Kapabilitas Pegawai Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Pengukuran Kinerja (Kasus Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta)

151

3. Kapabilitas Pegawai

Pengukuran elemen-elemen kapabilitas pegawai dibatasi dan mengacu pada indikator general knowledge atau pengetahuan umum pegawai tentang manajemen dan beberapa upaya Puskesmas dalam mendukung terlaksananya pelayanan yang berkualitas. Sedangkan pada skill, lebih mengacu pada pengukuran client-service skill-abilities. Begitu pula tentang sikap responden, lebih diarahkan pada pengukuran sikap responden tentang ketertarikannya terhadap kualitas pelayanan. Indikator nomor 1 hingga 3 pada Tabel 54 berikut ini merupakan indikator tingkat pengetahuan umum pegawai. Nampak bahwa angka skor yang cenderung di atas 4 menunjukan pengetahuan responden pegawai tentang ‘keteraturan manajemen Puskesmas saat ini’. Begitu pula pengetahuan tentang masih sesuainya ‘20 Program Upaya Pokok Puskesmas’ hingga saat ini Mutu kinerja kapabilitas pegawai terhadap kedua pengetahuan tersebut memiliki nilai ‘baik’ atau ‘B’ bahkan cenderung ‘sangat baik’ atau ‘A’. Namun pada indikator nomor 3, yakni pengetahuan pegawai tentang hubungan Puskesmas swadana dengan peningkatan kualitas pelayanan responden Puskesmas elite dan moderate yang menilai bahwa swadana meningkatkan kualitas layanan, sedangka n responden Puskesmas slum, rata-rata menyatakan peningkatannya sedang saja. Selanjutnya indikator nomor 4 mewakili sikap responden terhadap perlunya pelatihan yang mendukung pelaksanaan kualitas pelayanan Puskesmas, responden Puskesmas slum menyatakan bahwa pelatihan semacam itu ‘cukup perlu’, terbukti dengan nilai mutu pada kisaran ‘sedang’ atau ‘C’. Hal ini berbeda dengan sikap responden dari Puskesmas elite dan moderate yang memperlihatkan optimisnya terhadap perlunya pelatihan yang mendukung terselenggaranya kualitas pelayanan di Puskesmas. Mutu kinerja kapabilitas elite dan moderate adalah ‘sangat baik’ atau ‘A’. Indikator nomor 5 mewakili sikap minat atau ketertarikan pada pelatihan yang mendukung pelaksanaan kualitas pelaya nan di Puskesmas. Pada kenyataannya, sikap yang memandang perlu pelatihan dengan ketertarikan terhadap pelatihan tersebut tidak selalu konsisten. Terbukti dengan nilai skor moderate yang melemah, yang diikuti dengan mutu kinerja kapabilitas yang berada pada kisaran ‘sedang’ atau ‘C’. 152 Tabel 54 Indeks dan Mutu Kinerja Kapabilitas Pegawai ELITE MODERATE SLUM Triwulan Triwulan Triwulan PKC Kapabilitas Pegawai 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pengetahuan Responden tentang manajemen Puskesmas saat ini 3.88 B 4.25 A 4.55 A 4.31 A 4.07 B 4.25 A 4.22 A 4.37 A 3.45 B 3.52 B 4.51 A 4.55 A 2. Pengetahuan terhadap kesesuaian 20 Upaya Pokok Puskesmas saat ini 4.11 B 4.30 A 4.33 A 4.32 A 4.21 A 4.14 B 4.31 A 4.37 A 3.71 B 3.80 B 3.74 B 4.00 B 3.Pengetahuan tentang Puskesmas Swadana 3.72 B 4.20 B 4.23 A 4.30 A 4.12 B 4.32 A 3.92 B 4.31 A 2.83 C 2.78 C 2.83 C 2.89 C 4.Sikap tentang perlunya pelatihan kualitas pelayanan 4.40 A 3.79 B 4.40 A 4.41 A 4.22 A 4.21 A 4.52 A 4.71 A 3.40 C 3.37 C 3.43 B 3.43 B 5.Ketertarikan terhadap pelatihan kualitas pelayanan 4.12 B 4.40 A 4.40 A 4.62 A 3.22 C 3.40 C 3.63 B 4.09 B 2.77 C 2.92 C 2.92 C 2.80 C 6.Sikap terhadap manfaat ISO 3.20 C 3.21 C 3.21 C 3.51 C 3.07 C 3.16 C 3.17 C 3.29 C 3.52 B 3.70 B 3.92 B 3.49 B 7.Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki dengan tugas yang dijalankan 3.20 C 2.98 C 3.30 C 3.31 C 3.10 C 3.24 C 3.24 C 3.18 C 2.62 C 2.51 C 2.70 C 2.72 C 8.Komitmen untuk komunikasi dengan pelanggan 3.92 B 4.30 A 4.31 A 4.41 A 3.23 C 3.14 C 3.27 C 3.27 C 2.91 C 3.20 C 3.22 C 3.43 B 9. Komitmen dengan upaya mengetahui kepuasan pelanggan 4.00 B 4.10 B 3.98 B 4.50 A 3.10 C 3.40 C 3.61 B 3.66 B 2.12 C 2.32 C 2.91 C 2.83 C 10. Ketertarikan terhadap tugas menangani keluhan pelanggan 4.00 B 4.13 B 3.98 B 4.00 B 3.30 C 3.41 B 3.37 C 3.58 B 3.41 B 3.42 B 4.11 B 4.09 B 11. Ketersediaan terhadap tugas menangani keluhan pelanggan 4.33 A 4.33 A 4.61 A 4.58 A 4.14 B 4.14 B 4.23 B 4.37 B 3.52 B 3.52 B 3.55 B 3.65 B 12. Pilihan tugas ‘dibelakang meja’ atau melayani pelanggan secara langsung. 2.92 C 2.59 C 3.23 C 3.26 C 4.02 B 4.23 B 4.13 B 4.35 B 3.00 C 3.15 C 3.25 C 3.24 C Sumber : Hasil pengolahan data primer penelitian 2006 Selanjutnya, sikap responden terhadap manfaat pelaksanaan ISO di Puskesmas ISO merupakan salah satu bentuk upaya peningkatan mutu manajemen pelayanan, pada indikator nomor 6 nampak bahwa responden Puskesmas slum memiliki sikap lebih positif dalam memandang ‘manfaat ISO’ dalam mendukung kemajuan pelaksanaan tugas-tugas pelayanan di Puskesmas. Sedangkan responden elite dan moderate tidak antusias dengan ISO. Indikator selanjutnya yang masih berhubungan dengan sikap adalah, sikap responden terhadap kesesuaian pendidikan formalnya dengan tugas-tugas yang dijalankan 153 saat ini. Ketiga responden baik dari Puskesmas elite, moderate maupun slum menyatakan ‘cukup sesuai’. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan, hampir sebagian besar pegawai Puskesmas yang menjabat struktural, dan menjalankan tugas-tugas administratif adalah bergelar atau berpendidikan dokter dan medis-paramedis. Nampaknya terjadi dwi fungsi dokter, yakni baik sebagai manajer atau administrator maupun berfungsi pula sebagai dokter. mantan Ketua IDI, Kartono Muhamad pernah menyoroti hal ini, dalam kaitannya dengan kekurangan dokter di daerah, sedangkan di sisi lain dokter di Puskesmas lebih banyak menjalankan tugas-tugas manajerial Sumber: Kompas, April, 2006 Selanjutnya indikator- indikator yang mewakili skill-abilities adalah indikator nomor 8 hingga 12. Kemampuan Client serv ices competencies adalah kemampuan menyediakan pelayanan yang berkualitas yang ditunjukkan dengan penilaian terhadap pentingnya membangun hubungan dengan pelanggan, mencari input atau sumber-sumber penting agar pelayanan menjadi lebih baik, sharing information, dan membangun komunikasi dengan pelanggan Brisson et al, 1998. Nampak nilai skor indikator nomor 8 yang tertinggi adalah pada responden pegawai Puskesmas Kebayoran Baru. Dengan pernyataan komitmen tinggi terhadap kesediaan untuk membangun komunikasi dengan pelangga n, sedangkan responden moderate dan slum berada pada tingkat komitmen yang sedang. Komitmen yang tinggi juga nampak pada responden Puskesmas elite dalam kesediaan mencari upaya untuk melayani pelanggan sebaik-baiknya, sedangkan responden moderate dan slum lebih memilih berada pada tingkat komitmen yang sedang-sedang saja. Indikator nomor 10 tentang ketertarikan menangani tugas-tugas yang berhubungan dengan keluhan pelanggan bila tugas tersebut didelegasikan oleh pimpinan, nampaknya memperoleh nilai yang konsisten, artinya ketiga responden tidak menunjukan perbedaan nilai yang nyata, dan konsisten terhadap indikator nomor 11 yakni ‘bersedia’ melaksanakan tugas-tugas tersebut. Komitmen yang tinggi juga nampak pada responden Puskesmas elite dalam kesediaan mencari upaya untuk melayani pelanggan sebaik-baiknya, sedangkan responden moderate dan slum lebih memilih berada pada tingkat komitmen yang sedang- sedang saja. 154 Komitmen responden selanjutnya diuji dengan persetujuannya terhadap pilihan bekerja di belakang meja atau berhadapan langsung dengan pelanggan. Keraguan nampak pada responden elite dan slum, sedangkan pada responden moderate secara tegas ‘setuju’ dengan tugas-tugas pelayanan langsung pada pelanggan. Indikator-indikator kapabilitas tersebut hanya sebagian dari informasi tentang kapabilitas pegawai Puskesmas, serta lebih mengacu pada skala