Perkembangan Industri Karet Indonesia

2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia

Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kruk waarop wij drijven ” karet adalah gabus dimana kita berapung. Walaupun sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu. Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi. Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini : 1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP Perseroan Terbatas Perkebunan. 2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta. 3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat. Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80 areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat. Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama untuk jenis Syrene Butadien Rubber SBR. Jenis ini dikembangkan untuk Universitas Sumatera Utara mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran. Spillane J.J., 1989. Pada tahun 2005 perdagangan karet Indonesia mengalami surplus sebesar US 2,9 juta dimana nilai ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Potensi surplus ini masih bisa naik lagi mengingat kebutuhan karet dunia yang terus meningkat, ditambah lagi apabila di dukung pengurangan volume impor karet dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri. Pusdatin, 2007.

2.3 Karet Alam

Dokumen yang terkait

Analisis Optimasi Penggunaan Input Produksi Pada Perkebunan Kelapa Sawit Tambunan

19 77 104

Pengaruh Abu Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Tambahan Pada Pembuatan Batako

18 328 64

Usulan Perbaikan Mutu Produk Rubber Smoke Sheet (RSS) Berdasarkan Metode Kaizen Di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para

3 56 144

Pengaruh Kenaikan Temperatur dan Lamanya Waktu Pengasapan Terhadap Mutu Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Menggunakan Anava Pada Pabrik Karet PTPN III Gunung Para

16 86 132

Usulan Perbaikan Metode Kerja Pada Proses Sortasi Rubber Smoke Sheet Di Pabrik Karet PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para

0 65 126

Optimalisasi produksi karet olahan RSS (Ribbed smoke sheet : pada unit usaha musi landas ptp nusantara v11 persero sumatra selatan

1 7 102

PENGARUH PENGGUNAAN ASAP CAIR DARI TIGA JENIS KAYU UNTUK MEMBEKUKAN LATEKS CAIR TERHADAP MUTU KARET LEMBARAN ASAP BERGARIS (RIBBED SMOKED SHEET, RSS)

1 12 51

ANALISIS PENINGKATAN KUALITAS PRODUKSI RIBBED SMOKE SHEET (RSS) UNTUK MENGURANGI CACAT PRODUK MENGGUNAKAN METODE MACHINE QUALITY AND PEOPLE (MQP) DI PTPN IX KEBUN MERBUH.

0 3 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

0 0 22

Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

0 2 14