Hasil Simulasi Variabel Penerimaan

186

4. Hasil Simulasi Variabel Penerimaan

Nilai potensi pasien kenyataannya mempengaruhi penerimaan, artinya ketika dilakukan simulasi terhadap peningkatan potensi pasien dari 0.15 menjadi 0.20 pada t 5 dengan rumus 0.15+STEP0.20,5 terlihat lonjakan penerimaan yang begitu nyata. Uji simulasi lebih jauh dengan semakin meningkatkan nilai potensi pasien semakin meningkatkan pula nilai penerimaan, karena itu diputuskan menampilkan 2 simulasi saja karena hasilnya telah jelas. Pada variabel subsidi, karena kondisinya penuh ketidak pastian maka berapapun nilai yang diubah dalam simulasi dilakukan secara acak karena sulit diprediksi hasilnya tidak menentu. Karena itu variabel subsidi tidak direkomendasikan sebagai pengungkit karena sulit diprediksikan. Berikut ini adalah hasil simulasi tersebut. Tabel 62 Hasil Intervensi Variabel Potensi Pasien terhadap Penerimaan elite Penerimaan Keterangan Waktu Simulasi 1 Simulasi 2 849,978,131 849,978,131 Simulasi 1 : Potensi pasien 0.15 awal 1 887,940.131 887,940.131 Simulasi 2: Intervensi 0.15+STEP0.20 pada t5 2 924.747.525 924.747.525 3 958,960,355 958,960,355 4 989,000,124 989,000,124 5 1.014,992,124 2.359.793.124 6 1.137,450,124 2.410.181.124 7 1,060,478,124 2.462.222.124 8 1,084,133,124 2.515.688.124 9 1,108,187,124 2.570.465.124 10 1,132,697,124 2.626.496.124 11 1,157.606,124 2.683.439.124 12 1,182,857,124 2.741.294.124 1 2 Gambar 28 Grafik Perkembangan Penerimaan setelah di Intervensi Potensi Pasien Elite Sumber : Hasil Kajian Penulis, 2006 Time penerimaan 3 6 9 12 900,000,000 1e9 1.1e9 Time penerimaan 3 6 9 12 1e9 2e9 2e9 3e9 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 187 Model Pemberdayaan Puskesmas Elite Berdasarkan pada skenario yang telah disimulasikan tersebut, maka pemberdayaan Puskesmas elite dapat dilakukan dengan mengkombinasikan prioritas variabel base case - sebagai variabel yang dipandang memiliki kompleksitas dinamis tinggi serta memiliki banyak kelema han - dengan variabel sensitif yang telah diuji secara simulasi pengaruhnya terhadap variabel base case tersebut. Berikut ini adalah gambar model pemberdayaan Puskesmas elite. Visualisasi model dituangkan dalam kombinasi sumbu X yang menggambarkan ‘waktu’ yakni waktu dimulainya pemberdayaan t 5 hingga t 12 2 tahun ke depan, dan sumbu Y yang menggambarkan ‘tingkat kinerja’ yang paling lemah hingga yang tertinggi. Tahun 2007 t5 – t8: Prioritas pemberdayaan pertama adalah pada perbaikan mutu layanan dan kepuasan pelanggan. Variabel yang terbukti sensitif pada kedua aspek tersebut adalah rasio pasien medis. Dalam simulasi, rasio pasien medis elite adalah dapat ditingkatkan pada nilai tertinggi 150 dan terendah 117 dari nilai ideal 130 pasien setiap harinya. Saat ini Puskesmas elite melayani 100 hingga 150 lebih pasien setiap harinya, hal ini menyebabkan terjadinya work load beban kerja sehingga dapat dipahami jika aspek resposiveness pegawai rendah lihat IKP dan penyuluhan rendah. Pada nilai yang sama variabel kepuasan pelanggan juga sensitif terhadap rasio pasien medis. Artinya jika jumlah pasien semakin meningkat, maka pelanggan kuatir mutu layanan akan menjadi semakin rendah. Gambar 29 Model Pemberdayaan Puskesmas elite Sumber: Hasil Kajian Penulis, 2006 High Low t 5 t 12 ML KP K.Peg Performance Time P 188 Keterangan gambar: ML = Mutu Layanan varibel sensitif adalah Rasio Pasien Medis KP = Kepuasan Pelanggan variabel sensitif adalah Rasio Pasien Medis K.Peg = Kepuasan Pegawai variabel sensitif adalah Rasio Insentif P = Penerimaan variabel sensitif adalah Potensi Pasien Tahun 2008 t9 – t12: Prioritas pemberdayaan adalah kepuasan pegawai dan penerimaan swadana. Variabel yang sensitif mempengaruhi kepuasan pegawai adalah rasio insentif. Untuk meningkatkan rasio insentif adalah melalui dua cara, pertama, menunggu kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi DKI-Jakarta, kedua adalah dengan meningkatkan penerimaan swadana. Benang merah yang dapat ditarik dari model pemberdayaan Puskesmas elite Kebayoran Baru adalah, bahwa ternyata pemberdayaan SDM pada Puskesmas elite menjadi kunci utama untuk keberhasilan ke depan. Dalam model terlihat bahwa perspektif Pembelajaran-Pertumbuhan mendominasi tiga tahap prioritas pemberdayaan, di samping perspektif lainnya. Semua perbaikan dan perubahan yang berhubungan dengan perspektif Pembelajaran-Pertumbuhan pasti terkait dengan pemberdayaan pegawai. Pemberdayaan pegawai berarti terkait dengan perubahan perilaku pegawai. Perubahan perilaku pegawai mengacu pada peningkatan, perbaikan, bahkan kontrol terhadap kemampuan pegawai. Dengan demikian diperlukan kesiapan-kesiapan dalam memberdayakan pegawai. Tyson dan Jackson 2000:237 menyatakan bahwa kesiapan pegawai untuk berubah bertumpu pada dua kekuatan, pertama, yakni kekuatan yang ada dalam individu-individu itu sendiri yang meliputi