131 Tabel 26 Kinerja Ketersediaan Obat Puskesmas slum Per Triwulan 2005
Uraian Triwulan 1
dalam butir Triwulan 2
dalam butir Triwulan 3
dalam butir Triwulan 4
dalam butir Jenis Obat ISPA:
1. Paracetamol
4.029 x 9 =36.261 4.595x9=41.355
6.170x9=55.530 5.759x9=51.831
2. Amoxiciline
4.029 x 9 =36.261 4.595x9=41.355
6.170x9=55.530 5.759x9=51.831
3. Obat batuk
4.029 x 9 =36.261 4.595x9=41.355
6.170x9=55.530 5.759x9=51.831
4. CTM
4.029 x 9 =36.261 4.595x9=41.355
6.170x9=55.530 5.759x9=51.831
Total obat
145.044 165.420
222.120 207.324
Cadangan 25
36.261 41.355
55.530 51.831
Obat yang seharusnya tersedia
181.305 206.775
277.650 259.155
Obat yang tersedia saat ini
250.200 250.000
300.000 300.000
Gap Kelebihan obat Persentase
68.895 37
43.225 20.90
22.350 8.0
40.845 15.76
Mutu Kinerja
E E
C E
Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder Penelitian, 2006
Dari data dalam Tabel 26 nampak bahwa Puskesmas slum pada triwulan 1 memiliki kesenjangan ketersediaan obat paling tinggi bila dibandingkan dengan elite
maupun moderate, yakni 37 atau diatas batas toleransi yang ditetapkan, dengan demikian mutu kinerjanya adalah ‘E’. Pada triwulan 2 adalah 20.90 , juga masih tinggi
dengan mutu kinerja ‘E’. Sedangkan pada triwulan 3 turun menjadi 8 atau mutu kinerjanya ‘C’ , dan pada triwulan 4 gap ketersediaan obat naik menjadi 15.76 di mana
mutu kinerjanya adalah ‘E’ Berdasarkan temuan tersebut, maka secara keseluruhan, gap ketersediaan obat
yang terbaik adalah pada Puskesmas moderate, kemudian peringkat kedua adalah Puskesmas elite, dan yang memiliki gap tertinggi adalah Puskesmas slum
c. Penyuluhan Masyarakat
Dalam proses operasi atau produksi Puskesmas, aspek penyuluhan masyarakat dipandang sebagai mata rantai yang tidak terpisahkan dengan proses pelayanan kesehatan
secara keseluruhan. Penyuluhan juga dipandang tidak hanya sebagai tindakan preventif terhadap kasus-kasus kesehatan yang belum terjadi, namun juga dianggap sebagai
tindakan lanjutan akibat terjadinya kasus-kasus kesehatan yang menonjol dan memerlukan penanganan dan pencegahan lebih lanjut agar kasus-kasus kesehatan
tersebut tidak meluas.
132 Selanjutnya, mutu operasi Puskesmas dilihat dari aspek penyuluhan diukur melalui
: pertama, total frekuensi penyuluhan per triwulan, kedua, persentase sasaran yang hadir dari yang ditargetkan, dengan cara membandingkan persentase gap antara tingkat
kehadiran sasaran yang diharapkan dengan kenyataannya, ketiga, indeks persepsi atau penilaian peserta penyuluhan terhadap : 1 manfaat penyuluhan, 2 metode penyuluhan,
3 kesesuaian jadwal pe nyuluhan, 4 pemahaman terhadap isi yang disuluhkan. Berikut ini adalah hasilnya.
Banyaknya program-program kesehatan yang ditunjang penyuluhan pada saat penelitian ini diadakan adalah 20 dua puluh program kesehatan, yakni, 1.KB ; 2. KIA
; 3.gizi ; 4 immunisasi ; 5.diare ; 6. DBD ; 7. ISPA ; 8. AIDS ; 9. Hepatitis ; 10. rokok-narkotika-obat berbahaya ; 11. Kangker ; 12. penyakit degeneratif ; 13. air-
kesehatan lingkungan ; 14. TBC ; 15. kustaprambosia ; 16. kesehatan gigi dan mulut ;17. kesehatan mata ; 18. kesehatan jiwa ; 19. kesehatan kerja ; dan 20. kecacingan.
