Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif Pada selada air (Nasturtium officinale L. R. Br)

(1)

ELLIS PERMATASARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br). Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.

Selada air (Nasturtium officinale L. R. Br) merupakan jenis tanaman air yang tersebar di seluruh daratan Eropa dan Asia. Selada air selain dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan, juga bermanfaat untuk membantu detoksifikasi pada liver, memurnikan darah dan melancarkan pencernaan. Kajian ilmiah mengenai khasiat selada air penting dan perlu dilakukan, di antaranya ialah uji aktivitas antioksidan dan uji kualitatif komponen bioaktifnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen (daun dan batang), rendemen ekstrak, kandungan zat gizi (air, lemak, protein, karbohidrat, abu dan abu tidak larut asam), aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif yang terkandung dalam selada air serta mengaplikasikan ekstrak dengan kandungan antioksidan terbaik dari selada air pada emulsi minyak, serta menentukan jumlah optimal ekstrak yang dapat menghambat pembentukan peroksida. Pengujian yang digunakan meliputi analisis proksimat, uji kuantitatif aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, uji bilangan peroksida dan uji fitokimia.

Bahan baku berupa selada air yang digunakan pada penelitian ini berasal dari persawahan Desa Sindang Barang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Rendemen daun dan batang selada air berturut-turut sebesar 23,43% dan 59,38%, hal ini cukup potensial dan ekonomis untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Hasil analisis proksimat pada selada air adalah kandungan air sebesar 94,64%, protein sebesar 2,11%, lemak sebesar 0,22%, abu sebesar 1,14%, abu tidak larut asam sebesar 0,29% dan karbohidrat sebesar 1,90%.

Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar selada air dapat dilihat dari nilai IC50 yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 dari ekstrak

daunnya sebesar 331,39 ppm, ekstrak batangnya sebesar 439,10 ppm dan ekstrak selada air utuh sebesar 337,32 ppm. Hasil tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan ketiga ekstrak kasar selada air sangat lemah karena IC50-nya kurang

dari 200 ppm. Antioksidan BHT memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (< 50 ppm) dengan IC50 sebesar 4,96 ppm.

Hasil uji ekstrak terbaik (daun) dapat menghambat peroksidasi minyak seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Ekstrak daun dapat menghambat oksidasi lemak/minyak pada konsentrasi terbaik 800 ppm dengan bilangan peroksida sebesar 0,80 Meq/kg bahan.

Ekstrak kasar daun dan selada air utuh mengandung 5 dari 9 komponen bioaktif yang diuji, yaitu alkaloid, steroid, fenol hidrokuinon, karbohidrat termasuk gula pereduksi dan asam amino bebas. Ekstrak kasar batang selada air hanya mengandung 4 komponen bioaktif yaitu alkaloid, steroid, karbohidrat (tidak termasuk gula pereduksi) dan asam amino.


(3)

ELLIS PERMATASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(4)

Nama : Ellis Permatasari NRP : C34070008

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dra. Ella Salamah, M.Si Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si NIP. 1953 0629 1988 03 2 001 NIP. 1965 0713 1990 02 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 1958 0511 1985 03 1 002


(5)

iii

Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

Ellis Permatasari C34070008


(6)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi hasil penelitian ini berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran.

2) Dra. Pipih Suptijah, MBA sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak saran.

3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, M.S, M.Phil. sebagai Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb Dipl. Biol, sebagai Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5) Ayah, ibu dan saudara-saudara saya atas perhatian dan dukungannya. 6) Ary Apriland atas saran dan dukungannya kepada penulis.

7) Kakak-kakak THP 43 yang atas bantuan, masukan, dan nasihatnya dalam penyusunan skripsi ini.

8) Teman-teman THP 44 atas kebersamaan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak dalam proses penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Mei 2011


(7)

v

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 November 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara

pasangan Samsudin dan Suhati.

Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDK Mater Dei Pamulang (tahun 1995-2001), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SLTPK Mater Dei Pamulang (tahun 2001-2004) dan SMAK Mater Dei Pamulang (tahun 2004-2007). Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti Fisheries Processing Club (FPC) tahun 2008-2010, UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB sebagai anggota, dan magang BEM C

tahun 2008. Penulis pernah mengikuti PIMNAS tahun 2009 di Universitas Brawijaya dan berhasil meraih juara 2 bidang kewirausahaan. Penulis

juga aktif sebagai asisten praktikum m.k. Biokimia Hasil Perairan tahun ajaran 2009-2010 dan 2010-2011, asisten praktikum m.k. Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan tahun ajaran 2009-2010, asisten praktikum m.k. Biotoksikologi Hasil Perairan tahun ajaran 2010-2011, asisten praktikum m.k. Fisiologi, Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan tahun ajaran 2010-2011 dan asisten praktikum m.k Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2010-2011. Penulis juga aktif dalam kepanitian berbagai kegiatan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada

Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br)” di bawah bimbingan Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si.


(8)

vi

Halaman

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

1 PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Tujuan ……….. 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br) ……….… 4

2.2 Mekanisme Oksidasi Lemak ………..………... 6

2.3 Antioksidan ……….………... 6

2.3.1 Fungsi antioksidan ………..……….. 7

2.3.2 Jenis-jenis antioksidan ………...………... 8

2.3.3 Mekanisme kerja antioksidan ………... 10

2.4 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ..……….... 12

2.5 Komponen Bioaktif ………. 13

2.5.1 Alkaloid ……….... 13

2.5.2 Steroid/triterpenoid ………... 14

2.5.3 Flavonoid ……….. 14

2.5.4 Saponin ………. 15

2.5.5 Fenol hidrokuinon ………... 15

2.5.6 Karbohidrat ………... 16

2.5.7 Gula pereduksi ……….. 17

2.5.8 Peptida ……….. 17

2.5.9 Asam amino ………... 18

3 METODOLOGI ………...…..………... 19

3.1 Waktu dan Tempat ………...….………….… 19

3.2 Bahan dan Alat ………...……..….………... 19

3.3 Metode Penelitian ……….………... 20

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ………... 20

3.3.2 Analisis proksimat ..……….…..……….... 21

1) Analisis kadar air (AOAC 1995) ………. 21


(9)

vii

SNI 01-3836-2000 (BSN 2000) ……….. 23

3.3.3 Analisis aktivitas antioksidan ………... 24

1) Ekstraksi bahan aktif (Quinn 1988 dalam Darusman et al.1995)……….. 24

2) Uji aktivitas antioksidan (DPPH) (Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005) ………. 24

3.3.4 Evaluasi aktivitas antioksidan (penentuan bilangan peroksida) ………. 25

1) Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya………. 26

2) Penentuan bilangan peroksida ………. 26

3.3.5 Uji fitokimia (Harborne 1984) ……….. 27

3.3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ……….. 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……….... 30

4.1 Karakteristik Selada Air .………. 30

4.1.1 Rendemen ………. 30

4.1.2 Kandungan gizi ………. 32

1) Kadar air ……….. 33

2) Kadar lemak ……… 33

3) Kadar protein ……….. 34

4) Kadar abu ……… 35

5) Kadar abu tidak larut asam ………. 35

6) Kadar karbohidrat ………... 35

4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Selada Air .……….. 36

4.2.1 Ekstrak kasar ………. 38

4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar ………. 40

1) Alkaloid ………... 42

2) Steroid ………. 44

3) Fenol hidrokuinon ………... 45

4) Karbohidrat ………. 45

5) Asam amino ………. 46

4.3 Aktivitas Antioksidan ……….. 47

4.4 Hasil Aplikasi Ekstrak Terpilih dalam Menghambat Oksidasi …… 54

5 KESIMPULAN DAN SARAN ……… 57

5.1 Kesimpulan ……….. 57

5.2 Saran ………. 57

DAFTAR PUSTAKA ……… 58


(10)

viii

Nomor Teks Halaman

1. Komposisi kimia selada air ..………..….…………. 5 2. Hasil uji proksimat selada air ……….….………. 33 3. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar selada air ……….. 41 4. Hubungan komponen bioaktif selada air dengan manfaatnya …. 42 5. Hasil uji aktivitas antioksidan ……….. 50


(11)

ix

Nomor Teks Halaman

1. Selada air (Nasturtium officinale) ………..…………... 5 2. Reaksi penghambatan oleh antioksidan primer terhadap radikal

lipid ……….. 11

3. Struktur kimia radikal bebas (1) dan bentuk non radikal (2)

DPPH ………... 12

4. Kebun selada air di daerah Sindang Barang, Bogor ……… 30 5. Diagram batang rendemen daun dan batang selada air ………… 31 6. Ekstrak kasar selada air ……… 39 7. Diagram batang rendemen ekstrak kasar selada air ………. 39 8. Larutan stok ekstrak selada air dan BHT ………. 48 9. Perubahan warna yang mengindikasikan reaksi peredaman

DPPH ……… 49

10.Grafik hubungan konsentrasi BHT dengan persen inhibisinya .... 51 11.Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar selada air dengan

rata-rata persen inhibisinya ……… 51 12.Diagram batang nilai rata-rata IC50 BHT dan ekstrak selada air .. 52

13.Diagram batang bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penambahan ekstrak daun selada air ………. 55


(12)

x

Nomor Halaman

1. Tempat pengambilan selada air ……….. 65

2. Perhitungan rendemen selada air ……… 65

3. Perhitungan analisis proksimat selada air ………... 66

4. Data rendemen ekstrak kasar selada air ……….. 68

5. Perhitungan pembuatan larutan stok dan pengencerannya ..…... 69

6. Perhitungan persen inhibisi dan IC50..……… 70

7. Perhitungan bilangan peroksida ekstrak terpilih ………. 75

8. Analisis ragam pengujian bilangan peroksida ……… 76

9. Uji lanjut Duncan bilangan peroksida ……… 76

10.Gambar-gambar selama proses ekstraksi ...……..……….. 76

11.Gambar hasil uji fitokimia ekstrak selada air ………. 77


(13)

1.1 Latar Belakang

Semakin padatnya aktivitas kerja cenderung menyebabkan masyarakat mengkonsumsi makanan yang instan dan menerapkan pola hidup yang tidak sehat. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas juga dapat disebabkan oleh asap rokok, polusi udara, makanan yang banyak mengandung lemak, radiasi sinar ultraviolet dan obat-obatan tertentu (PIPI 2010).

Radikal bebas merupakan suatu bentuk senyawa oksigen reaktif yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan (Winarsi 2007). Radikal bebas ini diproduksi secara normal oleh tubuh sebagai hasil dari proses biokimia (Cholisoh dan Utami 2008). Radikal bebas yang berlebihan dapat mengakibatkan penyakit degeneratif seperti jantung, stroke, dan kanker (PIPI 2010). Radikal bebas ini dapat diatasi dengan suatu senyawa penangkal yang disebut antioksidan.

Antioksidan adalah komponen yang dapat menunda atau mencegah oksidasi lipid, asam nukleat, atau molekul-molekul lain dengan cara menghambat inisiasi atau propagasi reaksi oksidasi berantai (Wang 2006). Fungsi antioksidan adalah menetralisasi radikal bebas, sehingga tubuh terlindungi dari berbagai macam penyakit degeneratif. Fungsi lain antioksidan adalah membantu menekan proses penuaan / antiaging (Tapan 2005).

Antioksidan pada dasarnya dibedakan menjadi dua kategori dasar yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan sintetik yang umum digunakan seperti butylated hydroxytoluene (BHT) dan butylated hydroxyanisole (BHA) tidak baik untuk dikonsumsi manusia (Wu 2009). Penambahan BHT dalam bahan makanan diduga dapat menyebabkan kanker dan mutasi gen pada manusia, sehingga penggunaannya mulai dilarang di Jepang dan negara-negara Eropa seperti Rumania, Swedia dan Australia (Rita et al. 2009). Hal tersebut menyebabkan senyawa antioksidan alami sangat diharapkan dan dibutuhkan.

Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami kebanyakan berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang


(14)

dapat dimakan tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Trilaksani 2003).

Salah satu harapan sumber alternatif antioksidan alami yang berasal dari

tumbuhan dan dapat ditemui di Indonesia adalah selada air (Nasturtium officinale L. R. Br). Selada air mengandung sejumlah besar zat besi,

kalsium, asam folat, vitamin A dan C. Banyak manfaat dari memakan selada air bagi tubuh kita, seperti sebagai sumber phytochemical, diuretik, ekspektoran, membantu pencernaan, dan melindungi tubuh terhadap kanker paru-paru (Plantamor 2010). Selada air sebagai makanan obat mampu memurnikan darah, mengandung zat antioksidan penangkal radikal bebas, menurunkan demam, mencegah sariawan, antiseptik, menghilangkan dahak dan melancarkan pencernaan (Ayu 2008).

Selada air dikenal sebagai bahan obat-obatan sejak ribuan tahun lalu. Bangsa Yunani dan Romawi kuno percaya bahwa selada air berkhasiat sebagai tonikum bagi otak dan membuat otak menjadi cerdas. Sementara, para ibu bangsa Persia selalu memasak selada air untuk anak-anaknya agar mereka tumbuh sehat dan kuat (Ayu 2008).

Selada air termasuk sayuran yang mudah ditemui di pasar tradisional maupun pasar swalayan. Tanaman ini banyak digunakan sebagai sumber pangan dan bahan tambahan pada pembuatan pakan. Selada air juga merupakan salah satu komoditi ekspor, hal ini terbukti dengan nilai ekspor selada air oleh suatu perusahaan di Jakarta yang mencapai 600 kg - 1 ton/hari (Agropolitan 2008).

Selada air mempunyai manfaat yang sangat baik untuk kesehatan tetapi informasi mengenai komposisi kimia di dalam selada air masih kurang. Penelitian mengenai senyawa kimia pada tanaman ini khususnya kandungan antioksidan perlu dilakukan sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap untuk pemanfaatannya dalam bidang farmasi, pangan, industri, dan lain-lain. 1.2 Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas antioksidan dari selada air (Nasturtium officinale L. R. Br) yang diambil dari


(15)

daerah Sindang Barang, Kecamatan Tamansari, Bogor. Tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain:

1)Menentukan rendemen daun dan batang selada air.

2)Menentukan rendemen ekstrak selada air dan bagian-bagiannya (daun dan batang).

3)Menentukan kandungan gizi selada air meliputi kandungan air, lemak, protein, karbohidrat, abu dan abu tidak larut asam.

4)Menentukan jenis komponen bioaktif (alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon) serta komposisi asam amino yang terkandung dalam selada air dan bagian-bagiannya melalui uji fitokimia.

5)Mengaplikasikan ekstrak terbaik selada air pada emulsi minyak dan menentukan jumlah optimal ekstrak yang dapat menghambat pembentukan peroksida.


(16)

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br) Selada air merupakan jenis tanaman yang tumbuh mengapung di air, tersebar di seluruh daratan Eropa dan Asia. Selada air ini sering dikonsumsi sebagai sayur tumis dan rasanya agak mirip dengan kangkung atau bayam (Pramudiarja 2010). Selada air ini termasuk ke dalam famili Brassicaceae. Tumbuhnya menjalar seperti tanaman kangkung dan biasa ditanam di rawa-rawa (Suwarjono 2010).

Selada air berbeda dengan selada daun. Selada daun memiliki daun berwarna hijau segar, tepinya bergerigi atau berombak, dan lebih enak dimakan mentah. Selada air mempunyai ciri-ciri batang berongga dengan daun lonjong bertangkai. Daerah asalnya adalah wilayah timur Mediterania dan wilayah yang berbatasan dengan Asia (Astawan 2010).

Klasifikasi selada air (Nasturtium officinale L. R. Br) menurut Plantamor (2010) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Famili : Brassicaceae Genus : Nasturtium

Spesies : Nasturtium officinale L.R.Br

Selada air memiliki daun dengan bentuk agak bulat berdiameter sekitar 1,5-3 cm (Haryanto et al. 2007). Bentuk morfologi selada air dapat dilihat pada Gambar 1.


(17)

Gambar 1. Selada air (Nasturtium officinale) (Sumber: Pramudiarja 2010)

Selada air mengandung sejumlah nutrisi seperti vitamin C, vitamin K,

vitamin A, tiamin, riboflavin, asam folat, magnesium, kalium dan kalsium (Wind 2010). Dalam 100 gram berat kering selada air terdapat kandungan zat gizi

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gizi selada air Zat Gizi Jumlah

Air 93 g

Protein 1,7 - 2,0 g

Lemak 0,2 - 0,3 g

Karbohidrat 3,0 - 4,0 g

Serat 0,8 - 1,1 g

Kalsium 64 - 182 mg

Fosfor 27 - 46 mg

Besi 1,1 - 2,5 mg

Vitamin A 2421 IU

Vitamin B2 0,26 - 0,27 mg Vitamin C 45 - 50 mg Nilai Energi 70 - 118 kJ/100 g Sumber: PROSEA (1994)

Selada air berperan merangsang produksi cairan empedu dan membantu proses detoksifikasi pada liver. Selada air sebagai makanan obat mampu memurnikan darah, mengandung zat antioksidan penangkal radikal bebas, menurunkan demam, mencegah sariawan, antiseptik, menghilangkan dahak dan melancarkan pencernaan (Ayu 2008). Penelitian Özen (2009) menunjukkan bahwa ekstrak daun selada air dapat melawan dan mengurangi peroksidasi lipid pada hati, otak dan ginjal.


(18)

2.2 Mekanisme Oksidasi Lemak

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecilpun mudah mengalami proses oksidasi (Ketaren 2008).

Mekanisme oksidasi lemak dipengaruhi oleh kondisi oksidasi, yaitu temperatur, katalis, tipe asam lemak, distribusi dan bentuk ikatan ganda serta jumlah oksigen yang tersedia. Mekanisme oksidasi dibagi dalam tiga tahap dengan bilangan peroksida sebagai indikator derajat oksidasinya. Mekanisme oksidasi lemak tak jenuh terdiri dari tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Gordon 1990).

Tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas bila lemak kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada grup metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap C=C (Winarno 2008). Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana pada tahap ini radikal lipid hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (Gordon 1990). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengikat ion hidrogen dari lemak lain membentuk hidrogen peroksida dan molekul radikal lemak baru, reaksinya akan berulang hingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir adalah terminasi, hidrogen peroksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno 2008).

2.3 Antioksidan

Antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi lemak, misalnya digunakan pada bahan pangan yang akan digoreng, makanan dari biji-bijian, dan makanan-makanan lain yang mengandung banyak lemak dan mudah tengik (Winarno et al. 1980). Senyawa antioksidan memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal (Winarsi 2007).

Antioksidan dapat menetralisasi radikal bebas, sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron dan menjadi stabil. Radikal


(19)

bebas sendiri merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan atom tersebut memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Atom tunggal tersebut berusaha untuk memiliki pasangan elektron sehingga sifatnya sangat reaktif saat itu. Atom ini cenderung untuk mengambil partikel dari molekul lain yang kemudian menghasilkan senyawa baru yang tidak normal. Partikel atau elektron yang dijadikan pasangan baru itu bisa diambil dari DNA, membran/selaput sel, membran liposom (bagian sel yang mengandung enzim hidrolitik), mitokondria (tempat produksi energi sel), enzim-enzim, lemak, protein, serta komponen jaringan lainnya (Tapan 2005).

Syarat-syarat antioksidan untuk bahan makanan menurut Goutara et al. (1980) adalah sebagai berikut:

a) Efektif pada konsentrasi rendah yaitu 0,001 sampai 0,01 persen dari total lemak.

b) Bahan antioksidan dan hasil oksidasinya tidak beracun.

c) Dalam proses penyimpanan makanan tidak memberikan perubahan rasa, bau dan warna.

d) Mudah bercampur dengan bahan.

e) Mudah dikenal dan didapat dengan harga murah.

2.3.1 Fungsi antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponen-komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga banyak mengandung ikatan rangkap dalam strukturnya (Siagian 2002).

Antioksidan umumnya ditambahkan pada lemak, minyak atau makanan yang mengandung lemak atau minyak. Penambahan ini untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan. Penyebab ketengikan tersebut adalah senyawa-senyawa yang merupakan produk akhir dari reaksi autooksidasi. Reaksi autooksidasi merupakan suatu reaksi berantai dimana inisiator dan propagatornya adalah radikal bebas (Rita et al. 2009).


(20)

Antioksidan berdasarkan fungsinya, menurut Siagian (2002) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:

a) Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan cara menyumbangkan atom H, contohnya vitamin E.

b)Tipe pereduksi yang mampu mentransfer atom H atau oksigen dan bersifat pemulung, contohnya vitamin C.

c) Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan Cu2+), contohnya flavonoid, asam sitrat dan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA). d)Antioksidan seluler yang mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi

bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal Super Oksida Dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase.

Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Antioksidan berguna untuk mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini (Trilaksani 2003). Fungsi lain antioksidan membantu menekan proses penuaan/antiaging (Tapan 2005).

Antioksidan sangat berperan terhadap kesehatan manusia. Hasil penelitian Musthafa dan Lawrence (2000) menunjukkan bahwa antioksidan mempunyai dampak positif dalam menghambat proses aterosklerosis, yang sering merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus dan sangat berperan untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Musthafa et al. (2000) menyatakan bahwa penyebab yang mendasari berbagai macam keadaan patologis termasuk penyakit aterosklerosis pada umumnya dan penyakit jantung koroner pada khususnya adalah radikal bebas. Hasil penelitian Musthafa et al. (2000) menunjukkan bahwa radikal bebas dapat digunakan sebagai prediktor aterosklerosis.

2.3.2 Jenis-jenis antioksidan

Secara umum, antioksidan dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Saat ini, ketertarikan masyarakat pada antioksidan alami meningkat tajam baik untuk digunakan dalam bahan pangan ataupun sebagai material obat menggantikan antioksidan sintetik. Hal ini


(21)

dikarenakan antioksidan sintetik justru berbahaya bagi kesehatan yaitu berpotensi menyebabkan penyakit kanker (Wang 2006)

Antioksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami (Trilaksani 2003). Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten dan asam askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat dalam

bentuk α, , , δ-tokoferol (Winarno 2008).

Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia (Trilaksani 2003). Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah didapat, dan ekonomis. Empat

macam antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT),

propylgallate (PG) dan nordihidroquairetic acid (NDGA) (Winarno 2008).

Antioksidan pada umumnya mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan amino (Ketaren 2008). Antioksidan berdasarkan gugus fungsinya dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan fenol, amin dan amino-fenol. Adapun penggolongan antioksidan tersebut menurut Ketaren (2008) sebagai berikut:

a) Antioksidan golongan fenol

Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak berwarna. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintetis. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan ini antara lain, hidrokuinon, gosipol, katekol, resorsinol dan eugenol. b)Antioksidan golongan amin

Antioksidan yang mengandung gugus amino atau diamino yang terikat pada cincin benzena biasanya mempunyai potensi tinggi sebagai antioksidan, namun beracun dan biasanya menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi


(22)

atau bereaksi dengan ion logam, dan umumnya stabil terhadap panas serta ekstraksi dengan kaustik. Beberapa contoh antioksidan golongan ini adalah N,N difenil p-fenilenediamin, difenilhidrazin, difenilguanidin dan difenil amin. c) Antioksidan golongan amino-fenol

Antioksidan golongan ini biasanya mengandung gugus fenolat dan amino yang merupakan gugus fungsional penyebab aktivitas antioksidan. Golongan ini banyak digunakan dalam industri petroleum untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasolin. Contoh antioksidan golongan ini yaitu N-butil-p-amino-fenol dan N-sikloheksil-p-amino-fenol.

2.3.3 Mekanisme kerja antioksidan

Antioksidan memiliki dua fungsi berdasarkan cara kerjanya. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Trilaksani 2003).

Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi (Ketaren 2008), yaitu:

a) pelepasan hidrogen dari antioksidan. b) pelepasan elektron dari antioksidan.

c) adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan.

d) pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan.

Antioksidan yang mempunyai fungsi sebagai pemberi atau pelepas atom hidrogen sering disebut sebagai antioksidan primer. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat


(23)

menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipid baru. Radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal antioksidan (Gordon 1990). Reaksi penghambatan radikal bebas oleh antioksidan pada tahap inisiasi dan propagasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Inisiasi : R + AH RH + A

Propagasi : ROO+ AH ROOH + A• Keterangan: R* : radikal lipida

ROO* : radikal peroksida AH : antioksidan

A* : radikal antioksidan yang terbentuk ROOH : hidroperoksida

Gambar 2. Reaksi penghambatan oleh antioksidan primer terhadap radikal lipid (Sumber: Gordon 1990)

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut justru menjadi prooksidan pada konsentrasi tinggi. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi dipengaruhi oleh struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji (Trilaksani 2003).

Mekanisme penghambatan oksidasi lemak oleh antioksidan yaitu dengan mengurangi peroksida yang dapat merangsang terjadinya proses ketengikan yang terbentuk pada permulaan autooksidasi. Kemungkinan lain, antioksidan akan dioksidasi secara langsung atau saling mempengaruhi dengan peroksida, sehingga dengan demikian mencegah oksidasi langsung atau tidak langsung dengan memutuskan rantai reaksi pembentukan gugusan peroksida (Goutara et al. 1980).

Kemungkinan selanjutnya, molekul aktif dari lemak bereaksi dengan oksigen menghasilkan peroksida aktif. Peroksida aktif memberikan energinya

lagi kepada molekul lemak yang lain sehingga terbentuk reaksi rantai. Adanya zat penghambat oksidasi, dalam hal ini antioksidan, sejumlah peroksida

yang aktif dipisahkan dari rantai reaksi dengan memindahkan energinya kepada antioksidan. Molekul aktif dari antioksidan akan teroksidasi


(24)

dan menjadi tidak aktif lagi karena lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak (Goutara et al. 1980).

2.4 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Metode uji 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan. Pengujian antioksidan dengan DPPH merupakan salah satu metode yang sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) sebagai senyawa pendeteksi. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux 2004).

Ketika DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen, maka akan terbentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Suratmo 2009). Struktur kimia DPPH dalam bentuk

radikal bebas (1) dan bentuk kompleks non radikal (2) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur kimia radikal bebas (1) dan bentuk non radikal (2) DPPH (Sumber: Molyneux 2004)

Ada tiga tahap reaksi antara DPPH dengan zat antioksidan, yang dapat dicontohkan dengan reaksi antara DPPH dengan senyawa monofenolat (antioksidan). Tahap pertama meliputi delokalisasi satu elektron pada gugus yang tersubstitusi dari senyawa tersebut, kemudian memberikan atom hidrogen untuk mereduksi DPPH. Tahap berikutnya meliputi dimerisasi antara dua radikal fenoksil, yang akan mentransfer radikal hidrogen dan akan bereaksi kembali


(25)

dengan radikal DPPH. Tahap terakhir adalah pembentukan kompleks antara radikal aril dengan radikal DPPH. Pembentukan dimer maupun kompleks antara zat antioksidan dengan DPPH tergantung pada kestabilan dan potensial reaksi dari struktur molekulnya (Suratmo 2009).

2.5 Komponen Bioaktif

Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis. Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik seperti polifenol dan komponen asam (phenolic acid). Komponen bioaktif tidak terbatas pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, seperti protein dan peptida (Kannan et al. 2009). Pengujian kualitatif terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia.

Istilah fitokimia (dari kata “phyto” = tanaman) berarti kimia tanaman. Fitokimia menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007).

2.5.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne 1984).

Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi, diantaranya adalah nikotin (stimulan pada syaraf otonom), morfin (analgesik), kodein (analgesik dan obat batuk), atropin (obat tetes mata), skopolamin (sedatif/obat penenang menjelang operasi), kokain (analgesik),


(26)

piperin (antifeedant), quinin (obat malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamin (analgesik untuk migrain), reserpin (pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif), serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker) (Putra 2007).

2.5.2 Steroid/triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30 hidrokarbon

asiklik. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks, terdiri atas alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, sering mempunyai titik lebur tinggi, umumnya sulit untuk dikarakterisasi karena secara kimia tidak reaktif, yang banyak digunakan untuk tes adalah reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-H2SO4 pekat), yang

membentuk warna biru hijau untuk sebagian besar triterpen dan sterol (Sirait 2007).

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa (Harborne 1984).

2.5.3 Flavonoid

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007).

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu


(27)

warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak (Harborne 1984). Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid.

2.5.4 Saponin

Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi, diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat. Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sapogenin triterpenik dan steroidik (Muchtadi 1989).

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting karena kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra) (Harborne 1984).

Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan

menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan (Sirait 2007).

