Ketententuan Utang dalam Pertimbangan Hakim

putusan. Dan menganggap bahwa Pengadilan Niaga tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.Upaya hukum kasasi yang dilakukan oleh PT.Telkomse1 Tbk. tersebut memberi hasil bahwa sebenarnya PT.Telkomsel Tbk. tidak salah, dan tidak seharusnya sampai diberi putusan pailit.

B. Ketententuan Utang dalam Pertimbangan Hakim

Mengenai tentang pengertian utang ada diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 37 Tahun 2004 yang mengatakan bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur. Dalam pasal 2 UU No 37 Tahun 2004 ada dinyatakan bahwa “debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayat lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakn pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”. Berdasarkan dari ketentuan dari pertimbangan Majelis Hakim Niaga yang menyatakan bahwa pada tanggal 25 Jimi 2012 terdapat suatul kekeliruan, dimana sepertinya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memahami atau sangat keliru dalam mempertimbangkan pengertian dari hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Apabila dilihat berdasarkan dari suatu penimbangan hukum,dari pihak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberi suatu pemyataan bahwa sebenarnya PT.Prima Jaya Informatika telah memberi surat peringatan Somasi kepada pihak PT.Telkomse1 Tbk, yang dimana atas suatu PO yang tertanggal 20 Juni 2012 pada akhimya menimbulkan suatu utang sebesar Rp.2.595.000.000 dua miliar lima rams sembilan puluh lima juta rupiah yang sebenarnya telah jatuh tempo pada tanggal 25 Juni 2012 yang disertai dengan PO nya juga pada tanggal 21 Juni 2012 sebesar Rp.3.025.000.000 tiga miliar dua puluh lima juta rupiah; yang telah dinyatakan jatuh tempo pada tanggal 25 Juni 2012. Dapat dilihat bahwa pertimbangan hukum tersebut adalah tidak benar, apalagi kalau dibandingkan dengan adanya suatu ketentuan kasasi yang tertanggal 27 Maret 2012. Disini Majelis Hakim terlihat seperti memihak, padahal menurut Prof.M.Yahya Harahap dalam bukunya yang benjudul “Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian dan Putusan Pengadilan” terbitan Sinar Grafika, tahun 2005 halaman 73 ada dijelaskan tentang suatu kewajiban dari seorang hakim untuk melaksanakan asas audi et alteram partem dengan memberikan kesempatan yang sama bagi kedua pihak yang berperkara untuk mengajukan pembelaan atas hak dan kepentingan hukumnnya masing- masing. Oleh karena im hakim haruslah menegakkan asas Imparasialitas. Dimana pengenian asas Imparasialitas tersebut adalah “Asas Imparasialitas imapartiality mengandung pengertian yang luas meliputi : 1. Tidak memihak impartial 2. Bersikap jujur atau adil fair and just UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Tidak bersikap diskriminatif tetapi menempatkan dan mendudukan para pihak yang berperkara dalam keadaan setara di depan hukum equal before the law. Dengan melihat pengertian asas impersialitas tersebut, pengadilan atau Hakim tidak boleh bersikap memihak, menyebelah kepada salah satu pihak. Hakim tidak dibenarkan menjadikan proses pemeriksaan persidangan hanya menguntungkan kepentingan salah satu pihak, jalannya suatu proses pemeriksaan harus benar-benar jujur dan adil. Seperti apa yang telah diuraikan diatas sebelumnya bahwa temyata Purchase Order yang tertanggal 20 Juni 2012 dan Purchase Order tanggal 21 Juni 2012 tersebut tidaklah disetujui oleh PT.TeIkomseI Tbk, dikarenakan adanya alasan suatu pelanggaran dari PT.Prima Jaya Informatika berdarkan dari perjanjian kerjasama dan juga adanya tindakan ingkar janji yang dilakukan oleh PT.Prima Jaya lnformatika yang temyata tidak melakukan pembayaran terhadap PO yang tertanggal 9 Mei 2012 sebesar Rp.4.800.000.000. Padahal pesanan tersebut sebenarnya telah disetujui sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi PT.Telkomse1 Tbk. Dengan adanya tidak persetujuan terhadap pemesanan tersebut, maka kewajiban dari PT. Prima Jaya Informatika untuk melakukan pembayaran atas PO tersebut tidak jatuh tempo kepada PT.Telkomse1 Tbk. pada tanggal 25 Juni 2012. Padahal, PT.Prima Jaya Informatika sendiri belum melakukan penyetoran atau pembayaran sebesar Rp.2.595.000.000 dua miliar lima ratus sembilan puluh lima juta