54 oleh gurunya yang merupakan pendatang dari Sulawesi. Tindakan asusila ini ternyata
tidak hanya terjadi pada anak ini saja tetapi terdapat sekitar 20 murid yang menjadi korban kebejatan guru ini. Tetapi terhadap guru ini tidak pernah ada tindakan apapun
dari pihak kepolisian walau hampir semua orang tua melaporkan kasus ini kepada polres setempat.
67
Murid ini di sekolah menjadi lahapan sementara sore hari menjadi korban Danramil yang kantornya selang 4 rumah dari rumahnya. Orang tua anak ini
mengkisahkan bagaimana dia selalu diancam oleh Danramil tersebut sebagai GPK dan bisa dipenjara atau dibunuh setiap saat kalau membuka aib ini. Pengalaman
seperti ini adalah sisi gelap dari oknum pemerintah, aparat keamanan bahkan masyarakat sipil atau kaum pendatang yang menambah daftar panjang sakit hati dan
kekecewaan di masyarakat yang mengarahkan mereka untuk mencari perlindungan dan harapan hidup lebih baik ke tempat lain dan berbalik mendukung Fretilin dan
melawan Indonesia.
68
E. Posisi Australia Selama Masa Referendum Di Timor Timur
Diawal integrasi Timor Timur dengan Indonesia, Australia merupakan salah satu negra yang mendukung integrasi tersbut, walaupun pada saat itu PBB sendiri
menentang integrasi tersebut dan masih menganggap Portugal sebagai penguasa administratif derah tersebut. Tetapi, walaupun diawal Australia mendukung integrasi
Timor Timur ke dalam Republik Indonesia, banyaknya peristiwa yang terjadi di
67
Basilio Dias Araujo, Ibid. hal 53
68
Basilio Dias Araujo, Ibid. hal. 54
Universitas Sumatera Utara
55 Timor Timur yang menjadi penyebab hubungan Indonesia dan Australia mengalami
gangguan. Masyarakat Australia sebenarnya sudah lama menyatakan sikap tidak setuju
dengan kebijakan pemerintahnya yang dibuktikan dengan beberapa demonstrasi dan usaha-usaha yang mendukung kemerdekaan Timor Timur. Australia merubah
kebijakannya yang semula mendukung Indonesia menjadi menentang Indonesia dengan alasan bahwa banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak
Indonesia terutama TNIPOLRI. Dukungan Australia terhadap kemerdekaan Timor Timur tersebut terlihat dalam pemberian opsi referendum, yang muncul dalam surat
yang dikirim oleh PM Australia Howard kepada Presiden Habibie pada Desember 1998.
69
Jajak pendapat di laksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dan diumumkan pada tanggal 4 September 1999 dengan hasil Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pelaksanaan jajak pendapat serentak di lebih dari 700 TPS yang berada di dalam wilayah Timor Timur, peserta jajak pendapat sekitar 600.000 orang
Timor Timur. Jajak pendapat tersebut juga dilakukan di beberapa daerah lain seperti Denpasar, Jakarta, Makasar, Surabaya, dan Yogyakarta, juga di Luar Negeri yaitu
Amerika Serikat, Australia, Macau, Mozambik, dan Portugal
70
Hal ini menyebabkan meletusnya tindak kekerasan di Timor Timur oleh
69
Hastutining Dyah Wijayatmi, Op.cit, hal. 50
70
Hastutining Dyah Wijayatmi, Ibid. hal. 58
Universitas Sumatera Utara
56 tersebut mengakibatkan Pemerintah Republik Indonesia, terkhusus TNIPOLRI
mendapat tekanan dan protes dari masyarakat internasional untuk menciptakan keadaan yang lebih aman di Timor Timur. Sehingga Pemerintah Republik Indonesia
menetapkan diadakannya Pemberlakuan keadaan Darurat Militer. Hasil yang dicapai dari PDM tidak sesuai dengan harapan, maka pada tanggal
24 September 1999 kebijakan ini diakhri dan menyebabkan Pemerintah Indonesia harus menerima pasukan multinasional penjaga perdamaian internasional dari Negara
lain untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. Setelah terjadi perubahan maka Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah kebijakan.
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No.1264 tahun 1999 yang disetujui secara aklamasi oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB.Dewan Keamanan
PBB member wewenang pembentekuan pasukan multinasional Multinational ForceMNF
yaitu INTERFET International Force Eart Timor .Badan ini bertugas untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur, melindungi dan
mendukung UNAMET dalam melakukan tugasnya dan memfasilitasi operasi bantuan keamanan PBB serta harus bersikap netral.
INTERFET terdiri dari 22 negara yang mengerahkan militernya, dan di pimpin oleh militer Australia. INTERFET pada saat itu di bawah komando dari
Mayor Jendral Peter Cosgrove, INTERFET tiba di Dili pada tanggal 20 September 1999 dengan tujuan utama untuk melakukan Operasi Pemulihan Operation Stabilise
Universitas Sumatera Utara
57
BAB III PERANAN AUSTRALIA DALAM PROSES LEPASNYA TIMOR-TIMUR