42
Pelanggaran maksim pelaksanaan terdapat pada data dialog no. I.1 berikut. KONTEKS : SULIYAH SEDANG MEMBICARAKAN SUAMINYA
Suliyah : “Barang pernyakité suwé-suwé imbuh-imbuh, nyong bingung.
Tek gawa maring nggoné mbak Pus. “Pus sapa kaé” , Puskesmas Wong mas’é larang dadi meng nggoné mbak Pus.”
: “Ketika penyakitnya bertambah parah, saya bingung. Saya bawa ke mbak Pus. “Pus siapa itu.” Puskesmas Orang masnya mahal
jadi ke mbak Pus.” Pada dialog di atas kepatuhan terhadap maksim pelaksanaan yaitu
berbicara secara langsung telah dilanggar oleh Suliyah. Suliyah tidak menyebutkan Puskesmas secara langsung tetapi menyebutnya dengan mbak Pus.
4.2.1.2 Pelanggaran Prinsip Kesopanan
Berbicara secara kooperatif tidak hanya mengharuskan para peserta tutur mematuhi prinsip kerjasama, tetapi juga prinsip kesopanan. Prinsip-prinsip
kesopanan yang terjabar dalam maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim
kesimpatian ini mengatur cara-cara peserta tutur berkomunikasi dalam rangka menghormati lawan bicaranya. Dalam komunikasi yang nonbonafit seperti
misalnya dalam wacana humor lawakan Peyang Penjol maksim-maksim tersebut disimpangkan sebagai upaya menciptakan kelucuan. Berikut adalah penjelasan
mengenai penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam prinsip-prinsip kesopanan.
4.2.1.2.1 Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan
Maksim kebijaksanaan mengharuskan setiap pembicara untuk meminimalkan kerugian bagi orang lain, atau memaksimalkan keuntungan orang
43
lain. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menimbulkan kesan sopan terhadap lawan tutur. Namun demikian dalam lawakan Peyang Penjol sering kali terjadi
adegan di mana para peserta tutur berusaha memaksimalkan kerugian bagi orang lain dan mencari keuntungan bagi diri sendiri.
Pelanggaran maksim kebijaksanaan terdapat pada data dialog no. I.212- I.218 berikut.
KONTEKS : JEBENG MENAGIH JANJINYA KEPADA PEYANG SETELAH DIMADU
Jebeng : “Lah iya, tapi tuli gemiyén janjiné angger nyong gelem diwayu
sampéyan arep adil, ning nyatané ora adil.” : “Dulu kamu berjanji, jika saya mau dimadu kamu akan adil, tetapi
kenyataannya tidak adil.” Peyang :
“Kuwé malah ujarku adil, ujarku” : “Menurutku, itu sudah adil”
Jebeng : “Lah dénéng lima dina ora bali?”
: “Kenapa lima hari tidak pulang?” Peyang :
“Lah kejaba nyong lima dina ora bali, nyong goli ngarani adil, mbekayuné manak apa ora?”
: “Meskipun lima hari saya tidak pulang, saya bisa berkata adil. kamu bisa melihatnya sendiri apakah istri pertamaku mempunyai
anak atau tidak?” Jebeng :
“Ora.” :
“Tidak.” Peyang :
“Lah malah Ko tuli manak dhéwék-dhéwék.” : “Kamu sendiri yang mempunyai anak kan?”
Jebeng : “Kuwé ta iya, wong caloné mbekayuné majir ndéyan kaé.
: “Itu benar, sepertinya memang istrimu mandul.”
Pada dialog di atas Peyang mencari keuntungan bagi diri sendiri dengan terus membela diri bahwa apa yang dilakukan Peyang sudah benar.
Tuturan Peyang pada data dialog no.II.87-II.90 juga melanggar maksim kebijaksanaan.
KONTEKS : PEYANG MEMBELA DIRI DIHADAPAN ISTRINYA Peyang :
“Sing salah udu nyong, sing salah ambéné.”
44
: “ Yang salah bukan aku, yang salah ranjangnya.” Bu Peyang
: “Keprimén si?” : “Bagaimana sih?”
Peyang : “Lah wong genah dituroni ndina-ndina, mengi-mengi koh meneng
baé. Jajal, enggane ditutur ora olih lunga loh nyong ora betah.” : “Sudah jelas ditiduri setiap malam kok tetap diam saja. Cobalah,
seandainya saya tidak boleh pergi saya tidak kerasan.” Bu Peyang
: “Kuwé ya bener rika, timbang Gardomin.” : “Kamu memang benar, daripada Gardomin.”
Pada dialog di atas tuturan Peyang dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan karena Peyang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri dengan
membela diri bahwa dia tidak bersalah, yang salah adalah ranjang. Tuturan Suliyah pada data dialog no.III.52-III.53 juga melanggar maksim
kebijaksanaan. KONTEKS : PEYANG MENGUNGKAP KEJELEKAN SULIYAH YANG
SUKA MENCURI DI WARUNG Peyang :
“Lah kaya ora ngerti Ko. Angger Ko lagi diprentah pasar adol gula, tuli nang pasar genah gawéné angger médang nang
warung bareng karo inyong”. : “Kamu seperti tidak tahu saja. Ketika diperintah ke pasar menjual
gula, jelas kerjaanya minum di warung bersama dengan saya,” Suliyah :
“Lah kula mboten naté médang warung Pak, kula.” : “Saya tidak pernah minum di warung Pak.”
Peyang : “Lah kaé si ganu agi médang Ko ngomong wis mbayar kanané
anu urung mbayar. Ko ngomong wis mbayar di udag-udag nang pasar mbok Ko?”
: “Dulu kamu minum katanya sudah bayar ternyata belum bayar. Kamu dikejar-kejar karena belum bayar, tapi berkata sudah.”
Suliyah : “Ah mboten. Niku tuli anu njaluk jujulan katut kula”.
: “Tidak, itu hanya meminta kembalian yang terbawa saya.”
Pada dialog diatas Suliyah melanggar maksim kebijaksanaan karena Suliyah selalu membela dirinya sendiri dengan tidak mengakui apa kesalahannya.
45
4.2.1.2.2 Pelanggaran Maksim Kemurahan