Fruktosa Sukrosa Rafinosa Oligofruktosa 4 inulin Inulin

38 modifikasi metode Muchtadi 1989 dengan memperpendek waktu elusi dari 48 jam menjadi lima jam. Sampel ekstrak gula yang di spotkan adalah sebanyak 10 μl dengan konsentrasi 5.9 TPT. Konsentrasi tersebut ditentukan dari konsentrasi ekstrak terendah dari semua ekstrak berbagai jenis tepung talas mentega segar dan hasil penyangraian, pengukusan, dan pemanggangan. Sebagai acuan digunakan enam standar gula yaitu glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa, oligofruktosa dan inulin dengan konsentrasi 0.5 sebanyak 10 μl. Kromatogram hasil pengujian tersebut tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 dibawah ini. Gambar 4.4. Migrasi standar dan sampel ekstrak gula tepung talas mentega pada kromatogram A B C D E F G H I J 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Keterangan Gambar 4.4.: A. Glukosa G. Ekstrak tepung talas segar H . Ekstrak tepung talas pengukusan

B. Fruktosa

1 glukosa 1 glukosa

C. Sukrosa

2 sukrosa 2 sukrosa

D. Rafinosa

3 rafinosa oligofruktosa 3 rafinosa oligofruktosa

E. Oligofruktosa 4 inulin

4 inulin

F. Inulin

I . Ekstrak tepung talas penyangraian J. Ekstrak tepung talas pemanggangan 1 glukosa 1 glukosa 2 sukrosa 2 sukrosa 3 rafinosa oligofruktosa 3 rafinosa oligofruktosa 4 inulin 4 inulin 39 Berdasarkan hasil elusi di atas diperhitungkan Rf tiap komponen standar dan sampel. Diketahui bahwa Rf untuk standar gula untuk glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa, dan oligofruktosa adalah sebesar masing-masing 0.35, 0.38, 0.28, 0.11, dan 0.11, sedangkan inulin tidak bergerak dari titik awal, sehingga mempunyai nilai Rf 0.00. Perhitungan nilai Rf masing-masing standar dan sampel dapat dilihat pada Lampiran 6. Identifikasi pada hasil kromatogram ekstrak talas mentega segar dan perlakuan pemanasan yaitu pengukusan, penyangraian dan pemangganggan, menunjukan bahwa semua jenis ekstrak tepung talas mentega perlakuan pemanasan tersebut juga mengandung komponen fraksi gula yang sama yaitu sukrosa, inulin, gabungan rafinosa dan oligofruktosa, dan gabungan glukosa dan fruktosa, seperti tercantum pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 . Identifikasi komponen gula ekstrak talas mentega Kode spot Komponen standarsampel Rf Identifikasi a glukosa 0.35 Glukosa b fruktosa 0.38 Fruktosa c sukrosa 0.28 Sukrosa d rafinosa 0.11 Rafinosa e oligofruktosa 0.11 Oligofruktosa f inulin 0.00 Inulin g 1 ekstrak tepung talas mentega segar 0.00 Inulin 2 0.11 Gabungan oligofofruktosa dan rafinosa 3 0.26 Sukrosa 4 0.37 Gabungan fruktosa dan glukosa h 1 ekstrak tepung talas mentega pengukusan 0.00 Inulin 2 0.11 Gabungan oligofofruktosa dan rafinosa 3 0.26 Sukrosa 4 0.37 Gabungan fruktosa dan glukosa i 1 ekstrak tepung talas mentega penyangraian 0.00 Inulin 2 0.11 Gabungan oligofofruktosa dan rafinosa 3 0.26 Sukrosa 4 0.37 Gabungan fruktosa dan glukosa j 1 ekstrak tepung talas mentega pemanggangan 0.00 Inulin 2 0.11 Gabungan oligofofruktosa dan rafinosa 3 0.27 Sukrosa 4 0.37 Gabungan fruktosa dan glukosa Merujuk pada Gambar 4.4. 40 Woods dan Aurand 1977 menyatakan bahwa secara umum urutan nilai Rf gula pada kromatografi kertas dari paling tinggi ke paling rendah adalah pentosa, heksosa, disakarida, dan trisakarida. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil pengamatan dimana glukosa dan fruktosa merupakan heksosa, sukrosa termasuk dalam disakarida, dan rafinosa merupakan trisakarida. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa ukuran molekul gula mempengaruhi mobilitasnya pada fase gerak, semakin besar suatu molekul gula maka Rf semakin rendah. French dan Wilde 1955 diacu dalam Lederer dan Lederer 1957 menemukan bahwa pada oligosakarida yang homolog, kenaikan ukuran suatu sakarida sebanyak 1 unit heksosa akan menurunkan mobilitas pada fase gerak sejumlah tertentu besarnya tergantung pada jenis heksosa dan mode pengikatannya satu dengan yang lain. Tidak bergeraknya inulin pada kromatografi kertas kemungkinan disebabkan karena inulin berukuran sangat besar. Inulin mempunyai derajat polimerisasi kurang dari 25 dengan rata-rata sebesar 14 Manning dan Gibson, 2004. Lebih tingginya Rf glukosa daripada Rf fruktosa meskipun keduanya sama-sama berupa satu unit heksosa menunjukan bahwa Rf suatu molekul juga dipengaruhi oleh struktur molekul tersebut. Lederer dan Lederer 1957 menyatakan bahwa furanosa fruktosa mempunyai Rf yang lebih tinggi dari piranosa glukosa. Dengan membandingkan nilai Rf standar dan nilai Rf spot-spot yang didapatkan dari hasil elusi sampel, dapat diketahui komponen gula yang terdapat