pengetahuannya, ketrampilan dasar, kesadaran diri, dan toleransi terhadap ambiguitas. Bahkan terdapat bukti bahwa tingkat motivasi dan harga diri berperan penting dalam kesiapan individu untuk berubah. Kekuatan kedua adalah berkaitan dengan sistem yang meliputi budaya dan iklim kerja organisasi, serta konsekuensi-konsekuensi terhadap kegagalan maupun keberhasilan organisasi akibat perubahan. Selanjutnya dinyatakan bahwa gabungan dari faktor-faktor tersebut memberikan diskripsi mengenai rasa aman. Terkait dengan konsep Tyson dan Jackson tersebut, maka setiap pemberdayaan pegawai masalah kesiapan dan rasa aman menjadi kunci keberhasilan. Jangan sampai pemberdayaan di satu sisi memberikan kewenangan, disatu sisi menambahkan beban. 189 Jika yang terjadi demikian maka tidak ada rasa aman, pegawai akan cenderung menghindari perubahan sehingga pemberdayaan akan gagal, dan justru menimbulkan resistensi. Robbins dan Decenzo 2001:236 mengingatkan bahwa kebanyakan kasus pemberdayaan sering menimbulkan resistensi , karena para pegawai berasumsi negatif terlebih dulu terhadap setiap perubahan. Perubahan diasumsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti uncertainty manfaatnya bagi mereka. Sebagian orang takut pada perubahan, karena mengancam eksistensi mereka yang sudah mapan. Penilaian baik -buruknya perubahan adalah tergantung pada manfaatnya secara individual bagi mereka. Dalam kasus pemberdayaan pegawai Puskesmas agar lebih resposif dalam melayani, mungkin akan menemui kendala resistensi jika pimpinan Puskesmas kurang hati-hati dalam melaksanakan perubahan bagi mereka. Dalam studi Penyuluhan Pembangunan dikenal teknik untuk menurunkan resistensi yakni dengan metode pembelajaran orang dewasa POD. Metode POD menganggap orang-orang yang diberdayakan bukan sebagai orang yang bodoh atau lemah, melainkan justru dipandang sebagai individu yang telah memiliki peta kognitif yang lengkap tentang pekerjaannya, sehingga posisi mereka adalah sebagai mitra sejajar yang secara lateral diberikan kesempatan untuk memberdayakan diri sendiri, dan sharing dengan pegawai yang lain, sehingga tanpa disadari tidak ada yang merasa ‘kehilangan harga diri’. Stewart 1994:122-124 mencoba mengingatkan bahwa setiap pemberdayaan memerlukan budget atau investasi untuk pelatihan. Kebanyakan organisasi pemerintah menur utnya kurang investasi dibidang pelatihan, tanpa budget yang memadai maka pelatihan akan kehilangan arti. Mungkin yang dimaksud oleh Stewart disini adalah bahwa dengan budget yang memadai dimungkinkan penyelenggaraan suatu pelatihan yang baik, dengan kurik ulum yang baik dan instruktur yang baik pula. Selanjutnya juga diingatkan bahwa tidak cukup hanya dengan invest pelatihan, namun juga diperlukan dukungan waktu dan encouragement pimpinan dalam bentuk pertemuan atau meeting time yang cukup, atensi pribadi, sharing ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki pimpinan. Saran terakhir yang diberikan Stewart adalah bahwa setiap pemberdayaan harus diikuti 190 dengan pemberian reward yang memadai bisa berbentuk peningkatan insentif maupun gaji atau penghargaan non finansial. Skenario Pemberdayaan Puskesmas moderate Pada Puskesmas moderate, terdapat 5 lima variabel yang diduga mempengaruhi sensitifitas 4 empat variabel base case kepuasan pasien, kepuasan pegawai, mutu layanan, dan penerimaan. Kelima variabel sensitif tersebut adalah rasio obat pasien, subsidi, rasio pasien- medis, biaya program penyuluhan, dan potensi pasien. Sebagaimana pada Puskesmas elite, keempat variabel base case selanjutnya ditempatkan pada posisi di kuadran Star sesuai dengan karakteristik kondisi lingkungan organisasi Puskesmas. Yang berbeda adalah variabel-variabel sensitifnya. Gambar 30 Penempatan Variabel Base Case Menurut Kuadran Star pada Puskesmas Moderate Sumber: Diadopsi dari Model Star, 2002 Berdasarkan penempatan variabel- variabel base case pada kuadran Star tersebut, maka dapat dibangun asumsi-asumsi skenario sebagai berikut : Uncertainty Relative Certainty Predictability Empowered Networks CommandControl Hierarchy A B D C Penerimaan -Subsidi -Potensi Pasien Mutu layanan -BiayaPenyuluhan -Rasio Pasien-Medis Kepuasan Pegawai -PotensiPasien Kepuasan Pasien -Rasio Pasien-Medis -Rasio Obat -Pasien 191 1. Skenario dengan mesimulasikan perubahan variabel mutu layanan jika diintervensi oleh perubahan variabel biaya program penyuluhan, dan rasio pasien- medis. 2. Skenario dengan mensimulasikan perubahan variabel kepuasan pasien jika diintervensi oleh perubahan variabel rasio pasien medis, dan rasio obat-pasien 3. Skenario dengan mensimulasikan perubahan variabel kepuasan pegawai jika diintervensi oleh perubahan variabel potensi pasien 4. Skenario dengan mensimulasikan perubahan variabel penerimaan jika diintervensi oleh perubahan variabel potensi pasien. Adapun hasil simulasi adalah sebagai berikut :

