4. Kadar Lemak
Analisis kadar lemak memanfaatkan kelarutan lemak pada pelarut organik, dalam analisis ini digunakan heksan untuk mengekstraksi lemak
dari sampel. Kadar lemak pada nasi sorghum sebesar 0,02 . Kadar lemak yang terlalu kecil ini disebabkan sebagian lemak sudah rusak pada saat
penanakan. Kandungan lemak pada sorghum sebagian besar adalah asam oleat 30-45 dan asam linoleat 33-49 . Asam oleat dan linoleat
mudah rusak oleh panas karena ikatan rangkap yang dimilikinya. Selain itu, lemak pada biji sorghum sebagian besar terdapat pada lembaganya, di
mana lembaga sudah terbuang pada proses penyosohan.
5. Kadar Karbohidrat
Penghitungan kadar karbohidrat dilakukan by difference, artinya dengan mengurangkan 100 dengan kadar air, abu, lemak, dan protein.
Kadar karbohidrat nasi sorghum sebesar 31,32 . Kadar karbohidrat perlu ditentukan karena karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi
manusia. Kadar karbohidrat juga diperlukan untuk analisis indeks glisemik selanjutnya.
6. Kadar Serat Kasar
Serat adalah polisakarida dan lignin yang tidak bisa dicerna oleh enzim pencernaan manusia, tidak seperti pati Bennink, 1998. Beberapa
dari serat ini bisa mencapai usus besar dan menjadi media tumbuh untuk bakteri usus besar, atau sering juga disebut sebagai prebiotik. Serat juga
bisa mencegah terjadinya konstipasi, terjadinya kanker kolon dan mempersingkat waktu transit bahan pangan. Serat diklaim dapat
menurunkan kadar kolesterol darah sehingga menurunkan resiko terkena penyakit jantung BeMiller dan Whistler, 1996.
Metode penentuan serat kasar ini menghitung jumlah dari selulosa dan lignin di bahan pangan , tapi hemiselulosa, pektin dan hidrokoloid ikut
terlarutkan dan tidak terdeteksi Bennink, 1998. Kadar serat kasar dari nasi sorghum A adalah 0,76 , artinya terdapat 0,76 g serat dalam 100 g
nasi sorghum. Tidak ada RDI untuk serat tapi para ahli menyarankan konsumsi serat antara 25-50 ghari. Manusia kurang lebih mengkonsumsi
kurang lebih 600 g nasi seharinya. Apabila jumlah yang sama untuk nasi sorghum dikonsumsi tiap harinya, maka kita sudah mengkonsumsi ± 4,6 g
serat seharinya. Jumlah ini sudah mencukupi sekitar 18 dari jumlah yang disarankan, dan cukup tinggi. Dapat disimpulkan nasi sorghum A
merupakan sumber serat yang cukup baik meskipun belum dapat memenuhi syarat untuk diberikan klaim kesehatan.
7. Total Fenol
Senyawa fenolik merupakan antioksidan alami yang banyak terdapat pada tanaman. Fenolik adalah senyawa yang mrngandung gugus kimia
hidroksil -OH yang terikat pada suatu gugus hidrokarbon aromatik. Fenolik memegang peran yang penting sebagai antioksidan. Senyawa
fenolik mampu mendonorkan atom hidrogen dari grup hidroksilnya ke senyawa radikal Shahidi dan Naczk, 1995. Aktivitas antioksidan terjadi
karena senyawa fenolik memiliki karakteristik redoks yang memungkinkan senyawa tersebut berperan sebagai pereduksi, pendonor
hidrogen, pengkelat metal dan singlet oxygen quencher. Antioksidan fenolik menghambat peroksidasi lipid dengan donasi atom hidrogen secara
cepat kepada radikal peroksil ROO
-
menghasilkan alkil peroksida ROOH. Meskipun demikian, pada beberapa kondisi seperti adanya
fenolik antioksidan konsentrasi tinggi, pH tinggi dan adanya ion besi, antioksidan fenolik justru dapat menginisiasi proses autooksidasi dan lebih
bersifat sebagai prooksidan daripada antioksidan Fuhrman dan Aviram, 2002.
Senyawa fenolik yang dominan pada sorghum adalah tanin. Hasil analisis menunjukkan total fenol pada nasi sorghum A sebesar 2,55 mgg
sampel Lampiran 14. Sebagai bandingan, kadar tanin pada teh yang sudah diseduh sebesar 10 mg 100 ml teh atau 0,1 mgml teh. Jumlah
fenol pada nasi sorghum jauh lebih besar daripada teh.
Komponen fenolik dapat menurunkan kandungan LDL dan menurunkan resiko terjadinyan oksidasi. Konsumsi bahan pangan yang
banyak mengandung komponen fenolik dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung karena komponen fenolik dapat menurunkan
proses pembentukan atherosclerosis dengan berperan sebagai antioksidan terhadap LDL Landbo dan Meyer, 2001. Meskipun begitu, aktivitas
antioksidan tidak hanya ditentukan dari jumlah kandungan total fenol bahan pangan saja, tapi juga dari struktur kimia komponen fenolik yang
terkandung tersebut. Struktur kimia akan mempengaruhi karakteristik komponen fenolik tersebut untuk berperan sebagai antioksidan.
Pengukuran kapasitas antioksidan juga perlu dilakukan.
8. Kapasitas Antioksidan