Model prediksi curah hujan berdasarkan fenomena ENSO dan IOD.

151 perubahan pola tanam pada saat terjadi fenomena tersebut. Tetapi untuk Krangkeng pengaruh IOD positif relatif kuat sehingga pada musim tanam III terjadi defisit ketersediaan air sangat tinggi, akibatnya rotasi tanam berubah menjadi Padi – Palawija - Bera. Bila dibandingkan dengan wilayah yang tidak terkena dampak fenomena iklim seperti di Cianjur yang diwakili oleh Warungkondang dan Ciranjang, maka potensi waktu tanam akan lebih jauh bergeser. Pernundaan tanam akibat El Niño di Indramayu akan berbeda dengan watu tanam di Cianjur 7 – 9 dasarian untuk lahan tadah hujan dan 3 – 4 dasarian untuk lahan irigasi. Potensi tanam pada sawah tadah hujan di Pesisir Selatan yang merupakan wilayah berpola equatorial pada tahun normal mempunyai potensi tanam relatif sama dengan di Cianjur. Tetapi baik saat terjadi El Niño maupun IOD positif, waktu tanam haya bergeser masing-masing 1 dasarian di wilayah Utara Pesisir Selatan seperti di Tarusan dan 3 dasarian terjadi di Batang Kapas yang merupakan wilayah tengah Pesisir Selatan. Namun pergeseran waktu tanam tersebut tidak merubah rotasi tanam di wilayah tersebut. Rotasi tanam Padi – Padi – Palawija. Potensi tanam hampir sepanjang tahun terdapat di Solok dan di kabupaten tersebut tidak terpengaruh baik oleh ENSO maupun IOD sehingga rotasi tanam padi – padi – padi. Awal tanam untuk musim tanam di Solok seperti di Saning Bakar dan Sumani masing – masing pada Mei I dan Mei III. Pada lahan irigasi, meskipun terjadinya fenomena El Niño maupun IOD positif dapat menurunkan curah hujan pada periode September – November, namun tidak menyebabkan penundaan waktu tanam di Tarusan. Penundaan waktu tanam hanya terjadi di Batang Kapas 1 dasarian saja. Artinya bahwa pengaruh El Niño dan IOD positif di pola hujan equatorial tidak banyak berpengaruh pada lahan sawah irigasi.

8.3. Model prediksi curah hujan berdasarkan fenomena ENSO dan IOD.

Pendekatan taktis dalam penelitian ini adalah dengan melakukan prediksi curah hujan. Informasi prediksi curah hujan sangat diperlukan guna membantu dalam sistem peringatan dini. Pengembangan model dilakukan dengan memasukkan parameter perubahan suhu muka laut di Pasifik Equatorial dan Samudera Hindia. 152 Penentuan hasil prediksi yang baik diperoleh berdasarkan hasil training model dan validasinya. Hasil análisis model yang di wilayah monsunal yang dilakukan di Cianjur pada stasiun Warungkondang dan Ciranjang serta di wilayah pola hujan equatorial di Solok stasiun Sumani menunjukkan nilai r 2 yang kecil berkisar antara 0.51 dan 0.52 sehingga dapat dikatakan bahwa fluktuasi curah hujan kurang dapat digambarkan dengan baik oleh model. Hal tersebut terjadi karena fluktuasi curah hujan di kedua wilayah tersebut tidak berkorelasi dengan baik dengan fluktuasi ENSO maupun IOD. Berdasarkan kondisi tersebut pembahasan hasil prediksi selanjutnya hanya dilakukan di Indramayu dan Pesisir Selatan saja. Akurasi hasil training maupun validasi akan terlihat dengan baik bila dilakukan pada wilayah yang memang sudah terindikasi nyata pengaruh ENSO maupun IOD. Sebagai contoh análisis yang dilakukan di wilayah monsunal yang menunjukkan nilai r 2 yang relatif tinggi di Anjatan, Krangkeng, maupun Kertasemaya di kabupaten Indramayu. Hal tersebut menandakan hubungan curah hujan berkaitan erat dengan fluktuasi ENSO maupun IOD sehingga análisis prediksi curah hujan dapat dilakukan di wilayah tersebut. Selanjutnya hasil prediksi curah hujan di Indramayu menunjukkan curah hujan hampir selalu di atas normal pada periode September – November tahun 2010 dan kondisi tersebut terus berlangsung sampai dengan periode Desember – Februari tahun 20102011. Memasuki periode Maret – Mei 2011 curah hujan berada di bawah normal rata- ratanya. Kondisi tersebut memberikan indikasi bahwa baik pada periode pancaroba transisi memasuki musim hujan maupun pada musim hujan di Indramayu berada pada kondisi basah. Analisis berikutnya adalah penetapan potensi waktu tanam berdasarkan hasil prediksi curah hujan. Potensi tanam untuk Musim Tanam I 20102011 untuk wilayah monsunal baik di Anjatan, Kertasemaya dan Krangkeng di Kabupaten Indramayu lebih awal satu dasarian dari potensi tanam tahun normal yaitu pada Oktober II. Dengan majunya potensi waktu tanam tersebut maka rentang waktu tanam di Anjatan dan Kertasemaya bertambah masing-masing 1 – 2 dasarian dari 15 dasarian menjadi 16 dan 17 dasarian. Di Krangkeng yang sifat hujannya lebih kering mempunyai rentang waktu tanam sama dengan tahun normalnya yaitu 13 153 dasarian. Dengan demikian rotasi tanam pada lahan tadah hujan di pada musim tanam 20102011 yang dapat dilakukan di Indramayu adalah padi – padipalawija – bera. Untuk lahan irigasi tidak terjadi perubahan waktu tanam, sama dengan waktu tanam tahun normal yaitu pada Oktober I, lebih awal 1 dasarian dari waktu tanam di lahan tadah hujan. Potensi waktu tanam pada musim tanam 20102011 di lahan tadah hujan di wilayah equatorial seperti di Tarusan dan Batang Kapas Pesisir Selatan relatif sama dengan tahun normal bahkan di Batang Kapas maju 1 dasarian dari Oktober 1 menjadi September III. Untuk lahan irigasi tidak terjadi perbedaan waktu tanam dengan tahun normal yaitu pada September I lebih awal 2 dasarian dari lahan tadah hujan.

8.4. Informasi daya dukung sumberdaya iklim dan adaptasi petani pada

Dokumen yang terkait

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap propagasi Madden Julian Oscillation (MJO)

3 27 31

Identifikasi Fenomena ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Daerah Jawa Barat (Studi Kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur)

3 29 184

Pengaruh ENSO (El Nino- Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Tipe Hujan Equatorial dan Monsunal (Studi Kasus Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat)

2 24 60

Penetapan kalender tanam padi berdasarkan fenomena enso (El Niño Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) di wilayah Monsunal dan Equatorial

0 11 404

Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters

2 10 826

Pengaruh El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap Produktivitas Kelapa Sawit

1 2 56

Keragaman curah hujan indonesia saat fenomena indian ocean dipole (iod) dan el nino southern-oscillation (enso)

1 5 39

Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters

2 29 425

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Osscillation (ENSO) Terhadap Variabilitas Upwelling Di Perairan Selatan Jawa.

0 1 1

Impacts of El Niño 2015 and the Indian Ocean Dipole 2016 on Rainfall in the Pameungpeuk and Cilacap Regions

0 0 12