Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa isolasi Jepang berlangsung selama kurang lebih 250 tahun pada zaman Edo yang dikenal juga dengan masa Tokugawa. Zaman Edo 1603-1867 adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa waktu itu berpusat di kota Edo Tokyo Situmorang, 1995:41. Masa Tokugawa ditandai oleh suatu sistem stratifikasi sosial yang resmi dan turun temurun. Kekuasaanlah yang menentukan status bukan kekayaan. Tingkat kedudukan rakyat jelata diatur sesuai pandangan tradisional yaitu, berdasarkan produktivitas mereka. Dan yang menjadi penguasa dalam sistem ini adalah kaisar, Shogun dan Tuan tanah feodal. Satu tingkat dibawahnya adalah samurai bushi, yang berkedudukan tinggi karena dia melaksanakan kekuasaan politik baik dalam bidang politik, maupun dalam jabatan sipil. Robert. N. Bellah;1992:35 Pada masa Ini Jepang mengisolasi diri dari hubungan dengan bangsa-bangsa lain oleh kekuasaan shogun Tokugawa. Hanya kepulauan Okinawa yang masih diperbolehkan berhubungan keluar, dan diberikan izin kepada Belanda untuk berdagang melalui pulau Deshima yang terletak di depan Nagasaki. Tetapi, ketika Amerika Serikat meningkatkan hubungan perdagangan dengan Cina, maka diperlukan pelabuhan-pelabuhan yang terletak antara Amerika Serikat dan Cina. Kemudian terjadinya perkembangan atau revolusi industri dan teknologi di Barat yang menghasilkan kapal-kapal bertenaga uap yang memungkinkan meluasnya daerah operasi negara-negara Barat, sehingga kepulauan Jepang menjadi daerah lintasan kapal-kapal. Akhirnya lambat laun politik isolasi tak dapat dipertahankan. Para ahli sejarah sepakat bahwa modernisasi di Jepang dimulai sejak Restorasi Meiji tahun 1868. Restorasi ini ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari keshogunan Tokugawa kepada kaisar Meiji. Restorasi ini sekaligus membuka jalan bagi modernisasi dan merupakan peristiwa penting dalam perkembangan sejarah Jepang. Karena pada zaman ini, Jepang mengakhiri pengasingan diri, serta tampil maju ke dunia internasional sebagai bangsa modern. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintahan Meiji untuk mengejar ketertinggalan mereka selama jaman Feodal. Salah satu diantaranya adalah pemerintah mengeluarkan dekrit yang dikenal dengan gokajonogo seimon lima dekrit kaisar yang salah satu isinya adalah mempelajari ilmu pengetahuan dari seluruh dunia untuk digunakan demi kemuliaan negara. Pendidikan merupakan sarana untuk menghasilkan tenaga kerja industri modern. Bukan hanya itu, untuk mendongkrak semangat juang rakyatnya pemerintah menggunakan semboyan “oitsuki oikuse”, yang artinya “mengejar dan melampaui”. Dengan semboyan ini dalam kurun waktu yang tidak begitu lama Jepang sudah dapat mengejar ketertinggalan mereka dari negara-negara Eropa Situmorang, 2000:22 Kebijakan lain yang dikeluarkan Meiji adalah mencanangkan industrialisasai dan peningkatan produksi, kemakmuran nasional, kekuatan militer; akibatnya ekonomi kapitalis Jepang mulai tumbuh dengan cepat. Kota-kota benteng pada zaman Tokugawa disulap dan berubah menjadi kota prefektur. Kemudian, daerah-daerah yang sebelumnya adalah desa- desa pertanian atau perikanan berkembang menjadi kota-kota baru. Kota-kota industri seperti Yawata, Kawasaki, dan Hitachi, yang baru berkembang setelah zaman Restorasi Meiji, merupakan contoh kongkrit dari pengaruh industrialisasi. Kota lain seperti Yokohama, Niigata, dan Aomori berkembang menjadi kota-kota penting setelah pembukaan pelabuhan- pelabuhan Jepang bagi perdagangan luar negeri. Munculnya kota-kota baru di Jepang setelah Restorasi Meiji disusul oleh pendiri pusat-pusat industri. Berbagai perusahaan didirikan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan upaya peningkatan hubungan dengan negara luar. Pergeseran dari batu bara terhadap minyak sebagai sumber energi mempunyai pengaruh yang sangat besar pada penempatan industri. Selain itu, keputusan Jepang untuk melakukan invasi keberbagai tempat juga menuntut industri peralatan Jepang. Tidak dapat disangkal lagi kehadiran kota-kota sebagai pusat industri dan perdagangan ini merupakan faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan keluarga. Banyak teori yang mengemukakan bahwa perubahan keluarga pada masa ini seiring dengan kemajuan yang didatangkan oleh “industrialisasi dan urbanisasi”. Perubahan besar dan cepat terjadi dalam kehidupan keluarga di Jepang khususnya sesudah perang. Industrialisasi mempercepat perubahan struktur keluarga. Perubahan struktur keluarga di sini adalah struktur keluarga Jepang dalam konsep ie menjadi struktur keluarga kaku kazoku keluarga inti. Selain industrialisasi, penyebab lainnya adalah dengan dihapuskannya sistem ie, konsep keluarga inti menjadi konsep keluarga baru di Jepang. Berbeda dengan sistem keluarga tradisional ie dimana anggota keluarga terdiri dari kerabat dan nonkerabat dan memungkinkan dua atau tiga generasi tinggal bersama, keluarga inti hanya beranggotakan ayah,ibu, dan anak-anak yang belum menikah. Kehadiran suatu industri di dalam masyarakat agraris yang belum mengenal industri, dan secara langsung kehidupannya tidak tergantung pada industri, merupakan pertemuan dua pola kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pertemuan dua bentuk kebudayaan ini melahirkan satu proses perubahan, dari masyarakat agraris menuju kepada terbentuknya masyarakat industri yang hidup dalam masyarakat luas, terbuka, dan heterogen. Kegiatan ekonomi yang semula sekedar untuk memenuhi permintaan pasar guna mengejar keuntungan materi. Untuk itu diterapkan teknologi maju yang eksploitatif dan ekspansif demi efisiensi dan produktivitas. Perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri memberikan dampak psikologis bagi para orang tua lansia. Yang tadinya dirawat oleh keluarganya sendiri, kini mereka di titipkan di panti jompo atau dirawat oleh orang lain yang datang kerumah. Perasaan tidak dibutuhkan, diabaikan, tidak didengarkan, tidak berguna, dan merasa menantu tidak menginginkan keberadaannya sering dialami lansia. Faktor psikologis adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan dalam seorang manusia, termasuk lansia. Faktor emosional erat kaitannya dengan kesehatan mental lansia. Aspek emosional yang mengganggu serta kecemasan dan stres berat dapat secara tidak langsung menimbulkan gangguan terhadap kesehatan fisik yang dapat berakibat buruk terhadap stabilitas emosi. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, penyakit yang tidak kunjung sembuh dan kematian pasangan, depresi post power syndrome, dan the empty nest adalah masalah psikologis yang makin memberatkan kehidupan lansia Agoes Achir, 2001:198. Dalam perawatan lansia tentu akan menimbulkan rasa lelah yang akan menimbulkan konflik yang dapat mengganggu hubungan antar anggota keluarga. Merawat orang tua yang lemah atau sudah jompo memerlukan perhatian penuh, bukan hanya karena mereka sudah pikun dan harus terus diawasi dengan alasan keselamatannya, tetapi juga karena kondisi fisik mereka yang juga memerlukan perhatian khusus. Tinggal bersama di antara tiga generasi dalam satu rumah perlu penyesuaian satu sama lain, khususnya antara generasi tua dan generasi anak. Perubahan nilai-nilai budaya antara generasi tua dan generasi muda perlu dijaga agar tidak menimbulkan konflik dan dapat menjaga ketenangan keluarga. Untuk itu, lansia pun diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan nilai-nilai budaya yang berbeda, dengan nilai-nilai yang dianutnya dulu, agar tercipta hubungan yang harmonis dengan keluarga anaknya, khususnya dalam hubungan antara mertua dan menantu. Agar keluarga yang merawat lansia di rumah dapat beristirahat, maka meninggalkan lansia sementara di panti jompo, jasa-jasa pemandian, dan jasa day care service jasa perawatan harian sedikit membantu dalam mengangkat beberapa ketegangan fisik dan emosi dari perawat lansia. Untuk memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang merawat lansia di rumah, dengan tujuan untuk memberikan informasi dan dukungan secara emosi, dibentuklah Asosiasi Keluarga Lansia yang Pikun dan Asosiasi Lansia Netakiri yang tidak dapat beranjak dari tempat tidur. Kedua asosiai ini telah mempunyai banyak cabang. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tentang “DAMPAK PERUBAHAN MASYARAKAT AGRARIS KE MASYARAKAT INDUSTRI TERHADAP LANSIA DI JEPANG”. 1.2 Perumusan Masalah Kehadiaran suatu industri di dalam masyarakat agraris yang belum mengenal industri, dan secara langsung kehidupannya tidak tergantung pada industri, merupakan pertemuan dua pola kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pertemuan dua bentuk kebudayaan ini melahirkan suatu proses perubahan, dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri yang hidup dalam masyarakat luas, terbuka, dan heterogen. Hal ini mempengaruhi sistem keluarga di Jepang, yang tadinya menggunakan sistem ie sekarang menjadi sistem kaku kazoku. Sistem keluarga ie berubah mengikuti perkebangan zaman menjadi kaku kazoku yaitu keluarga nuklir. Sistem ini telah berhasil menggeser pola perawaatan lansia dari yang tadinya di rumah dengan penuh kehangatan kasih sayang anak, menantu dan cucu, kini beralih menuju roujinhomu atau panti jompo. Di dalam sistem keluarga tradisional ie, orang tua dihari tuanya menjadi tanggung jawab chonan yaitu anak sulung laki-laki atau anak laki-laki satu satunya di dalam keluarga bersama-sama dengan menantunya di rumah, tapi tidak demikian halnya zaman sekarang, chonan dan keluarganya sulit bisa diharapkan untuk merawat orang tuanya. Sementara itu, jika orang tua tadi tetap di rumah, tidak dititipkan di panti jompo, maka sebagai pengganti anggota keluarga yang bisa diharapkan untuk membantu merawat orang tua tadi adalah houmon kango yaitu perawat yang datang ke rumah, atau houmu herupa yaitu pembantu yang datang untuk merawat lansia di rumah dibantu oleh peralatan yang serba mengandalkan kecanggihan teknologi. Perubahan cara perawatan ini sering membuat para lansia mengalami beban psikologis. Mereka merasa sedih karena tidak merasakan kehangatan keluarga dan kebersamaan dengan anak-anak dan cucunya. Hal ini membuat para lansia mengalami beban dalam hidupnya. Dalam perawatan lansia timbul berbagai macam masalah diantaranya adalah sulitnya para lansia diurus karena faktor umur, dan dari diri perawat sendiri yang merasa lelah dalam merawat para lansia tersebut. Banyak masyarakat yang lebih cendrung menitipkan para orang tuanya ke tempat penitipan lansia apabila mereka sibuk bekerja. Hal lain yang dilakukan adalah dengan mengundang perawat ke rumah ataupun merawat orang tuanya itu sendiri di rumah bersama keluarganya. Jumlah penduduk lansia yang semakin membengkak dari tahun ke tahun, merupakan masalah yang sangat serius di Jepang dewasa ini. Dengan demikian penulis menetapkan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kehidupan dan perawatan lansia yang ada di Jepang dewasa ini? 2. Bagaimana dampak perubahan masyarakat agraris ke masyarakat industri terhadap lansia?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan