pereaksi Molisch, asam sulfat pekat uji Molisch, pereaksi Benedict uji Benedict, pereaksi Biuret uji Biuret dan larutan Ninhidrin 0,10
uji Ninhidrin. Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi pisau, sudip, cawan
porselen, timbangan digital, alumunium foil, gegep, desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring Whatman 42 bebas abu, kapas bebas lemak,
labu lemak, kondensator, tabung Soxhlet, penangas air, labu Kjeldahl, destilator, labu Erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur,
blender , orbital shaker, rotary vacuum evaporator, corong kaca, botol gelas, gelas
piala, tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS, inkubator dan vortex.
3.3 Metode Penelitian
Rangkaian penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian tahap pendahuluan meliputi penghitungan rendemen
daun dan batang serta menentukan waktu pengeringan bagian-bagian tanaman daun, batang dan selada air utuh dengan sinar matahari serta penyusutan
beratnya. Selada air yang telah diambil, dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang masih menempel. Selada air tersebut kemudian dipisahkan daun dan
batangnya namun juga ada yang berupa tanaman utuh tidak dipisahkan. Tanaman selada air utuh dan batangnya tersebut kemudian dipotong-potong
menjadi bagian-bagian kecil daun tidak dipotong-potong dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar airnya di bawah 10. Bagian yang sudah
dikeringkan kemudian dihaluskan dengan blender. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pengambilan
sampel, tahap analisis kimia selada air berupa analisis proksimat kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam, tahap pembuatan ekstrak kasar
selada air, uji kuantitatif aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan uji fitokimia.
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel Sampel selada air diambil di daerah Sindang Barang, Desa Pasir Eurih,
Kecamatan Tamansari, Bogor. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengumpulkan selada air di beberapa titik pada lokasi tersebut. Selada air
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik berisi air sampai menutupi bagian akarnya, setelah itu dilakukan identifikasi dan penentuan rendemen.
Rendemen sampel yang meliputi batang dan daun dihitung dengan menggunakan rumus mengacu pada Iswani 2007 yaitu:
Rendemen =
Bobot contoh g Bobot total g
×100 Selada air kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
merupakan bagian yang akan diuji kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam. Bagian kedua merupakan bagian yang akan dikeringkan dan nantinya
akan diekstrak untuk diuji aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan fitokimianya.
3.3.2 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam.
1 Analisis kadar air AOAC 1995
Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat dalam suatu bahan. Tahap pertama untuk
menganalisis kadar air yaitu mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105
o
C selama 1 jam. Cawan kemudian diletakkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan
tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Cawan
tersebut lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105
o
C selama 6 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar air berat basah =
Kehilangan berat g Berat sampel awal g
×100 Kehilangan berat g = berat sampel awal g
– berat setelah dikeringkan g
2 Analisis kadar lemak AOAC 1995
Selada air seberat 5 gram W
1
dimasukkan ke dalam kertas saring yang telah dibuat menjadi bentuk selongsong dan kedua ujungnya ditutup dengan
kapas. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W
2
. Pelarut lemak n-heksan dituangkan ke dalam labu lemak kemudian labu lemak dihubungkan dengan soxhlet dan
direfluks selama 6 jam. Sampel dikeluarkan, labu lemak dan soxhlet dipasang kembali lalu didestilasi hingga pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
menguap. Setelah itu, labu lemak dan soxhlet diangkat dan pelarut dikeluarkan. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C selama satu jam. Labu kemudian didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W
3
. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut:
Kadar lemak = W
3
-W
2
W
1
×100 Keterangan: W
1
= Berat sampel gram W
2
= Berat labu lemak kosong gram W
3
= Berat labu lemak dengan lemak gram 3
Analisis kadar protein AOAC 1995 Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar crude protein pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi.