pada sampel. Hasil elusi sampel ekstrak talas mentega segar pada kromatogram menunjukan empat spot komponen dengan Rf masing-masing sebesar 0.00, 0.11, 0.26 dan 0.37. Komponen pada ekstrak dengan Rf 0.00 dan 0.26 menunjukan ekstrak tepung talas mentega segar mengandung inulin senyawa dengan Rf sama dengan inulin dan sukrosa. Spot dengan Rf 0.11 menunjukan bahwa ekstrak tepung talas mentega segar mengandung oligofruktosa dan rafinosa. Spot standar rafinosa dan oligofruktosa yang memiliki jarak titik tengah spot ke titik awal yang sama menyebabkan keduanya mempunyai Rf yang yang sama. 41 Ekstrak gula talas mentega segar mengandung glukosa dan fruktosa dengan adanya spot dengan Rf 0.37 yang diduga merupakan spot gabungan antara glukosa dan fruktosa Rf glukosa=0.35, Rf fruktosa=0.38. Standar fruktosa dan glukosa mempunyai letak spot yang berdekatan, sehingga jika kedua komponen tersebut terdapat pada sampel maka penampakan komponen tersebut pada kromatogram dapat saling bersinggungan. Hasil penelitian Putri 2005 menyatakan bahwa ekstrak tepung talas mentega segar mengandung sukrosa, maltosa dan rafinosa. Hasil kromatografi kertas di atas mengidentifikasi keberadaan komponen gula ekstrak talas mentega. Perlakuan pemanasan ternyata tidak mengubah jenis komponen gula yang terdapat dalam tepung talas mentega secara kualitatif terbatas sesuai dengan jenis gula standar yang digunakan sebagai acuan. Perlakuan pemanasan kemungkinan mempengaruhi kandungan komponen gula secara kuantitatif, mengingat panas dapat mendegradasi gula. Glukosa, fruktosa, dan sukrosa memiliki titik leleh masing-masing pada 150 o C, 103-105 o C, dan 160 o C Anonim, 1996 diacu dalam Putri, 2005. Rafinosa memiliki titik leleh 78 o C Pazur, 1970. Suhu perlakuan pemanasan melampaui titik leleh beberapa komponen gula yang dikandung dalam tepung talas mentega. Suhu pengukusan 90.5 o C melebihi titik leleh rafinosa, suhu pemanggangan 180 o C melebihi titik leleh glukosa, fruktosa, sukrosa, dan rafinosa, sedangkan suhu penyangraian 154 o C melebihi titik leleh glukosa, fruktosa dan rafinosa. Hasil kromatografi kertas menunjukan tepung hasil pengolahan panas tersebut masih mengandung jenis gula-gula tersebut. Hal ini menunjukan perlakuan pemanasan pada tepung talas, meskipun dilakukan di atas suhu titik leleh komponen gula, tidak merusak keseluruhan komponen gula pada bahan tersebut, karena panas yang diterima bahan tidak cukup untuk mendegradasi gula sampai ke seluruh bagian bahan yang dipanaskan. Menurut Franck 2000 oligofruktosa memiliki stabilitas yang baik pada proses pemasakan normal walaupun ikatan β antara unit fruktosa dapat terhidrolisis sebagian pada kondisi asam. Hasil kromatografi justru memperlihatkan kemungkinan bahwa pemasakan dapat membantu mengeluarkan senyawa oligosakarida yang 42 terkandung dalam bahan. Ekstrak gula talas mentega hasil pemasakan terutama pengukusan dan pemanggangan memperlihatkan spot pada area bawah yang lebih gelap. Area tersebut berada dibawah sukrosa sehingga diduga komponen tersebut merupakan oligosakarida yang sedikitnya terdiri dari dua sakarida, yang jika dibandingkan dengan standar adalah berupa rafinosa dan oligofruktosa. Meyer 1961 menyebutkan pemasakan akan mempengaruhi karbohidrat dalam makanan dengan terjadinya hidrolisis, telarutnya karbohidrat yang dapat larut, terjadinya gelatinisasi pati, dan beberapa polisakarida dapat terhidrolisis selama proses pengolahan. Dengan terjadinya hidrolisis fraksi karbohidrat menjadi lebih sederhana, maka lebih banyak gula sederhana dan oligosakarida yang dapat terekstrak. Pada proses pengolahan yang melibatkan air, yaitu pada pemanggangan dan pengukusan, diduga gelatinisasi pati yang terjadi membantu mengeluarkan senyawa gula sederhana yang sebelumnya terkandungterperangkap dalam matriks pati, sehingga lebih banyak fraksi karbohidrat yang dapat tertekstrak. Menurut Winarno 2003 matriks pati terbuka pada saat terjadinya proses gelatinisasi pati akibat adanya penambahan sejumlah air yang kemudian mengalami pemanasan pada suhu tertentu suhu gelatinisasi. Tepung talas akan mengalami gelatinisasi pada suhu 78 o C Ridal, 2003. Penambahan air kemungkinan membantu ekstraksi oligosakarida melalui proses gelatinisasi pati maupun melalui hidrolisis fraksi karbohidrat menjadi bentuk yang lebih sederhana. Sehingga ekstrak tepung talas mentega hasil pengukusan dan pemanggangan memperlihatkan hasil spot yang lebih gelap pada area bawah kromatogram yang diduga sebagai senyawa oligosakarida dibandingkan dengan spot ekstrak hasil penyangraian.

F. Uji Pertumbuhan BAL a. Petumbuhan BAL pada Gula Standar