Waktu Tanam Optimal di Wilayah Monsunal

81  data hujan dan evapotranspirasi ETP harian. Diagram alir analisis penentuan potensi saat tanam padi di lahan tadah hujan disajikan pada Gambar 4.2 Gambar 4.2 Diagram alir neraca air untuk penentuan potensi waktu tanam padi lahan irigasi.

4.3. Hasil Dan Pembahasan Waktu Tanam Optimal

4.3.1. Waktu Tanam Optimal di Wilayah Monsunal

Indramayu dan Cianjur merupakan dua kabupaten sentra produksi padi Jawa Barat yang berada di wilayah pola hujan monsun. Hampir seluruh lahan sawah di daerah Indramayu terkena dampak anomali iklim baik oleh ENSO maupun IOD sedangkan daerah Cianjur sebagian besar lahan sawah berada pada wilayah yang tidak dipengaruhi oleh kedua anomali iklim tersebut. Untuk memperoleh gambaran kalender tanam padi di kedua kabupaten tersebut dilakukan analisis potensi waktu taman dengan mengambil sampel tiga kecamatan yang mempunyai perbedaan tingkat kekuatan pengaruh ENSO maupun IOD di Indramayu dan dua kecamatan yang tidak terkena dampak anomali Iklim di Cianjur sebagai pembanding Tabel 4.2. Lahan sawah irigasi 82 Tabel 4.2 Pengaruh ENSO dan IOD di wilayah monsunal No. Wilayah Kabupaten Kecamatan Pengaruh ENSO IOD 1. Monsunal Indramayu Anjatan Kuat Sedang 2. Kertasemaya Lemah Lemah 3. Krangkeng Kuat Kuat 4. Cianjur Warungkondang Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh 5. Ciranjang Tidak terpengaruh Tidak terpengaruh Analisis potensi waktu tanam padi dibedakan berdasarkan tahun kejadian baik pada tahun normal, dan tahun kering akibat El Niño mapun IOD positif dari tahun 19001991 sampai dengan 20092010 Tabel 4.3. Analisis kekeringan lebih ditekankan pada penelitian ini mengingat dampak kekeringan dalam hal luas wilayah, durasi kejadian, biaya dan waktu pemulihan lebih besar daripada banjir Irianto 2003 Potensi waktu tanam untuk lahan sawah tadah hujan ditetapkan berdasarkan analisis indeks kecukupan air dengan nilai lebih dari 0.8 dan potensi kehilangan hasil kurang dari 20. Untuk lahan sawah irigasi potensi waktu tanam ditetapkan berdasarkan prosentase defisit ketersediaan airnya. Kartiwa 2009 membagi kriteria defisit ketersediaan air lahan sawah irigasi menjadi 4 taraf yaitu : 1 Sangat rendah bila defisit air 15, 2 Rendah bila defisit air antara 15 dan 25, 3 Sedang bila defisit air antara 25 dan 40, serta 4 Tinggi bila defisit air 40. Potensi waktu tanam untuk lahan sawah irigasi ditetapkan berdasarkan prosentase defisit ketersediaan air pada taraf sangat rendah sampai dengan sedang. 83 Tabel 4.3 Tahun normal dan kejadian anomali iklim sepanjang tahun 1990-2009 TAHUN NORMAL ENSO IOD 1990-1991 N 1991-1992 EK 1992-1993 - 1993-1994 - 1994-1995 ES + 1995-1996 N 1996-1997 - 1997-1998 EK + 1998-1999 LS 1999-2000 LS 2000-2001 LL 2001-2002 N 2002-2003 ES 2003-2004 N 2004-2005 EL 2005-2006 N 2006-2007 EL + 2007-2008 LS + 2008-2009 N 2009-2010 EK Sumber: CPC.NOAA dan BOM Diolah Keterangan: N = Normal EL = El Niño lemah LL = La Niña lemah + = IOD positif ES = El Niño sedang LS = La Niña sedang - = IOD negative EK= El Niño kuat LK = La Niña kuat

