Sumber Air di Lahan Sawah Wilayah Equatorial

126 Sumber air yang digunakan oleh petani untuk mengairi lahannya tidak selalu sama, baik pada setiap musim tanam maupun pada tahun normal dan tahun kering. Ketersedian air pada saat tahun kering sangat berbeda apabila dibandingkan pada saat tahun normal. Tahun kering sendiri sering disebabkan oleh adanya anomali iklim yang terjadi pada daerah tersebut, dalam hal ini di Indramayu tahun kering disebabkan adanya fenomena El Niño dan IOD positif. Petani melakukan perubahan penggunaan sumber air pada tahun kering sebagai bentuk adaptasi untuk memenuhi kebutuhan air lahan pertaniannya dan sekaligus menghindari terjadinya kerusakan akibat kekeringan.

6.3.2. Sumber Air di Lahan Sawah Wilayah Equatorial

Di wilayah equatorial, dipilih Solok dan Pesisir Selatan masing-masing untuk wilayah yang tidak terpengaruh dan terpengaruh oleh ENSO dan IOD. Pada lahan irigasi teknis, di kedua wilayah tersebut perbedaan tahun kering dan tahun normal tidak tergambar dengan jelas sehingga sumberdaya air yang tersedia hampir merata baik pada tahun normal maupun kering. Pada tahun normal perbedaan terjadi pada saat MT II di lahan irigasi non teknis. Sekitar 33 responden di Pesisir Selatan sudah mulai mengandalkan hujan sebagai pasokan irigasinya karena sebagian besar saluran irigasi mulai mengering saat memasuki MT II. Pada tahun kering MT I di Solok, petani pada lahan irigasi teknis masih dapat menggunakan irigasinya sebagai sumber air utama, pasokan irigasi berkurang baik pada lahan irigasi semi teknis maupun non teknis sehingga banyak yang menggunakan sumber air alternatif. Hal tersebut ditandai dengan respon petani yang menggunakan mata air, sungai, dan menunggu hujan masing-masing 40, 10 dan 20 sebagai pengganti air dari saluran irigasi dan penggunaan sungai dan mata air semakin meningkat pada MT II di lahan tadah hujan Tabel 6.3. Memasuki MT II pada tahun normal, 33 petani dengan tipe lahan tadah hujan mulai mengalami kesulitan dalam memperoleh air. Sehingga petani memanfaatkan sungai sebagai sumber air alternatif. Tahun kering pada MT II tidak terlalu terlihat perbedaan penggunaan sumber air pada petani yang memiliki lahan irigasi dengan MT I di tahun kering. Sumber air alternatif lain yang banyak 127 digunakan oleh para petani tadah hujan adalah sungai dengan bantuan pompa yaitu 45 dan mata air 22 petani. Pada MT II ini, tidak semua petani tadah hujan yang melakukan penanaman. Ada sekitar 10 petani tadah hujan yang hanya melakukan sekali tanam setiap tahunnya. MT I di Pesisir Selatan pada tahun kering sudah terlihat jelas perbedaan penggunaan sumber airnya terutama untuk petani irigasi semi teknis, non teknis dan tadah hujan. Seluruh petani dengan tipe lahan tersebut seluruhnya tidak menggunakan irigasinya sebagai sumber pengairan lahan pada MT I di tahun kering. 75 petani irigasi semi teknis mengandalkan hujan dan 25 petani mengandalkan sungai sebagai sumber air lahannya. Petani pada tipe lahan irigasi non teknis, seluruh petani mengandalakn hujan sebagai sumber air utamanya pada tahun kering Tabel 6.4. Pada MT II di tahun nomal tidak terlalu terlihat perubahan penggunaan sumber air untuk pengairan lahan. Namun 33 petani dengan tipe lahan irigasi non teknis mengandalkan hujan sebagai sumber air lahannya. Tahun kering di MT II tidak begitu berbeda dengan MT I. Banyaknya petani yang mengandalkan hujan mengindikasikan bahwa kurangnya sumber air alternatif yang dapat digunakan oleh para petani di Pesisir Selatan. Tabel 6.3 Respon petani terhadap penggunaan sumber air untuk tanaman padi pada tahun normal dan tahun kering di Kabupaten Solok Musim Tanam I dan Musim Tanam II Tipe Irigasi Sumber Air Tahun Normal Tahun Kering Musim Tanam I Musim Tanam II Musim Tanam I Musim Tanam II …………………….................................... Teknis Irigasi 100 100 100 100 Semi Teknis Irigasi 100 100 80 80 Sungai 10 10 Hujan 10 10 Non Teknis Irigasi 100 100 40 40 Hujan 0 0 20 20 Mata Air 0 0 40 40 Tadah Hujan Hujan 100 100 60 33 Sungai 0 0 40 45 Mata Air 0 0 0 22 128 Perbedaan penggunaan sumber air untuk pengairan lahan yang paling terlihat di kedua kabupaten adalah petani pada tipe lahan irigasi semi teknis dan tadah hujan. Pada tahun kering di MT I untuk daerah Solok, 80 petani masih menggunakan irigasi sebagai sumber air lahannya sedangkan petani di daerah Pesisir Selatan dengan tipe lahan yang sama seluruhnya sudah tidak mengandalkan irigasi lagi sebagai sumber air lahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan air pada musim kering tidak dapat dipenuhi melalui irigasi di Pesisir Selatan sedangkan di Solok irigasinya masih mampu untuk memenuhi kebutuhan air lahan petani pada musim kering. Perbedaan penggunaan sumber air pada petani tadah hujan juga terjadi di kedua kabupaten tersebut. Pada tahun kering petani di Pesisir Selatan sepenuhnya mengandalkan hujan sedangkan petani Solok, 40 petani mengandalkan sungai sebagai sumber air alternatif. Hal ini dapat diartikan bahwa petani di Solok memiliki sumber air lainnya yang dapat digunakan untuk mengairi lahan sedangkan petani di Pesisir Selatan hanya mengandalkan hujan. Pada lahan irigasi teknis petani di Pesisir Selatan tidak mengalami kendala dalam memperoleh pasokan irigasi meskipun pada tahun kering. Pasokan berkurang saat terjadi kekeringan pada lahan dengan tipe lahan irigasi semi teknis. Sebanyak 25 responden melakukan antisipasi kekeringan dengan menggunakan pompa dari sungai sedangkan petani yang letak lahannya relatif jauh dari sungai hanya mengandalkan hujan. Untuk lahan dengan irigasi non teknis dan tadah hujan, petani hanya mengandalkan hujan sehingga saat terjadi kekeringan lahan ditanami palawija atau sayuran bahkan diberakan Tabel 6.4. 129 Tabel 6.4 Respon petani terhadap penggunaan sumber air untuk tanaman padi pada tahun normal dan tahun kering di Kabupaten Pesisir Selatan Musim Tanam I dan Musim Tanam II Tipe Irigasi Sumber Air Tahun Normal Tahun Kering Musim Tanam I Musim Tanam II Musim Tanam I Musim Tanam II …………………………........................................ Teknis Irigasi 100 100 100 100 Semi Teknis Irigasi 100 100 0 0 Sungai 0 0 25 25 Hujan 0 0 75 75 Non Teknis Irigasi 100 67 0 0 Hujan 0 33 100 100 Tadah Hujan Hujan 100 100 100 100

6.3.3. Adaptasi waktu tanam padi di Wilayah Monsunal

Dokumen yang terkait

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap propagasi Madden Julian Oscillation (MJO)

3 27 31

Identifikasi Fenomena ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Daerah Jawa Barat (Studi Kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur)

3 29 184

Pengaruh ENSO (El Nino- Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Tipe Hujan Equatorial dan Monsunal (Studi Kasus Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat)

2 24 60

Penetapan kalender tanam padi berdasarkan fenomena enso (El Niño Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) di wilayah Monsunal dan Equatorial

0 11 404

Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters

2 10 826

Pengaruh El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap Produktivitas Kelapa Sawit

1 2 56

Keragaman curah hujan indonesia saat fenomena indian ocean dipole (iod) dan el nino southern-oscillation (enso)

1 5 39

Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters

2 29 425

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Osscillation (ENSO) Terhadap Variabilitas Upwelling Di Perairan Selatan Jawa.

0 1 1

Impacts of El Niño 2015 and the Indian Ocean Dipole 2016 on Rainfall in the Pameungpeuk and Cilacap Regions

0 0 12