1.Hasil Simulasi Variabel Mutu Layanan

Tabel 63 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien-Medis Terhadap Mutu Layanan moderate Mutu Layanan Waktu Triwulan Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Keterangan 0.0541 0.0541 0.0541 Simulasi 1 : Rasio Pasien Medis 100 awal 1 0.0487 0.0487 0.0487 Simulasi 2 : Intervensi : 100+STEP110, pada t5 2 0.035 0.035 0.035 Simulasi 3 : Intervensi : 100+STEP 120, pada t5 3 0.0216 0.0216 0.0216 4 0.0151 0.0151 0.0151 5 0.0157 0.111 0.111 6 0.0164 0.117 0.117 7 0.0168 0.122 0.122 8 0.0171 0.126 0.126 9 0.0173 0.127 0.129 10 0.0174 0.128 0.13 11 0.0174 0.128 0.13 12 0.0174 0.127 0.13 Sumber: Hasil Simulasi Penelitian, 2006 1 2 Gambar 31 Grafik Perkembangan Mutu Layanan setelah di Intervensi Rasio Pasien Medis Moderate Sumber : Hasil Kajian Penulis, 2006 Time mutu_layanan 3 6 9 12 0.02 0.03 0.04 0.05 Time mutu_layanan 3 6 9 12 0.05 0.10 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 192 Dalam tabel terlihat perbedaan nilai mutu layanan sebelum diintervensi melalui simulasi lihat kolom simulasi 1 dengan nilai setelah diintervensi dua kali lihat kolom simulasi 2 dan 3. Intervensi pertama adalah dengan mengubah rasio pasien medis menjadi 110 pada waktu t5 dengan rumus 100+STEP110,5 dalam perangkat lunak powersim. Hasilnya dapat disimak peningkatan nilai mutu layanan yang cukup signifikan. Pada simulasi 2 ketika intervensi ditingkatkan, nilai mutu layanan juga meningkat. Intervensi selanjutnya tetap menunjukkan nilai yang sama dan tidak ada peningkatan yang berarti, sehingga diputuskan untuk menghentikan simulasi dan ditetapkan bahwa perubahan yang paling baik adalah pada nilai rasio pasien-medis sebesar 110 hingga 120. Nilai inilah yang direkomendasikan untuk pemberdayaan. Berikut ini adalah gambar grafik yang menvisualisasikan hasil simulasi mutu layanan.

3. Hasil Simulasi Variabel Kepuasan Pasien