Pada setiap triwulannya, puskesmas diharapkan mengadakan 60 kali penyuluhan Mutu kinerja frekuensi penyuluhan dinilai dari seberapa banyak penyuluhan diadakan setiap
triwulannya. Ukuran kinerja frekuensi penyuluhan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 27 Pedoman Penilaian Frekuensi Penyuluhan
SKOR MUTU
FREKUENSI PENYULUHAN PER TRIWULAN
5 A
Frekuensi Penyuluhan Ideal = 60 4
B 55-59
3 C
50-54 2
D 45-49
1 E
45
Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder Penelitian 2005
Untuk kehadiran sasaran penyuluhan, standar idealnya adalah 90 sasaran harus hadir. Penilaian kehadiran sasaran penyuluhan didasarkan pada jumlah sasaran
penyuluhan yang hadir. Ukuran kehadiran sasaran penyuluhan adalah sebagai berikut :
133 Tabel 28 Pedoman Penilaian Kehadiran Sasaran Penyuluhan
SKOR MUTU
KEHADIRAN SASARAN PENYULUHAN PER TRIWULAN
5 A
Kehadiran Sasaran Penyuluhan Ideal = 90 4
B 85 – 89
3 C
80 – 84 2
D 75 – 79
1 E
75 Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder Penelitian 2005
Frekuensi penyuluhan pada pada Puskesmas elite pada triwulan 1 dan 2 masih jauh dari yang diharapkan, sedangkan pada triwulan 3 terlihat adanya peningkatan hingga
triwulan 4. Data tentang hal tersebut dapat disimak pada Tabel 5.21 berikut ini.
Tabel 29 Frekuensi Penyuluhan Pada Puskesmas elite
Triwulan Frekuensi Penyuluhan
Mutu Kinerja 1
52 C
2 52
C 3
56 B
4 62
A Sumber : Diolah dari data Sekunder Penelitian 2005
Persentase kehadiran sasaran penyuluhan juga turut menentukan efektifitas dari suatu penyuluhan. Dalam tabel 30 terlihat bahwa rata-rata persentase kehadiran sasaran
penyuluhan Puskesmas elite berkisar pada angka 80 hingga 85 atau pada mutu kinerja sedang ‘C’. Hanya pada triwulan 3 mencapai 85 dengan mutu kinerja ‘B’
Tabel 30 Persentase Kehadiran Sasaran Penyuluhan pada Puskesmas elite
Triwulan Persentase
Kehadiran Sasaran Mutu Kinerja
1 80
C 2
84 C
3 85
B 4
80 C
Sumber : Diolah dari data Sekunder Penelitian 2005
Indikator terakhir adalah dilihat dari indeks penilaian pelanggan terhadap penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan Puskesmas. Hasilnya adalah sebagaimana tertera
pada Tabel 31 berikut ini.
134 Tabel 31 Indeks Penilaian Pelanggan Terhadap Penyuluhan Puskesmas elite
Triwulan No
Indikator 1
2 3
4 1
M anfaat Penyuluhan 3.45
B 3.56
B 3.5
B 3.65
B 2
Ketepatan metode yang digunakan 2.67
C 2.69
C 2.98
C 3.02
C 3
Kesesuaian jadual penyuluhan 2.45
D 2.48
D 2.49
D 2.55
D 4
Pemahaman terhadap isi penyuluhan 3.44
B 3.48
B 3.51
B 3.56
B Sumber: Diolah dari Data Primer Penelitian, 2005
Jika angka-angka skor pada Tabel 31 tersebut dikalikan dengan nilai dasar 20 lihat aturan normatif MenPan maka indeks penilaian pelanggan terhadap indikator
pertama, yakni ‘manfaat penyuluhan’ bagi pelanggan adalah ‘Baik’ atau ‘B’. Sedangkan indikator kedua, yakni ‘ketepatan metode penyuluhan yang digunakan’ dinilai oleh
pelanggan ‘sedang’ atau ‘C’. Selanjutnya pada indikator ‘kesesuaian jadual penyuluhan dengan kesibukan pelanggan’ dinilai ‘kurang’ atau ‘D’oleh pelanggan. Dan yang terakhir,
indikator ‘pemahaman terhadap isi penyuluhan’ oleh pelanggan dinilai ‘baik’ atau ‘B’. Pada Puskesmas moderate, banyaknya program-program kesehatan yang ditunjang
penyuluhan pada saat penelitian ini diadakan adalah 15 lima belas program kesehatan, yakni, KB, KIA, gizi, immunisasi, diare, DBD, ISPA, AIDS, hepatitis, rokok-narkotika-
obat berbahaya, kesehatan gigi dan mulut, penyakit degeneratif, air-kesehatan lingkungan, TBC, kustaprambosia. Berikut ini tabel frekuensi penyuluhan moderate.
Tabel 32 Frekuensi Penyuluhan Pada Puskesmas Moderate
Triwulan Frekuensi Penyuluhan
Mutu Kinerja 1
40 E
2 43
E 3
49 D
4 55
B Sumber : Diolah dari data Sekunder Penelitian 2005
Tabel 33 Persentase Kehadiran Sasaran Penyuluhan Pada Puskesmas Moderate
Triwulan Persentase Kehadiran
Sasaran Penyuluhan Mutu Kinerja
1 88
B 2
87 B
3 85
B 4
85 B
Sumber : Diolah dari data Sekunder Penelitian 2005
135 Dalam Tabel 33 terlihat bahwa secara keseluruhan hasil menunjukkan mutu
kinerja berada pada ranking penilaian ‘baik’ atau ‘B’. Indikator terakhir adalah dilihat dari indeks penilaian pelanggan terhadap penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan
Puskesmas. Hasilnya adalah sebagaimana tertera pada Tabel 34 berikut ini. Tabel 34 Indeks Penilaian Pelanggan Terhadap Penyuluhan Puskesmas Moderat
Triwulan No
Indikator 1
2 3
4 1
Manfaat Penyuluhan 4.45
4.48 4.51
4.55 2
Ketepatan metode yang digunakan 3.44
3.47 3.47
3.52 3
Kesesuaian jadual penyuluhan 3.45
3.48 3.47
3.51 4
Pemahaman terhadap isi penyuluhan 4.34
4.42 4.51
4.56 Sumber: Diolah dari Data Primer Penelitian, 2005
Dengan mengalikan angka-angka skor pada Tabel 5.26 dengan nilai dasar 20 lihat aturan normatif MenPan maka indeks penilaian pelanggan terhadap indikator
pertama, yakni ‘manfaat penyuluhan’ bagi pelanggan dinilai ‘sangat baik’ atau ‘A’. Sedangkan indikator kedua, yakni ‘ketepatan metode penyuluhan yang digunakan’ dinilai
oleh pelanggan ‘Baik’ atau ‘B’. Selanjutnya pada indikator ‘kesesuaian jadual penyuluhan dengan kesibukan pelanggan’ dinilai ‘baik’ atau ‘B’oleh pelanggan. Dan
yang terakhir, indikator ‘pemahaman terhadap isi penyuluhan’ oleh pelanggan dinilai ‘sangat baik’ atau ‘A’.
Pada Puskesmas slum, jumlah program-program yang ditunjang penyuluhan pada tahun 2004 adalah 15 lima belas yakni, KB, KIA, gizi, diare, ISPA, DBD, immunisasi,
TBC, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan lingkungan, kusta, kulit, AIDS, narkotika, dan kesehatan kerja. Sedangkan saat ini 2005 jumlah program-program yang ditunjang
penyuluhan meningkat menjadi 16 yakni ditambah dengan penyuluhan hepatitis. Dengan demikian peningkatannya hanya 3.2 . Padahal bila diperhatikan, subsidi slum hampir
sama dengan Puskesmas elite, yakni sekitar 4 miliar rupiah.
Tabel 35 Frekuensi Penyuluhan Pada Puskesmas Slum
Triwulan Frekuensi Penyuluhan
Mutu Kinerja 1
44 E
2 46
D 3
54 C
4 62
A Sumber : Diolah dari data Sekunder Penelitian 2005
136 Berikutnya adalah angka persentase kehadiran sasaran penyuluhan pada tahun
2005, sebagaimana tertera pada Tabel 36 berikut ini. Tabel 36 Persentase Kehadiran Sasaran Penyuluhan Pada Puskesmas Slum
Triwulan Persentase Kehadiran Sasaran Penyuluhan
Mutu Kinerja 1
80 C
2 80
C 3
75 D
4 82
C Sumber : Diolah dari data Sekunder Penelitian 2005
Indikator terakhir adalah dilihat dari indeks penilaian pelanggan terhadap penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan Puskesmas. Hasilnya adalah sebagaimana tertera
pada Tabel 37 berikut ini. Tabel 37 Indeks Penilaian Pelanggan Terhadap Penyuluhan Puskesmas
Puskesmas Slum
Triwulan No
Indikator 1
2 3
4 1
Manfaat Penyuluhan 3.02
3.15 3.22
3.27 2
Ketepatan metode yang digunakan 3.11
3.14 3.24
3.33 3
Kesesuaian jadual penyuluhan 2.33
2.33 2.41
2.44 4
Pemahaman terhadap isi penyuluhan 3.21
3.23 3.22
3.35 Sumber: Diolah dari Data Primer Penelitian, 2005
Dengan mengalikan angka-angka skor pada Tabel 37 dengan nilai dasar 20 lihat aturan normatif MenPan maka indeks penilaian pelanggan terhadap indikator pertama,
yakni ‘manfaat penyuluhan’ bagi pelanggan dinilai ‘sedang’ atau ‘C’. Sedangkan indikator kedua, yakni ‘ketepatan metode penyuluhan yang digunakan’ dinilai oleh
pelanggan juga ‘sedang’ atau ‘C’. Selanjutnya pada indikator ‘kesesuaian jadual penyuluhan dengan kesibukan pelanggan’ dinilai ‘kurang’ atau ‘D’oleh pelanggan. Dan
yang terakhir, indikator ‘pemahaman terhadap isi penyuluhan’ oleh pelanggan dinilai ‘sedang’ atau ‘C’ oleh pelanggan.
137
Kinerja Puskesmas dari Perspektif Keuangan
Perspektif finansial memberikan target jangka panjang yang jelas bagi perusahaan yang mencari keuntungan. Tetapi bagi perusahaan pemerintah dan organisasi nirlaba,
perspektif keuangan mungkin akan memberikan batasan dan bukan tujuan. Perusahaan- perusahaan pemerintah harus membatasi pengeluaran mereka sesuai dengan jumlah yang
dianggarkan. Tetapi keberhasilan organisasi seperti ini tidaklah diukur dengan bagaimana menjaga pengeluaran sesuai dengan anggaran, atau bahkan dengan penghematan yang
dapat dilakukan sehingga pengeluaran yang sebenarnya jauh dibawah yang dianggarkan. Keberhasilan bagi organisasi pemerintah dan nirlaba adalah seharusnya diukur dengan
seberapa efektif dan efisien organisasi tersebut dalam memenuhi berbagai aturan pokoknya. Pertimbangan finansial memang dapat menjadi pendorong atau kendala, tetapi
jarang menjadi tujuan utama Kaplan dan Norton, 1996:179-180. Tabel 38 Misi, Tujuan, Pengukuran, Target dan Indikator Kinerja Keuangan
Puskesmas
MISI TUJUAN STRATEGIS
PENGUKURAN INDIKATOR
Mengembang kan pelayanan
Kesehatan yang
berkualitas dan paripurna
Meningkatkan kemandirian pembiayaan
operasional melalui peningkatan swadana,
dan meningkatkan penghematan
1 Tingkat pembiayaan per
pasien 2.Tingkat kontribu
si swadana per pasien
1.Biaya per pasien
2.Kontribusi swada na per pasien
Sumber : Hasil Kajian Penelitian, 2006
Jumlah total pemasukan subsidi tahun 2005 pada Puskesmas elite adalah Rp. 4.559.250.870,- empat miliar lima ratus lima puluh sembilan juta dua ratus lima puluh
ribu delapan ratus tujuh puluh rupiah. Sedangkan jumlah pengeluaran subsidi total adalah Rp. 4.503.958.595,- empat miliar lima ratus tiga juta sembilan ratus lima puluh
delapan ribu lima ratus sembilan puluh lima rupiah. Dari total pemasukan subsidi, 54.2 di antaranya digunakan sebagai biaya operasional pelayanan kesehatan di dalam
gedung dalam bentuk belanja langsung telepon, listrik, dan air dan tidak langsung biaya operasional termasuk obat-obatan, pelayanan 24 jam atau UGD, dan biaya-biaya
138 lainnya. Tabel 39 berikut ini adalah mengetengahkan tentang efektivitas biaya subsidi
pelayanan kesehatan Puskesmas elite . Tabel 39 Efektivitas Biaya Subsidi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Elite2005
No Uraian
Triwulan
1. 2.
Pemasukan: Belanja langsung
Belanja Tidak Langsung 25.620.832
600.792.317 29.859.150
600.792.317 31.143.142
600.792.317 37.920.041
600.792.317 124.543.165
2.316.991.636
T o t a l 626.413.149
630.651.467 631.935.459
637.712.358 2.441.534.801
1. 2.
Pengeluaran: Belanja langsung
Belanja Tidak Langs ung 25.620.832
568.092.909 23.022.210
570.907.909 37.980.082
540.547.909 37.920.041
637.442.909 124.543.165
2.316.991.636
T o t a l Subsidi 593.713.741
593.930.119 577.527.991
674.362.950 2.441.534.801
T o t a l Pelanggan 15.192
15.975 17.048
19.350 67. 565
Biaya per satu pelanggan cost effectiveness
1 : 39.081 1 : 37.179
1 : 33.877 1 : 34.850
1 : 36.136
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder penelitian 2006
Efektivitas biaya per pelanggan dapat diketahui melalui perhitungan sederhana dengan cara membandingkan total pengeluaran subsidi per triwulan dengan jumlah
pelanggan pertriwulan. Dalam Tabel 39 tersebut, nampak bahwa perbandingan antara total pengeluaran subsidi per triwulan dengan total pelanggan per triwulan menunjukan
kecenderungan yang meningkat, dimana semakin besar pengeluaran semakin besar pula jumlah pelanggan. Secara nyata, peningkatan kedua variabel tersebut diikuti dengan
penurunan rasio biaya per pelanggan dari Rp.39.081,- per satu orang pelanggan pada triwulan 1 menurun menjadi Rp.37.179,- pada triwulan 2, dan Rp.33.877,- pada triwulan
3, serta meningkat lagi menjadi Rp.34.850 pada triwulan 4. Dengan demikian dapat dihitung rata-rata biaya per pelanggan pada Puskesmas elite yakni Rp. 36.136,- per
pelanggan. Selanjutnya untuk mengetahui kinerja keuangan swadana, berikut ini akan diketengahkan peningkatan pemasukan swadana Puskesmas yang akan diketengahkan
melalui Tabel 40 berikut ini.
139 Tabel 40 Pertumbuhan Pemasukan Swadana Per Triwulan Puskesmas Elite
TRIWULAN JUMLAH
PELANGGAN TOTAL PEMASUKAN
SWADANA RATA-RATA KONTRIBUSI
PER PELANGGAN 1
15.192 22.5
Rp. 275.550.745 23.6
Rp. 20.888,- 2
15.975 23.6
Rp. 286.780.200 24.6
Rp. 21.603 3
17.048 25.3
Rp. 295.890.810 25.4
Rp. 19.663 4
19.350 28.6
Rp. 308.381.224 26.4
Rp. 18.978
T o t a l 67.565
100 Rp. 1.166.602.979
100 Rp. 20.196
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder penelitian 2006
Menyimak Tabel 40 tersebut, dapat diketengahkan bahwa pemasukan swadana Puskesmas elite cenderung meningkat pada setiap triwulan. Triwulan 1 ke 2 meningkat 1
, triwulan 2 ke 3 peningkatannya 1.2 , dan pada triwulan 3 ke 4 meningkat 1 . Secara logika, peningkatan swadana disebabkan peningkatan jumlah pelanggan per
triwulan, nampak dalam tabel, bahwa jumlah pelanggan mengalami peningkatan 1.1 pada triwulan 1 ke 2, kemudian pada triwulan berikutnya meningkat 1.7 dan
selanjutnya pada triwulan 3 ke 4 menurun 3.3 . Rata-rata pelanggan memberikan kontribusi Rp.20.196,- pertriwulan. Kontribusi
pelanggan terhadap swadana berupa pembayaran biaya retribusikarcis dan biayatarif tindakan medis yang besarnya bervariasi berdasarkan jenis pelayanan atau tindakan.