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. a
Tahap destruksi Selada air ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl. Setengah butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H
2
SO
4
p.a 98. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400
o
C. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
b Tahap destilasi
Hasil destruksi diencerkan dengan akuades hingga 100 ml dengan labu takar. Air dipanaskan sampai mendidih di heater rangkaian alat destilator. Asam
borat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut
kemudian dipasang pada tempatnya di tempat pengeluaran sampel dan NaOH. Hasil destruksi larutan sampel dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam
destilator. Setelah itu, larutan NaOH 50 sebanyak 10 ml juga dimasukkan ke dalam destilator. Setelah larutan di dalam erlenmeyer yang berisi asam borat
berubah warna menjadi biru kehitaman atau hijau toska, erlenmeyer diangkat dan dilakukan proses titrasi.
c Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,0947 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah warna asam borat semula. Kadar protein
dihitung dengan rumus sebagai berikut: N =
ml HCl selada air-ml blanko × N HCl × faktor pengenceran × 14,007 mg contoh × faktor koreksi alat
×100 Kadar Protein = N x faktor konversi
4 Analisis kadar abu AOAC 1995
Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.
Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105
o
C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga
didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi.
Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600
o
C selama 6 jam. Cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus
berikut: Berat abu g = berat sampel dan cawan akhir g
– berat cawan kosong g Kadar abu
berat basah = Berat abu g
Berat sampel awal g ×100
5 Analisis kadar abu tak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 BSN 2000
Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10 dan didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring
Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida dengan pereaksi AgNO
3
. Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Kertas
saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya. Cawan
tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan dalam tanur selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus: Kadar abu tidak larut asam
berat basah = Berat abu g
Berat sampel awal g ×100
3.3.3 Analisis aktivitas antioksidan Analisis aktivitas antioksidan meliputi tahap ekstraksi bahan aktif dan
pengujian aktivitas antioksidan. Metode pengujian yang digunakan yaitu metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil DPPH.
1 Ekstraksi bahan aktif Quinn 1988 dalam Darusman et al. 1995 Tahap ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu persiapan sampel dan
ekstraksi bahan aktif. Pada tahap persiapan sampel, selada air yang telah diambil dari daerah Sindang Barang, Bogor segera dikeringkan dengan panas matahari.
Selada air yang telah dikeringkan tersebut kemudian dihancurkan dengan blender sehingga didapat tekstur yang halus.
Tahap selanjutnya adalah ekstraksi bahan aktif. Metode ekstraksi yang digunakan
adalah metode
ekstraksi tunggal
Quinn 1988
dalam Darusman et al. 1995. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
etanol p.a. Sampel tanaman dan bagian-bagiannya yang telah dihancurkan ditimbang
sebanyak 25 gram dan dimaserasi dengan pelarut etanol p.a sebanyak 150 ml selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan
kertas saring Whattman 42 sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan ekstrak menggunakan
rotary vacuum evaporator pada suhu 50
o
C. Berdasarkan proses ini maka akan diperoleh ekstrak etanol daun, batang dan selada air utuh.
2 Uji aktivitas antioksidan DPPH Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005 Ekstrak kasar selada air dan bagian-bagiannya dari hasil ekstraksi tunggal
menggunakan pelarut etanol dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 200, 400, 600 dan 800 ppm. Sebagai pembanding dan kontrol positif, digunakan
antioksidan sintetik BHT yang dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut metanol dengan konsentasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Larutan DPPH yang akan
digunakan dibuat dengan menggunakan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan
dalam kondisi suhu rendah dan terlindung dari cahaya matahari. Larutan ekstrak dan larutan antioksidan pembanding BHT yang telah
dibuat, masing-masing diambil 4,5 ml dan direaksikan dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda yang telah diberi label.
Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 517 nm. Absorbansi larutan blanko juga diukur untuk melakukan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 ml pelarut
metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Setelah itu, aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan pembanding
BHT dinyatakan dengan persen inhibisi yang dihitung dengan rumus berikut: inhibisi =
absorbansi blanko-absorbansi sampel absorbansi blanko
×100 Nilai konsentrasi sampel ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT
dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan
y = a + bx digunakan untuk mencari nilai IC
50
inhibitor concentration 50 dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang
akan diperoleh sebagai IC
50
. Nilai IC
50
menyatakan besarnya konsentrasi larutan sampel ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT yang dibutuhkan untuk
mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50. 3.3.4 Evaluasi aktivitas antioksidan penentuan bilangan peroksida
Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak selada air bagian yang terbaik diterapkan pada emulsi minyak. Antioksidan berfungsi untuk
menghambat pembentukan peroksida pada minyak. Pengujian ini dilakukan melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan
evaluasi aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida.
