Pengembangan butir beras selama dimasak tidak sebesar kemampuan pengembangan pati yang mencapai 64 kali volume awalnya. Tertahannya
pengembangan pati disebabkan oleh karena adanya pembatasan oleh komponen bukan pati. Kandungan lemak, mineral, protein dan dinding sel
berpengaruh terhadap kualitas pemasakan nasi Osman, 1972. Pada pemasakan beras terjadi gelatinisasi dan pengembangan granula
pati dalam endosperm beras. Jaringan intergumen pada butir beras yang dibentuk oleh komponen protein akan menghalangi imbibisi air pada waktu
gelatinisasi pati. Protein yang menghalangi pengembangan granula pati ini mengakibatkan perlunya tambahan waktu pemasakan beras dalam air
mendidih Osman, 1972. Penanakan nasi melibatkan proses penyerapan air, pengembangan
volume dan pemasakan air. Utomo 1999 menyatakan bahwa proses penyerapan air pada penanakan nasi dipengaruhi oleh kadar amilosa dan
protein. Peningkatan kadar amilosa akan meningkatkan kapasitas granula pati dalam menyerap air dan pengembangan volume tanpa menimbulkan kolaps,
sebab amilosa memiliki kapasitas lebih besar dalam mengikat hidrogen atau retrogradasi Damardjati, 1981. Semakin tinggi kadar amilosanya, daya serap
airnya pun akan semakin tinggi sehingga pengembangan volume dari beras yang dimasak akan tinggi pula Mulyana, 1988. Semakin banyak volume
larutan pemasak yang digunakan, maka semakin banyak pula jumlah cairan yang dapat diserap oleh beras selama pemasakan.
E. TANIN SEBAGAI ANTIOKSIDAN
Pada biji sorghum terdapat dua jenis pigmen yaitu karoten dan polifenol. Senyawa polifenol terdiri dari empat senyawa yaitu flavonoid,
antosianin, leukoantosianin dan tanin. Senyawa polifenol tersebut terdapat pada lapisan epikarp, endokarp dan testa Rooney et.al., 1980.
Tanin dapat dibedakan menjadi dua yaitu tanin yang dapat dihidrolisis hydrolyzable tannin dan tanin terkondensasi condensed tannin Ribereau
dan Gayon, 1974. Tanin yang terkondensasi terdapat pada buah-buahan, biji- bijian dan tanaman lain yang dapat dimanfaatkan manusia sebagai makanan.
Tanin yang dapat dihidrolisis terdapat pada kelompok tanaman bukan makanan non-edible food tapi mempunyai peranan penting dalam industri
makanan, minuman dan obat-obatan Singleton, 1981. Tanin terkondensasi atau proantosianidin merupakan polimer dari
katekin dan epikatekin flavan-3-ol atau leukoantosianidin flavan 3,4-diol. Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol. Tanin memiliki kemampuan
untuk berikatan dengan protein dan polimer lainnya seperti polisakarida von Elbe dan Schwartz, 1996. Tanin larut dalam air dengan berat molekul antara
500–3000. Tanin juga memiliki kemampuan untuk mengendapkan alkaloid, gelatin dan protein lainnya. Tanin bereaksi dengan protein membentuk
kompleks tanin-protein yang tidak larut. Kompleks tanin-protein merupakan penyebab kekeruhan, pengendapan dan mempunyai sifat antinutrisi dan
menghambat aktifitas enzim Swain, 1965. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kompleks tersebut adalah suhu dan pH.
Gambar 4. Struktur tanin terkondensasi Anonim g, 2006 Fenol khususnya tanin melindungi biji dari serangga, jamur, burung
serta kerusakan pada penanganan panen Hahn, et. al., 1983. Untuk sebagian besar ternak, makanan yang mengandung sorghum bertanin tinggi akan
memiliki daya cerna yang lebih rendah dibandingkan sorghum tanpa atau bertanin rendah Hahn, et. al., 1983.
Adanya tanin dalam biji sorghum telah lama diketahui dapat mempengaruhi fungsi asam-asam amino dan kegunaan protein. Kandungan
tanin pada biji sorghum berkisar antara 0,4-3,6 yang sebagian besar terdapat pada lapisan testa. Biji sorghum yang memiliki kadar tanin tinggi dicirikan
oleh warnanya yang coklat gelap atau coklat kemerahan Mudjisihono dan Suprapto, 1987.
Kandungan tanin pada biji sorhum dapat dihilangkan dengan cara perendaman dengan air suling pada suhu 30
o
C selama 24 jam. Kadar tanin yang hilang dengan cara ini yaitu sekitar 31 . Perendaman dengan larutan
NaOH dan KOH 0,05 M pada suhu 30
o
C selama 24 jam dapat menghilangkan kandungan tanin lebih besar yaitu sekitar 75-85 . Perendaman dengan
Na
2
CO
3
pada kondisi yang sama dapat menghilangkan tanin sebesar 77 . Kehilangan tanin pada beberapa perlakuan di atas diduga akibat terkelupasnya
kulit biji dan hilangnya lapisan testa selama perlakuan Mudjisihono dan Suprapto, 1987.
F. INDEKS GLISEMIK