Sebagai contoh, pelayanan umum, gigi, dan pelayanan klinik lainnya dikenakan karcis retribusi Rp.2000,-pelanggan termasuk pemeriksaan dan pengobatan, namun jika
diperlukan tindakan medis misalnya cabut gigi atau jahitan, maka pelanggan dikenakan tarif tidakan medis yang besarannya diatur berdasarkan tarif yang telah ditentukan oleh
Peraturan Daerah. Selain tarif umum, terdapat pula tarif retribusi bagi layanan keluarga miskin
GAKIN yang besarnya Rp.750,- , sedangkan Asuransi Kese hatan Askes dikenakan Rp.1000,- dan Jaminan Asuransi Sosial Tenaga Kerja Jamsostek dikenakan Rp. 1750,-.
Sementara itu pelayanan Unit Gawat Darurat UGD dikenakan tarif Rp.10.000,- dan tarif bersalin dikenakan Rp. 150.000,- paket bersalin selama 3 hari. Perhitungan dalam
140 Tabel tersebut merupakan agregat dari jumlah pelanggan dari berbagai jenis pelayanan
kesehatan, tarif karcis pada setiap layanan, dan jumlah pemasukan dari tindakan medis. Berikut ini adalah kinerja keuangan dari Puskesma s moderate. Jumlah total
pemasukan subsidi pada Puskesmas moderat tahun 2005 adalah Rp. 2.755.451.000,- dua miliar tujuh ratus lima puluh lima juta empat ratus lima puluh satu ribu rupiah,
sedangkan total pengeluaran subsidi di tahun yang sama adalah Rp. 2.734.451.000,- dua miliar tujuh ratus tiga puluh empat juta empat ratus lima puluh satu ribu rupiah.
Dari total pemasukan subsidi Puskesmas moderate 60 atau Rp. 1.653.270.600,- Satu miliar enam ratus lima puluh tiga juta dua ratus tujuh puluh ribu enam ratus rupiah
digunakan sebagai biaya pengobatan yang terdiri dari biaya langsung listrik, telepon, dan air, dan biaya tidak langsung berupa biaya operasional pelayanan kesehatan di dalam
gedung atau pengobatan. Tabel 41 Efektivitas Biaya Subsidi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Moderate
2005
No Uraian
Triwulan
1. 2.
Pemasukan: Belanja langsung
Belanja Tidak Langsung 18.750.000
381.583.650 17.580.000
385.200.000 18.668.000
392.132.000 18.700.000
420.656.450 73.698.000
1.579.572.100
T o t a l
400.333.650 402.780.000
410.800.500 439.356.450 1.653.270.600
1. 2.