sikap pegawai terhadap pengetahuannya tentang manajemen secara umum, sikap terhadap pelayanan yang berorientasi pada kualitas, serta komitmennya untuk menjalankan beberapa kualitas pelayanan yang ditanyakan pada mereka. Untuk melengkapi informasi tentang kapabilitas pegawai, berikut ini disajikan data sekunder tentang jumlah dan komposisi pegawai, rata- rata pelatihan yang pernah diikuti, work load, rata-rata pengalaman kerja, dan pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat yang berhubungan dengan pekerjaan di Puskesmas. Berikut ini adalah hasil dari identifikasi tentang hal tersebut. Tabel 55 Data Sekunder yang Menunjang Kapabilitas Pegawai Elite Moderate Slum No. Uraian Jumlah 1 Jumlah Pegawai 64 73 62 2 Komposisi Pegawai -Medis PNS -Medis Kontrak -Para Medis PNS -Para-Medis Kontrak -Non-Medis PNS -Non- Medis Kontrak 11 10 14 6 17 6 10 2 38 4 12 7 9 5 18 3 21 6 3 Lama bekerja di Puskesmas -Kurang dari 1 tahun -1 tahun – 2 tahun -2 tahun – 3 tahun -3 tahun - 4 tahun - diatas 4 tahun 7 5 18 10 24 13 4 10 19 46 15 9 10 12 16 4 Rata-rata Pelatihan yang pernah diikuti dalam 2 tahun terakhir -Medis PNS -Para Medis PNS -Non-Medis PNS 5 kali 3 kali 3 kali 3 kali 4 kali 2 kali 3 kali 3 kali 2 kali 5 Work load jumlah SDM : jumlah pasien 1 : 903 1 : 801 1 : 988 Su mber: Diolah dari Data Sekunder Puskesmas, 2005 155 Setelah seluruh hasil kinerja BSC ketiga Puskesmas elite, moderate dan slum diketahui, maka selanjutnya secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut : Tabel 56 Rekapitulasi Hasil Kinerja BSC Puskesmas di DKI-Jakarta Puskesmas No. Kinerja Elite Moderate Slum I Kepuasan Pelanggan : 1. Tangible R T S 2 Responsiveness R S T 3 Reliability T R S 4 Assurance T S R 5 Empathy T R S II Proses Internal : 1 Indeks Pencapaian Program-Program Inovasi T S S 2 Rata-rata Lead Time waktu layanan S S S 3 Indeks Ketersediaan obat S R T 4 Indeks Penilaian Penyuluhan R S T III Keuangan : 1 Indeks Biaya Per Pelanggan R T S 2 Indeks Kontribusi Pemasukan per Pelanggan. R T S IV Pembelajaran – Pertumbuhan 1 Indeks Kepuasan Pegawai T S R 2 Indeks Kapabilitas Informasi T S R 3 Indeks Kapabilitas Pegawai T R S Data Sekunder yang Mendukung Kap.Pegawai 4 Jumlah Pegawai PNS S T R 5 Jumlah Pegawai Kontrak T S R 6 Rata- rata Pelatihan Per Pegawai T S R 7 Tingkat Work Load S R +=T T -=R Total nilai dari 18 Indikator Kinerja yang diujikan 9T+ 3S+6R 5T+9S+4R 3T+8S+7R Sumber : Hasil Penelitian Penulis, 2006 Secara garis besar, dapat ditetapkan bahwa urutan kinerja BSC adalah pertama, Puskesmas elite, kedua adalah Puskesmas moderate, dan terakhir adalah Puskesmas slum Pola Kecenderungan Hubungan Kinerja BSC Puskesmas Sebagaimana telah diketengahkan bahwa variabel- variabel kinerja BSC diperkirakan saling berhubungan secara kausalitas membentuk suatu sistem. Cara pandang yang mengacu pada analisis hubungan variabel secara sistemik sangat membantu untuk mengambil keputusan pemberdayaan Puskesmas secara komprehensif dan tidak parsial. Tindakan perbaikan kinerja yang lemah dipandang memiliki keterkaitan dengan kinerja yang lainnya, Kaplan dan Norton 1996 memberikan pernyataan bahwa 156 lag indicator indikator hasil pasti terkait dengan lead indicator indikator pendorong. Untuk menggambarkan hubungan tersebut, berikut ini diketengahkan pola atau arah kecenderungan hubungan-hubungan sistemik dalam kinerja BSC Puskesmas dalam suatu gambar Causal Loop Diagram CLD Dalam System Dynamic SD, CLD adalah suatu alat berupa model yang memperlihatkan pola hubungan kausal diantara satu set variabel-variabel yang dioperasikan dalam sistem. Elemen dasar dalam CLD adalah ‘variabel- variabel’ dan ‘panah-panah’ yang menggambarkan hubungan variabel-variabel, baik hubungan searah tanda ‘s’ atau ‘+’ maupun berlawanan arah tanda ‘o’ atau ‘- ‘. Suatu variabel adalah suatu kondisi, situasi, tindakan, atau keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh variabel lainnya. Model CLD diciptakan dengan melalui proses yang panjang yang memadukan kerangka berpikir secara teoritis dan aspek-aspek empiris. Hubungan kausalitas dalam CLD menghasilkan dua macam umpan balik, yakni positif Reinforcing R dan negatif Balancing B Umpan balik positif R menggambarkan pola kecenderungan hubungan yang saling menguatkan seluruhnya + atau meluruhkan seluruhnya - dalam bentuk loop hubungan kausal tertutup. Makna positif atau negatif bukan berarti baik atau buruk, melainkan hanya menggambarkan pola perubahan searah atau berlawanan arah. Contoh: Bila mutu layanan meningkat, maka kepuasan pelanggan juga meningkat, dan bila kepuasan pelanggan meningkat, jumlah pasien akan bertambah, bertambahnya jumlah pasien akan meningkatkan penerimaan retribusi, bertambahnya penerimaan akan meningkatkan mutu layanan. variabel mutu layanan akan mengawali dan menutup sebuah loop atau pola umpan balik Umpan balik negatif B menggambarkan pola arah hubungan yang bersifat melemahkan, karena salah satu variabel negatif. Untuk menyeimbangkan sistem, maka variabel yang negatif biasanya diperhatikan dan dilakukan tindakan koreksi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka umpan balik B juga dikenal sebagai suatu sistem yang mencari stabilitas dan kontrol terhadap keseimbangan yang diinginkan. Contoh: Penerimaan retribusi akan meningkatkan pelatihan pegawai +, sementara peningkatan pelatihan akan mengurangi - penerimaan. Pesan yang dibawa dalam hubungan ini adalah, bahwa 157 penerimaan harus dijaga sedemikian rupa agar kebutuhan pelatihan terpenuhi dengan wajar. Sebelum model CLD dan SFD Stock Flow Diagram diciptakan, terlebih dulu dilakukan validasi terhadap kedua model tersebut. Berikut ini hasil validasi model. Hasil Validitas Model Pekerjaan pemodelan adalah pekerjaan ilmiah yang harus dilakukan seobyektif mungkin dengan mentaati fakta yang ada, oleh karena itu validitas atau keabsahan suatu model menjadi salah satu kriteria penilaian obyektifitas suatu pekerjaan ilmiah. Muhammadi, dkk, 2001:343. Keabsahan suatu model juga berfungsi untuk memastikan bahwa model layak digunakan untuk membangun skenario pemberdayaan Puskesmas. Model dianggap layak bila memiliki keserupaan dengan dunia nyata. Menurut Muhammadi, dkk 2001:344, keserupaan model tidak berarti harus sama, melainkan dapat ditunjukan dengan sejauh mana simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual. Dalam penelitian ini tehnik validasi yang digunakan mencakup validasi proses modeling secara kualitatif, dan validasi statistik. Penjelasan dan hasil kedua validasi adalah sebagai berikut : Pertama, validasi proses adalah suatu cara membuktikan keabsahan suatu model kinerja BSC Puskesmas berdasarkan pada proses kesepakatan para ahli dan praktisi yang dibangun melalui perjalanan yang panjang dalam menghasilkan keserupaan model dengan dunia nyata. Dengan kata lain, validasi pada proses modeling sebenarnya merupakan proses verifikasi secara kualitatif terhadap model yang dibangun, apakah suatu model benar-benar memiliki keserupaan dengan dunia nyata atau tidak, sebelum model ditetapkan. Logika pemikiran model umumnya didahului dengan teori dan data aktual yang kemudian di diskusikan dengan para ahlipakar maupun para praktisistakeholders Puskesmas untuk memperoleh kesepakatan. Langkah pertama dalam validasi proses modeling adalah, dilakukan studi awal terhadap masalah- masalah yang terkait dengan kinerja Puskesmas. Dari hasil telaah berbagai dokumen dan data sekunder, kemudian dibuat rancangan model dan kemudian mendiskusikan rancangan tersebut dengan para ahli modeling untuk memperoleh 158 dukungan teknis dan teoritik yang diperlukan. Pada langkah pertama ini rancangan model mengalami perubahan dan replikasi berulang-ulang. Langkah kedua, kemudian hasil replikasi model hub ungan kinerja yang dihasilkan didiskusikan dengan praktisi terkait, dalam hal ini pihak yang pertama kali terlibat dalam diskusi model adalah pimpinan Puskesmas dan beberapa staf yang berfungsi sebagai informan. Proses kedua ini juga tidak secara serta merta menghasilkan model yang definitif, melainkan mengalami berbagai perubahan dan pengembangan model hingga diperoleh kesepakatan. Langkah ketiga adalah membawa replikasi model dari hasil kesepakatan ke para ahli pemodelan kembali, untuk dilakukan uji simulasi secara statistik. Ketiga langkah validasi proses yang diuraikan tersebut hanyalah bentuk penyederhanaan dari proses panjang perjalanan rancangan model hingga menjadi model yang ditetapkan saat ini, dan belum mencerminkan validasi model secara utuh. Kedua, keabsahan suatu model melalui validasi proses adalah belum cukup, untuk itu perlu dilakukan validasi statistik. Uji statistik yang digunakan yaitu AME Absolute Means Error, yaitu penyimpangan nilai rata-rata simulasi terhadap nilai aktual. Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah antara 5-10. Ada tujuh variabel yang akan divalidasi, yakni kepuasan pasien, jumlah pasien, pemasukan, pengeluaran dana, insentif pegawai, dan kepuasan pegawai. Secara teoritis, validasi statistik dapat dilakukan dengan secara representasi atau perwakilan, dan tidak harus menguji seluruh variabel dalam model, melainkan memilih variabel- variabel yang memiliki kompleksitas dan mewakili setiap perspektif kinerja BSC. Dalam uji validasi statistik ini dilakukan dua langkah, yang pertama, analisis visual yaitu melihat perbedaan atau kesamaan grafik hasil simulasi dan data aktual. Bagaimana pola kecenderungannya, misalnya, apakah menunjukkan pola yang sama-sama meningkat atau sebaliknya sama-sama menurun. Apakah pola meningkatnya memiliki tipe grafik yang sama, seperti eksponensial, goal seeking, atau S-shape. Analisis visual ini untuk memastikan adanya kesamaan pola kecenderungan. Namun demikian kesama an pola tersebut tidak menjelaskan apakah penyimpangan antara hasil simulasi dan aktual nilainya dapat diterima secara statistik. Untuk itu uji 159 statistik dilakukan sebagai langkah kedua. Hasil rinci dari kedua langkah ini dapat disimak dalam lampiran disertasi ini. Sedangkan hasil uji statistik dari ketujuh variabel kinerja Puskesmas elite, moderate dan slum secara keseluruhan menunjukan pola kecenderungan meningkat atau menaik, serta menunjukan angka-angka penyimpangan yang rata-rata di bawah 10 , sehingga dapat dinyatakan bahwa ketujuh variabel pada ketiga Puskesmas adalah valid secara keseluruhan. Berikut ini adalah tabel yang berisi ringkasan dari hasil uji validitas AME variabel- variabel kinerja Puskesmas . Tabel 57 Hasil Validasi Variabel- variabel Model Kinerja Puskesmas Elite, Moderate dan Slum Puskesmas Elite Puskesmas Moderate Puskesmas Slum No Variabel AME Validitas AME Validitas AME Validitas 1 Ind. Kep.Plg 0.5 Valid 1.6 Valid 0.3 Valid 2 Jumlah Pasien 2.4 Valid 2.8 Valid 4.3 Valid 3 Jum.Pemasuk 0.6 Valid 1.2 Valid 1.1 Valid 4 Jum.Pengeluar 3 Valid 1.5 Valid 1.8 Valid 5 Jum.Insen.Peg 2 Valid 0.8 Valid 4.1 Valid 6 Ind.Kep.Pgw 5.1 Valid 3 Valid 1.6 Valid 7 Lead Time 4.3 Valid 4.4 Valid 6.6 Valid Sumber: Hasil Pengolahan Penulis, 2005 Causal Loop Diagram Kinerja BSC Puskesmas Setelah model dinyatakan valid, maka selanjutnya diketengahkan model yang menggambarkan arah kecenderungan hubungan kinerja BSC Puskesmas melalui Causal Loop Diagram CLD. Dalam model CLD dapat diketahui hubungan- hubungan yang menggambarkan umpan balik sistem kinerja, apakah positif atau Reinforcing R atau negatif Balancing B. Dalam model ditemukan 4 hubungan umpan balik positif R yang ditandai R1 hingga R4 bulatan merah dan 8 hubungan umpan balik negatif B yang ditandai B1-B8 bulatan biru Ke duabelas hubungan tersebut terjadi pada 4 perspektif BSC sebagaimana tergambar pada 4 kotak model dengan warna yang berbeda. lihat gambar 5.9 160 Kepuasan Pasien Jumlah Pasien + Mutu Layanan + Lead Time Ketersediaan Obat Penyuluhan + + - Penerimaan Subsidi Tarif + + + Insentif Pegawai Coverage Pelatihan Jumlah Pegawai + - - + Kapabilitas Pegawai + + + - Workload Kepuasan Pegawai + + + + + + PELANGGAN KEUANGAN PROSES INTERNAL PERTUMBUHAN PEMBELAJARAN - Ketersediaan Informasi + + + + - Inovasi Layanan B8 B7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 R1 R3 R2 R4 Gambar 16 CLD Dinamika Sistem Kinerja BSC Puskemas Sumber: Hasil Penelitian Penulis,2006 Gambar model CLD berisi kompleksitas detail dan kompleksitas dinamik. Kompleksitas detail menggambarkan jumlah variabel- variabel yang dioperasionalisasikan dalam model, sementara kompleksitas dinamik menggambarkan hubungan kausalitas variabel- variabel. Adapun kompleksitas detail dalam CLD Puskesmas terdiri dari 2 dua variabel pada perspektif pelanggan yakni jumlah pelanggan pasien dan indeks kepuasan pelangganpasien. Sementara pada perspektif proses internal terdapat 5 lima variabel yakni penyuluhan, mutu layanan, waktu layanan lead time, inovasi layanan, dan ketersediaan obat. Pemilihan variabel- variabel yang dioperasionalisasikan ini adalah kesepakatan dalam hasil validasi proses dengan pihak Puskesmas. Pada perspektif keuangan, variabel-variabel yang diketengahkan ada 2 yakni penerimaan retribusi dan subsidi. Sedangkan pada perspektif pembelajaran-pertumbuhan, 161 variabel- variabel yang diangkat berjumlah 7 tujuh yakni, jumlah pegawai, beban kerja work load, insentif pegawai, kepuasan pegawai, pelatihan yang bisa di ‘cover’ coverage pelatihan, ketersediaan informasi, dan kapabilitas informasi. Dengan demikian total variabel yang dioperasionalisasikan dalam model CLD ada 16 variabel . Pada kompleksitas dinamik yang terdapat pada CLD dapat diketahui dengan identifikasi hubungan umpan balik yang terdapat di dalamnya. Sebagaimana telah diketengahkan bahwa terdapat 12 hubungan umpan balik. Berikut ini adalah hasilnya. Umpan Balik Pada Perspektif Pelanggan R1 – R4 dan B1 Pada perspektif pelanggan terdapat 4 empat hubungan kausalitas dengan umpan balik positif Reinforcing atau R1-R4 dan 1 satu umpan balik negatif Balancing atau B1 sebagai berikut : R1: Umpan balik Reinforcing Loop terjadi antara jumlah pasien – penerimaan – insentif pegawai – kepuasan pegawai – kapabilitas pegawai – mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien. Pola hubungan R1 dimulai dari variabel jumlah pasien dan diakhiri pada variabel yang sama. Dengan demikian jumlah pasien menjadi variabel awal dan akhir yang membentuk suatu loop system tertutup yang bersifat positif. Dikatakan positif karena hubungan-hubungan bersifat searah atau positif meningkat semua saling menguatkan, dan dapat juga negatifmenurun semua saling menurunkan. Secara naratif dapat dijelaskan, bahwa jumlah pasien secara positif + mempengaruhi penerimaan atau pemasukan Puskesmas dari tar ifswadana. Dengan bertambahnya penerimaan swadana yang dapat dikelola oleh Puskesmas sendiri, maka Puskesmas dapat memberikan + insentif pegawai secara lebih layak, sebab sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah, 35 dari penerimaan swadana memang dialokasikan untuk jasa medis dan insentif pegawai secara merata. Selanjutnya variabel insentif pegawai secara positif mempengaruhi + variabel kepuasan pegawai, artinya jika insentif pegawai meningkat, maka kepuasan pegawai juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya.kepuasan pegawai yang meningkat, selanjutnya akan mempengaruhi + kapabilitas pegawai, dan pada gilirannya, akan mempengaruhi + pula mutu layanan. Jika mutu layanan terus meningkat, maka akan mempengaruhi secara positif + kepuasan 162 pasienpe langgan, dan selanjutnya akan berpengaruh + terhadap jumlah Pasien.lihat lampiran model 1 R 2 : Umpan balik Reinforcing Loop yang terjadi antara jumlah pasien –work load –lead time – mutu layanan - kepuasan pasien - jumlah pasien. Sekali lagi terjadi hubungan kausalitas dengan umpan balik positif antara variabel – variabel pelanggan dengan perspektif lainnya. Narasinya adalah, peningkatan + jumlah pasien secara positif akan meningkatkan + pula beban kerja atau work load pegawai. Jika beba n kerja meningkat maka lead time atau waktu layanan akan menjadi cepat atau meningkat + karena para pegawai menjadi sibuk. lead time secara positif akan mempengaruhi mutu layanan, dan selanjutnya pada gilirannya akan mempengaruhi + kepuasan pasien, dan kembali akan mempengaruhi + jumlah pasien. lihat lampiran model 2 R 3: Umpan balik Reinforcing Loop terjadi antara jumlah pasien – work load – inovasi layanan - mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien. Hubungan yang terjadi masih bersumber pada perspektif pelanggan, di mana jumlah pasien sebagaimana telah diungkapkan berpengaruh secara positif + akan menambah beban kerja atau Work Load, sedangkan beban kerja akan secara positif mempengaruhi + indeks inovasi layanan, artinya jika beban kerja meningkat maka harus dicari upaya untuk meningkatkan inovasi pelayanan agar menurunkan beban kerja pegawai. Pada gilirannya, inovasi layanan akan secara positif pula + mempengaruhi mutu layanan, dan seperti yang sudah-sudah mutu akan mempengaruhi kepuasan pelanggan, dan kepuasan akan mempengaruhi jumlah pasien. lihat lampiran model 3 R 4 : Umpan balik Reinforcing Loop yang terjadi antara jumlah pasien – penerimaan – penyuluhan - mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien. Pada hub ungan R4, jumlah pasien secara positif mempengaruhi + penerimaan, selanjutnya penerimaan akan mempengaruhi kemampuan Puskesmas untuk melakukan penyuluhan termasuk promosi pada masyarakat. Efek penyuluhan maupun promosi akan secara positif pula mempengaruhi tersebarnya mutu layanan, dan pada gilirannya akan kembali memuaskan pelanggan, serta meningkatnya jumlah pasien. lihat lampiran model 4 163 B 1 : Umpan balik Balancing Loop terjadi antara jumlah Pasien – ketersediaan obat – mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien. Pada struktur ini, pola hubungan negatif terdapat pada hubungan antara jumlah pasien akan mengurangi - ketersediaan obat. Selanjutnya ketersediaan obat akan secara positif + mempengaruhi mutu layanan, kemudian pada gilirannya mutu layanan akan mempengaruhi secara positif + jumlah pasien. Hasil hubungan negatif – positif – positif menghasilkan negatif atau umpan balik negatif yang disebut sebagai Balancing B1. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana menjaga atau mengoreksi agar ketersediaan obat selalu dalam batas normal atau ideal sebagaimana di tetapkan. Tindakan koreksi terhadap ketersediaan obat selanjutnya akan menjadi variabel penyeimbang dalam sistem. lihat lampiran model 5 Umpan Balik Pada Pe rspektif Proses Internal B2 – B4 Pada perspektif proses internal, terjadi pola hubungan dengan umpan balik negatif Balancing B2 , B3, dan B4. Secara keseluruhan muara dari hubungan dimulai dan diakhiri dari variabel mutu layanan. Berikut ini adalah narasi dari hubungan tersebut. B 2 : Umpan balik Balancing Loop terjadi antara variable - variabel mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien – jumlah pegawai – work load – lead time – mutu layanan Peningkatan mutu layanan secara positif akan diikuti oleh peningkatan kepuasan pasien +, dan kemudian peningkatan jumlah pasien +. Jika jumlah pasien meningkat, maka jumlah pegawai juga idealnya ditingkatkan +, sebab jika tidak beban kerja akan meningkat pula. Peningkatan jumlah pegawai secara otomatis akan mengurangi work load -, selanjutnya peningkatan work load akan menyebabkan peningkatan waktu layanan atau lead time. Naik – turunnya waktu layanan jelas akan mempengaruhi mutu layanan. lihat lampiran model 6 B 3 : Umpan balik Balancing Loop terjadi antara variable mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien. - jumlah pegawai – work load – inovasi layanan – mutu layanan Mutu layanan secara positif mempengaruhi kepuasan pasien + dan kemudian membawa dampak pada pe ningkatan jumlah pasien +. Peningkatan jumlah pasien 164 kemudian akan mempengaruhi peningkatan jumlah pegawai +, kemudian pada siklus berikutnya jika jumlah pegawai ditingkatkan maka akan mengurangi work load -, selanjutnya peningkatan beban kerja seharusnya diikuti dengan peningkatan + inovasi layanan agar mutu layanan menjadi bagus lihat lampiran model 7 B 4: Umpan balik Balancing Loop terjadi antara variable-variabel mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien.- jumlah pegawai – coverage pelatihan – kapabilitas pegawai – mutu layanan Masih bermuara dari mutu layanan, pengaruh positifnya mencapai jumlah pasien dan jumlah pegawai. Jumlah pegawai selanjutnya akan mengurangi - jumlah pelatihan yang bisa di cover oleh setiap pegawai coverage pelatihan. Peningkatan atau penurunan coverage pelatihan selanjutnya akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan kapabilitas pegawai +, kemudian pada gilirannya akan mempengaruhi pula mutu layanan itu sendiri +. lihat lampiran model 8 Umpan Balik Pada Perspektif Pembelajaran-Pertumbuhan B 5 – B 6 Pada Perspektif Pembelajaran-Pertumbuhan pegawai Puskesmas, terdapat 2 dua pola hubungan kausalitas dengan umpan balik negatif Balancing atau B5 dan B6. Dengan bermuara pada variabel jumlah pegawai, maka dapat dijelaskan hubungan variabel- variabel tersebut sebagai berikut : B 5 : Umpan balik Balancing Loop terjadi antara variable- variabel jumlah pegawai - penerimaan – penyuluhan – mutu layanan – kepuasan pasien - jumlah pasien –jumlah pegawai. Peningkatan jumlah pegawai akan diikuti dengan penurunan penerimaan -, kemudian turunnya penerimaan menyebabkan turunnya mutu layanan +, selanjutnya turunnya mutu layanan akan menyebabkan turunnya kepuasan pasien + serta turunnya jumlah pasien +, pada gilirannya turunnya jumlah pasien akan diikuti dengan turunnya jumlah pegawai dalam hal ini pengurangan tenaga kontrak. lihat lampiran model 9 B 6 : Umpan balik Balancing Loop terjadi antara variable-variabel jumlah pega wai – penerimaan - insentif pegawai – kepuasan pegawai – kapabilitas pegawai – mutu layanan - kepuasan pasien - jumlah pasien- jumlah pegawai. 