mengajukan usul pengangkatan kurator, maka Balai Harta Peninggalan BHP akan bertindak sebagai Kurator. Dalam Pasal 15 UU Kepailitan dan PKPU ditegaskan bahwa : 1. Dalam Putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan; 2. Dalam hal Debitor, Kreditor, atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan kurator kepada pengadilan maka Balai Harta Peninggalan diangkat sebagai Kurator; 3. Kurator yang diangkat harus independent, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor, dan tidak sedang menangani perkara Kepailitan dan PKPU, lebih dari 3 tiga perkara. 4. Dalam Jangka waktu paling lambat 5 lima hari setelah tanggal putusan pernyataan pailit diterima oleh Kurator dan Hakim Pengawas, Kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Paling sedikit 2 dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut : a. Nama, alamat, dan pekerjaan debitor; b. Nama Hakim Pengawas; c. Nama, alamat, dan pekerjaan Kurator; d. Nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditor sementara apabila telah ditunjuk; dan e. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama. 10 Penunjukan sebagai kurator tidak selalu selesai setelah penyelesaian penugasan; kurator dapat mengundurkan diri atau digantikan kurator lain. 1. Pengadilan dapat, setelah mendengar kurator, mengganti kurator tersebut dan mengangkat kurator pengganti atau kurator tambahan atas permintaan atau usulan: i kurator sendiri, ii kurator lainnya, jika ada; iii Hakim Pengawas; atau iv debitur pailit. Selain itu, Pengadilan wajib mengganti kurator, atas permohonan kreditur melalui keputusan rapat kreditur. 2. Jika akan mengundurkan diri, kurator menyatakan pengunduran diri secara tertulis kepada Pengadilan, dengan tembusan kepada Hakim Pengawas, panitia kreditur, debitur atau kurator lainnya, jika ada. 10 Lihat Pasal 15 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU. 3. Dalam bagian ini, kurator terdahulu adalah kurator yang belum menyelesaikan proses penugasannya sebagai kurator, namun penugasannya sebagai kurator diganti dengan alasan apapun. Sementara kurator pengganti adalah kurator yang menggantikan kurator terdahulu dalam suatu penugasan. 4. Kurator terdahulu wajib: 1. Menyerahkan seluruh berkas-berkas dan dokumen, termasuk laporan- laporan dan kertas kerja kurator yang berhubungan dengan penugasan kepada kurator pengganti dalam jangka waktu 2 x 24 jam; dan 2. Memberikan keterangan selengkapnya sehubungan dengan penugasan tersebut khususnya mengenai hal hal yang bersifat material serta diperkirakan dapat memberikan landasan bagi kurator pengganti untuk memahami permasalahan dalam penugasan selanjutnya. 5. Kurator terdahulu wajib membuat laporan pertanggungjawaban atas penugasannya dan menyerahkan salinan laporan tersebut kepada kurator pengganti. 11 Ini berarti keputusan untuk menggantimengangkat lagi kurator atas permohonan kurator sendirikurator lainhakim pengawasdebitur pailit adalah diskresi hakim wewenang hakim. Hakim berwenang untuk mengangkat atau tidak mengangkat atau mengganti atau tidak mengganti kurator tersebut. 11 http:www.krediturpailit.wordpress.comstandart-kreditur-pengurus-Indonesia,diakses terakhir tanggal 11-1-2011. Berbeda dengan yang diatur dalam Pasal 71 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, pada Pasal 71 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU mengatakan bahwa “Pengadilan harus memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan atau usul kreditor konkruen berdasarkan putusan rapat kreditor yang diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 UU Kepailitan dan PKPU, dengan persyaratan putusan tersebut diambil berdasarkan suara setuju lebih dari ½ jumlah kreditor konkruen atau kuasanya yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari ½ jumlah piutang kreditor konkruen atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. 12 Imbalan jasa yang harus dibayar kepada Kurator ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kehakiman sekarang Hukum dan HAM melalui keputusannya No. M.09-HT.05.10 Tahun 1998 Tanggal 12 Desember 1998 tentang Pedoman besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus menetapkan bahwa imbalan jasa adalah upah yang harus dibayarkan sebagai berikut : 1. Dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamaian accord, besarnya imbalan jasa bagi kurator adalah sebesar suatu presentase dari nilai hasil harta pailit di luar utang sebagaimana ditentukan dalam perdamaian dengan perhitungan : Sampai dengan Rp 50 miliar 6 12 Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 143-144. Kelebihan di atas Rp 50 miliar sd Rp 250 miliar 4,5 Kelebihan di atas Rp 250 miliar sd Rp 550 miliar 3 Kelebihan di atas Rp 500 miliar 1,5 2. Dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, besarnya