1 Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya Santoso et al 2004
Minyak yang digunakan dalam penelitian dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan kental tersebut dipanaskan
dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan
ampas parutan kelapa. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas whatman agar diperoleh minyak kelapa yang bening. Sistem emulsi
minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso et al. 2004 yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3 minyak kelapa dan 97 air
yang mengandung 0,3 Tween 20. 2
Penentuan bilangan peroksida Sistem emulsi lemak ditambahkan ekstrak selada air terbaik dari tahap
sebelumnya sebanyak 0 ppm tanpa penambahan ekstrak, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm yang selanjutnya disebut sampel minyak. Sampel minyak
selanjutnya disimpan selama tujuh hari dalam inkubator bersuhu 37
o
C untuk mempercepat oksidasi. Sampel minyak kemudian ditimbang sebanyak 5 gram di
dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari 60 asam asetat glasial dan 40 kloroform. Minyak yang telah larut
ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan didiamkan 15 menit dalam ruang gelap sambil dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N dengan indikator pati 1. Titrasi dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak
berwarna. Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N yang ditunjukkan oleh skala pada buret merupakan volume total larutan Na
2
S
2
O
3
0,01 N yang digunakan untuk titrasi sampel. Cara yang sama dibuat juga untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan
miliequivalen per 1 kg minyak atau lemak yaitu dengan rumus: miliequivalenkg bahan =
a-b ×N ×1000 G
× 100 Keterangan:
a = jumlah ml larutan Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi sampel b
= jumlah ml larutan Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi blanko N = normalitas larutan Na
2
S
2
O
3
G = berat sampel g
3.3.5 Uji fitokimia Harborne 1984 Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-
komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar selada air yang memiliki aktivitas antioksidan. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroidtriterpenoid,
flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin. Metode uji ini berdasarkan Harborne 1984.
a Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N. Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff,
pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismutsubnitrat
ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum
digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.
Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl
2
dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna.
Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades ditambahkan 2,5 gram iodine dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi
200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk
endapan merah hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.
b Steroid triterpenoid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering, kemudian ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat
pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c Flavonoid
Sejumlah sampel ditambahkan 0,1 mg serbuk magnesium dan 0,4 ml amil alkohol dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
d Saponin uji busa
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan
adanya saponin. e
Fenol hidrokuinon pereaksi FeCl
3
Sampel sebanyak 1 gram diekstrak dengan 20 ml etanol 70. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan
FeCl
3
5. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru.
f Uji Molisch
Larutan sampel sebanyak 1 ml diberi 2 tetes pereaksi Molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya
karbohidrat ditandai dengan terbentuknya kompleks warna ungu diantara 2 lapisan cairan.
g Uji Benedict
Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Adanya gula
pereduksi ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau, kuning atau endapan merah bata.
h Uji Biuret
Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif adanya peptida ditunjukkan
dengan terbentuknya larutan berwarna ungu. i
Uji Ninhidrin Larutan sampel sebanyak 2 ml ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin
0,1. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Reaksi positif terhadap adanya asam amino ditunjukkan dengan larutan berwarna biru.
3.3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Steel dan Torrie 1991 Analisis data dilakukan terhadap hasil pada tahap aplikasi terhadap emulsi
minyak. Tahapan aplikasi terhadap emulsi minyak bertujuan untuk menentukan seberapa besar konsentrasi ekstrak terpilih yang mampu menghambat
pembentukan peroksida dalam emulsi minyak. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak dengan lima taraf yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm
dan 800 ppm. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan model:
Yij = µ + αi + Ɛij Keterangan:
Yij = respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j
µ = pengaruh rata-rata umum
αi = pengaruh konsentrasi pada taraf i
Ɛij = pengaruh acak galat percobaan pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j
i = 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm penentuan konsentrasi
ekstrak terpilih Hipotesis untuk penentuan konsentrasi ekstrak terpilih:
Ho = Konsentrasi ekstrak tidak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak selada air.
H
1
= Konsentrasi ekstrak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak selada air. Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda
nyata pada selang 95 α=0,05 maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan adalah:
Rp = r Ʃp;dbs;α
kts r
Keterangan: Rp
= nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p
= perlakuan dbs
= derajat bebas kts
= jumlah kuadrat tengah r
= ulangan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Selada Air