165 Meningkatnya jumlah pegawai karena beban kerja yang meningkat akan mengurangi penerimaan karena Puskesmas harus mengeluarkan belanja pegawai kontrak -. Jika penerimaan menurun maka hal ini juga akan diikuti dengan penurunan insentif + sebab insentif pegawai Puskesmas salah satunya adalah mengandalkan pemasukan swadana retribusi tarif yang dikelola otonom ole h Puskesmas. Jika insentif menurun maka kepuasan pegawai juga akan menurun +, pada gilirannya akan mempengaruhi atau menurunkan kapabilitas pegawai karena tidak puas +. Jika kapabilitas menurun maka dapat dipastikan bahwa mutu layanan juga akan menurun, demikian pula kepuasan pelanggan, dan selanjutnya akan menurunkan jumlah pasien yang datang. Jumlah pasien yang turun harus diikuti dengan penurunan jumlah pegawai + agar tidak terjadi kelebihan pegawai.lihat lampiran model 10 Umpan Balik Pada Perspektif Keuangan B 7 – B 8 Pada Perspektif Keuangan, pola hubungan yang terjadi diantara variabel-variabel di dalamnya, menghasilkan umpan balik negatif Balancing feed back B 7 dan B 8. Secara naratif, hubungan tersebut adalah sebagai berikut : B 7: Umpan balik Balancing Loop terjadi diantara variabel-variabel penerimaan - insentif pegawai – penerimaan. Artinya adalah, jika penerimaan Puskesmas meningkat, maka insentif pegawai kemungkinan besar juga akan meningkat +, demikian pula jika yang terjadi sebaliknya. insentif pegawai yang meningkat akan mengurangi - atau menyedot penerimaan Puskesmas lihat lampiran model 11 B 8: Umpan Balik Balancing Loop terjadi diantara hubungan variabel- variabel penerimaan – penyuluhan – penerimaan. Sama dengan hubungan sebelumnya, bahwa jika penerimaan Puskesmas meningkat karena jumlah pelanggan meningkat misalnya, maka biaya penyuluhan juga akan meningkat +, namun jika biaya penyuluhan meningkat, maka penerimaan akan kembali berkurang - atau menurun lihat lampiran model 12 Demikian hasil analisis model hubungan kausalitas kinerja BSC Puskesmas yang digambarkan melalui Causal-Loop Diagram CLD. Sebagai bangunan mental model sebagaimana diketengahkan oleh Senge, maka parameter-parameter dalam struktur CLD 166 akan lebih lengkap dan quantifiable bila diketengahkan dalam bangunan model Stock - Flow Diagram SFD dalam struktur atau bentuk sistem kinerja Puskesmas berikut ini. Struktur Sistem Kinerja Puskesmas Pola atau arah kecenderungan hubungan yang digambarkan melalui CLD adalah untuk membantu analisis hubungan variabel-variabel kinerja secara sistemik, namun untuk mengetahui berapa nilai hubungan variabel-variabel di sana, diperlukan alat bantu yang disebut Stock Flow Diagram SFD. Melalui SFD dinamika struktur sistem secara quantifiable dapat diketahui. dapat dihitung. Hal ini secara konseptual diperkuat oleh Sterman 2000:191 yang menyatakan bahwa CLD memiliki sejumlah keterbatasan, antara lain adalah ketidakmampuannya untuk mengga mbarkan atau menghitung stock – flow dari struktur sistem yang merupakan konsep sentral dalam System Dynamic SD. Stock-Flow Diagram SFD selanjutnya diperlukan untuk mengetahui aliran berbagai informasi maupun keputusan-keputusan yang ada dalam sistem secara kuantitatif. Perhitungan-perhitungan diperlukan untuk membantu membuat intervensi tindakan melalui simulasi model sistem sehingga dapat diketahui perilaku dari sistem. Dengan diketahuinya perilaku sistem kinerja Puskesmas, maka dapat disusun skenario- skenario tindakan atau pemberdayaan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam penetapan model pemberdayaan Puskesmas elite, moderate, maupun slum sebagai tujuan terakhir dari penelitian disertasi ini. Menurut Sterman 2000:192 stock adalah akumulasi-akumulasi. Dalam sistem dapat berupa akumulasi apa saja, dapat berupa informasi, keputusan-keputusan, barang- barang yang kasat mata, sumber-sumber termasuk sumber daya manusia. Sterman mengibaratkan stock seperti gudang penyimpanan atau inventory. Dalam SD stock merupakan sumber dari terjadinya ketidakseimbangan dalam sistem, karena jumlah atau akumulasi stock selalu berubah dan perubahannya sangat dipengaruhi oleh flow atau aliran keluar dan masuknya apapun dalam stock. Sehubungan dengan hal tersebut notasi kedua yang harus dikenal dalam SD adalah flow, yakni laju dari stock , dan dapat berupa laju peningkatan stock laju masuk atau in-flow, dan berupa laju penurunan stock laju 167 keluar atau out-flow. Demikian, stock-flow merupakan diagram ringkas dari apapun yang keluar dan masuk ke dalam dan mempengaruhi sistem. Pada setiap Puskesmas terdapat 4 empat SFD yang mewakili 4 empat perspektif BSC yakni perspektif pelanggan, proses internal, keuangan, dan pembelajaran- pertumbuhan, sehingga jumlah keseluruhannya adalah 12 dua belas SFD. Bentuk dasar architype SFD pada ketiga Puskesmas adalah sama, yang berbeda adalah nilai pada setiap variabelnya. Berdasarkan hal tersebut, maka pada bagian ini hanya ditampilkan SFD dari Puskesmas elite SFD Puskesmas moderate dan slum dilampirkan. pertumbuhan_pddk efek_kepuasan pasien_datang Penduduk potensi_pasien konstanta_efek_kepuasan rasio_laju_pddk Total_Pasien rasio_potensi_pasien kepuasan_psn_diinginkan laju_kepuasan_psn Kepuasan_Pasien gap_kep_pasien Gambar 17 Stock -Flow Diagram SFD Kinerja Perspektif Pelanggan Puskesmas elite Sumber: Hasil Kajian Penulis, 2006 Pada SFD perspektif pelanggan, terdapat 3 tiga stock-flow yakni kepuasan pasien, total pasien, dan penduduk. Hubungan-hubungan yang terbentuk dari ketiga stock-flow tersebut dapat diketahui secara kuantitatif sebagai berikut : 1. Nilai efek kepuasan pasien yang mempengaruhi total pasien Dalam notasi perangkat lunak powersim, rumus hubungan efek kepuasan terhadap pasien adalah : aux efek_kepuasan = Kepuasan_Pasienkonstanta_efek_kepuasan, Jadi jika kepuasan pasien diketahui 3.4, dan konstanta efek kepuasan adalah 5, maka efek kepuasan = 3.4 5 = 0.68 168 Dengan kata lain, pada tingkat kepuasan pasien pelanggan 3.4 data primer diperoleh efek kepuasan yang akan mempengaruhi total pasien sebesar 0.68. 2. Nilai potensi pasien yang mempengaruhi total pasien Dalam notasi perangkat lunak powersim, rumus tersebut adalah : aux potensi_pasien = Pendudukrasio_potensi_pasien Jika jumlah penduduk diketahui yakni = 164.943 dan rasio potensi pasien adalah 12 , maka potensi pasien adalah 164.943 x 12 = 19.793 orang yang menjadi potensi pasien Puskesmas. 3. Efek kepuasan dan potensi pasien mempengaruhi pasien datang Dalam notasi perangkat lunak powersim, rumus tersebut adalah : aux pasien_datang = ROUNDefek_kepuasanpotensi_pasien Jumlah pasien datang adalah efek kepuasan yakni 0.68 kali potensi pasien yakni 19.793. Selanjutnya jika diperhatikan, SFD perspektif pelanggan tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan SFD perspektif lainnya, dalam hal ini akan ditelaah keterkaitannya dengan SFD perspektif proses internal yang akan disampaikan pada bagian berikut ini. Dalam SFD proses internal, terdapat 4 empat variabel yakni inovasi, ketersediaan obat, lead time, dan penyuluhan. Tidak semua variabel ditampilkan sebagai stock -flow dengan alasan agar mudah dikelola. Secara konseptual model tidak mengenal keterbatasan. boundary. Sterman 2000: 222 menjelaskan bahwa gambar notasi stock - flow dimulai dan diakhiri dengan ‘awan’ cloud yang berarti melambangkan ‘ketidakterbatasan’ infinite dari suatu sistem, namun kenyataannya, dalam dunia nyata sumber-sumber yang digunakan dalam sistem adalah terbatas dan harus dibatasi, agar mudah mengelolanya secara baik. Menurut Sterman: “To keep your models manageable, you must truncate these chains using sources and sinks, represented in stock and flow maps by ‘cloud’ ”. 169 efek_leadtime_pd_mutu prog_penyuluhan obat_per_pasien gap_ketersediaan buffer_obat_pasien rasio_cadangan_diinginkan pemakaian pembelian Ketersediaan_Obat tingkat_daya_beli efek_inovasi_pd_mutu biaya_per_prog_penyuluhan leadtime efek_mutu_ketersediaan normal_leadtime mutu_layanan efek_prog_penyuluhan Gambar 18 Stock-Flow Diagram SFD Kinerja Perspektif Proses Internal Puskesmas elite Sumber: Hasil Kajian Penulis, 2006 Dengan demikian, pemotongan rantai stock-flow pada perspektif proses internal adalah dimaksudkan agar model sistem akan lebih mudah di kelola, karena jelas batas- batasnya. Pada variabel inovasi misalnya, yang perlu diketahui adalah efek inovasi pada mutu layanan, begitu pula pada variabel ketersediaan obat, yang perlu diketahui adalah bagaimana efek ketersediaan obat pada mutu layanan. Pada variabel lead time waktu layanan dan penyuluhan, yang perlu diketahui adalah juga efek lead time dan efek penyuluhan pada mutu layanan. Berikut ini adalah persamaan matematisnya. 