153 dasarian. Dengan demikian rotasi tanam pada lahan tadah hujan di pada musim
tanam 20102011 yang dapat dilakukan di Indramayu adalah padi – padipalawija – bera. Untuk lahan irigasi tidak terjadi perubahan waktu tanam, sama dengan
waktu tanam tahun normal yaitu pada Oktober I, lebih awal 1 dasarian dari waktu tanam di lahan tadah hujan.
Potensi waktu tanam pada musim tanam 20102011 di lahan tadah hujan di wilayah equatorial seperti di Tarusan dan Batang Kapas Pesisir Selatan relatif
sama dengan tahun normal bahkan di Batang Kapas maju 1 dasarian dari Oktober 1 menjadi September III. Untuk lahan irigasi tidak terjadi perbedaan waktu tanam
dengan tahun normal yaitu pada September I lebih awal 2 dasarian dari lahan tadah hujan.
8.4. Informasi daya dukung sumberdaya iklim dan adaptasi petani pada
daerah terkena dampak ENSO dan IOD Pendekatan operasional dalam penelitian ini dilakukan dengan
menganalisis respon petani dalam menghadapi variabilitas iklim yang terjadi pada lahan yang dibudidayakannya. Dengan kata lain gejala variabilitas iklim perlu
diikuti dengan kemampuan adapatasi masyarakat setempat the society adaptation ability
khususnya petani agar mengurangi resiko bencana yang terjadi. Adaptasi dapat menggambarkan sebuah proses yang dilakukan petani mencakup cara-cara
menghadapi anomali iklim yang terjadi dengan melakukan penyesuaian untuk mengurangi berbagai pengaruh negatif dan memanfaatkan dampak positifnya.
Kemampuan adaptasi petani dalam menghadapi perubahan iklim tidak terlepas dari daya dukung sumberdaya air.
Sumber air lahan di Indramayu pada saat tahun-tahun normal relatif aman baik pada lahan irigasi maupun tadah hujan. Artinya bahwa ketersediaan air bagi
tanaman baik yang berasal dari hujan, irigasi maupun sumber air lainnya masih tercukupi. Meskipun pada Musim Tanam II, petani yang mempunyai lahan dekat
dengan sungai melakukan antisipasi dengan menggunakan pompa untuk mengambil air. Keragaman adaptasi petani dalam memanfaatkan sumberdaya air
terjadi saat kekeringan. Seiring dengan berkurangnya intensitas hujan petani mulai memanfaatkan sungai untuk mengairi lahan sawahnya. Sebagian sawah yang
posisi lahannya lebih tinggi atau jauh dari saluran yang kekurangan air
154 memanfaatkan pompa meskipun memerlukan modal tambahan untuk bahan bakar.
Pada umumnya petani dalam satu hamparan bergotong-royong mengupayakan air dengan memompa air dari sungai. Air dipompa kemudian dialirkan ke saluran
irigasi tersier untuk menjangkau lahan sawahnya. Selain menggunakan pompa air dari sungai, petani yang letaknya relatif jauh dari sungai menggunakan sumur
pompa untuk mengairi sawahnya dengan menggunakan cara gilir giring dan pengairan macak-macak.
Ketersediaan air di Cianjur relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di Indramayu, hanya pada musim tanam II saja petani melakukan irigasi
menggunakan pompa sungai sama halnya seperti yang dilakukan petani di Indramayu itupun hanya dilakukan oleh petani pada lahan tadah hujan. Perbedaan
ketersediaan air di kedua daerah ini terlihat melalui rotasi tanam yang jauh berbeda antara kedua daerah tersebut. Perbedaan ini terlihat jelas pada lahan tadah
hujan, pola tanam di daerah Indramayu didominasi oleh dua kali tanam yaitu padi- padi, sedangkan pada daerah Cianjur didominasi oleh tiga kali tanam yaitu padi-
padi-palawija. Perbedaan rotasi tanam yang dilakukan petani pada lahan irigasi dan non irigasi antara Indramayu dengan Cianjur semakin jelas menunjukkan
dominasi pengaruh iklim di kedua wilayah tersebut sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan air dalam kegiatan usaha taninya.
Di wilayah pola hujan equatorial, terjadinya perbedaan kekurangan pasokan air irigasi pada musim tanam II antara Solok dengan Pesisir Selatan di
wilayah tipe hujan equatorial mengindikasikan adanya variabilitas iklim di kedua wilayah tersebut. Perbedaan ketersediaan air di kedua daerah ini terlihat melalui
pola tanam yang jauh berbeda antara kedua daerah tersebut. Perbedaan ini terlihat jelas pada lahan tadah hujan, pola tanam di daerah Pesisir Selatan didominasi
oleh dua kali tanam yaitu padi-padi, sedangkan pada daerah Solok didominasi oleh tiga kali tanam yaitu padi-padi-padi.
Berbagai alternatif yang dilakukan petani untuk melakukan adaptasi akibat terjadinya kekeringan, baik dengan memundurkan jadual tanam maupun upaya
lainnya dengan mencari pasokan air untuk irigasinya. Perbedaan adaptasi yang dilakukan petani di Indramayu dan Cianjur lebih disebabkan perbedaan deraan
kekeringan yang terjadi pada kedua wilayah tersebut. Sebagian besar petani di
155 Indramayu lebih memilih memundurkan jadual tanam menunggu hujan karena
ketersediaan air relatif lebih terbatas sedangkan di Cianjur sebagian besar responden memilih untuk mencari sumber air lain untuk pasokan irigasinya.
Namun ada juga beberapa responden yang memundurkan jadual tanam sekitar 2 minggu dari yang sudah ditentukan disebabkan letak wilayah yang cukup jauh
dari sumber air lain. Perbedaan adaptasi petani dalam menghadapi kekeringan juga terjadi di
wilayah equatorial. Kekeringan yang terjadi di Solok tidak dirasakan oleh petani irigasi teknis, namun pada lahan irigasi non teknis dan tadah hujan, petani
melakukan adaptasi dengan memundurkan jadual tanam dan mencari alternatif pasokan irigasi. Kekeringan masih dirasakan oleh petani di Pesisir Selatan baik
pada lahan irigasi teknis maupun tadah hujan. Kekeringan berdampak cukup serius pada lahan tadah hujan di wilayah ini karena petani lebih memilih
memundurkan jadual tanamnya meskipun lebih dari empat minggu.
8.5. Strategi adaptasi kalender tanam menghadapi variabilitas iklim.