imbalan jasa adalah sebesar suatu presentase dari hasil pemberesan harta pailit di luar utang, yaitu : Sampai dengan Rp 50 miliar 10 Kelebihan di atas Rp 50 miliar sd Rp 250 miliar 7,5 Kelebihan di atas Rp 250 miliar s.d Rp 550 miliar 5 Kelebihan di atas Rp 500 miliar 2,5 3. Dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak ditingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh hakim dan dibebankan depada kredior. Dalam menentukan imbalan jasa ini hakim wajib mempertimbangan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dari kurator sementara yang bersangkutan dengan ketentuan paling tinggi 2 dua persen dari harta debitur. Selain usaha atau imbalan jasa di atas, kurator dapat melakukan jasa penjualan kekayaan debitur, yaitu sebesar 2 1 2 dua setengah persen dari hasil penjualan yang dilakukan oleh kurator. 4. Besarnya imbalan jasa bagi Kurator Tambahan, maka besarnya imbalan jasa ditentukan oleh rapat kreditor yang memutuskan pengangkatan kurator tambahan 5. Imbalan Jasa bagi Kurator Pengganti, besarnya imbalan jasa bagi kurator yang diganti dan kurator yang mengganti ditentukan berdasarkan perbandingan nilai harta pailit yang diurus danatau dibereskan. 6. Imbalan Jasa bagi Kurator yang Dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan, pedoman besarnya jasa bagi kurator yang dilakukanJ oleh Balai Harta Peninggalan, berlaku ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman sekarang Hukum dan HAM No : M.02-UM.01.06 Tahun 1993 tentang Penetapan Biaya Pelayanan Jasa Hukum Di Lingkungan Kantor Balai Harta Peninggalan Departemen Kehakiman. 13 Kurator dalam melaksanakan tugas dan pengurusan dan pemberesan harta pailit, tidak akan berhasil tanpa bantuan dari pihak yang terkait langsung dengan proses kepailitan tersebut. Meskipun kurator dengan proses kepailitan diberi kekuasaan penuh untuk melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit sejak debitur dinyatakan pailit, namun tanpa bantuan dan kerja sama dari pihak yang terkait langsung dengan kepailitan, maka kurator tidak akan berhasil dengan baik atau bahkan akan gagal sama sekali. Dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh kurator, kerja 13 Ahmad yani Gunawan Widjaya, Kepailitan seri hukum bisnis, Jakarta : Raja Grafindo, 2004, hal. 69-73 . sama maksimal yang diharapkan terlibat langsung di luar kurator dan menjadi sorotan adalah debitur pailit, kreditor, dan hakim pengawas. Debitor sebagai pihak yang dinyatakan pailit, kreditor sebagai pihak yang berhak mendapatkan hak atas harta debitur pailit, dan hakim pengawas, sebagai pengawas dan pemberi persetujuan atas kerja pengurusan dan pemberesan yang dilakukan kurator, yang sekaligus sebagai tempat debitor dan kreditor menyampaikan hal yang mereka inginkan atau tidak inginkan untuk dilakukan oleh kurator, adalah pihak yang akan membantu kelancaran tugas kurator jika bekerja sama dengan baik, dan menjadi penghambat jika tidak membantu kerja kurator. 14 1. Hubungan Kurator dan Debitur Pailit Selain kemampuan individual kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit sangat dituntut, hal yang paling penting untuk menyukseskan tugas seorang kurator, adalah kerjasama yang baik dari debitur pailit. 15 Berdasarkan hal tersebut diatas, kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitur pailit. Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitur pailit dapat menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan debitur pailit, terlebih jika debitur dinyatakan pailit karena permohonan kreditor. Pada situasi ini, debitor akan senantiasa berpikir bahwa tindakan kurator adalah semata untuk keuntungan kreditor dan tidak memperhatikan kerugian yang diderita oleh si 14 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta : Rajawali Pers, 2004, hal. 93-94. 15 Ibid. debitor. Hal ini berbeda jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh debitur pailit sendiri. Dalam hal ini kurator akan memperoleh kerja sama yang baik dari debitor pailit. 16 Untuk memperoleh kerja sama yang baik dari debitor, tidak bararti kurator harus mengikuti keinginan debitur demi terciptanya keharmonisan hubungan, tapi dalam kerangka professional, seorang kurator harus tetap berada pada jalur bahwa ia wajib menyelamatkan harta pailit. Oleh karena itu, kurator wajib memberitahukan dan mengingatkan debitur pailit secara tertulis tentang kewajiban dan larangan atau pembatasan yang harus dipatuhinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 17 Namun demikian, jika debitur dinilai tidak kooperatif, yaitu apabila mereka menolak, baik jika diminta kurator atau tidak, untuk bekerja sama dalam menjalankan proses kepailitan, kurator harus tetap berusaha untuk memperoleh harta debitor pailit dengan cara-cara yang ditentukan dalam aturan kepailitan. 