2.5.5 Fenol hidrokuinon

Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara komponen fenolat


(28)

alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah sedikit (Harborne 1984). Pigmen kuinon alami berada pada kisaran warna kuning muda hingga hitam. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Ketaren 2008).

Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon. Tiga kelompok pertama umumnya terhidrolisis dan memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon terdapat pada respirasi seluler (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) (Harborne 1984).

2.5.6 Karbohidrat

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawa-senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa-senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Nama karbohidrat berasal dari kenyataan bahwa kebanyakan senyawa dari golongan ini mempunyai rumus empiris, yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah

karbon “hidrat” dan memiliki nisbah karbon terhadap hydrogen dan terhadap oksigen sebagai 1 : 2 : 1. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan bagian utama kalori total yang dikonsumsi manusia dan bagi kebanyakan kehidupan hewan, seperti juga bagi berbagai mikroorganisme. Karbohidrat juga merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lainnya yang menggunakan energi solar untuk melakukan sintesa karbohidrat dari CO2

dan H2O (Lehninger 1988).

Karbohidrat menurut Sirait (2007) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1) Monosakarida, merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau

enam atom C.

Contoh: glukosa, fruktosa, arabinosa

2) Oligosakarida, merupakan polimer dari dua sampai sepuluh monosakarida. Contoh: sukrosa rafinosa


(29)

3) Polisakarida

Polisakarida merupakan rantai panjang terdiri dari monosakarida di mana yang satu dengan yang lainnya dapat berupa ikatan head to tail dan dapat bercabang-cabang.

Contoh: pati, selulosa, inulin. 2.5.7 Gula pereduksi

Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Monosakarida akan segera mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hidrogen peroksida atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisa gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosa diabetes mellitus (Lehninger 1988).

Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi (Winarno 2008).

2.5.8 Peptida

Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino

dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu


(30)

tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisa sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino (Lehninger 1988).

Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda (lipatan dari rantai, cincin makro, dll) (Sirait 2007). Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis (Winarno 2008).

2.5.9 Asam amino

Asam amino merupakan unit struktural dasar dari protein. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, ataupun enzim. Asam amino tumbuhan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam amino protein dan asam amino bukan protein. Asam amino protein pada umumnya diketahui berjumlah 20 dan ditemukan dalam hidrolisat asam dari protein tumbuhan dan hewan. Hanya satu asam amino bukan protein yang selalu terdapat dalam tumbuhan, yaitu asam -amino-butirat. Perannya dalam tumbuhan tidak begitu nyata, meski ada (sering dalam konsentrasi tinggi) dalam biji dan dalam metabolisme selanjutnya dalam perkecambahan yang memungkinkan sebagai bahan penyimpan nitrogen (Harborne 1984).

Asam amino dalam kondisi netral (pH isolistrik) berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH. Gugus karboksilnya tidak terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion pada pH yang rendah (misalnya pada pH 1,0). Gugus karboksilnya terdisosiasi sedangkan gugus aminonya tidak pada pH yang tinggi (misalnya pada pH 11,0) (Winarno 2008).


(31)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2010 sampai Januari 2011. Proses preparasi sampel dan penghitungan rendemen dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku. Proses ekstraksi (maserasi) dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan 1. Proses evaporasi ekstrak dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Analisis kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar air, kadar protein, kadar lemak, uji aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Bioteknologi Hasil Perairan 2 dan Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah selada air (Nasturtium officinale). Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 p.a. pekat, asam borat

(H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green-methyl red (1:2)

berwarna merah muda, larutan HCl 0,0947 N, pelarut lemak (n-heksana p.a.), larutan HCl 10% dan larutan AgNO3 0,10 N. Bahan-bahan yang diperlukan

dalam proses ekstraksi dan evaporasi meliputi pelarut etanol p.a. dan es batu. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak selada

air dan bagian-bagiannya, kristal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), metanol p.a., antioksidan sintetik BHT (butylated hydroxytoluena) sebagai

pembanding dan es. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengujian bilangan peroksida yaitu asam asetat glacial, kloroform, minyak kelapa, kalium iodida, natrium tiosulfat, Tween 20 dan indikator pati. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff (uji alkaloid), kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji

steroid), serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid), air panas, larutan HCl 2 N (uji saponin), etanol 70%, larutan FeCl3 5% (uji fenol hidrokuinon),


(32)

pereaksi Molisch, asam sulfat pekat (uji Molisch), pereaksi Benedict (uji Benedict), pereaksi Biuret (uji Biuret) dan larutan Ninhidrin 0,10% (uji Ninhidrin).

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi pisau, sudip, cawan porselen, timbangan digital, alumunium foil, gegep, desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring Whatman 42 bebas abu, kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung Soxhlet, penangas air, labu Kjeldahl, destilator, labu Erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, blender, orbitalshaker, rotaryvacuumevaporator, corong kaca, botolgelas, gelas piala, tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS, inkubator dan vortex.

3.3 Metode Penelitian

Rangkaian penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian tahap pendahuluan meliputi penghitungan rendemen daun dan batang serta menentukan waktu pengeringan bagian-bagian tanaman (daun, batang dan selada air utuh) dengan sinar matahari serta penyusutan beratnya. Selada air yang telah diambil, dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang masih menempel. Selada air tersebut kemudian dipisahkan daun dan batangnya namun juga ada yang berupa tanaman utuh (tidak dipisahkan). Tanaman selada air utuh dan batangnya tersebut kemudian dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil (daun tidak dipotong-potong) dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar airnya di bawah 10%. Bagian yang sudah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan blender.

Penelitian utama terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pengambilan sampel, tahap analisis kimia selada air berupa analisis proksimat (kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam), tahap pembuatan ekstrak kasar selada air, uji kuantitatif aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan uji fitokimia.

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Sampel selada air diambil di daerah Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Bogor. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengumpulkan selada air di beberapa titik pada lokasi tersebut. Selada air


(33)

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik berisi air sampai menutupi bagian akarnya, setelah itu dilakukan identifikasi dan penentuan rendemen. Rendemen sampel yang meliputi batang dan daun dihitung dengan menggunakan rumus mengacu pada Iswani (2007) yaitu:

Rendemen % = Bobot contoh (g)

Bobot total (g) ×100%

Selada air kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan bagian yang akan diuji kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam. Bagian kedua merupakan bagian yang akan dikeringkan dan nantinya akan diekstrak untuk diuji aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan fitokimianya.

3.3.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam.

1) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat dalam suatu bahan. Tahap pertama untuk menganalisis kadar air yaitu mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan kemudian diletakkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 6 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar air berat basah = Kehilangan berat (g)

Berat sampel awal (g)×100%


(34)

2)Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Selada air seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring yang

telah dibuat menjadi bentuk selongsong dan kedua ujungnya ditutup dengan kapas. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2). Pelarut lemak (n-heksan) dituangkan ke

dalam labu lemak kemudian labu lemak dihubungkan dengan soxhlet dan direfluks selama 6 jam. Sampel dikeluarkan, labu lemak dan soxhlet dipasang kembali lalu didestilasi hingga pelarut lemak yang ada dalam labu lemak menguap. Setelah itu, labu lemak dan soxhlet diangkat dan pelarut dikeluarkan. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama satu jam. Labu kemudian didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar

lemak dapat dihitung dengan rumus berikut: % Kadar lemak = W3-W2

W1

×100% Keterangan: W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak kosong (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl.

