Struktur Keluarga Masyarakat Industri

nama keluarganya. Anak laki-laki angkat ini bisa diambil dari anak saudara kepala ie seperti adik laki-laki, sepupu, atau saudaranya yang lain termasuk keluarga istri. Akan tetapi, sering diambil anak laki-laki yang tidak punya hubungan kerabat dengan kepala ie. Dalam beberapa kasus, seorang pelayan atau orang kepercayaan kepala ie dapat diangkat menjadi anak atau menantunya. Dalam hubungan yang seperti ini, yang diperlukan adalah pengganti yang dapat meneruskan kelanggengan sebuah ie karena anak atau menantu angkat tersebut sama haknya dalam pewarisan seperti layaknya anak laki-laki kandung. Pada prinsipnya pengganti ini akan terus melanjutkan kelanggengan dan pengelolahan usaha pertanian ie.

2.2 Struktur Keluarga Masyarakat Industri

Perubahan-perubahan setelah perang dalam keluarga, kelihatannya secara umum telah dianggap sesuatu yang lazim. Gagasan mengenai perubahan dari ie menuju keluarga inti adalah salah satu contohnya. Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat ini dalam keluarga Jepang dapat dibagi secara luas ke dalam dua tipe. Pertama adalah masalah yang berhubungan dengan perubahan komposisi populasi, yang membuktikan bahwa jumlah anak-anak menurun dan proporsi orang-orang yang sudah tua semakin meningkat, adalah merupakan kasus di beberapa negara industri lainnya. Kedua adalah masalah yang berhubungan dengan diversitas pertumbuhan keluarga. Dalam masyarakat yang semakin makmur, lebih banyak orang yang ingin mengadopsi gaya hidup yang lebih berbeda, dan kebimbangan tertuju pada apa yang dianggap sebagai keluarga standar. Secara langsung maupun tidak langsung industrialisasi, demokratisasi, perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi telah memicu terjadinya perubahan sistem keluarga tradisional ie Jepang yang mengarah kepada terbentuknya sistem keluarga inti. Perubahan sistem keluarga Jepang tidak terjadi secara serta-merta atau sekaligus. Tetapi diawali dengan menurunnya jumlah anggota keluarga dan hubungan yang menjadi lebih sederhana dalam sebuah keluarga. Kemudian, disusul oleh perubahan fungsi keluarga. Pada keluarga petani, dimana sistem keluarga besar masih berlaku, penyusutan besarnya keluarga disebabkan oleh makin sedikitnya anak-anak yang dilahirkan dan sebab lainnya adalah kepergian anak-anak mereka yang bukan anak sulung, meninggalkan ie pada waktu lebih awal. Pada kota-kota besar, kecendrungan anak laki-laki sulung untuk mendirikan keluarga sendiri, lepas dari orang tuanya setelah mereka menikah, merupakan sebab utama terjadinya penurunan jumlah anggota keluarga. Perubahan besar dan cepat terjadi dalam kehidupan keluarga petani setelah sistem ie dihapuskan. Revisi terhadap kode hukum sipil setelah perang menolak dominasi ie secara hukum atas individu. Pasal 24 dalam undang-undang dasar secara tegas menyatakan pentingnya martabat individu dan kesamaan derajat antara pria dan wanita dalam kehidupan keluarga. Perkawinan dilaksanakan berdasarkan kesetiaan keduah belah pihak yang bersangkutan. Ini berarti asas-asas baru keluarga dalam pembentukan kode hukum sipil. Undang-undang baru ini melambangkan suatu revolusi dalam kehidupan keluarga Jepang Fukutake, 1989:44. Ada beberapa hal sebagai akibat langsung dari adanya perubahan undang-undang ini. Pertama, pengapusan mengenai ie dan kepala keluarga. Kedua, anak yang telah dewasa dapat menikah sesuai dengan keinginannya sendiri. Ketiga, penghapusan ketidakmampuan istri. Keempat, tanpa melihat ketidaksetiaan istri, suami yang tidak setia pun dapat menjadi alasan terjadinya perceraian. Kelima, urutan fuyou gimu kewajiban siapa-siapa yang memberikan fuyou hilang, di antara kerabat langsung saudara laki-laki perempuan saling bekerja sama dalam memberikan fuyou. Keenam, suksesi dalam pewarisan hilang, istri pun punya hak waris, dan baik anak laki-laki maupun perempuan punya hak waris yang sama. Undang-undang dasar yang mendeklarasikan persamaan jenis kelamin, memberikan persamaan hak dalam pewarisan terhadap anak laki-laki dan perempuan, juga mempunyai pengaruh besar dalam menaikkan posisi anak laki-laki bungsu dan anak perempuan. Kepala keluarga mulai mengurangi kekuasaannya, dan menantu perempuan mulai menerima perlakuan yang baik dari mertuanya. Pada saat bersamaan perubahan ekonomi mulai meruntuhkan struktur keluarga tradisional ie Befu, 1971:81. Berkembangnya teknologi pertanian menyebabkan petani Jepang telah sanggup meningkatkan produktivitasnya dalam persentase besar sejak permulaan era modern. Hal ini terlihat dari berkurang dratisnya proporsi rumah tangga pertanian dari 44,2 persen tahun 1930 menjadi 29,6 persen tahun 1960. Dalam tahun 1967 tenaga pertanian turun menjadi 19,3 persen dari total tenaga kerja seluruh Jepang. Perekonomian Jepang setelah perang meningkat dengan pesat sejak tahun 1950-an sampai tahun 1960-an. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi, sejak pertengahan tahun 1960-an seluruh keluarga mulai berurbanisasi ke kota, menjual atau meninggalkan seluruh harta kekayaannya. Salah satu alasan urbanisasi ini adalah perkembangan ekonomi yang cepat dan standar hidup yang tinggi, menyebabkan para petani tidak mampu menggarap tanah pertaniannya dengan biaya yang tinggi. Faktor ini telah mendorong petani miskin untuk meninggalkan pekerjaan warisan nenek moyangnya dan pergi ke kota Befu, 1971:71 Gejala pindahnya penduduk meninggalkan desanya untuk mencari kerja atau nafkah di kota ini dikenal dengan istilah dekasegi. Berdasarkan statistik pertanian dalam Nihon no Nogyou Sensus Pekerja Pertanian Sedunia Tahun 1970, jumlah pekerja dekasegi meningkat tajam, dari 180.000 orang pada tahun 1960 menjadi sekitar 550.000 orang pada tahun 1965. Dengan kata lain terjadi peningkatan sebanyak 370.000 orang dalam jangka waktu lima tahun. Pekerja dekasegi ini umumnya pergi ke kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, dan Nagoya serta ke kota industri lainnya Yamamoto dalam Putri Elssy:2012 Dengan meningkat pesatnya pekerjaan di bidang industri ini, anak laki-laki bungsu dan anak perempuan mulai meninggalkan tanah pertanian keluarganya dan tinggal jauh dari wewenang atau kekuasaan ayahnya. Perkembangan ini telah memperlemah struktur corporate keluarga sebagai suatu grup yang berorientasi pada pertanian. Beberapa kewajiban terdahulu dari kepala keluarga, seperti mengelola tanah pertanian, mengontrol anggota keluarga, dan memohon bantuan nenek moyang untuk pekerjaan-pekerjaan keluarga, mulai kehilangan arti Befu, 1971:81. Bidang pertanian tidak lagi menjadi perioritas ketika perhatian bergeser kepada kemajuan ekonomi. Kota telah menjadi daya tarik bagi anak muda. Orang-orang muda pada usia produktif pergi meninggalkan desanya untuk mencari pekerjaan di tempat lain, dan meninggalkan wanita dan orang tua bekerja di ladang. Pertambahan jumlah rumah tangga, di mana ibu dan laki-laki tua menjadi tenaga kerja pertanian, diikuti oleh penurunan jumlah rumah tangga yang mengandalkan pendapatannya dari pertanian Fukutake, 1989:12. Dengan kata lain, setelah sistem ie dihapuskan dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan industrialisasi, struktur rumah tangga Jepang mengalami perubahan dengan pesat. Konsep ie dalam struktur rumah tangga diganti dengan konsep family keluarga seperti di Barat. Konsep family atau keluarga sebagai unit kekerabatan diperkenalkan oleh G.P. Murdock 1971:358 sebagai berikut: “Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang dicirikan oleh tempat tinggal bersama, kerja sama ekonomi, dan reproduksi perkembangbiakan. Di dalamnya termasuk kedua jenis kelamin dewasa, sedikitnya dua orang yang menjaga hubungan secara seksual yang diakui oleh masyarakat, dan satu atau lebih anak, anak kandung atau anak angkat, secara seksual tinggal bersama sebagai pasangan suami istri. Keluarga dibedakan dari perkawinan, yaitu suatu adat kebiasaan kompleks yang berpusat pada hubungan antara suatu pasangan dewasa yang bergaul secara seksual dalam keluarga. Perkawinan menetapkan tata cara membentuk dan mengakhiri hubungan seperti itu, tingkah laku normatif dan kewajiban timbal balik di dalamnya, dan secara lokal menerima pembatasan terhadap personalnya”. Adapun yang dimaksud dengan nuclear family keluarga inti, menurut Murdock, secara khusus adalah perkawinan pria dan wanita dengan keturunannya, meskipun dalam kasus-kasus perseorangan satu atau lebih anggota tambahan mungkin tinggal dengan mereka. Murdock dalam Alimansyar:2004 mendefinisikan keluarga inti sebagai : keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri dan anak-anak yang belum menikah. Secara lebih detail Ishikawa menjabarkan bahwa keluarga inti memiliki ciri : 1 Kelompok yang tinggal bersama dalam satu rumah.2 Kelompok ini memiliki hubungan terkecil di antara sesama anggota keluarga yaitu : suami-istri, orang tua-anak, dan saudara kandung abang-adik, kakak-adik. Secara lengkap dapat dibagi menjadi delapan kelompok yaitu : Suami-istri, ayah-putra, ayah-putri, ibu-putra, ibu-putri, saudara laki-laki-saudara laki-laki, saudara perempuan-saudara perempuan, saudara laki-laki-saudara perempuan.3 Kelompok ini melaksanakan empat fungsi sebagai syarat untuk kelangsungan hidup sebagai bagian dari masyarakat yaitu : seks, ekonomi, reproduksi dan pendidikan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anggota keluarga inti terdiri dari anggota yang memiliki hubungan darah yaitu : ayah, ibu dan anak belum dewasa atau belum menikah. Anak yang sudah menikah biasanya akan membentuk keluarga baru dan memisahkan diri dari orang tuanya. Dari pendapat Murdock itu terlihat perbedaan yang mendasar antara konsep ie dan nuclear family keluarga inti atau yang dikenal dengan istilah kaku kazoku dalam bahasa Jepang. Keluarga dalam konsep Barat lebih menekankan pada hubungan pria dan wanita atau suami-istri yang disahkan dengan perkawinan beserta dengan anak-anaknya, sedangkan ie sebagai unit kerja sama lebih menekankan pada hubungan anggotanya yang tinggal bersama tanpa memandang hubungan perkawinan dan kerabat atau nonkerabat.

2.3 Kehidupan Lansia di Jepang