18 Debitor harus memahami bahwa tindakan kurator bukanlah semata untuk kepentingan kreditor, melainkan untuk kepentingan si debitor juga. Oleh karena itu, kerja sama dengan debitor sangat diharapkan. Kerja sama yang dimaksud antara lain : 1. Memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit pailit secara lengkap dan akurat; 2. Menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya 16 Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia. No. 343 angka 01. 17 Imran Nating, Op. Cit, hal. 95. 18 Ibid. pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri; 3. Jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya; dan 4. Tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator. 19 Terhadap debitor pailit yang tidak kooperatif, kurator mengusulkan kepada hakim pengawas untuk dapat diambil tindakan-tindakan hukum agar debitor pailit dapat segera mematuhi proses kepailitan. Tindakan ini dapat bervariasi, misalnya dengan meminta hakim pengawas untuk mengeluarkan surat panggilan yang bertujuan untuk menghadirkan debitur pailit ke muka persidangan atau rapat kreditor, menyampaikan surat teguran yang memerintahkan debitur agar mematuhi tindakan-tindakan khusus dalam kepailitan, atau meminta hakim pengawas untuk menggunakan isntrumen yang tersedia dalam UU Kepailtan. 20 Sebaliknya, tidak semua tindakan hukum yang dilakukan oleh kurator harus dengan begitu saja diterima oleh debitur pailit. Debitor pailit dibolehkan dengan surat permohonan mengajukan perlawanan yang ditujukan kepada hakim pengawas terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh kurator ataupun meminta dikeluarkannya perintah hakim, supaya kurator melakukan suatu perbuatan yang sudah dirancangkan. 21 Seorang debitor, untuk menyukseskan proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, diharapkan agar secara moral membantu tugas kurator. Antara lain dengan memberi keterangan tentang keberadaan hartanya secara lengkap kepada kurator. Dengan sebaliknya, kurator harus bisa dengan kemampuannya yang 19 Ibid. 20 Ibid. hal. 96. 21 Ibid. dimilikinya untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit, demi untuk kepentingan para kreditor dan debitor pailit. Pada posisi inilah seseorang kurator sangat dituntut untuk independent, sehingga tidak terbebani untuk mengikuti kepentingan kreditor atau debitor. 22 Seorang kurator sebelum memulai tugasnya, dalam hubungannya dengan debitor pailit, harus betul-betul memerhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Keadaan objektif debitur pailit, yang meliputi : 1. Jenis usaha dan skala ekonomis debitur pailit; 2. Kondisi fisik usaha debitur; 3. Uraian harta kekayaan dan utang debitur pailit; dan 4. Keadaan arus kas cash flow debitor pailit. b. Kerja sama dari debitor pailit. c. Kondisi sosial ekonomi yang timbul sebagai akibat pernyataan pailit. 23 Hubungan kurator dan debitur berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, kurator wajib melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitor. 24 2. Hubungan Kurator dan Kreditor Sukses tidaknya pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator, tidak hanya ditentukan oleh kerja sama yang baik dari 22 Ibid, hal, 97-98. 23 Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia, No. 345 angka 04. 24 Imran Nating, Op. Cit. hal. 99. debitor pailit, tapi juga dari kreditor debitor pailit. Kerja sama yang aktif dari kreditor akan mempermudah kerja kurator. 25 Kreditor, dalam hal pendataan harta debitor pailit misalnya, diminta atau tidak diminta oleh kurator harus menunjukkan kepada kurator jumlah dan lokasi aset harta debitor pailit. 26 Dalam proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit hanya satu atau dua kreditor, namun pada saat debitor dinyatakan pailit, maka yang berhak mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan permohonan pailit tetapi semua kreditor dari debitur pailit. Dalam menjalin kerja sama dengan para kreditor, sulit bagi kurator jika harus berhubungan dengan organ perorangan dari para kreditor. Untuk itu, dibentuklah panitia kreditor yang selanjutnya menjadi lembaga bagi para kreditor debitor pailit. Hal ini mempermudah kerja kurator karena ia tidak harus berurusan dengan semua kreditor tapi cukup dengan panitia kreditor. 27 Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh kurator, jika oleh kreditor dianggap merugikan, kreditor dapat melakukan perlawanan terhadap perbuatan hukum kurator tersebut. Perlawanan ini diajukan kepada hakim pengawas kreditor dapat meminta kepada hakim pengawas untuk memerintahkan kurator melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. Selanjutnya hal yang tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh kreditor dalam rangka menyukseskan tugas kurator adalah membantu kurator secara terbuka untuk menunjukkan keberadaan harta 25 Ibid. 26 Ibid . 