42
terkandung dalam bahan. Ekstrak gula talas mentega hasil pemasakan terutama pengukusan dan pemanggangan memperlihatkan spot pada area
bawah yang lebih gelap. Area tersebut berada dibawah sukrosa sehingga diduga komponen tersebut merupakan oligosakarida yang sedikitnya terdiri
dari dua sakarida, yang jika dibandingkan dengan standar adalah berupa rafinosa dan oligofruktosa. Meyer 1961 menyebutkan pemasakan akan
mempengaruhi karbohidrat dalam makanan dengan terjadinya hidrolisis, telarutnya karbohidrat yang dapat larut, terjadinya gelatinisasi pati, dan
beberapa polisakarida dapat terhidrolisis selama proses pengolahan. Dengan terjadinya hidrolisis fraksi karbohidrat menjadi lebih sederhana, maka lebih
banyak gula sederhana dan oligosakarida yang dapat terekstrak. Pada proses pengolahan yang melibatkan air, yaitu pada pemanggangan dan pengukusan,
diduga gelatinisasi pati yang terjadi membantu mengeluarkan senyawa gula sederhana yang sebelumnya terkandungterperangkap dalam matriks pati,
sehingga lebih banyak fraksi karbohidrat yang dapat tertekstrak. Menurut Winarno 2003 matriks pati terbuka pada saat terjadinya proses gelatinisasi
pati akibat adanya penambahan sejumlah air yang kemudian mengalami pemanasan pada suhu tertentu suhu gelatinisasi. Tepung talas akan
mengalami gelatinisasi pada suhu 78
o
C Ridal, 2003. Penambahan air kemungkinan membantu ekstraksi oligosakarida melalui proses gelatinisasi
pati maupun melalui hidrolisis fraksi karbohidrat menjadi bentuk yang lebih sederhana. Sehingga ekstrak tepung talas mentega hasil pengukusan dan
pemanggangan memperlihatkan hasil spot yang lebih gelap pada area bawah kromatogram yang diduga sebagai senyawa oligosakarida dibandingkan
dengan spot ekstrak hasil penyangraian.
F. Uji Pertumbuhan BAL a. Petumbuhan BAL pada Gula Standar
Pengujian pertumbuhan BAL pada standar gula dilakukan untuk mengetahui kemampuan BAL untuk menggunakan gula tersebut untuk
pertumbuhannya. Standar gula yang diujikan adalah glukosa, rafinosa,
43
oligofruktosa dan inulin, BAL yang digunakan adalah L. casei Shirota, L. casei subspesies Rhamnosus, B. longum dan B. bifidum.
Pengujian dilakukan berdasarkan prinsip turbidimetri, mikroorganisme dalam suspensi akan menghalangi cahaya melalui absorpsi ataupun
menghamburkannya sehingga suspensi tampak keruh, semakin tinggi konsentrasi mikroorganisme maka semakin rendah jumlah cahaya yang
dapat menembus suspensi Harrigan, 1998. Grafik hasil pengujian pertumbuhan berbagai BAL pada glukosa, rafinosa, oligofruktosa dan inulin
dapat dilihat pada Gambar 4.6-4.8.
Gambar 4.5. Grafik pertumbuhan berbagai jenis BAL pada glukosa
Gambar 4.6.
Grafik pertumbuhan berbagai jenis BAL pada rafinosa
Gambar 4.7. Grafik pertumbuhan berbagai jenis BAL pada oligofruktosa
1.151 1.241
1.065 0.372
0.000 0.500
1.000 1.500
L. ca sei S
hirot a
L. ca sei R
hamn osus
B. L ongu
m B. bi
fidum Jenis BAL
Absorba n
si 600 nm
0.976 1.006
0.909 0.901
0.000 0.500
1.000 1.500
L. ca sei S
hirot a
L. ca sei R
hamn osus
B. Lo ngum
B. bi fidum
Jenis BAL Absorba
n si
600 nm
0.124 0.121
0.366 0.178
0.000 0.500
1.000 1.500
L. ca sei S
hirot a
L. ca sei R
hamn osus
B. L ongu
m B. bi
fidum Jenis BAL
Absorba n
si 600 nm
44
Gambar 4.8. Grafik pertumbuhan berbagai BAL pada inulin
Hasil pengujian dengan spektrofotometer menunjukan bahwa glukosa dapat digunakan oleh keempat BAL uji. Glukosa termasuk dalam kelompok
monosakarida, sehingga bakteri dapat langsung menggunakannya tanpa harus memotong-motongnya terlebih dahulu menjadi monomer yang lebih
kecil. Meskipun tampak Bifidobacterium bifidum tidak sebaik ketiga BAL lainnya dalam menggunakan glukosa untuk pertumbuhannya. Hasil yang
sama ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Krisnayudha 2007, di mana B. bifidum menunjukan nilai pertumbuhan pada glukosa lebih
rendah dibanding bakteri asam laktat lain. Hal tersebut diduga terjadi karena sel mengalami lisis akibat kandungan asam asetat sebagai hasil dari
metabolisme bakteri tersebut. Rafinosa merupakan trisakarida yang terdiri dari monomer fruktosa,
galaktosa dan glukosa, hasil pengujian menunjukan bahwa keempat BAL uji dapat menggunakan rafinosa untuk substrat pertumbuhannya meskipun
nilai absorbansi yang ditunjukan masih lebih rendah daripada glukosa. Dengan strukturnya yang masih relatif kecil, BAL uji masih dapat
menggunakannya dengan baik dibandingkan dengan inulin maupun oligofruktosa meskipun ketiganya sama-sama tergolong sebagai
oligosakarida. Ballongue 2004 menyatakan B. longum dapat menfermentasi rafinosa, sedangkan L. casei dan B. bifidum tidak mampu
memfermentasi rafinosa Buchanan dan Gibbons, 1974 Ballongue, 2004. Namun hasil pengujian memperlihatkan L. casei Shirota, L. casei
Rhamnosus dan B. bifidum mampu memfermentasi rafinosa seperti halnya B. longum.
