56
4.2.1.3.3 Alih Kode
Alih Kode dalam Lawakan Peyang Penjol dimanfaatkan untuk menciptakan humor. Pemanfaatan Alih Kode dalam Lawaka Peyang Penjol dapat
dilihat pada dialog-dialog berikut. Data dialog no.III.163
KONTEKS : DOKTER SEDANG BERBICARA DENGAN GADIS SUNDA Dokter
: “Néng, badhé angkat kémana néng?” : “Neng, mau pergi kemana neng?
Gadis Sunda : “Ameng wae jang.” :
“Diam saja
jang.” Dokter
: “Bumina aya dimana si neng?” : “Rumahnya dimana neng?”
Gadis Sunda : “Oh aya di lebak. E mang Gofar sorangan waé nuhun aya naon si?”
: “Oh ada di bawah. mang Gofar sendirian saja, maaf ada apa?” Dokter
: “Ente naon-naon, éta si budak gering ketiban canon.” : “Tidak apa-apa, itu anak kurus kejatuhan canon.”
Pada dialog di atas terjadi pemanfaatan campur kode untuk menciptakan humor. Karena Dokter sedang berbicara dengan gadis Sunda maka Dokter ikut
menggunakan bahasa Sunda.
4.2.1.3.4 Campur Kode
Campur Kode dalam Lawakan Peyang Penjol dimanfaatkan untuk menciptakan humor. Pemanfaatan Campur Kode dapat dilihat pada dialog-dialog
berikut. Data dialog no. V.36-V.37
KONTEKS : SULIYAH MEMBERI TAHU TEMPAT YANG BIASA DIDATANGI MAS JOKO
Peyang :
“Tapi biasané ndhokdhok nang padon teng ngrika?”
57
“ Tetapi biasanya nongkrong di pojok sana” Suliyah :
“Ya ora Ndhodhok nang becak, ngger nang padon ya ora kaya kowé nang padon nglethaki balung. Kiyé tuli anu lagi nunggu-
nunggu, carané menunggu kedatangan cintanya.” “Tidak Duduk di becak, walaupun di pojok tidak seperti kamu
yang hanya makan tulang. Itu sedang menunggu kedatangan cintanya.”
Pada dialog di atas terdapat kata “menunggu kedatangan cintanya” menunjukan campur kode antara bahasa Banyumas dan bahasa Indonesia yang
menyebabkan humor. Pada data dialog no.III.72-III.73 juga memanfaatkan campur kode sebagai
penciptaan humor. KONTEKS : PEYANG MENGUTARAKAN KEINGINANNYA UNTUK
MEMPERISTRI SULIYAH Peyang :
“Ora kaya kuwé magsudé. Énggané Ko ngomong ramané, Énggané Ko ya tek nggo brayan nyong mestiné ramané olih apa
ora? “Tidak seperti itu maksudnya, jikalau kamu berbicara dengan
bapakmu, seandainya kamu saya jadikan istri, apakah bapakmu mengijinkan?”
Suliyah : “Hem, kula napa?ndak mau”.
“ Hem, saya? Tidak mau.”
Pada dialog di atas terdapat kata ndak mau menunjukan campur kode antara bahasa Banyumas dan bahasa Indonesia yang menyebabkan humor.
Pada data dialog no.I.163 juga memanfaatkan campur kode sebagai penciptaan humor.
KONTEKS : PAK DOKTER SEDANG TERINGAT KISAH CINTANYA Pak Dokter
: “Atis-atis lungguh dhéwékan mérekaken dadi kélingan kisah kegagalan cintaku. Yén tek éling-éling malah mérekna dadi sok
benci tapi rindu.” “Dingin-dingin duduk sendirian jadi teringat kisah kegagalan
cintaku. Kalau diingat-ingat jadi membuat benci tapi rindu.”
58
Pada dialog di atas terdapat kata benci tapi rindu dalam dialog yang diucapkan oleh pak dokter menggunakan bahasa Jawa. Hal tersebut menunjukan
adanya campur kode antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia yang menyebabkan humor.
4.3 Kaitan Lawakan Peyang Penjol dengan Kearifan Lokal
Banyumas
Lawakan Peyang Penjol merupakan salah satu akar tradisi yang menjadi bagian dari karakter atau watak orang Banyumas. Peyang Penjol sebenarnya
merupakan metafora, sublimasi dari kondisi masyarakat Banyumas. Humor- humor segar mengalir tanpa beban dari tokoh-tokoh tersebut. Kaitan lawakan
Peyang Penjol dengan kearifan lokal budaya Banyumas adalah, 1.
Dialek yang digunakan dalam lawakan
Peyang Penjol dalam melawak selalu menggunakan dialek Banyumas yang lebih dikenal dengan istilah ngapak. Dengan dialek ngapak, Peyang Penjol
selalu mengeluarkan ejekan-ejekan, kritikan, mengingatkan, mendidik, menerjemahkan perilaku pemimpin dan masyarakat yang dipimpin menjadi bahan
lawakan. Berbagai isu sosial yang terjadi saat itu diramu dan ditanggapi secara cablaka dalam pandangan masyarakat Banyumas. Tuturan cablaka atau blakasuta
atau thokmelong merupakan karakter asli orang Banyumas, yang mengedepankan keterusterangan. Orang Banyumas asli jika bertutur kata selalu thokmelong tanpa
basa-basi, sehingga dari luar akan tampak tidak memiliki unggah-ungguh etika, lugas, dan terkesan kurang ajar. Cablaka, blakasuta, atau thokmelong adalah