Alur atau Plot Struktur Lakon

untuk dipentaskan. Dari kedua definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lakon adalah drama. Jenis lakon berbeda dengan jenis prosa dan puisi dalam hal hakikat, bentuk pengungkapan, dan teknik penyajiaannya. Hakikat lakon adalah tikaian konflik. Hakikat prosa adalah cerita, dan hakikat puisi adalah imajinasi. Lakon, prosa, dan puisi merupakan bentuk-bentuk pengungkapan sastra. Teknik penyajian lakon menggunakan cakapan, baik monolog maupun dialog. Prosa menggunakan kisahan, sedangkan puisi menggunakan citraan. Di dalam drama ada dua aspek yang sangat penting, yaitu struktur dan tekstur. Struktur merupakan komponen paling utama dalam drama. Struktur adalah bangunan yang di dalamnya terdiri dari unsur-unsur tersusun menjadi suatu kerangka bangunan arsitekstural. Satoto 1985:14 mengatakan bahwa adegan- adegan di dalam lakon merupakan bangunan unsur-unsur yang tersusun dalam satu kesatuan. Jadi untuk menganalisis struktur lakon, harus memulai dengan unit paling dasar yaitu adegan. Unsur-unsur pendukung struktur lakon yaitu alur atau plot, tokoh dan penokohan, latar atau setting, serta tema dan amanat.

2.2.3.1 Alur atau Plot

Alur atau plot adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Tautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal dan hubungan kasual sebab akibat. Pengertian lain tentang alur yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui perumitan atau komplikasi ke arah klimaks dan penyelesaian. Pada Kamus Istilah Drama 2003:4-5, alur diartikan jalinan peristiwa di dalam naskah drama atau sastra untuk mencapai efek tertentu. Tautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab akibat. Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin secara seksama, yang sanggup menggerakkan jalannya cerita melalui rumitan kea rah klimaks dan penyelesaian atau tanpa penyelesaian. Stanton 1965:14 mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny 1966:14 mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Struktur umum yang membentuk alur dramatik sebuah lakon adalah introduction atau exposition perkenalan atau eksposisi, rising action atau complication perumitan, penggawatan atau komplikasi, the climax atau turning point klimaks atau puncak yang sangat menentukan, falling action atau unravelling leraian atau selesaian, the denouement atau resolution in tragedy resolusi, dan yang terakhir the conclusion kesimpulan akhir. Alur adalah rangkaian peristiwa yg direka dan dijalin dng saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian atau jalinan peristiwa dl karya sastra untuk mencapai efek tertentu, pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab-akibat http:www.artikata.comarti-318576-alur.html . Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah inter-relasi fungsional dalam karya fiksi. Alur ini merupakan perpaduan unsur 5 Resolusi, pada tahap ini persoalan telah memperoleh peleraian. Tegangan akibat terjadinya konflik telah menurun, maka pada tahap ini disebut juga dengan falling action. 6 Keputusan, pada tahap ini persoalan telah memperoleh penyelesaiaannya. Konflik sudah dapat diakhiri. Jadi jika dilukiskan dengan gambar, alur struktur drama di atas sebagai berikut: d c e a b f a : eksposisi b : konflik c : komplikasi d : krisis e : resolusi f : keputusan Alur dilihat dari segi mutunya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1 alur erat atau ketat yaitu jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam karya sastra. Kalau salah satu peristiwa atau kejadian dihilangkan, maka keutuhan cerita akan terganggu. 2 alur longgar yaitu jalinan peristiwa yang tidak padu. Kalau salah satu peristiwa dihilangkan maka tidak akan mengganggu keutuhan dan jalannya cerita. Pada alur longgar sering disisipi alur-alur bawahan, maka sering timbul penyimpangan alur. Alur dilihat dari segi jumlahnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1 alur tunggal, dan 2 alur ganda. Pada alur tunggal hanya terdapat satu alur, alur ini digunakan jika pengarang ingin memfokuskan dominasi seorang tokoh tertentu sebagai hero atau pahlawan. Pada alur ganda terdapat lebih dari satu alur atau terdapat beberapa tokoh yang diceritakan kisah hidupnya, permasalahan, dan konflik yang dihadapi. Alur ganda terdapat pada lakon wayang. Alur dilihat dari sisi lain dapat dibedakan menjadi sembilan. Berikut ini pembagian alur dilihat dari sisi lain. 1 Alur menanjak rising plot, yaitu jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang semakin menanjak sifatnya. 2 Alur menurun falling plot, yaitu jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang semakin menurun sifatnya. 3 Alur maju progressive plot, yaitu jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang berurutan dan berkesinambungan secara kronologis dari tahap awal sampai tahap akhir cerita. 4 Alur mundur regressive plot, yaitu jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang urutan atau penahapannya bermula dari tahap akhir atau tahap penyelesaian, baru tahap-tahap peleraian, puncak, perumitan, dan perkenalan. 5 Alur lurus straight plot, yaitu jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang penahapannya runtut atau urut, baik sebagai alur maju maupun alur mundur. 6 Alur patah break plot, yaitu jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang penahapannya tidak urut atau runtut tetapi patah-patah. 7 Alur sirkuler circular plot atau alur bundar atau alur lingkar, yaitu alur yang melingkar-lingkar dari suatu cerita. 8 Alur linier linear plot, yaitu alur lurus progressive plot. 9 Alur episodik episodic plot atau nonlinier plot. Jalinan peristiwanya tidak lurus, tetapi patah-patah. Alur episodik ini merupakan alur kecil. Peristiwa yang dijalin ke dalam alur episodik ini merupakan episode-episode atau bagian dari cerita panjang. Misalnya episode-episode dalam Bharatayudha termasuk di dalamnya episode Teknik pengaluran yang biasa digunakan dibagi menjadi dua yaitu, 1 sorot balik, dan 2 tarik balik. Sorot balik yaitu teknik pengaluran mundur, pengungkapan peristiwa berjalan surut ke peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumya. Tarik balik yaitu bentuk teknik pengaluran patah, penyisipan alur bawaha ke dalam alur utama. Alur bawahan yang disisipkan berupa peristiwa yang secara kronologis terjadi sebelumnya Satoto 1985:23. Menurut Satoto, secara tradisional struktur lakon wayang mempunyai tiga tahapan, yaitu pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura. 1 Pathet Nem Pathet nem ditandai dengan penancapan gunungan yang ditancapkan condong ke kiri, tahapan pathet sanga ditandai dengan gunungan ditancapkan tegak lurus, dan pathet manyura ditandai dengan penancapan gunungan condong ke kanan. Sesuai dengan adegan-adegannya, tahapan pathet nem melambangkan kehidupan manusia pada masa kanak-kanak. Jejer merupakan adegan pertama dalam wayang. Pada adegan kedhaton di mana raja yang selesai bersidang diterima permaisuri untuk bersantap bersama yang diartikan sebagai lambang bayi yang baru lahir disambut oleh ibunya. Adegan paseban jawi diartikan melambangkan kehidupan seorang anak yang mulai mengenal dunia luar. Adegan jaranan yang ditampilkan dengan pasukan binatang diartikan watak anak, bahwa anak yang belum dewasa wataknya seperti binatang. Adegan perang ampyak diartikan melambangkan perjalanan hidup seorang anak yang sudah beranjak dewasa, mulai menghadapi banyak kesulitan dan hambatan. Akhir dari perang ampyak menunjukkan semua kesulitan dan hambatan dapat diatasi dengan baik. Adegan sabrangan dilambangkan sebagai seorang anak yang sudah dewasa namun masih mempunyai watak-watak yang dominan dalam keangkaramurkaan, emosional dan nafsu. Adegan terakhir dalam pathet nem adalah perang gagal, yaitu suatu perang yang belum berakhir dengan kemenangan. Adegan ini melambangkan tataran hidup yang belum mantap. 2 Pathet Sanga Adegan pada pathet sanga terdiri dari gara-gara, adegan pertapaan atau pandhita, adegan perang kembang, dan adegan sintren. Adegan gara-gara merupakan adegan yang paling meriah dan menyenangkan. Adegan ini diartikan bahwa ketika manusia menginjak dewasa, hidup terasa indah dan menyenangkan. Adegan pandhita adalah adegan pertemuan antara seorang pendeta di pertapaan dengan seorang kesatria. Adegan ini melambangkan suatu masa di mana manusia sudah mulai mencari guru untuk belajar ilmu pengetahuan. Adegan perang kembang adalah adegan perang antara raksasa melawan seorang kesatria yang diiringi punakawan. Adegan perang kembang melambangkan suatu tataran di mana manusia sudah mulai mampu dan berani memenangkan atau mengalahkan nafsu keangkaramurkaan. Adegan sintren adalah adegan yang menggambarkan seorang kesatria sudah menetapkan pilihannya dalam menempuh hidup. Adegan tersebut melambangkan tataran di mana manusia sudah mampu menentukan pilihan hidupnya. 2 Pathet Manyura Adegan pada pathet manyura terdiri dari jejer manyura, perang brubuh, dan tancep kayon. Pada jejer manyura diceritakan bahwa tokoh utama di dalam lakon sudah berhasil dan mengetahui dengan jelas tentang tujuan hidupnya. Adegan ini melambangkan tataran kehidupan manusia, di mana manusia setelah berhasil menentukan pilihan, lalu bertekad untuk menggapai tujuan hidupnya tersebut. Adegan perang brubuh disebut juga perang ageng karena merupakan perang yang paling besar, dengan banyak korban yang berjatuhan. Perang ini diakhiri dengan kemenangan di pihak kesatria. Adegan ini melambangkan bahwa manusia sudah dapat menyingkirkan segala rintangan dan hambatan guna mencapai tujuan hidup yang diinginkan. Adegan terakhir adalah tancep kayon sebagai penutup pada pagelaran wayang tersebut, yaitu kayon ditancapkan di tengah-tengah kelir sebagaimana halnya ketika pertunjukan wayang belum dimulai. Adegan tancep kayon ini melambangkan proses maut, yaitu manusia sudah meninggalkan alam fana menuju ke alam baka yang kekal dan abadi. Pada akhir pertunjukan wayang kulit purwa seringkali dimainkan tarian wayang golek wanita yang menyiratkan suatu anjuran agar para penonton mencari makna atau ajaran dari pagelaran wayang tersebut. Ada pula yang tidak memainkan boneka kayu, melainkan menarikan tokoh ksatria pemenang, misal Werkudara. Adegan ini disebut tayungan.

2.2.3.2 Penokohan