27 Ibid . dari debitur pailit yang diketahuinya. Kemudian kreditur juga harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh UU Kepailitan dan PKPU atau putusan rapat panitia kreditor. 28 3. Hubungan kurator dan Hakim Pengawas Dalam pelaksanaan tugas, baik hakim pengawas maupun kurator harus sama-sama saling memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat diperlukan, terlebih-lebih apabila memenuhi debitur atau kreditor yang kurang mendukung kelancaran penyelesaian sengketa. 29 Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi hakim pengawas dan kurator lancar, hakim pengawas seringkali ragu secara tegas dan langsung membantu tugas kurator, misalnya menindak debitor yang tidak kooperatif. 30 Apapun tindakan yang dilakukan oleh kurator dan hakim pengawas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU atau tindakan yang tidak dilarang oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, keduanya harus senantiasa berada dalam posisi bahwa mereka bertindak untuk kepentingan kreditor dan debitur. Oleh karena itu, upaya meningkatkan nilai harta pailit juga untuk kepentingan kreditor dan debitur. Hakim pengawas haruslah percaya akan kemampuan kerja seorang kurator. Untuk itu, terhadap keinginan atau ide-ide kurator untuk meningkatkan nilai harta 28 Ibid, hal. 101 . 29 Parwoto wignjosumarto,”Peran dan Hubungan Hakim Pengawas dengan KuratorPengurus serta Permasalahannya dalam Praktik Kepailitan dan PKPU”, Makalah disampaikan pada Lokakarya Kurator dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis, Jakarta, 2002. 30 Terhadap kenyataan ini Pusat Studi Hukum dan Kebijakan PHSK yang telah melakukan survey terhadap kinerja kurator, memberi solusi, bahwa kedepannya, hubungan kerja kurator dan hakim pengawas harus diperjelas, terutama penggunaan kewenangan memaksa dari hakim pengawas sebagai penegak hukum. pailit, selama tidak bertentangan dengan peraturan kepailitan, kehendaknya mendapatkan dukungan dari hakim pengawas. Kenyataan menunjukkan bahwa terhadap kerja pengurusan dan pemberesan harta pailit, seorang kurator tentulah jauh lebih paham dan lebih mengerti medannya, ketimbang hakim pengawas. Untuk itu, saling percaya dan tanggung jawab antara kurator dan hakim pengawas sangat diharapkan. Kepailitan dapat dicabut oleh pengadilan atas usul hakim pengawas pada tingkat awal, berhubungan diterimanya laporan dari kurator yang telah mengadakan pencatatan harta benda si pailit, dan di dapati bahwa kekayaan si pailit sangat sedikit, sehingga tidak cukup untuk menutupi biaya kepailitan. 31 B. Kepailitan Perseroan Terbatas Adapun jenis kegiatan yang dilakukan oleh perseroan terbatas sebagai sebuah perusahaan yang menjalankan usahanya harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, atau kesusilaan. 32 Dasar hukum yang mengatur terbentuknya suatu perseroan terbatas adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dasar hukum dalam melaksanakan pengelolaan perseroan terbatas ada pada pedoman yang disepakati dalam anggaran dasar dari perseroan terbatas. 31 Imran Nating, Op. Cit. hal. 107. 32 Iman Syaputra tunggal dan Amin Wijaya Tunggal, Undang-Undang Perseroan Terbatas Indonesia beserta Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta : Harvarindo, 2000, Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas, hal. 66. Perseroan terbatas merupakan badan hukum rechtspersoon sehingga perseroan terbatas merupakan subjek hukum mandiri atau persona standi in judicio. Sejauh menyangkut kedudukannya di muka hukum, perseroan seperti halnya orang-perorangan adalah mengemban hak dan kewajiban. Walaupun perseroan terbatas adalah suatu subjek hukum mandiri, pada hakikatnya perseroan terbatas adalah suatu “artificial person” karena merupakan produk kreasi hukum. Kenyataannya ini menjadi sebab mengapa perseroan terbatas memiliki organ- organ tertentu seperti RUPS, direksi, dan komisaris untuk dapat melakukan perbuatan hukum. 33 Di sini akan mengangkat pembahas mengenai direksi sebagai salah satu organ perseroan terbatas. Direksi merupakan organ perseroan terbatas yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang mencakup maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaimana dimuat dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian maka direksi juga memiliki kewewenangan dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Kepengurusan oleh direksi tidak terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin sehari-hari. 33 Ibid, hal. 54 . Direksi berwenang dan wajib mengambil inisiatif dan membuat rencana masa depan perseroan dalam mewujudkan maksud dan tujuan perseroan. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa kewenangan direksi untuk melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan tidak terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan, melainkan juga meliputi perbuatan-perbuatan yang menurut kebiasaan, kewajaran dan kepatutan dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan dalam rumusan maksud dan tujuan perseroan. 34 Direksi perseroan terbatas tersebut melakukan perbuatan hukum mengenai harta kekayaan perseroan terbatas untuk melaksanakan maksud dan mencapai tujuan dari perseroan terbatas. Dalam melaksanakan maksud dan tujuan dari perseroan terbatas tersebut maka perseroan terbatas melakukan suatu perjanjian maupun perikatan dengan badan hukum lain maupun yang bukan badan hukum. Semua perikatan tersebut menjadi hutang bagi perseroan terbatas selaku debitor dan apabila tidak dipenuhi sebagaimana telah dijanjikan dalam suatu perjanjian, maka memberikan hak kepada kreditor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada perseroan terbatas sebagai debitor dengan catatan adanya kreditor lain. Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang memiliki kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga. Dengan telah ditetapkannya suatu perusahaan 34 Rachamadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004, hal. 166. dalam keadaan pailit berarti bahwa kekayaan debitor akan berada di bawah sita umum dan debitor demi hukum telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya karena dianggap tidak mampu lagi. Pada prakteknya pelunasan kewajiban perseroan kepada kreditornya sangat bergantung pada kehendak, dan itikad baik perseroan, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh direksi perseroan. Kepailitan merupakan suatu istilah teknis yang menunjuk pada suatu keadaan dimana debitor yang dinyatakan pailit tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus harta kekayaannya. Kewenangan tersebut oleh Pengadilan dilimpahkan kepada Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Selama kepailitan berlangsung, pada prinsipnya debitor pailit tidak berhak dan berwenang lagi untuk membuat perjanjian yang mengikat harta kekayaannya. Setiap perjanjian yang dibuat oleh debitor pailit selama kepailitan berlangsung tidak mengikat harta pailit, oleh karena salah satu tujuan kepailitan adalah untuk melakukan pemberesan atas harta pailit untuk kepentingan para kreditor. 35 Kepailitan badan hukum tidak mengurangi kewenangan dan kecakapan bertindak pengurusnya. Kepailitan tidak menyentuh status hukum badan hukum, mengingat bahwa kepailitan hanya mencakup harta kekayaan badan hukum. Badan hukum sebagai sebjek hukum mandiri tetap cakap bertindak dan oleh karena itu pada dasarnya direksi tetap memiliki kewenangan berdasarkan hukum. 36 35 Fred BG Tumbuan, “Pembagian Kewenangan antara Kurator dan Organ Perseroan Terbatas”, lokakarya Terbatas Masalah Kepailitan dan Hukum Bisnis lainnya, Jakarta, 2004, hal. 247. 36 Ibid. Dalam hal ini berarti direksi peseroan terbatas tetap berwenangan mewakili perseroan secara sah dalam melakukan setiap perbuatan hukum, baik yang berhubungan dengan hak dan kewajibannya, sejauh perbuatan hukum tersebut bukan merupakan pengurusan dan perbuatan pengalihan berkenaan dengan kekayaan perseroan tercakup dalam harta pailit. 37 Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab pernuh atas pengurusan perseroan serta mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam Pasal 97 ayat 3 dinyatakan bahwa direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahan dan kelalaiannya. Dalam Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU secara tegas dinyatakan bahwa debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, dalam hal kepailitan perseroan terbatas maka direksi perseroan terbatas akan kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya. Dengan adanya penyataan kepailitan terhadap perseroan terbatas maka semua hal yang berhubungan dengan pengurusan dan pemberesan terkait dengan harta kekayaan akan diambil alih oleh kurator. Tetapi diluar harta kekayaan direksi tetap mempunyai hak dan kewajibanya yang lain. Pasal 104 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa dalam hal kepailitan karena kesalahan atau kelalaian direksi dan 37 Ibid . harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kerpailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Ketentuan tersebut merupakan perwujudan dari kewajiban direksi terhadap kreditor perseroan. Dengan kata lain Undang-Undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa salah satu kewajiban direksi perseroan terbatas adalah memperhatikan kepentingan para kreditor perseroan .

C. Kewenangan Kurator Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas