2.2.1 Indikasi Hemodialisis Suharjono dan Susalit, 2009
Pada umumnya indikasi dilakukannya HD pada penderita PGK stadium terminal adalah bila LFG 5 mLmenit. Keadaan
pasien dengan LFG 5mLmenit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila telah terjadi:
a. Kelebihan cairan volume overload
b. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
c. Kalium serum 6 mEqL
d. Ureum darah 200 mgdL
e. pH darah 7,1
f. Anuria berkepanjangan 5 hari
2.2.2 Malnutrisi pada Hemodialisis
Malnutrisi adalah kondisi berkurangnya nutrisi tubuh, atau suatu kondisi terbatasnya kapasitas fungsional yang disebabkan oleh
ketidak seimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan metabolik, penurunan fungsi
jaringan, dan hilangnya massa tubuh. Pasien PGK tahap akhir yang dilakukan hemodialisis memiliki
risiko malnutrisi akibat beberapa faktor yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal. Hal ini termasuk mual, anoreksia, perubahan
rasa, lemah dan restriksi diet Lavile dan Fuoque, 2000. Status nutrisi dan kemampuan fungsional juga dapat dipengaruhi oleh anemia,
asidosis metabolik dan dialisis tidak adekuat, hal ini dapat dideteksi dengan menggunakan pengukuran hemoglobin, ferritin dan urea
reduction ratioURR. Penelitian telah menunjukkan insiden malnutrisi sebesar 20
sampai 80 pada pasien hemodialisis Annes, 2004; Herselman et al., 2000. de Mutsert dkk 2009, yang meneliti 1.601 pasien
hemodialisis menemukan 28 pasien hemodialisis mengalami malnutrisi dengan menggunakan 7-point SGA, namun harus di
pertimbangkan bahwa penelitian di negara berkembang menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
persentasi yang lebih tinggi. Pasien yang menjalani hemodialisis memiliki risiko besar terhadap malutrisi, pengawasan ketat dari status
nutrisi diperlukan untuk memfasilitasi terapi nutrisi. Insiden malnutrisi yang tinggi pada hemodialisis telah menunjukkan korelasi yang kuat
dengan morbiditas dan mortalitas CANUSA, 1996; Herselman et al., 2000; Johansen et al., 2003.
Beberapa studi Asfar et al., 2006; Blondin and Ryan, 1999; Faintuch et al., 2006; Dwyer et al., 1998; Herselman et al., 2000
meneliti metode apa yang paling baik mengidentifikasi malnutrisi pada PGK yang menjalani hemodialisis, metode tersebut meliputi
SGA, antropometri, laboratorium, BIA, magnetic resonance imaging MRI dan dual-energy X-ray absorptiometry DEXA. Data
prospektif menunjukkan bahwa indeks massa tubuh yang tinggi dapat menjadi prediksi menurunkan morbiditas dan mortalitas pada populasi
hemodialisis Zadeh et al., 2005, namun bukti terbaru
mengindikasikan bahwa berat badan yang turun dan penurunan nafsu makan adalah faktor pencetus penting untuk malnutrisi dan prediktor
independen dalam progresivitas dari PGK Burrowes et al., 2005; de Mutsert et al., 2006. Oleh karena itu, walaupun terjadi peningkatan
populasi dengan kelebihan berat badan dan obesitas, ada bukti yang cukup untuk mendukung kebutuhan untuk metode penilaian gizi yang
konsisten untuk mendeteksi gejala yang mengarah ke penurunan berat badan yang tidak disengaja, penurunan massa tubuh, dan diagnosis
malnutrisi. MRI dan DEXA memiliki validitas yang sangat baik dan dapat
diaplikasikan, namun penggunaan sehari-hari terbatas akibat biaya, fasilitas dan waktu. BIA lebih murah dan cocok untuk pasien, tetapi
terdapat keraguan dalam mengukur pasien dengan kelebihan cairan dan tidak semua instalasi hemodialisis memiliki BIA Faintuch et al.,
2006. Di lain pihak, SGA lebih cepat dan mudah untuk dilakukan serta tidak mahal, hal ini juga direkomendasikan oleh Kidney Disease
Universitas Sumatera Utara
Outcomes Quality Initiative KDOQI 2000, sebagai metode untuk menilai nutrisi pada populasi PGK tahap akhir secara rutin.
2.3 Subjective Global Assessment SGA