Aspek Waktu Aspek Suasana

Pertapaan Kendalisada dan mendapatkan sambutan yang menyenangkan dari Anoman.

4.3.2 Aspek Waktu

Latar waktu dalam lakon ini tidak diperlihatkan dengan jelas. Pada awal pertunjukan, dhalang tidak menjelaskan kepada penonton kapan dan pada masa apa peristiwa itu terjadi. Dalam lakon ini hanya diketahui bahwa peristiwa itu terjadi saat Semar ingin membangun mental para ratunya yang telah bobrok.

4.3.3 Aspek Suasana

Dalam suatu drama atau pagelaran wayang, aspek suasana juga sangat berpengaruh. Adanya aspek suasana membuat penonton bisa merasakan apa yang sedang terjadi dalam tiap adegan. Pada lakon ini terdapat beberapa aspek suasana yang dikemukakan sebagai berikut. a. Hikmad Suasana yang hikmad dapat dirasakan pada saat pertemuan di Sitinggil Binartatra dimulai. Saat Prabu Puntadewa masuk bersama dengan keempat adiknya, semua orang yang sudah berkumpul di situ mulai diam dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh ratunya. Pada lakon ini terdapat pada adegan pertama. Penyebaran pathet pada suasana hikmad terdapat pada pathet nem. Seperti kutipan di bawah ini. …wus paripurna candraning ingkeng pinuju saknewenggah. Pocapa tuking titiwancine sang nata arep sanabda, songsong kencana, mijil saking kedhaton byar tindho kumelating ratih. Sedaya para naka padha tanggap ing sasmita daya uninga paran sabda nata ngangseg ngge nyungadep. Kepireng suwara kang ompyan gemuruh ora mantra-mantra para kawus madhong candrane lir negara keprabon pangramuk saka mancanegara nggih kanca jagading dhadha maju sag seg sag seg sateguh. ‘…sudah berakhir candra sampai sini. Telah sampai waktunya sang raja akan bersabda, payung kencana, menyatu dari kerajaan berkilauan sinar lampu. Semua para abdi tanggap dengan tanda dari raja. Terdengar suara yang bergemuruh dicandrakan negara yang terkenal sampai mancanegara, negara tetangga. ’ Semar Mbangun Kayangan Disk 1 Kutipan di atas menggambarkan suasana di Sitinggil Binartatra yang hikmad ketika diadakan pertemuan dengan petinggi-petinggi Ngamarta. Suasana begitu hikmad ketika Prabu Puntadewa mulai bersuara. Para abdi mulai menempatkan diri dan bersiap mendengarkan apa yang dikatakan rajanya. b. Tegang Suasana tegang dalam lakon ini dapat dirasakan pada adegan ke-2, yaitu saat Bathara Kresna marah di Sitinggil Binartatra karena beliau merasa tidak digugu oleh Prabu Puntadewa. Suasana tegang yang lainnya dirasakan saat terjadi peperangan, yaitu perang antara Raden Gathutkaca dengan Raden Antareja pada bagian awal adegan ke-17 dan saat perang antara Raden Antareja melawan Raden Antasena pada bagian akhir adegan ke-18. Penyebaran pathet dengan suasana tegang terdapat pada pathet nem dan pathet manyura. Seperti kutipan di bawah ini. RADEN GATHUTKACA MARAH DENGAN RADEN ANTAREJA, TERJADILAH PERKELAHIAN RADEN GATHUTKACA Kakang Antareja aja nggugu karepmu dhewe. Kakang Antareja tekang Karang Kapulutan karana Gathutkaca. Ana kedadeyan Abimanyu mati merga saka Kakang Antareja. Aku ora nrimakake. ‘Kakang Antareja jangan seenakmu sendiri. Kakang Antareja sampai Karang Kapulutan karena Gathutkaca. Ada kejadian Abimanyu meninggal karena Kakang Antareja. Aku tidak terima. ’ RADEN ANTAREJA Sing bodho ki kowe. Semar kae ki jane suwung blung ora ana apa- apane. Sing jenenge Badranaya kuwi ora ana apa-apane. Lha wong kaya ngono kok dha diguroni, wonge blak blak blak. Coba arep ana undhake apa kowe, He? Aja dha nggugu karo sing jenenge Badranaya. Ora sah nggugu karo wejangane Semar. Ora ana apa-apane Gathutkaca. ‘Yang bodoh itu kamu. Semar itu hanya kosong tidak ada apa- apanya. Yang namanya Badranaya itu tidak ada apa-apanya. Orang seperti itu kok dijadikan guru, orangnya blak blak blak. Akan ada kemajuan apa kamu? Jangan pada percaya sama nasihatnya Semar. Tidak ada apa-apanya Gathutkaca. ’ RADEN GATHUTKACA Senajan kaya mengkono ora ana kene papane perkara Kakang Antareja ora manut ngelmune Semar, mangsabara, ning aja nganggu sapa-sapa. ‘Meskipun seperti itu tidak di sini tempatnya Kakang Antareja tidak nurut ilmunya Semar, terserah, tapi jangan mengganggu siapa-siapa. RADEN ANTAREJA Aku ora nrimakake yen para pepundhenku, ming karo Semar kok dianggep. ‘Aku tidak terima leluhurku, hanya Semar kok dianggap.’ RADEN GATHUTKACA Ayo nutut banda. ‘Kuhajar kau.’ RADEN ANTAREJA Oo, ajar aku. Ngendi sing bakal pati. ‘Oo, hajar aku. Siapa yang akan mati.’ Semar Mbangun Kayangan Disk 6 Kutipan di atas menggambarkan suasana yang tegang saat terjadi peperangan antara Raden Gathutkaca dengan Raden Antasena. Peperangan pada saat itu berlangsung sengit karena Raden Antasena dibantu oleh Maling Sukma yang berada di raganya. c. Gembira Suasana gembira dapat dirasakan saat Gareng, Petruk, dan Bagong menyanyikan berbagai macam tembang, baik macapat maupun campursari di Pedhukuhan Karang Kapulutan. Pada saat itu suasana begitu gayeng, sehingga tidak membuat monoton isi ceritanya. Suasana tersebut terdapat pada adegan ke-14, dan adegan itu disebut juga dengan gara-gara. Penyebaran pathet dengan suasana gembira terletak pada pathet sanga. Seperti kutipan di bawah ini. GARENG DAN BAGONG BERNYANYI BERSAMA BAGONG Ee,, lha gebleg. Gambang suling sing nggenah swarane. Eyoo.. ‘Ee,,bodoh. Gambang suling yang benar suaranya. Eyoo..’ GARENG Apik iki Gong. ‘Bagus ini Gong.’ BAGONG Nong ning nung. ‘Nong ning nung.’ GARENG Ek..ok.. Ek..ok.. ‘Ek..ok.. Ek..ok..’ Semar Mbangun Kayangan Disk 5 Kutipan di atas menggambarkan suasana yang menggembirakan saat Gareng dan Bagong bernyanyi bersama. Mereka menyanyi untuk menghibur penonton dan para pandhawa yang baru tiba di rumah Ki Semar Badranaya.

4.4 Tema dan Amanat