1. Efek inovasi pada mutu layanan Hasil pengolahan data tentang efek inovasi pada mutu layanan adalah sebagai berikut : Keterangan : - aux = singkatan dari ‘auxiliary’ , yakni variabel antara yang terdiri dari fungsi- fungsi stock. aux efek_inovasi_pd_mutu = GRAPHinovasi 0,0.2,[0.16,0.65,0.88,0.97,1,1,1,0.96,0.87,0.67,0.15Min:0;Max:1;Zoo m] 170 - GRAPH adalah fungsi yang selalu tergantung pada waktu dan tidak selalu linier, bahkan kebanyakan dari fungsi ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan yang bersifat non- linier. Rumus GRAPH adalah : di mana : X = variabel bebas nilainya bebas, merupakan sumbu-X, disebut pula INPUT X1 = nilai pertama dari X variabel bebas dx = pertambahan nilai increment dari X variabel bebas. Nilainya selalu positif. Y N= vektor sumber-Y, disebut pula OUTPUT Cara membaca notasi GRAPH tersebut adalah, jika nilai inovasi = 0 , maka nilai mutu layanan adalah = 0.16. Selanjutnya, jika nilai inovasi = 0.2 , maka mutu layanan adalah = 0.65. Apabila diperhatikan, mula- mula peningkatan nilai inovasi akan diikuti dengan peningkatan nilai mutu layanan. Pada saat nilai inovasi mencapai 0.8 mutu layanan akan mencapai titik optimum sebesar 1. Pada saat inovasi nilainya 1.4, mutu layanan akan semakin menurun, dan menggambarkan pola hubungan non- linier pada kedua variabel. Artinya, inovasi harus dilakukan secara proporsional, tidak boleh kurang tetapi tidak boleh berlebih. 2. Efek lead time pada mutu layanan Hasil pengolahan data tentang efek lead time pada mutu layanan adalah sebagai berikut : Seperti pada fungsi sebelumnya, cara membaca notasi GRAPH tersebut adalah, jika nilai lead time = 0 , maka nilai mutu layanan adalah = 0.5. Selanjutnya, jika nilai lead time naik = 5, maka nilai mutu layanan adalah = 0.78. dan seterusnya peningkatan nilai lead time tidak akan diikuti lagi dengan peningkatan nilai mutu layanan hingga titik optimum 1 satu setelah itu nilai mutu layanan aka n semakin menurun. Hal tersebut menggambarkan pola hubungan non-linier pada kedua aux GRAPH = GRAPH X,X1,dx, Y N aux efek_leadtime_pd_mutu = GRAPHleadtime,0,5,[0.5,0.78,0.93,1,1,1,1,0.94,0.86,0.71,0.5Min:0; Max:1;Zoom] 171 variabel. Artinya waktu layanan juga harus dilakukan secara proporsional sesuai waktu ideal yang ditetapkan, tidak boleh lebih atau kurang dari waktu yang ideal telah ditetapkan 3. Efek ketersediaan obat pada mutu layanan Hasil pengolahan data tentang efek ketersediaan obat pada mutu layanan adalah sebagai berikut : Pada nilai ketersediaan obat = 0 , nilai mutu layanan adalah = 0.39, dan pada nilai ketersediaan obat = 0.25, nilai mutu layanan adalah = 0.65. Sama seperti pada variabel sebelumnya, hal tersebut membuktikan bahwa hubungan kedua variabel adalah non linier. Artinya ketersediaan obat juga tidak boleh melebihi standar yang telah ditetapkan. 4. Efek penyuluhan pada mutu layanan Hasil pengolahan data tentang efek penyuluhan pada mutu layanan adalah sebagai berikut : Pada nilai program penyuluhan = 0 , efek program penyuluhan pada mutu layanan adalah = 0.15, dan pada nilai program penyuluhan = 0.05, efek program penyuluhan pada mutu layanan adalah = 0.21. Sama seperti pada variabel sebelumnya, bahwa hubungan kedua variabel adalah non linier Pada SFD terdapat 3 tiga stock -flow dari variabel kepuasan pegawai, kapabilitas pegawai, dan medis-paramedis. Hubungan-hubungan non linier antara efek dari variabel yang satu ke yang lain. Dalam hal ini misalnya pada stock –flow kepuasan pegawai, efek kepuasan pegawai mempengaruhi laju penambahan kapabilitas pegawai, selanjutnya efek kapabilitas pegawai akan mempengaruhi mutu layanan pada proses internal Puskesmas. aux efek_mutu_ketersediaan = GRAP HKetersediaan_Obat,0,0.25,[0.39,0.65,0.84,0.94,0.98,1,0.98,0.9 4,0.86,0.7,0.38Min:0;Max:1;Zoom] aux efek_prog_penyuluhan = GRAPHprog_penyuluhan1000,0,0.5,[0.15,0.21,0.37,0.65,0.82,0.89,0. 93,0.95,0.95,0.95,0.95Min:0;Max:1;Zoom] 172 Karena jumlah efek variabel- variabel yang saling mempengaruhi cukup banyak, maka dalam bagian ini akan diketengahkan 2 dua di antaranya, yakni efek kepuasan pegawai dalam mempengaruhi laju kapabilitas pegawai, dan efek kapabilitas pegawai pada mutu layanan. Berikut ini adalah Gambar 5.12 yang menunjukan struktur SFD dari perspektif pembelajaran-pertumbuhan pada Puskesmas elite Gambar 19 Stock-Flow Diagram SFD Kinerja Perspektif Pembelajaran- Pertumbuhan Puskesmas elite Sumber Hasil Kajian penulis, 2006 Sedangkan hasil secara lengkap dapat disimak pada lampiran. 1. Efek kepuasan pegawai pada laju penambahan kapabilitas pegawai Hasil pengo lahan data tentang efek kepuasan pegawai pada laju penambahan kapabilitas pegawai adalah sebagai berikut : selesai_kontrak laju_penambahan gap_kepuasan efek_pelatihan pelatihan efek_ketersediaan_info efek_kapabilitas_pd_mutu kepuasan_diinginkan rasio_kapabilitas_info rasio_subsidi_pelatihan kapabilitas_diinginkan rasio_peserta_pelatihan gap_kapabilitas efek_kepuasan_pgw masa_kontrak tenaga_medis_dibutuhkan rekrutmen laju_kepuasan_pgw PNS rasio_pasien_medis workload total_Medis_Paramedis Medis_Paramedis tingkat_kemampuan_rekrutmen Kapabilitas_Pegawai Kepuasan_Pegawai kapabilitas_informasi coverage_pelatihan 173 Pada nilai kepuasan pegawai = 0 , akan menyebabkan laju penambahan kapabilitas pegawai sebesar 0.05. Selanjutnya jika efek kepuasan pegawai = 0.5, maka laju penambahan kapabilitas pegawai menjadi = 0.07. demikian seterusnya hingga pada titik optimum 1, laju penambahan kapabilitas pegawai akan menurun. Hal ini sekaligus juga menggambarkan hubungan-hubungan yang terjadi adalah bersifat non- linier. 2. Efek kapabilitas pegawai pada mutu layanan Hasil pengolahan data tentang efek kepuasan pegawai pada laju penambahan kapabilitas pegawai adalah sebagai berikut : Pada nilai efek kapabilitas pegawai = 0 , akan menyebabkan peningkatan mutu layanan sebesar 0.14. Jika nilai efek kapabilitas pegawai meningkat yakni = 0.5, maka mutu layanan akan meningkat sebesar 0.18. demikian penambahan ini akan berlangsung hingga titik optimum 1 dan pengaruhnya terhadap mutu layanan akan semakin menurun, dan hubungan-hub ungan yang terjadi adalah bersifat non- linier. Pada halaman berikutnya diketengahkan gambar SFD dari Perspektif Keuangan Puskesmas elite. Variabel-variabel keuangan yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara efek subsidi dengan work load dan tenaga medis yang dibutuhkan. Yang kedua adalah efek insentif pada kepuasan pegawai. Dari aspek penerimaan, variabel pasien datang pada perspektif pelanggan mempengaruhi penerimaan puskesmas. Berikut ini efek insentif pada kepuasan pegawai. - Efek insentif pada kepuasan pegawai Hasil pengolahan data tentang efek insentif pada kepuasan pegawai adalah sebagai berikut : aux efek_kepuasan_pgw = GRAPHKepuasan_Pegawai,0,0.5,[0.05,0.07,0.13,0.18,0.25,0.3,0.37, 0.46,0.59,0.72,0.87Min:0;Max:1;Zoom] aux efek_kapabilitas_pd_mutu = GRAPHKapabilitas_Pegawai,0,0.5,[0.14,0.18,0.22,0.28,0.32,0.38,0.44, 0.52,0.6,0.73,0.89Min:0;Max:1;Zoom] 174 Pada nilai insentif = 0 , akan menyebabkan peningkatan nilai kepuasan pegawai sebesar 0.04. Jika nilai insentif ditingkatkan sebesar 0.2, maka nilai kepuasan pegawai akan meningkat sebesar = 0.13. Demikian penambahan ini akan berlangsung hingga titik optimum tertentu sampai pengaruhnya terhadap kepuasan pegawai aakan semakin menurun. Hal ini sekaligus juga menggambarkan hubungan-hubungan yang terjadi adalah bersifat non-linier. Gambar 20 Stock-Flow Diagram SFD Kinerja Perspektif Keuangan Puskesmas elite. Sumber: Hasil Kajian Penulis, 2006 Model Pemberdayaan Puskesmas di DKI-Jakarta Baik diagram CLD maupun SFD merupakan dasar dalam membuat keputusan untuk