0.080 0.078
0.046 0.113
0.000 0.500
1.000 1.500
L. ca sei S
hirot a
L. ca sei R
hamn osus
B. L ongu
m B. bi
fidum Jenis BAL
Absorba n
si 600 nm
45
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa BAL kesulitan memfermentasi oligofruktosa. Meskipun masih terdapat pertumbuhan, namun nilai
perubahan absorbansinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan perubahan nilai absorbansi pada penggunaan glukosa dan rafinosa. Hal ini dapat
disebabkan karena struktur oligofruktosa yang besar, derajat polimerisasinya dapat mencapai tujuh unit monomer fruktosil Franck,
2000, BAL harus memecahnya terlebih dahulu untuk dapat menggunakannya untuk pertumbuhannya.
Hasil pengujian smemperlihatkan bahwa keempat jenis BAL sulit sekali menggunakan inulin untuk pertumbuhannya, pertambahan kekeruhan yang
dicapai sangat kecil dibandingkan dengan glukosa dan fruktosa, bahkan lebih kecil dari pertumbuhan dengan oligofruktosa. Hal tersebut dapat
terjadi karena inulin mempunyai struktur yang lebih kompleks lebih besar dari oligofruktosa. Struktur yang besar tersebut menyulitkan BAL untuk
menggunakannya. Adapun menurut Ballongue 2004 B. longum dan B.
bifidum tidak dapat memfermentasi inulin. b. Petumbuhan BAL pada Ekstrak Gula Tepung Talas Mentega
Pengujian pertumbuhan BAL pada ekstrak gula dilakukan untuk mengetahui apakah BAL dapat menggunakan ekstrak gula tersebut untuk
pertumbuhannya. Ekstrak gula talas mentega yang diujikan adalah ekstrak gula tepung talas mentega segar dan hasil perlakuan pemanasan . BAL yang
digunakan adalah L. casei Shirota, L. casei subspesies Rhamnosus, B. longum dan B. bifidum. Grafik hasil uji pertumbuhan BAL pada ekstrak
gula talas mentega dapat dilihat pada Gambar 4.9. Hasil uji
pertumbuhan BAL pada ekstrak gula talas menunjukan bahwa keempat BAL uji dapat
mengkonsumsi ekstrak gula tepung talas mentega, baik tepung talas mentega segar maupun tepung talas mentega yang sudah mengalami
perlakuan panas. BAL dapat tumbuh pada ekstrak gula talas mentega karena dalam ekstrak terkandung beberapa jenis fraksi karbohidrat seperti
gula monosakarida, disakarda dan oligosakarida.
46
Keberadaan gula-gula tersebut, terutama glukosa, rafinosa dan sukrosa, menyebabkan BAL dapat tumbuh. Meskipun pada penelitian ini tidak
dilakukan uji pertumbuhan BAL dengan komponen gula sukrosa, tetapi penelitian yang dilakukan oleh Putri 2005 memperlihatkan bahwa L. casei
Shirota, L. casei Rhamnosus, B. bifidum dan B. longum dapat menggunakan sukrosa untuk pertumbuhannya.