4.3.1.1. Potensi Waktu Tanam di Indramayu

Hasil analisis untuk lahan tadah hujan di Indramayu dengan menggunakan WARM menunjukkan bahwa pada tahun normal, El Niño, maupun IOD positif baik di Anjatan, Kertasemaya maupun di Krangkeng, pada September III nilai Indeks Kecukupan Air masih berada di bawah nilai batas kritis 0.8 dan nilai transpirasi defisit masih tinggi di atas 20 Gambar 4.3 dan Tabel Lampiran 1 - 3. Nilai Indeks Kecukupan Air berada di atas nilai batas kritis mulai Oktober III. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi waktu tanam dimulai pada periode tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa awal musim tanam onset dimulai pada Oktober III. Nilai indeks kecukupan air berlangsung terus di atas batas kritisnya sampai dengan Februari III Maret II. Dengan demikian potensi waktu tanam 84 pada ketiga wilayah tersebut pada tahun normal terjadi sekitar 12 – 14 dasarian dari Oktober III sampai dengan Februari IIIMaret II Tabel 4.4. Pada rentang waktu tersebut ketersediaan air tercukupi sehingga tanaman tidak mengalami cekaman air pada fase kritis tanaman yaitu pada fase pembungaan. Petani yang menanam pada rentang waktu tersebut dapat meminimalisasi kehilangan hasil padi karena indeks kecukupan air pada lahan sawah tadah hujan berada pada titik aman tanam. Indeks kecukupan air turun setelah memasuki waktu tanam pada Maret III dan berfluktuasi pada periode berikutnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan air mulai April I sampai Agustus III terganggu saat memasuki periode kritis tanamannya. Dengan demikian pada bulan-bulan tersebut tidak disarankan untuk dilakukan penanaman padi. Bila petani menanam pada periode tersebut maka harus dipersiapkan pasokan irigasinya. Hasil analisis potensi waktu tanam untuk lahan sawah irigasi menggunakan neraca air sawah irigasi menunjukkan bahwa pada tahun normal, El Niño, maupun IOD positif baik di Anjatan, Kertasemaya maupun di Krangkeng, pada September III defisit kehilangan air masih tinggi di atas 40 Gambar 4.4 dan Tabel Lampiran 13 - 15. Defisit kehilangan air mulai berada di bawah 40 memasuki Oktober I dan terus berlangsung sampai dengan Mei II – Juli II. Hal tersebut menunjukkan bahwa onset untuk lahan irigasi adalah Oktober I dengan potensi waktu tanam yang mempunyai rentang lebih panjang dibandingkan dengan lahan tadah hujan yaitu antara 22 - 28 dasarian atau lebih lama 10 - 14 dasarian dari potensi tanam lahan tadah hujan yaitu mulai dari Oktober I sampai dengan Mei II - Juli II. Memasuki waktu tanam pada Agustus I prosentase defisit ketersediaan air meningkat hingga lebih dari 40 yang berarti defisit ketersediaan air relatif tinggi dan kondisi tersebut terus berlangsung sampai dengan September III. Sehingga waktu tanam tidak disarankan pada periode tersebut karena tanaman akan mengalami defisit ketersediaan air. Fenomena El Niño dapat mengakibatkan penurunan nilai indeks kecukupan air hingga di bawah ambang nilai kritis pada beberapa dasarian sehingga potensi waktu tanam di lahan tadah hujan akan lebih lambat dan lebih pendek dibandingkan dengan tahun normalnya. Di wilayah yang terindikasi kuat 85 terkena El Niño seperti di Anjatan dan Krangkeng, waktu tanam lebih lambat 5 sampai 7 dasarian masing-masing pada Desember I dan Desember III. Bahkan potensi waktu tanam di Krangkeng lebih pendek 8 dasarian dibandingkan dengan waktu tanam pada tahun-tahun normal yaitu pada November III – pada Desember I – Januari III. Pada wilayah yang terindikasi lemah terkena El Niño seperti di Kertasemaya waktu tanam juga mundur 3 dasarian dan potensi tanam pada November III – Maret II. Mundurnya waktu tanam akibat terjadinya El Niño juga terjadi pada lahan irigasi namun lebih singkat dibandingkan dengan lahan tadah hujan. Waktu tanam di Anjatan dan Kertasemaya mundur 2 dasarian dari Oktober I menjadi Oktober III sedangkan di Krangkeng mundur hingga 3 dasarian menjadi November I Gambar 4.4. Saat terjadi IOD positif indeks kecukupan air mempunyai rentang yang lebih panjang dibandingkan dengan saat terjadi El Niño sehingga potensi waktu tanam lebih lama yaitu pada November II atau lebih lambat 2 dasarian dari tahun normalnya. Sebaliknya waktu tanam lebih panjang 2 dasarian di Anjatan dan 1 dasarian di Krangkeng dibandingkan dengan saat terjadi El Niño . Pengaruh IOD positif tidak begitu terlihat pada lahan irigasi, namun penundaan waktu tanam masih terjadi sekitar 1-2 dasarian masing-masing di Anjatan dan Krangkeng. 86 Gambar 4.3 Fluktuasi indeks kecukupan air pada lahan tadah hujan di wilayah terkena dampak ENSO dan IOD. Di a Anjatan, b Krangkeng dan c Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. a c b 87 Gambar 4.4 Fluktuasi defisit ketersediaan air pada lahan irigasi di wilayah terkena dampak ENSO dan IOD. Di a Anjatan, b Krangkeng dan c Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. c a b 88 Tabel 4.4 Potensi waktu tanam padi di wilayah monsunal Tahun Kejadian Kabupaten Kecamatan Potensi waktu tanam dasarian Tadah Hujan Irigasi Normal Indramayu Anjatan Oktober III – Maret II Oktober I – Juli II Kertasemaya Oktober III – Maret II Oktober I – Juni II Krangkeng Oktober III – Februari III Oktober I – Mei II Cianjur Warungkondang September III – Maret II September III – April II Ciranjang September III – Maret III September III – April II El Niño Indramayu Anjatan Desember I – Maret II Oktober III – Juni III Kertasemaya November III – Maret II Oktober III – Juni II Krangkeng Desember III – Maret I November I – Mei II Cianjur Warungkondang September III – Maret III September III – April III Ciranjang September III – April I September III – April II IOD Positif Indramayu Anjatan November II – Maret II Oktober III – Juli I Kertasemaya November III – Maret II Oktober I – Juni II Krangkeng November III – Februari III Oktober III – Mei II Cianjur Warungkondang September III - Maret III September III – April III Ciranjang September III – April II September III – April II