model pemberdayaan Puskesmas. melalui uji simulasi sensitivitas terhadap pasien_datang swadana rasio_subsidi_infrastruktur anggaran rasio_anggaran tarif insentif efek_insentif_pd_kepuasan konstanta_insentif Cash pengeluaran penerimaan subsidi total_Medis_Paramedis rasio_norma_insentif 175 variabel- variabel dalam model, dapat ditemukan variabel-variabel sensitif yang dapat digunakan untuk dasar pemberdayaan. Berikut ini hasil dan pembahasannya. Uji Sensitivitas Model Menurut Muhammadi, dkk, 2001:361, uji sensitivitas adalah untuk mengetahui respon model terhadap suatu stimulus. Respon ditunjukkan dengan perubahan perilaku danatau kinerja model. Sedangkan stimulus dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu pada variabel atau struktur model. Uji sensitivitas bertujuan untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel, dan hubungan antar variabel dalam model. Sedangkan hasil uji sensitivitas adalah dalam bentuk perubahan perilaku danatau kinerja model, dan digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Melalui uji sensitivitas maka dapat diketahui variabel- variabel mana saja yang berperan paling efektif atau dapat berperan sebagai pengungkit dalam membangun model kinerja Puskesmas di DKI. Dengan mengetahui variabel-variabel leverage yang paling berpengaruh terhadap kinerja sistem maka dapat ditemukan variabel- variabel tepat guna untuk merumuskan strategi organisasi ke depan. Berkaitan dengan tujuan disertasi ini, maka dengan menganalisis variabel- variabel yang memiliki peran leverage dalam kinerja Puskesmas di DKI Jakarta, selanjutnya diharapkan dapat berguna untuk membangun upaya pemberdayaan Puskesmas. Secara teoritis, setidaknya ada dua macam uji sensitivitas sebagaimana yang diketengahkan oleh Muhammadi, dkk. Pertama, intervensi fungsional, yakni intervensi terhadap parameter tertentu atau kombinasi parameter tertentu dari model dengan menggunakan fasilitas dalam perangkat lunak komputer powersim yang cocok atau mewakili perubahan keputusan, kejadian, dan keadaan tertentu. Maani dan Cavana 2000:228 menambahkan bahwa intervensi fungsional ini dapat dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi 10 dari parameter-parameternya. Sedangkan Muhammadi,dkk melakukannya dengan menambah atau mengurangi 10 – 20 . Uji sensitivitas dilakukan dengan cara mengintervensi variabel dengan menambahkan nilai sebesar 10 terhadap variabel yang diuji. Kemudian hasilnya 176 dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi pada variabel yang dijadikan referensi atau variabel base case. Hasil perbandingan tersebut diukur selisihnya dengan menggunakan rasio, yaitu selisih hasil intervensi dengan base case dibagi base case. Semakin besar variabel tersebut berpengaruh terhadap perubahan variabel base case, maka semakin sensitif variabel tersebut memberikan perubahan pada sistem. Atau dengan pengertian lain, variabel yang sensitif tersebut dapat menjadi variabel yang dapat mendongkrak sistem. Ada dua hal yang digunakan sebagai pertimbangan untuk menetapkan variabel base case, yaitu: 1 Variabel tersebut memiliki dinamika kompleksitas yang tinggi, artinya variabel tersebut memiliki kaitan hubungan sebab akibat lebih banyak. 2 Variabel tersebut menunjukkan pola kecenderungan kinerja yang lemah berdasarkan analisis kinerja yang telah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan pertimbangan dua hal tersebut, maka dari 16 enam belas variabel yang dioperasionalisasikan, ditetapkan 4 empat variabel base case, yaitu: kepuasan pasien, kepuasan pegawai, mutu layanan, dan penerimaan. Adapun hasilnya sebagaimana terlihat pada rekapitulasi hasil uji sensitivitas berikut ini. Tabel 58 Rekapitulasi Uji Sensitivitas TS Elit Moderat Slum 1 RPsnMedis 2.2089 RPsnMedis 2.203 RPsnMedis 2.054 2 Subsidi 2.0201 Subsidi 2.020 Subsidi 2.020 3 Rinsen 2.0197 RObatPSn 2.012 RObatPSn 2.010 4 NormLeadt 2.0049 Rinsen 2.010 Rinsen 2.009 5 RAngrn 2.0036 NormLeadt 2.008 NormLeadt 2.008 6 Rrekrut 1.9998 TgkDB 2.004 RAngrn 2.003 7 ByPorg 1.9967 RAngrn 2.002 Rrekrut 2.000 8 RPotPsn 1.9036 ByPorg 1.998 RKapInfo 1.998 9 RKapInfo 1.0000 RPotPsn 1.863 RPotPsn 1.995 10 RSubPel 1.0000 Rrekrut 1.000 TgkDB 1.846 11 RObatPSn 1.0000 RKapInfo 1.000 ByPorg 1.000 12 TgkDB 1.0000 RSubPel 1.000 RSubPel 1.000 Sumber: Hasil Penelitian Penulis 2006 Catatan: • RPsnMedis = Rasio Pasien Medis • Subsidi • Rinsen = Rasio Insentif • NormLeadt = Normal Lead Time 177 • Rangrn = Rasio Anggaran • Rrekrut = Rasio Rekrutmen • ByPorg = Biaya per Progam Peny uluhan • RPotPsn = Rasio Potensi Pasien • RKapInfo = Rasio Kapabilitas Informasi • RSubPel = Rasio Subsidi Pelatihan • RObatPSn = Rasio Obat per Pasien • TgkDB = Tingkat Daya Beli • TS = Tingkat Sensitivitas • Rasio Anggaran diintervensi adalah untuk program penyuluhan Hasil uji sensitivitas di atas diperoleh dengan menggunakan pendekatan skala nilai yaitu dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 3. Nilai ini diperoleh dengan melakukan pembobotan ulang, berupa pengkalian dua atas hasil uji sensitivitas aktual. Pembobotan dilakukan hanya untuk memperjelas nilai- nilai hasil uji sensitivitas tersebut. Hasil pembobotan menjadi nilai sensitivitas variabel- variabel yang di uji terhadap variabel base case Interpretasi uji sensitivitas sebagaimana disampaikan dalam tabel di atas diuraikan berikut ini. Nilai 1 memiliki arti tidak sensitif sehingga dalam hal ini diabaikan dalam tabel adalah variabel nomor 9 – 12. Nilai 2 adalah batas antara Reinforcing dan Balancing. Semakin besar nilai menuju 3, dari nilai tengah 2, maka semakin sensitif pengaruh-nya terhadap 4 variabel base case. Pengaruhnya lebih ke arah Reinforcing yakni saling menguatkan atau saling melemahkan. Sedangkan apabila nilai semakin menuju 1 dari nilai tengah 2, maka semakin sensitif pengaruhnya terhadap tindakan koreksi Balancing. Dalam tabel nilai uji sensitivitas Puskesmas elite, terdapat 5 lima variabel yang memperoleh nilai di atas 2 dalam tabel adalah variabel nomor 1-5 yakni variabel rasio anggaran RAngrn= 2.0036, variabel norma lead time Normleadt= 2.0049, variabel rasio insentif Rinsen = 2.0197, variabel subsidi subsidi = 2.0201, dan variabel rasio pasien medis RpsnMedis = 2.2089. Dari 5 variabel tersebut, dipilih 3 tiga yang memiliki nilai sensitivitas tertinggi dalam tabel adalah variabel nomor 1-3, dalam hal ini adalah variabel rasio insentif, subsidi, dan rasio pasien medis. Sementara itu terdapat 3 variabel di bawah nilai 2 dan diatas nilai 1 dalam tabel adalah variabel nomor 6–8, yakni rasio rekruitmen Rrekruit = 1.9998, biaya program penyuluhan Bypro.Penyul = 1.9967, dan potensi pasien PotenPsn = 1.9036. 