(a) Tahap destruksi

Selada air ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Setengah butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4 p.a 98%. Tabung yang berisi larutan tersebut

dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400 oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(b) Tahap destilasi

Hasil destruksi diencerkan dengan akuades hingga 100 ml dengan labu takar. Air dipanaskan sampai mendidih di heater rangkaian alat destilator. Asam borat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut


(35)

kemudian dipasang pada tempatnya (di tempat pengeluaran sampel dan NaOH). Hasil destruksi (larutan sampel) dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam destilator. Setelah itu, larutan NaOH 50% sebanyak 10 ml juga dimasukkan ke dalam destilator. Setelah larutan di dalam erlenmeyer yang berisi asam borat berubah warna menjadi biru kehitaman atau hijau toska, erlenmeyer diangkat dan dilakukan proses titrasi.

(c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,0947 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula). Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:

%N = ml HCl selada air-ml blanko ×N HCl ×faktor pengenceran×14,007

mg contoh ×faktor koreksi alat ×100% % Kadar Protein = %N x faktor konversi

4) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 6 jam. Cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus berikut:

Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – berat cawan kosong (g) Kadar abu berat basah = Berat abu (g)

Berat sampel awal (g)×100%

5) Analisis kadar abu tak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 (BSN 2000) Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida (dengan pereaksi AgNO3). Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Kertas


(36)

saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya. Cawan tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan dalam tanur selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus:

Kadar abu tidak larut asam berat basah = Berat abu (g)

Berat sampel awal (g)×100% 3.3.3 Analisis aktivitas antioksidan

Analisis aktivitas antioksidan meliputi tahap ekstraksi bahan aktif dan pengujian aktivitas antioksidan. Metode pengujian yang digunakan yaitu metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).

1) Ekstraksi bahan aktif (Quinn 1988 dalam Darusman et al. 1995)

Tahap ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu persiapan sampel dan ekstraksi bahan aktif. Pada tahap persiapan sampel, selada air yang telah diambil dari daerah Sindang Barang, Bogor segera dikeringkan dengan panas matahari. Selada air yang telah dikeringkan tersebut kemudian dihancurkan dengan blender sehingga didapat tekstur yang halus.

Tahap selanjutnya adalah ekstraksi bahan aktif. Metode ekstraksi yang

digunakan adalah metode ekstraksi tunggal (Quinn 1988 dalam Darusman et al. 1995). Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu etanol p.a.

Sampel tanaman dan bagian-bagiannya yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 25 gram dan dimaserasi dengan pelarut etanol p.a sebanyak 150 ml selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whattman 42 sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50 oC. Berdasarkan proses ini maka akan diperoleh ekstrak etanol daun, batang dan selada air utuh.

2) Uji aktivitas antioksidan (DPPH) (Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005)

Ekstrak kasar selada air dan bagian-bagiannya dari hasil ekstraksi tunggal

menggunakan pelarut etanol dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 200, 400, 600 dan 800 ppm. Sebagai pembanding dan kontrol positif, digunakan


(37)

antioksidan sintetik BHT yang dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut metanol dengan konsentasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Larutan DPPH yang akan digunakan dibuat dengan menggunakan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam kondisi suhu rendah dan terlindung dari cahaya matahari.

Larutan ekstrak dan larutan antioksidan pembanding BHT yang telah dibuat, masing-masing diambil 4,5 ml dan direaksikan dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda yang telah diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi larutan blanko juga diukur untuk melakukan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 ml pelarut metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Setelah itu, aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan pembanding BHT dinyatakan dengan persen inhibisi yang dihitung dengan rumus berikut:

% inhibisi= absorbansi blanko-absorbansi sampel

absorbansi blanko ×100%

Nilai konsentrasi sampel (ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari

masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan

sampel (ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.

3.3.4 Evaluasi aktivitas antioksidan (penentuan bilangan peroksida)

Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak selada air (bagian yang terbaik) diterapkan pada emulsi minyak. Antioksidan berfungsi untuk menghambat pembentukan peroksida pada minyak. Pengujian ini dilakukan melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan evaluasi aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida.


(38)

1) Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya (Santoso et al 2004)

Minyak yang digunakan dalam penelitian dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan kental tersebut dipanaskan dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan ampas parutan kelapa. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas whatman agar diperoleh minyak kelapa yang bening. Sistem emulsi minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso et al. (2004) yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3% minyak kelapa dan 97% air yang mengandung 0,3% Tween 20.

2) Penentuan bilangan peroksida

Sistem emulsi lemak ditambahkan ekstrak selada air terbaik dari tahap sebelumnya sebanyak 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak), 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm yang selanjutnya disebut sampel minyak. Sampel minyak selanjutnya disimpan selama tujuh hari dalam inkubator bersuhu 37 oC untuk mempercepat oksidasi. Sampel minyak kemudian ditimbang sebanyak 5 gram di dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Minyak yang telah larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan didiamkan 15 menit dalam ruang gelap sambil dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N

dengan indikator pati 1%. Titrasi dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna. Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan Na2S2O3 0,01 N yang ditunjukkan oleh skala pada buret merupakan volume total

larutan Na2S2O3 0,01 N yang digunakan untuk titrasi sampel. Cara yang sama

dibuat juga untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan miliequivalen per 1 kg minyak atau lemak yaitu dengan rumus:

miliequivalen/kg bahan = a-b ×N ×1000

G × 100%

Keterangan:

a = jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi sampel

b = jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi blanko

N = normalitas larutan Na2S2O3


(39)

3.3.5 Uji fitokimia (Harborne 1984)

Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar selada air yang memiliki aktivitas antioksidan. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin. Metode uji ini berdasarkan Harborne (1984).

a) Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N. Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner.

Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismutsubnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl2

dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna.

Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades ditambahkan 2,5 gram iodine dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.

Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.

b)Steroid / triterpenoid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering, kemudian ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.

c) Flavonoid

Sejumlah sampel ditambahkan 0,1 mg serbuk magnesium dan 0,4 ml amil alkohol dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid


(40)

ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

d)Saponin (uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya saponin.

e) Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3)

Sampel sebanyak 1 gram diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya

warna hijau atau hijau biru. f) Uji Molisch

Larutan sampel sebanyak 1 ml diberi 2 tetes pereaksi Molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai dengan terbentuknya kompleks warna ungu diantara 2 lapisan cairan.

g)Uji Benedict

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Adanya gula pereduksi ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau, kuning atau endapan merah bata.

h)Uji Biuret

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif adanya peptida ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna ungu.

i) Uji Ninhidrin

Larutan sampel sebanyak 2 ml ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Reaksi positif terhadap adanya asam amino ditunjukkan dengan larutan berwarna biru.


(41)

3.3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1991)

Analisis data dilakukan terhadap hasil pada tahap aplikasi terhadap emulsi minyak. Tahapan aplikasi terhadap emulsi minyak bertujuan untuk menentukan seberapa besar konsentrasi ekstrak terpilih yang mampu menghambat pembentukan peroksida dalam emulsi minyak. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak dengan lima taraf yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model:

Yij = µ + αi + Ɛij Keterangan:

Yij = respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j µ = pengaruh rata-rata umum

αi = pengaruh konsentrasi pada taraf i

Ɛij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j

i = 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm (penentuan konsentrasi ekstrak terpilih)

Hipotesis untuk penentuan konsentrasi ekstrak terpilih:

Ho = Konsentrasi ekstrak tidak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak selada air.