Pengeluaran: Belanja langsung
Belanja Tidak Langsung 18.750.000
381.583.650 17.580.000
385.200.000 18.668.000
392.132.000 18.700.000
420.656.450 73.698.000
1.579.572.100
T o t a l Subsidi 400.333.650
402.780.000 410.800.500
439.356.450 1.653.270.600
T o t a l Pelanggan 13.034
14.192 15.074
16.199 58.499
Biaya per satu pelanggan cost effectiveness
1 : 30.715 1 : 28.381
1 : 27.252 1 : 27.122
1 : 28.262
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder penelitian 2006
Nampak dalam Tabel 41 kecenderungan peningkatan jumlah pelanggan yang diikuti dengan kecenderungan peningkatan jumlah penggunaan subsidi. Jika
dibandingkan dengan Puskesmas elite, rasio subsidi per pelanggan di Puskesmas
141 moderate lebih rendah yakni rata-rata satu orang pelanggan dibiayai dengan subsidi
sebesar Rp.28.262,- dua puluh delapan ribu dua ratus enam puluh dua rupiah Selanjutnya, pertumbuhan swadana moderate pada triwulan 1 ke triwulan 2
meningkat 0.4 , pada triwulan 2 ke 3 meningkat 0.2 , dan pada triwulan 3 ke 4 meningkat 1.22 . Adapun peningkatan jumlah pelanggan pada triwulan 1 ke triwulan 2
adalah 3 , sedangkan triwulan 2 ke triwulan 3, meningkat 1.5 , dan pada triwulan ke 3 dan 4 meningkat sebesar 1.9 . Dari nilai total swadana dan total pelanggan dapat
diketahui bahwa rata-rata setiap pelanggan memberikan kontribusi pemasukan swadana sebesar Rp. 25.158,- dua puluh lima ribu seratus lima puluh delapan rupiah. Rata-rata
kontribusi ini lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata kontribusi pelanggan pada pemasukan swadana Puskesmas elite.
Tabel 42 Pertumbuhan Pemasukan Swadana Per Triwulan Puskesmas Moderate
TRIWULAN JUMLAH
PELANGGAN TOTAL PEMASUKAN
SWADANA RATA-RATA KONTRIBUSI
PER PELANGGAN 1
13.034 21.3
Rp. 357.932.600 24.3
Rp. 27.461 2
14.192 24.3
Rp. 362.850.900 24.7
Rp. 25.567 3
15.074 25.8
Rp. 367.900.900 24.9
Rp. 24.406 4
16.199 27.7
Rp. 383.046.093 26.12
Rp. 23.646
T o t a l 58.499
100 Rp. 1.471.730.493
100 Rp. 25.158
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder penelitian 2006
Pada Puskesmas slum, dari Tabel 42 berikut ini menunjukkan total pemasukan subsidi tahun 2005 adalah Rp. 4.910.568.000 empat miliar sembilan ratus sepuluh juta
lima ratus enam puluh delapan ribu rupiah, sedangkan total pengeluaran subsidi di tahun yang sama adalah Rp. 4.733.273.056,- empat miliar tujuh ratus tiga puluh tiga juta dua
ratus tujuh puluh tiga ribu lima puluh enam rupiah. Sejumlah Rp.1.964.227.200 satu miliar sembilan ratus enam puluh empat juta dua ratus dua puluh tujuh dua ratus rupiah
atau 40 dari total pemasukan subsidi digunakan sebagai biaya operasional pelayanan kesehatan. Tabel 43 berikut ini adalah efektivitas biaya subsidi pada Puskesmas slum
142 Efektivitas biaya per satu orang pelanggan dapat diketahui dari penghitungan
total pemasukan subsidi dibagi dengan total pelanggan, hasilnya adalah Rp.32.063,- tiga puluh dua ribu enam puluh tiga rupiah per triwulan. Nilai ini terlihat lebih besar jika
dibandingkan dengan Puskesmas moderate, namun di bawah efektivitas biaya Puskesmas elite
Tabel 43 Efektivitas Biaya Subsidi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Slum 2005
No Uraian
Triwulan
1. 2.
Pemasukan: Belanja langsung
Belanja Tidak Langsung 31.210.000
452.990.390 32.010.000
456.970.000 32.500.000
462.370.200 35.900.100
460.276.510 131.620.100
1.832.607.100
T o t a l 484.200.390 488.980.000 494.870.200
496.176.610 1.964.227.200
1. 2.