178 Kontinum berikut ini akan memperjelas gambaran arah sensitivitas yang telah diuraikan tersebut. Gambar 21 Kontinum Interpretasi Nilai Sensitivitas Puskesmas Elite Sumber : Hasil Kajian Penulis 2006 Pada Puskesmas moderate terdapat 7 tujuh variabel yang memiliki nilai sensitivitas di atas 2 dalam tabel adalah variabel nomor 1-7, namun dalam hal ini ditetapkan 3 tiga variabel yang memiliki sensitivitas tertinggi yakni variabel rasio obat pasien RobatPsn = 2.012, variabel subsidi = 2.002, dan variabel rasio pasien medis RpsnMedis = 2.203. Adapun variabel- variabel dengan nilai 1 diabaikan karena tidak memiliki sensitivitas dalam tabel adalah variabel nomor 10-12. Sementara, variabel- variabel yang memiliki nilai sensitivitas di bawah 2 hanya berjumlah 2 variabel, yakni variabel rasio potensi pasien RpotPsn = 1.863 dan biaya program penyuluhan ByProg,Penyul = 1.998. Berikut ini adalah gambar kontinum dari nilai-nilai sensitivitas pada variabel- variabel Puskesmas moderate Gambar 22 Kontinum Interpretasi Nilai Sensitivitas Puskesmas Moderate Sumber : Hasil Kajian Penulis 2006 Pada Puskesmas slum terdapat 7 tujuh variabel yang memiliki nilai sensitivitas di atas 2 dalam tabel adalah variabel- variabel nomor 1-7. Dari jumlah tersebut, 3 tiga di antaranya yang memiliki nilai tertinggi dipilih, yakni variabel rasio obat pasien = 2.010, kemudian variabel subsidi = 2.002, dan variabel rasio pasien medis = 2.054. Sedangkan variabel- variabel yang bernilai di bawah 2 yang mengarah ke kontinum Balancing ada 3 tiga variabel, dan keseluruhannya di pilih, yakni variabel biaya program penyuluhan ByProgPenyul= 1.998, variabel tingkat daya beli obat TDB Obat = 1.995, dan terakhir RPsn Medis 2.0289 2 Subsidi 2.0201 RInsentif 2.0197 R Rekrut 1.9998 ByProg Penyul 1.9967 PotenPsn 1.9036 B R PUSKES ELITE RPsn Medis 2.203 2 Subsidi 2.002 RObat Psn 2.012 ByProg Penyul 1.998 PotenPsn 1.863 B R PUSKES MODERAT 179 adalah variabel potensi pasien PotenPsn = 1.846. Gambar berikut ini merupakan kontinum dari nilai- nilai tersebut Gambar 23 Kontinum Interpretasi Nilai Sensitivitas Puskesmas Slum Sumber : Hasil Kajian Penulis 2006 Setelah variable- variabel sensitif diketahui, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan skenario pemberdayaan. Skenario Pemberdayaan Puskesmas Elite Fahey dan Randal 1998:4 menjelaskan bahwa proses pembelajaran skenario, yaitu proses bagaimana sebuah organisasi dapat memperkirakan apa yang akan terjadi di masa mendatang pada lingkup usahanya. Untuk itu, menurut, Fahey dan Randal, perlu adanya sebuah metode yang dapat menggabungkan pembuatan sebuah skenario dengan proses pengambilan keputusan berkaitan dengan penyusunan strategi manajemen ke depan. Fahey dan Randall mengartikan skenario sebagai sebuah deskripsi naratif tentang proyeksi berbagai pilihan yang masuk akal dari bagian-bagian spesifik di masa mendatang. Sejumlah kombinasi peristiwa di masa depan, ada yang mudah dan sulit diperkirakan sehingga memunculkan berbagai pilihan di masa depan. Gambaran masa depan tersebut, umumnya dibatasi oleh informasi yang berhasil diperoleh, kemampuan untuk memahami informasi, dan kemampuaan untuk membuat imajinasi. Kendala- kendala inilah yang mengakibatkan gambaran masa depan tetap gelap karena tidak mampu mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi di masa mendatang. Melalui pembelajaran skenario diharapkan dapat memberikan masukan penting yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Menurut Baker 1993, dalam Maani dan Cavana, 2000:83, skenario adalah bukan peramalan forecast. Jika ramalan adalah suatu intensi yang menggambarkan suatu kepastian pernyataan masa depan, maka skenario adalah ditujukan untuk menyediakan RPsn Medis 2.054 2 Subsidi 2.020 RObat Psn 2.010 ByProg.Penyul 1.998 TDB Obat 1.995 PotenPsn 1.846 B R PUSKES SLUM 180 sesuatu yang mungkin dapat digunakan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi yang akan datang. Selanjutnya dijelaskan, bahwa terdapat dua cara skenario, pertama berupa skenario yang dapat menggambarkan evolusi kejadian-kejadian dari saat ini hingga beberapa waktu ke depan future history. Kedua, skenario yang disusun berdasarkan analisis kebijakan dan strategi yang menyediakan informasi hubungan sebab-akibat masa sekarang dan yang akan datang. Secara lebih jauh Wack 1985, dalam Maani dan Cavana, 2000:83 menyatakan bahwa skenario harus dapat menolong para pengambil keputusan untuk mengembangkan visi kedepan tentang sistem organisasi mereka. Dengan demikian dapat digarisbawahi bahwa skenario adalah suatu gambaran akan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa datang. Skenario dibedakan dengan peramalan dalam hal, pertama, adanya sebuah pola dan bukan presisi atau suatu gambaran kinerja dalam time series. Kedua, adanya multiple path yaitu beragam kecenderungan sesuai asumsi yang digunakan. Untuk kepentingan penyusunan skenario pemberdayaan agar lebih praktis dan mengedepanka n prioritas, maka dalam penelitian ini variabel- variabel base case akan dikelompokkan dalam suatu kuadran-kuadran prioritas yang diadopsi dari model Star dalam Ringland,2002:33. Pengelompokan ke dalam model Star dipandang sesuai karena selain dapat memberikan gambaran penempatan variabel menurut prioritas, juga dipandang sesuai dengan domain organisasi pelayanan publik seperti halnya Puskesmas. Pada model Star, terdapat 4 empat kuadran yang didasarkan pada kombinasi faktor- faktor lingkungan kondisional organisasi pelayanan publik pada umumnya. Pertama, pada kuadran A, kombinasi faktor- faktor kondisional organisasi yang penuh ketidakpastian uncertainty dengan kondisi ketatnya rantai hierakhi dan pengawasan common-control hierarchy . Kuadran ini menggambarkan kuadran yang sulit diintervensi karena berada pada kombinasi dua aspek kondisional yang sulit. Kedua, pada kuadran B, menggambarkan kombinasi faktor- faktor kondisional organisasi yang penuh ketidakpastian uncertainty dan terdapatnya jaringan pemberdayaan empowered networks. Kuadran ini tingkat kesulitannya di bawah kuadran A, sedangkan aspek yang mempermudah adalah adanya jaringan pemberdayaan. 181 Ketiga, pada kuadran C, menggambarkan kombinasi faktor- faktor kondisional organisasi yang relatif memiliki tingkat kepastian atau dapat diprediksikan relative certaintypredictability dengan terdapatnya jaringan pemberdayaan empowered networks. Kuadran ini digambarkan sebagai kuadran ideal, dimana terdapat dua kondisi yang saling mendukung untuk dilakukan proses pemberdayaan. Keempat, pada kuadran D, menggambarkan kombinasi faktor- faktor kondisional organisasi yang relatif memiliki tingkat kepastian atau dapat diprediksikan relative certaintypredictability dengan ketatnya rantai hierakhi dan pengawasan common- control hierarchy. Digambarkan sebagai kebalikan kuadran B, yang memerlukan perlakuan khusus, karena berada pada dua kondisi yang saling bertolak belakang. Kuncinya, salah satu kondisi harus dapat dik uasai. Selanjutnya 4 variabel base case Puskesmas ditempatkan ke dalam kuadran- kuadran ya ng sesuai lihat gambar 5.17. Variabel- variabel dalam kuadran kemudian disimulasikan untuk menemukan variabel- variabel sensitif terhadap variabel- variabel base case. Dengan demikian baik Puskesmas elite, moderate, maupun slum memiliki model kuadran Star yang sama, sedangkan yang membedakan adalah variabel- variabel sensitif di dalamnya Gambar 24 Penempatan Variabel Base Case Menurut Kuadran Star pada Puskesmas Elite Sumber: Diadopsi dari Model Star, 2002 Uncertainty Relative Certainty Predictability Empowered Networks CommandControl Hierarchy A B D C Penerimaan -Subsidi -Potensi Pasien Mutu layanan -BiayaPenyuluhan -RasioInsentif -Rasio Pasien-Medis Kepuasan Pegawai -Rasio Insentif -PotensiPasien Kepuasan Pasien -Rasio Pasien-Medis 182 Selanjutnya skenario pemberdayaan Puskesmas dapat disusun berdasarkan pada hubungan variabel base case dengan variabel sensitif dengan prioritas simulasi sebagai berikut: 1. Skenario dengan mensimulasikan perubahan variabel mutu layanan jika diintervensi oleh perubahan variabel biaya program penyuluhan, rasio insentif, dan rasio pasien medis. 2. Skenario dengan mensimulasikan perubahan variabel kepuasan pasien jika diintervensi oleh perubahan variabel rasio pasien medis. 3. Skenario dengan mensimulasikan perubahan variabel kepuasan pegawai jika diintervensi oleh perubahan variabel rasio insentif dan potensi pasien 4. Skenario dengan mensimulasikan perubahan variabel penerimaan jika diintervensi oleh perubahan variabel subsidi dan potensi pasien.

1. Hasil Simulasi Variabel Mutu Layanan