Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan kaki, pengukuran dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana pasien
tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh dilakukan segera setelah makan, minum dan olahraga.
Gambar 2.2
Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA
2.5.1 Parameter BIA dan peranannya pada pasien hemodialisis kronik
Hasil pengukuran komposisi tubuh merefleksikan phase angle, status cairan tubuh meliputi {Total Body Water TBW, Extra
Cellular Water ECW, Intra Cellular Water ICW dan Total Body Potassium TBP} dan status nutrisi tubuh {Body Cell Mass BCM,
Fat Free Mass FFM, Fat Mass FM, Resting Metabolic Rate RMR dan Total Protein TP, mineral serta glikogen}Kyle et al.,
2004b. RMR adalah kalori minimum yang dibutuhkan setiap
hari untuk menjaga fungsi vital tubuh saat istirahat. FFM meliputi seluruh tubuh kecuali FM, komponen utamanya adalah
otot, organ vital, tulang dan cairan ekstraseluler. FFM diketahui berkorelasi kuat dengan morbiditas dan penampilan fisik. BCM
merupakan komponen tingkat seluler dari komposisi tubuh dimana
Universitas Sumatera Utara
berperan dalam menghasilkan energi dan berhubungan dengan semua fungsi metabolik. TP meliputi semua komponen yang
mengandung Nitrogen, dari asam amino sampai nukleoprotein. Glikogen adalah polisakarida, dijumpai pada sitoplasma sel,
distribusinya terutama pada hati dan otot rangka. Glikogen berperan dalam mengontrol kadar gula darah, dimana bila tubuh kelebihan
glukosa maka akan disimpan dalam bentuk glikogen terutama di hati dan otot sedangkan bila kekurangan glukosa maka glikogen pun
dipecah kembali.
Gambar 2.3 Ilustrasi diagram model dua kompartemen dari komposisi tubuh.
Free fat mass FFM dibagi menjadi extracellular water ECW,
extracellular solids ECS termasuk mineral tulang, intracellular water ICW, dan intracellular solids ICS
termasuk protein viseral. ICW+ICS adalah
body cell mass BCM Woodrow et al., 2007.
2.5.2
Phase Angle
Phase angle menggambarkan distribusi cairan resistan dan keutuhan membran sel kapasitan tubuh manusia secara relatif. PhA
dipengaruhi jumlah massa sel tubuh yang merupakan kompertemen tubuh terbesar tempat terjadinya proses metabolik, gangguan
membran sel dan perubahan ECW. Sehingga dikatakan PhA
Universitas Sumatera Utara
bergantung pada total resistan dan kapasitan tubuh, dimana berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan
kapasitan. PhA yang rendah terjadi pada keadaan adanya peningkatan ECW, kematian sel dan kerusakan membran sel atau penurunan
integritas sel, sedangkan nilai PhA yang tinggi menandakan banyaknya jumlah membran sel dan BCM yang masih baik Kyle et
al., 2004b. Meskipun makna biologis dan efek patogennya tidak begitu
dimengerti, namun PhA bermanfaat sebagai prediktor outcome dan indikator yang baik bagi progresifitas penyakit meskipun tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu tabel 2.4 Norman et al., 2012.
Penelitian yang dilakukan di Medan oleh Sungkar dkk 2010, untuk melihat perbedaan nilai PhA dan parameter BIA berdasarkan
jenis kelamin pada populasi sehat, diantara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari karakteristik umur, IMT,
dan suku atau etnis. Nilai PhA berbeda antara jenis kelamin dimana laki-laki 6,6±0,8
lebih tinggi daripada perempuan 5,5±0,8 ,
Penelitian Wong dkk, 2004 di Malaysia memiliki nilai PhA yang hampir sama pada populasi sehat yakni 6,9±0,9
pada pria umur 35,3±10,5 tahun dan wanita 5,8±0,6
dengan umur 38,6±11,7 tahun. Beberapa penelitian prospektif yang menilai beberapa
parameter sebagai prediktor mortalitas pasien PGK dengan hemodialisis yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya,
mendapatkan bahwa PhA merupakan prediktor yang kuat terhadap prognosis pasien Maggiore et al., 1996; Saxena and Sharma, 2008;
Oliveira et al., 2010. PhA juga digunakan untuk memonitor kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PhA berbanding
terbalik dengan usia dan secara signifikan lebih rendah pada wanita, kulit putih dan pasien diabetes Steiber et al., 2004.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Statistik dari prognosis PhA Norman et al., 2012 Populasi
Penelitian N
Nilai ambang
batas
Nilai prognostik dibawah ambang batas
HIV 75
5,6 Penurunan harapan hidup: perkiraan
parameter dengan tes LR: -0,799, P0,0001.
HIV 469
5,3 Penurunan harapan hidup: 463 hari vs 697
hari, p0,0001; Peningkatan progresifisitas penyakit: 406 hari vs 670
hari, p0,0001.
Kanker paru 63
4,5 Penurunan harapan hidup: OR=1,25,
p=0,04; Stadium IIIB 3,7 vs 12,1 bulan, stadium IV: 1,4 vs 5,0 bulan.
Kanker kolorecti
52 5,57
Penurunan harapan hidup: 8,6 vs 40,4 bulan, p=0,0001; peningkatan mortalitas:
RR=10,7, p=0,007.
Kanker pankreas
58 5,08
Penurunan harapan hidup: 6,3 vs 10,2 bulan, p=0,02; penurunan RR 0,75 tiap
peningkatan 1 nilai PhA.
Kanker payudara
259 5,6
Penurunan harapan hidup: 23,1 vs 49,9 bulan, p=0,031; penurunan RR 0,82 tiap
peningkatan 1 nilai PhA.
Hemodialisis 131
L: 4,5 P: 4,2
Penurunan harapan hidup 2 tahun: 59,3 vs 91,3, p0,01; Peningkata mortalitas:
RR 2,6, p0,0001.
Hemodialisis 3009
3,0 3,0 –
4,0 Peningkatan mortalitas: RR 2,2, p0,05.
Peningkatan mortalitas: RR 1,3, P0,05. Dialisis
peritoneal 53
6,0 Penurunan harapan hidup 5 tahun,
p=0,004; RR=0,536, p=0,01. Sirosis
305 5,4
Penurunan harapan hidup 4,5 tahun, p0,01.
Geriatri 1071
3,5 Peningkatan mortalitas 4 kali lipat dari
20
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Data BIA pada 100 orang sehat di medan Taufik et al., 2010 Variabel
Pria n=50 Wanita n=50
P
Umur 27,9 ± 5,2
28,0 ± 5,5 NS
IMT kgm
2
25,3 ± 2,9 23,7 ± 3,0
NS BIA
− RMR 1668,0 ± 109,3
1321,0 ± 58,4 S
− BCM 30,6 ± 3,1
22,3 ± 1,8 S
− FFM 76,1 ± 5,8
69,7 ± 6,8 S
− FM 23,9 ± 5,8
30,3 ± 6,8 S
− Protein 11,6 ± 1,5
8,0 ± 1,1 S
− Mineral 4,1 ± 0,5
3,3 ± 0,4 S
− Glikogen 499,2 ± 38,0
365,6 ± 29,7 S
− PhA 6,6 ± 0,8
5,5 ± 0,8 S
NS= Not Significant, S= Significant, p0,05
2.5.3 Status nutrisi tubuh