BAL memperlihatkan nilai absorbansi yang cenderung lebih tinggi pada ekstrak gula tepung hasil pengukusan dibandingkan pada ekstrak gula
tepung talas segar. Perlakuan pemanasan yang melibatkan penambahan air mendukung terjadinya gelatinisasi pati dan hidrolisis fraksi karbohidrat
menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga lebih banyak komponen gula yang dapat digunakan BAL untuk pertumbuhannya. Hasil kromatografi
kertas esktrak tepung talas pengukusan memperlihatkan area spot yang
0.508 0.531
0.727 0.412
0.000 0.250
0.500 0.750
1.000
se ga
r pa
ng ga
ng ku
ku s
sa ng
rai
jenis ekstrak gula talas mentega Nilai absorbansi
0.670 0.746
0.931 0.536
0.000 0.250
0.500 0.750
1.000
se ga
r pa
ng ga
ng ku
ku s
sa ng
rai
jenis ekstrak gula talas mentega Nilai absorbansi
a b
0.480 0.418
0.558 0.383
0.000 0.250
0.500 0.750
1.000
se ga
r pa
ng ga
ng ku
ku s
sa ng
rai
jenis ekstrak gula talas mentega Nilai absorbansi
0.591 0.567
0.664 0.526
0.000 0.250
0.500 0.750
1.000
se ga
r pa
ng ga
ng ku
ku s
sa ng
rai
jenis ekstrak gula talas mentega Nilai absorbansi
c d
Gambar 4.9 .
Grafik pertumbuhan ekstrak gula talas mentega pada berbagai jenis BAL; a L. casei Rhamnosus, b L. casei Shirota, c B.
longum, d B. bifidum
47
lebih gelap pada bagian fraksi gula ukuran besar diduga oligofruktosa dan rafinosa dibandingkan ekstrak talas mentega segar, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 4.4 pada sub bab pembahasan hasil uji
kandungan oligosakarida. Tetapi pertumbuhan BAL pada media dengan ekstrak gula talas mentega pengukusan tersebut diduga lebih banyak terjadi
akibat kontribusi gula sederhana seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, dan rafinosa, sedangkan BAL diduga kesulitan menggunakan sumber gula yang
lebih kompleks seperti oligofruktosa dan inulin, seperti yang diperlihatkan pada hasil pengujian pertumbuhan BAL dengan standar gula.
BAL juga cenderung tumbuh lebih baik pada ekstrak tepung hasil pemanggangan dibandingkan pada ekstrak tepung talas segar, tiga dari
empat BAL yaitu L. casei Shirota, B. longum dan B. bifidum memperlihatkan nilai absorbansi yang lebih rendah dibandingkan pada
ekstrak gula tepung talas segar. Tetapi hasil pertumbuhannya masih rendah dibandingkan pada ekstrak talas mentega hasil pengukusan. Hal ini
kemungkinan terjadi akibat suhu pemanasan pada perlakuan ini sangat tinggi, melewati suhu peleburan beberapa jenis gula yang terdeteksi pada
kromatografi kertas suhu pemanggangan 180
o
C. Akibatnya, dapat terjadi pula peleburan sebagian gula-gula sehingga lebih sedikit gula yang masih
dapat dimanfaatkan oleh bakteri untuk pertumbuhannya. Pada uji pertumbuhan BAL pada ekstrak gula tepung talas sangrai
diperlihatkan bahwa perubahan nilai absorbansi yang dicapai lebih rendah dibandingkan pada ekstrak gula tepung talas segar. Diduga hal ini terjadi
karena pada proses penyangraian pemasakan kering fraksi gula lebih banyak mengalami peleburan ketimbang terjadi mengalami hidrolisis
maupun gelatinisasi pada proses pengolahan tidak ditambah air. Sehingga terdapat lebih sedikit karbohidrat dalam fraksi yang lebih sederhana yang
dapat digunakan untuk pertumbuhan BAL. Selain itu, gula dalam tepung sangrai mengalami lebih banyak mengalami pencokelatan dibandingkan
dengan jenis tepung lainnya, karena tepung talas sangrai berwarna sedikit lebih gelap dari jenis-jenis tepung hasil pengolahan lainnya. Buckle et al.
1987 menyebutkan bahwa gula-gula yang telah mengalami proses
48
pencokelatan tidak mudah untuk difermentasi. Akibatnya BAL sulit tumbuh pada media dengan asal gula ekstrak oligosakarida tepung talas sangrai.
Hasil uji pertumbuhan memperlihatkan BAL memberikan perubahan nilai absorbansi yang lebih besar pada ekstrak hasil pengukusan dan
pemanggangan, namun seperti dijelaskan di atas, hasil tersebut dapat disebabkan karena terdapat lebih banyaknya fraksi karbohidrat yang lebih
sederhana, sehingga tidak serta merta menunjukan bahwa kedua ekstrak tersebut akan berfungsi lebih baik sebagai prebiotik dibandingkan ekstrak
tepung talas segar. Hal inilah yang menjadi dasar penggunaan ekstrak tepung talas mentega segar sebagai prebiotik yang diujikan pada tahap in
vivo. Sementara bakteri yang digunakan sebagai probiotik adalah L. casei Rhamnosus, karena BAL tersebut merupakan BAL aerobik yang
menunjukan pertumbuhan paling tinggi pada ekstrak gula tepung talas mentega segar.
G. Pengujian Potensi Prebiotik Secara In Vivo