H1 = Konsentrasi ekstrak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak selada air.

Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda

nyata pada selang 95% (α=0,05) maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji

Duncan adalah:

Rp = r Ʃp;dbs;α kts r Keterangan:

Rp = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan

dbs = derajat bebas

kts = jumlah kuadrat tengah r = ulangan


(42)

4.1 Karakteristik Selada Air

Morfologi selada air yang diambil dari areal persawahan di daerah Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kebun selada air di daerah Sindang Barang, Bogor

Sampel selada air yang diperoleh, kemudian dipreparasi untuk dipisahkan daun dan batangnya. Daun selada air yang diperoleh berwarna hijau, dengan bentuk daun agak membulat dengan lebar sekitar 2-3 cm. Batangnya berwarna hijau muda dan tidak terlalu tebal dengan diameter sekitar 0,5 cm. Selada air yang diperoleh dalam penelitian ini hidup di lingkungan dengan air yang jernih dengan kedalaman air 3 sampai 4 cm dengan suhu perairan sebesar 24 oC.

Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang akan digunakan. Sifat bahan baku tidak terbatas pada sifat fisik saja seperti pengukuran rendemen, tetapi juga sifat kimia sehingga perlu dilakukan analisis kandungan gizi selada air dengan uji proksimat.

4.1.1 Rendemen

Rendemen merupakan presentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai


(43)

rendemennya, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya sehingga pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif.

Perhitungan rendemen daun dan batang selada air dapat dilihat pada

Lampiran 2. Nilai rendemen daun dan batang selada air disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram batang rendemen daun dan batang selada air

Rendemen daun selada air tidak terlalu besar yaitu 23,43%. Hal ini disebabkan ukuran daun selada air yang kecil dan tipis sehingga bobot daun jauh lebih kecil daripada bobot batang yang berakibat pada rendemen daun yang kecil. Daun selada air mengandung phenethyl isothiocynate (PEITC) yang keluar bila daun ini dikunyah, yang merupakan agen kemopreventif pelawan kanker paru (Astawan 2010). Hasil penelitian Rajalakshmi dan Agalyaa (2010) menunjukkan bahwa selada air merupakan sayuran yang kaya PEITC yang merupakan inhibitor kuat karsinogenesis.

Di Jerman, selada air digunakan untuk mengobati infeksi saluran kencing pada anak-anak. Bubuk daun selada air di India digunakan sebagai peluruh dahak untuk mengobati bronkitis dan gangguan lever. Daun selada air segar dalam pengobatan tradisional digunakan untuk membersihkan darah dan mengobati pasien yang mengalami gangguan metabolik kronis. Daun selada air yang dilumatkan lalu digunakan sebagai masker wajah dapat mengatasi jerawat, bintik-bintik atau noda hitam (Astawan 2010). Hasil penelitian Özen (2009)

23,43

59,38

0 10 20 30 40 50 60 70

Daun Batang

R

endem

en

(%

)


(44)

menunjukkan bahwa ekstrak daun selada air dapat melawan dan mengurangi peroksidasi lipid pada hati, otak dan ginjal.

Rendemen batang selada air dari hasil penelitian mencapai lebih dari setengah dari berat keseluruhan selada air utuh, yaitu 59,38%. Selada air memiliki batang yang berongga dengan daun lonjong bertangkai (Astawan 2010). Batang selada air dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman selada air yang baru. Selada air yang banyak tumbuh di aliran sungai kecil, kolam, atau bahkan rawa memiliki batang yang menjalar dengan daun agak bulat berdiameter sekitar 1,5 sampai 3 cm. Selada air biasanya dipanen dengan memotong sebagian batangnya. Dari sisa batang yang ditinggalkan akan tumbuh tunas dan daun baru kembali (Haryanto et al. 2007).

Rendemen daun dan batang selada air apabila dijumlahkan, maka jumlahnya tidak mencapai 100%. Hal ini dikarenakan bagian akar tidak digunakan dalam penelitian dan hanya bagian daun dan batang selada air yang biasanya dimanfaatkan.

4.1.2 Kandungan gizi

Kandungan gizi pada selada air dapat diketahui melalui analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu metode yang digunakan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air, lemak, protein, abu dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dalam selada air diperoleh melalui perhitungan by difference. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, lemak, protein dan abu, selain itu pengujian kadar abu tidak larut asam juga dilakukan. Pengujian abu tidak larut asam pada sampel selada air dilandasi karena selada air tumbuh di perairan tawar berlumpur dan berpasir. Selada air diduga mengandung residu abu tidak larut asam yang berasal dari mineral-mineral dalam lumpur atau tanah yang ditransportasikan dari akar ke bagian tubuh tumbuhan. Cara perhitungan analisis proksimat selada air dapat dilihat pada Lampiran 3 dan hasil analisis proksimatnya disajikan pada Tabel 2.


(45)

Tabel 2. Hasil uji proksimat selada air (n=2)

Komponen Kandungan (% bb)

Kadar air 94,64

Kadar lemak 0,22

Kadar protein 2,11

Kadar abu 1,14

Kadar abu tidak larut asam 0,29

Kadar karbohidrat 1,90

1) Kadar air

Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antara keduanya. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 2008).

Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam selada air. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa selada air memiliki kadar air yang sangat tinggi, yaitu sebesar 94,64%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan data kadar air selada air pada PROSEA (1994) yaitu sebesar 93%. Selada air merupakan tanaman air yang memiliki kelembaban dan kebutuhan air yang tinggi. Selada air tumbuh di sepanjang kolam dan sungai, dan juga dapat ditanam dalam pot dengan bagian bawah pot terendam 2 – 3 inci air (Wind 2010).

2) Kadar lemak

Lemak merupakan sumber zat tenaga yang kedua setelah karbohidrat. Molekul lemak terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi dari lemak diantaranya adalah memberikan kalori, dimana setiap gram lemak memberikan 9 kalori, melarutkan vitamin A, D, E, K sehingga dapat diserap oleh dinding usus halus, dan memberikan asam-asam lemak essensial. Rata-rata manusia membutuhkan lemak 0,75 sampai 1 gram setiap kilogram berat badan. Hampir 20-25 % dari kebutuhan kalori sehari diperoleh dari lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).

Analisis kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada selada air. Hasil pengujian


(46)

menunjukkan bahwa selada air mengandung lemak dalam kadar yang cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0,22%. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan kandungan air dalam selada air sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun drastis. Menurut United States Department of Agriculture (USDA 2006), dalam 80 gram selada air, mengandung lemak sebanyak 0,8 gram, kadar lemaknya yaitu sebesar 1%.

Hasil penelitian Shahrokhi et al. (2009) menunjukkan bahwa ekstrak selada air dengan dosis 75 mg/dl yang diberikan kepada tikus selama 8 minggu dapat menurunkan kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) sebesar hampir

10%. Semakin banyak dosis selada air yang diberikan, penurunan kolesterol dan Low Density Lipoprotein (LDL) juga lebih besar. Hasil penelitian Gill et al. (2007) menunjukkan bahwa orang dewasa yang mengkonsumsi selada

air sebanyak 85 gram sehari selama 8 minggu mengalami penurunan kadar lemak meliputi Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) dan total kolesterol sekitar 10% .