4.3.1.2. Potensi Waktu Tanam di Cianjur

Cianjur merupakan wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan sebagian besar wilayahnya tidak terkena dampak IOD, hanya sebagian wilayah Selatan saja yang terkena dampak IOD. Analisis waktu tanam potensial di Cianjur pada wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD dimaksudkan untuk melihat perbedaan waktu tanam dengan wilayah yang terkena dampak kedua fenomena tersebut. Potensi waktu tanam di Cianjur lebih panjang dibandingkan dengan di Indramayu. Misalnya saja di Warungkondang dan Ciranjang, potensi tanam lebih awal yaitu mulai September III dan berakhir pada Maret IIIII karena nilai Indeks Kecukupan Air sudah berada di atas 0.8 dan defisit transpirasi kurang dari 20 Gambar 4.5 dan Tabel Lampiran 4 - 6. Waktu tanam tersebut tidak banyak berubah meskipun di wilayah lain terjadi El Niño dan atau IOD positif. Pada saat terjadi El Niño potensi tanam di Cianjur terjadi pada September III 89 bahkan pada tahun El Niño dan IOD positif potensi waktu tanam lebih panjang 1 – 2 dasarian Gambar 4.5. Demikian pula pada lahan irigasi, potensi tanam dimulai dari September III sampai dengan April II karena nilai defisit ketersediaan air sudah berada di bawah ambang batas kritis dan defisit ketersediaan air kurang dari 40 Gambar 4.6 dan Tabel Lampiran 16 - 18. Pada wilayah ini fluktuasi defisit ketersediaan air tidak menunjukkan perbedaan baik pada tahun normal, El Niño maupun IOD positif.