Pengeluaran: Belanja langsung
Belanja Tidak Langsung 31.210.000
452.990.390 32.010.000
456.970.000 32.500.000
462.370.200 35.900.100
460.276.510 131.620.100
1.832.607.100
T o t a l Subsidi 484.200.390 488.980.000 494.870.200
496.176.610. 1.964.227.200
T o t a l Pelanggan 13.836
14.950 15.350
17.126 61.262
Biaya per satu pelanggan cost effectiveness
1 : 34.996 1 : 32.708
1 : 32.239 1 : 28.972
1 : 32.063
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder penelitian 2006
Selanjutnya diketengahkan pertumbuhan swadana pada Puskesmas Slum sebagaimana ditampilkan dala m Tabel. Dari Tabel 43 dapat disimak bahwa pertumbuhan
pemasukan swadana terlihat pada triwulan 1 ke triwulan 2 terlihat adanya peningkatan 0.2 , pada triwulan 2 ke triwulan 3 meningkat kecil yakni 0.12 , dan terjadi pada
triwulan 3 ke triwulan meningkat sebesar 0.32 . Adapun peningkatan jumlah pelanggan pada triwulan 1 ke triwulan 2 nampak cukup tinggi yakni 1.8 , dan pada triwulan 2 ke
triwulan 3 sebesar 0.7 , serta pada triwulan 3 ke triwulan 4 sebesar 2.8 . Dari aspek kontribusi pelanggan terhadap pemasukan swadana, rata-rata setiap
pelanggan memberikan kontribusi sebesar Rp.20.363. Nilai ini masih di bawah Puskesmas moderate, namun hampir sama dengan Puskemas elite.
143 Tabel 44 Pertumbuhan Pemasukan Swadana Per Triwulan Puskesmas Slum
TRIWULAN JUMLAH
PELANGGAN TOTAL PEMASUKAN
SWADANA RATA-RATA KONTRIBUSI
PER PELANGGAN 1
13.836 22.6
Rp. 309.332.600 24.7
Rp. 22.357 2
14.950 24.4
Rp. 310. 500.900 24.9
Rp. 20.769 3
15.350 25.1
Rp. 312.100.900 25.02
Rp. 20.332 4
17.126 27.9
Rp. 315.557.550 25.3
Rp. 18.425
T o t a l 61.262
100 Rp. 1.247.491.950
100 Rp. 20.363
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder penelitian 2006
Secara keseluruhan, kinerja keuangan ketiga Puskesmas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan Puskesmas moderate, nampak memiliki mutu tertinggi bila
dibandingkan dengan Puskesmas elite dan slum dilihat dari efektivitas biaya subsidi, peningkatan pelanggan, dan kontribusi setiap pelanggan terhadap swadana.
Biaya operasional yang dikeluarkan untuk setiap pelanggan hanya Rp.28.262 dua puluh delapan ribu dua ratus enam puluh dua rupiah lebih murah sekitar Rp. 7000,-
tujuh ribu rupiah bila dibandingkan dengan dua Puskesmas yang lain, padahal pemasukan subsidi Puskesmas moderate jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan elite
maupun slum Dalam aspek pertumbuhan swadana, Puskesmas moderate berada pada peringkat
mutu ‘sedang’, pertumbuhan swadana yang tertinggi adalah Puskesmas elite, terendah adalah slum. Tabel 45 berikut ini gambaran tentang hal tersebut.
144 Tabel 45 Mutu Kinerja Keuangan Puskesmas
NO UKURAN STRATEGIS
ELITE MODERATE
SLUM 1
Efektivitas Biaya Subsidi Rp.36.136orang
Rendah Rp.28.262orang
Tinggi Rp.32.063orang
Sedang 2
Pertumbuhan Swadana 1.06
Tinggi 0.60
Sedang 0.21
Rendah 3
Peningkatan Pelanggan 2.03
Sedang 2.13
Tinggi 1.77
Rendah 4
Kontribusi setiap pelanggan Terhadap swadana.
Rp.20.196orang Rendah
Rp.25.158orang Tinggi
Rp.20.363orang Sedang
Mutu Kinerja Keuangan Sedang
Tinggi Rendah
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder penelitian 2006
Kinerja Puskesmas dari Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Berdasarkan konsep BSC, terdapat 3 parameter generik yang dianggap memiliki kontribusi kuat terhadap pertumbuhan dan pembelajaran pegawai di Puskesmas, yakni 1
kepuasan pegawai, 2 kapabilitas informasi, dan 3 kapabilitas pegawai. Berikut ini adalah hasilnya.
1. Kepuasan Pegawai