3) Kadar protein

Protein terdiri dari unsur-unsur oksigen, karbon, hidrogen dan nitrogen. Ada juga yang mengandung unsur fosfor, belerang, dan lainnya. Bila karbohidrat dan lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan kalori tubuh, maka protein dioksidasi untuk menambahkan kalori tersebut. Protein yang berasal dari hewani lebih tinggi kadarnya daripada protein nabati. Hal ini disebabkan protein hewani mengandung asam amino yang lebih lengkap dan memiliki susunan mendekati nilai protein tubuh. Protein nabati kadarnya lebih rendah, kecuali protein kacang-kacangan dan produk olahannya (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).

Hasil pengujian kadar protein menunjukkan bahwa selada air memiliki protein dalam jumlah yang kecil yaitu sebesar 2,11%. Menurut United States Department of Agriculture (USDA 2006), dalam 80 gram selada air, mengandung protein sebanyak 2,4 gram. Kadar proteinnya yaitu sebesar 3%. Hasil penelitian Gill et al. (2007) menunjukkan bahwa orang dewasa yang mengkonsumsi selada air sebanyak 85 gram sehari selama 8 minggu mengalami peningkatan total protein sebesar 4% dibandingkan yang tidak mengkonsumsinya.


(47)

4) Kadar abu

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 2008).

Selada air mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, besi, sodium dan kalium (Bakhru 2008). Hasil pengujian kadar abu menunjukkan

bahwa selada air mengandung mineral yang tidak terlalu tinggi, yaitu sebesar 1,14%. Besar kecilnya kadar abu dapat disebabkan habitat dan kondisi

lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Data kadar abu tersebut menunjukkan bahwa lingkungan perairan di Desa Sindang Barang menyediakan asupan mineral yang cukup untuk menunjang pertumbuhan selada air tersebut ditunjukkan dengan selada air yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tersebut.

5) Kadar abu tidak larut asam

Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan suatu produk. Abu tidak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk (Basmal et al. 2003).

Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam menunjukkan bahwa selada air mengandung residu abu tak larut asam sebesar 0,29%. Nilai kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini masih di bawah 1%, seperti yang disyaratkan oleh Food Chemical Codex (1992) untuk produk kappa-karaginan food grade. Kadar abu tidak larut asam ini diduga berasal dari material-material abu yang tidak larut asam yang terdapat pada substrat perairan tempat selada air tumbuh.

6) Kadar karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat terdiri dari tiga unsur yaitu karbon, oksigen dan hidrogen. Terbentuknya karbohidrat dalam tanaman melalui proses asimilasi atau fotosintesa, yang terjadi melalui permukaan daun yang menghisap udara (CO2), bersamaan dengan air


(1)

Ulangan 1

Persen inhibisi

200 ppm = 0,673-0,4190,673 ×100%=37,74% 400 ppm = 0,673-0,2640,673 ×100%=60,77% 600 ppm = 0,673-0,2590,673 × 100%=61,52% 800 ppm = 0,673-0,1780,673 ×100%=73,55% Ulangan 2

Persen inhibisi

200 ppm = 0,828-0,5290,828 ×100%=36,11% 400 ppm = 0,828-0,3390,828 ×100%=59,06% 600 ppm = 0,828-0,2120,828 × 100%=74,40% 800 ppm = 0,828-0,2070,828 ×100%=75,00% Persamaan regresi linear : y = 0,0600475x + 29,745 IC50

y = 0,0600475x + 29,745 50 = 0,0600475x + 29,745 20,255 = 0,0600475x

x = 337,32 ppm


(2)

Lampiran 7.Perhitungan bilangan peroksida ekstrak terpilih Sampel kons Ulangan Berat

bahan (gram) Vol tio (ml) Bil perox Rata-rata

Blanko 0,35

Emulsi

minyak 0 1 5,00 4,52 8,3400

7,84

2 5,00 4,00 7,3000

3 5,01 4,30 7,8842

200 1 5,00 2,05 3,4000

4,70

2 5,00 3,15 5,6000

3 5,00 2,90 5,1000

400 1 5,01 2,45 4,1976

4,09

2 5,00 2,27 3,8400

3 5,00 2,47 4,2400

600 1 5,00 1,85 3,0000

3,18

2 5,00 1,83 2,9600

3 5,01 2,15 3,5928

800 1 5,01 0,50 0,2994

0,80

2 5,01 1,00 1,2974

3 5,01 0,75 0,7984

Contoh perhitungan: Emulsi minyak

Konsentrasi ekstrak = 0 ppm

Ulangan = 1

Bilangan peroksida = (4,52 – 0,35)ml × 0,01 N × 10005,00 gram = 8,3400 Meq/kg bahan Rata-rata pada tabel merupakan rata-rata dari masing-masing bilangan peroksida Contoh:

Konsentrasi ekstrak = 0 ppm

Ulangan = 1, 2 dan 3


(3)

Lampiran 8. Analisis ragam pengujian bilangan peroksida Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung Nilai P (P value)

Perlakuan 78,284 4 19,571 48,347 0,000

Galat 4,048 10 0,405

Total 82,332 14

Lampiran 9. Uji lanjut Duncan bilangan peroksida Konsentrasi

ekstrak

Ulangan

(N) Nilai P (P value) < 0,05

1 2 3 4

800 ppm 3 0,7984

600 ppm 3 3,184267

400 ppm 3 4,090533 4,090533

200 ppm 3 4,700000

0 ppm 3 7,8414

Nilai P 1,000 0,112 0,268 1,000

Lampiran 10. Gambar-gambar selama proses ekstraksi

Selada air (sampel kering) Proses pengadukan dengan orbital shaker (Kiri-kanan: batang, daun, utuh)

Proses filtrasi hasil maserasi Proses evaporasi filtrat (Kiri-kanan: batang, daun, utuh, batang)


(4)

Ekstrak pekat hasil evaporasi (Kiri-kanan: daun, batang, utuh)

Lampiran 11. Gambar hasil uji fitokimia ekstrak selada air Uji alkaloid

Bagian daun Bagian batang

Keterangan : 1 = dragendorff Keterangan : 1 = dragendorff 2 = meyer 2 = meyer

3 = wagner 3 = wagner

Utuh

Keterangan : 1 = dragendorff 2 = meyer

3 = wagner

1 2 3

1 2 3


(5)

Uji steroid Uji flavonoid

(Kiri-kanan: daun, batang, utuh) (Kiri-kanan: daun, batang, utuh) Uji saponin Uji fenol hidrokuinon

(Kiri-kanan: daun, batang, utuh) (Kiri-kanan: daun, batang, utuh) Uji benedict Uji Molish


(6)

Uji biuret Uji ninhidrin

(Kiri-kanan: daun, batang, utuh) (Kiri-kanan: daun, batang, utuh) Lampiran 12. Gambar-gambar selama pengujian bilangan peroksida

Sistem emulsi minyak Sistem emulsi minyak ditambahkan ekstrak (Kiri-kanan: ekstrak 200, 400. 600, 800 ppm)

Sistem emulsi minyak setelah diinkubasi Titrasi dengan Na2S2O3 (Kiri-kanan: 0, 200, 400, 600, 800 ppm)