rupiah, untuk PO yang tertanggal 20 Juni 2012 dan juga tidak adanya UNIVERSITAS SUMATERA UTARA melakukan suatu pembayaran sebesar Rp.3.025.000.000 tiga miliar dua puluh lima juta rupiah terhadap PO yang tertanggal 21 Juni 2012, jadi sepertinya tidak mungkin apabila PT.Prima Jaya Informatika memberi suatu pernyataan bahwa memiliki suatu piutang sebesar Rp.5.620.000.000 kepada pihak PT.Telkomsel Tbk,padaha1 sebenamrya dari pihak PT.Prima Jaya Informatika sendiri pun belum melakukan pembayaran apapun kepada PT.Telkomsel Tbk. terkait dengan PO tersebut. Berdasarkan dari Pasal 1457 KUHPerdata tersebut dapat dikaitkan dengan gagalnya PT.Prima Jaya Informatika dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut dan secara khusus tidak dibayarkannya PO yang tertanggal 9 Mei 2012 sebagai dasar dari penolakan PT.Telkomse1 Tbk. terhadap kedua PO tersebut. Dengan demikian kewajiban dari PT.Prima Jaya Informatika untuk melakukan pembayaran terhadap harga barang yang dipesan tersebut juga tidak menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih. Dapat dilihat, bahwa sebenarya Majelis Hakim Niaga tidak melaksanakan tugasnya secara adil dan jujur. Sungguh sangat tidak beralasan dan tendensius pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Niaga yang memberi pernyataan bahwa dasar dari jatuh temponya utang dari PT.Prima Jaya Informatika kepada PT.Telkomsel Tbk adalah akibat adanya surat peringatan somasi yang tertanggal 28 Juni 2012, yang telah diajukan oleh kuasa hukum dari pihak PT.Prima Jaya Informatika kepada PT.Telkomse1 Tbk. Kedudukan dan fungsi dari hakim tersebut berdasarkan dari UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009 dalam memeriksa dan memutuskan dalam hal terjadinya suatu sengketa sangat UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bertentangan dengan sikap Majelis Hakim Niaga dalam kasus PT.Telkomsel Tbk melawan PT.Prima Jaya Informatika ini, yang cenderung hanya mendukung dan menguatkan maksud dari PT.Prima Jaya Informatika semata. Adanya ketidakmampuan ataupun kesalahan yang dilakukan oleh Majelis Hakim dalam memahami wanprestasi dan akibat idari wanprestasi tersebut, dimana hal itu terjadi akibat dengan adanya menerima sejumlah tagihan yang diajukan oleh PT.Prima Jaya informatika sebesar Rp.5.260.000.000 lima miliar dua ratus enam puluh juta rupiah sebagai tagihan yang telah jatuh tempo. Majelis Hakim Pengadilan Niaga sama sekali tidak memeriksa ataupun mempertimbangkan fakta-fakta dari kegagalan dari PT.Prima Jaya Informatika dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan dari perjanjian kerjasama yang telah diajukan dalam jawaban o1eh PT.Telkomsel Tbk. Adanya fakta-fakta kcgagaan wanprestasi yang dilakukan oleh PT.Prima Jaya Informatika tersebutlah yang dapat menjadi dasar dari PT.Te1komse1Tbk. untuk menolak PO pada bulan Juni 2012 tersebut. Apabila dapat dilihat sebenarnya Majelis Hakim Pengadilan Niaga hanya mengutip poin-poin dari kesaksian yang dapat member keuntungan bagi pihak PT. Prima Jaya Informatika saja. Dan juga adanya tindakan memutarbalikan berdasarkan fakta yang ada, sehingga berdasarkan dari hal tersebut sepertinya perlu menjadi bahan pertanyaan bagaimana sebenarnya pengetahuan dan kemandirian dari Majelis Hakim Niaga dalam hal memeriksa dan memutuskan perkara a qua. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sebenarnya Majelis Hakim Pegadilan Niaga pada akhrinya memberi suatu putusan mengapa PT.Telkomsel Tbk. dapat dinyatakan pailit adalah karena adanya pembuktian atas utang yang ada. Majelis Hakim tidak melihat besar atau kecilnya suatu utang tersebut dalam memutuskan perkara, utang timbul akibat adanya perjanjian kerjasama antara PT.Prima Jaya Informatika dengan PT.Telkomsel Tbk. yang dimana utang tersebut berdasarkan dari adanya kerugian yang berasal dari pihak PT.Prima Jaya Informatika. Dengan adanya unsur utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, kemudian adanya utang dengan pihak kreditur lain, hal inilah yang pada akhimya membuat Majelis Hakim Pengadilan Niaga member pertimbangan atas utang tersebut sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah selayaknya PT,Telkomsel Tbk dapat dinyatakan pailit.

C. Fakta atau Keadaan yang Terbukti Secara Sederhana