4.3.1.3. Perbedaan potensi waktu tanam di Indramayu dan Cianjur

Pada tahun normal, potensi waktu tanam pada wilayah yang terkena dampak dengan tidak terkena dampak ENSO dan IOD sangat berbeda. Di Krangkeng Indramayu yang merupakan wilayah terkena dampak kedua anomali iklim tersebut, mempunyai potensi waktu tanam sekitar 8 dasarian mulai dari Oktober I sampai dengan Desember III sedangkan di Ciranjang Cianjur potensi waktu tanam sekitar 17 dasarian dari September II sampai dengan Februari III. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi waktu tanam padi sawah tadah hujan untuk kecamatan Krangkeng hanya pada Musim Tanam I MT I saja. Pada MT II tidak disarankan untuk menanam padi karena kebutuhan air tanaman tidak mencukupi. Sebagai alternatif pengganti adalah dengan menanam palawija. Sedangkan pada MT III lahan sebaiknya diberakan karena pada masa tanam tersebut Nilai Indeks Kecukupan Air kurang dari 0.65. Nilai tersebut merupakan batas kritis indeks kecukupan air untuk palawija CIRAD 1995. Pada tahun El Niño, perbedaan potensi waktu tanam sangat jelas antara wilayah yang terkena dampak dan tidak terkena dampak ENSO dan IOD. Di Krangkeng, potensi waktu tanam hanya terjadi sekitar 3 dasarian pada bulan Desember. Awal waktu tanam tersebut mundur 7 dasarian dari tahun normal. Di Ciranjang potensi waktu tanam pada tahun tersebut sekitar 18 dasarian September III – Maret III. Tidak ada perubahan awal waktu tanam antara tahun normal dengan tahun El Niño di Cianjur. Dengan demikian petani di Krangkeng harus mewaspadai bila tahun El Niño tiba karena waktu tanam pada MT I relatif sempit dan bergeser dari tahun normalnya. Di Ciranjang, wilayah tersebut relatif 90 aman meskipun terjadi El Niño, karena waktu tanam hanya bergeser satu dasarian dari tahun normalnya dan potensi tanam relatif bagus hingga MT II. Pada tahun IOD positif, potensi waktu tanam di Krangkeng sekitar 7 dasarian November II – Januari III dan mundur 4 dasarian. Kondisi tersebut memberikan peluang petani untuk menanam lebih baik dibandingkan dengan tahun El Niño. Di Ciranjang potensi masa tanam pada tahun tersebut 21 dasarian September II – April II dan wilayah tersebut relatif aman karena tidak terjadi perubahan potensi awal tanam dan potensi tanam relatif bagus hingga MT II. Dengan demikian meskipun di wilayah lain di Indonesia terjadi anomali Iklim, di wilayah Ciranjang tidak terpengaruh oleh kondisi tersebut. Gambar 4.5 Fluktuasi indeks kecukupan air pada lahan tadah hujan di wilayah tidak terkena dampak ENSO maupun IOD. Di a Warungkondang, dan b Ciranjang Kabupaten Cianjur. a b 91 Gambar 4.6 Fluktuasi defisit ketersediaan air pada lahan tadah hujan di wilayah tidak terkena dampak ENSO maupun IOD. Di a Warungkondang, dan b Ciranjang Kabupaten Cianjur. Untuk tahun kejadian El Niño yang bersamaan dengan IOD positif, potensi waktu tanam di Krangkeng relatif sedikit. Hanya terjadi pada 3 dasarian Desember I, III dan Januari III. Jika dibandingkan dengan Ciranjang yang memiliki waktu tanam yang hampir sama dengan tahun normal. Namun karena rendahnya Indeks Kecukupan Air untuk kejadian El Niño kuat bersamaan dengan IOD positif, maka di Krangkeng tidak bisa ditanami padi.

4.3.2. Potensi Waktu Tanam di Wilayah Equatorial

Dokumen yang terkait

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap propagasi Madden Julian Oscillation (MJO)

3 27 31

Identifikasi Fenomena ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Daerah Jawa Barat (Studi Kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur)

3 29 184

Pengaruh ENSO (El Nino- Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Tipe Hujan Equatorial dan Monsunal (Studi Kasus Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat)

2 24 60

Penetapan kalender tanam padi berdasarkan fenomena enso (El Niño Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) di wilayah Monsunal dan Equatorial

0 11 404

Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters

2 10 826

Pengaruh El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap Produktivitas Kelapa Sawit

1 2 56

Keragaman curah hujan indonesia saat fenomena indian ocean dipole (iod) dan el nino southern-oscillation (enso)

1 5 39

Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters

2 29 425

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Osscillation (ENSO) Terhadap Variabilitas Upwelling Di Perairan Selatan Jawa.

0 1 1

Impacts of El Niño 2015 and the Indian Ocean Dipole 2016 on Rainfall in the Pameungpeuk and Cilacap Regions

0 0 12