2.2.3.3 Latar atau Setting
Abrams 1981:175 latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Stanton 1965 mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan plot ke dalam fakta cerita
sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca dengan menciptakan suasana
tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian merasa dipermudah untuk mengoperasikan daya imajinasinya, di
samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuaannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran,
ketepatan, dan aktualisasi lataryang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang
sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke
dalam cerita Nurgiyantoro 2005:217. Nurgiyantoro 2005:218-222 membagi latar menjadi empat, yaitu 1 latar
fisik, 2 latar spiritual, 3 latar netral, dan 4 latar tipikal. 1
Latar Fisik, latar yang berupa nama tempat dan waktu terjadinya suatu peristiwa. Penunjukan latar fisik dalam karya fiksi dapat dengan cara yang
bernacam-macam, tergantung selera dan kreativitas pengarang. Ada
pengarang yang melukiskan secara rinci, sebaliknya ada pula yang sekedar menunjukkannya dalam bagian cerita. Artinya, ia tak secara khusus
menceritakan situasi latar. 2
Latar Spiritual, nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. Latar spritual berupa tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang
berlaku di tempat yang bersangkutan. Latar spiritual dalam fiksi, khususnya karya-karya fiksi Indonesia hadir dan dihadirkan bersama dengan latar fisik.
Hal ini akan memperkuat kehadiran, kejelasan, dan kekhususan latar fisik yang bersangkutan. adanya deskripsi latar spiritual inilah yang menyebabkan
latar tempat tertentu, misalnya Jawa dapat dibedakan dengan tempat-tempat lain.
3 Latar Netral, latar netral tidak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang
menonjol yang terdapat dalam sebuah latar. Sifat yang ditunjukkan latar tersebut merupakan sifat umum terhadap hal sejenis, misalnya desa, kota,
hutan, pasar, sehingga sebenarnya hal itu dapat berlaku di mana saja. Artinya, jika tempat-tempat tersebut dipindahkan, hal itu tidak akan mempengaruhi
pemplotan dan penokohan. 4
Latar Tipikal, latar ini memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial.
Latar dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu terjadinya peristiwa. Ada perbedaan yang tidak mudah dilihat antara setting bagian dari teks
dan hubungan yang mendasari suatu lakuan terhadap keadaan sekeliling. Latar dapat menjadi lebih luas dari sekadar urutan lakuandan tidak tergantung pada arti
dari setiap peristiwa. Perumusannya, latar dipandang sebagai bagian jenis informasi, evaluation atau penilaian, collateral atau yang mengiringi, di mana
atau where, kapan atau when, while, saat atau waktu dalam masalah apa kejadian itu ditempatkan. Pada konteks ini latar dibicarakan dalam non-events. Jelasnya,
latar setting dalam lakon tidak sama dengan panggung. Panggung merupakan perwujudan dari setting. Setting mencakup dua aspek penting yaitu, 1 aspek
ruang, dan 2 aspek waktu. Di samping dua aspek tersebut, ada satu aspek lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu 3 aspek suasana.
1 Aspek Ruang
Aspek ruang menggambarkan tempat terjadinya peristiwa dalam lakon. Pada drama tradisional, tempat terjadinya peristiwa dalam lakon sering
diidentifikasikan dengan tempat dalam realita. Lokasi atau tempat terjadinya peristiwa dalam lakon dapat di istana, rumah biasa, hutan, gunung, langit,
laut, pantai, tempat peperangan, dan sebagainya. Peristiwa itu juga bisa terjadi di dunia atau di kahyangan. Jika lokasi terjadinya peristiwa bertempat
di dalam diri manusia itu sendiri, maka akan timbul konflik batin yang sulit dileraikan. Manusia dalah sumber segala konflik, maka manusia pulalah yang
harus menyelesaikannya. 2
Aspek Waktu Aspek waktu dibagi menjadi dua bagian, yaitu a waktu cerita dan b waktu
penceritaan. a
Waktu Cerita, yaitu waktu yang terjadi dalam seluruh cerita atau satu episode dalam lakon. Misalnya, perang
wayang berlangsung selama 18 hari. Waktu cerita dalam lakon
2.2.3.4 Tema dan Amanat