dan menjadi tidak aktif lagi karena lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak Goutara et al. 1980.
2.4 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Metode uji 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil DPPH merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari
substansi yang berperan sebagai antioksidan. Pengujian antioksidan dengan DPPH merupakan salah satu metode yang sederhana dengan menggunakan
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil DPPH sebagai senyawa pendeteksi. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat
bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi Molyneux 2004.
Ketika DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen, maka akan terbentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH
baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH Suratmo 2009. Struktur kimia DPPH dalam bentuk
radikal bebas 1 dan bentuk kompleks non radikal 2 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur kimia radikal bebas 1 dan bentuk non radikal 2 DPPH
Sumber: Molyneux 2004
Ada tiga tahap reaksi antara DPPH dengan zat antioksidan, yang dapat dicontohkan dengan reaksi antara DPPH dengan senyawa monofenolat
antioksidan. Tahap pertama meliputi delokalisasi satu elektron pada gugus yang tersubstitusi dari senyawa tersebut, kemudian memberikan atom hidrogen untuk
mereduksi DPPH. Tahap berikutnya meliputi dimerisasi antara dua radikal fenoksil, yang akan mentransfer radikal hidrogen dan akan bereaksi kembali
dengan radikal DPPH. Tahap terakhir adalah pembentukan kompleks antara radikal aril dengan radikal DPPH. Pembentukan dimer maupun kompleks antara
zat antioksidan dengan DPPH tergantung pada kestabilan dan potensial reaksi dari struktur molekulnya Suratmo 2009.
2.5 Komponen Bioaktif
Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis.
Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik seperti polifenol dan komponen asam phenolic acid. Komponen bioaktif tidak terbatas
pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, seperti protein dan peptida
Kannan et al. 2009. Pengujian kualitatif terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia.
Istilah fitokimia dari kata “phyto” = tanaman berarti kimia tanaman. Fitokimia menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi
uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari
bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman Sirait 2007.
2.5.1 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang
terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran Sirait 2007. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya
tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu kamar Harborne 1984.
Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi, diantaranya adalah nikotin stimulan pada syaraf otonom, morfin
analgesik, kodein analgesik dan obat batuk, atropin obat tetes mata, skopolamin sedatifobat penenang menjelang operasi, kokain analgesik,
piperin antifeedant, quinin obat malaria, vinkristin obat kanker, ergotamin analgesik untuk migrain, reserpin pengobatan simptomatis disfungsi ereksi,
mitraginin analgesik dan antitusif, serta vinblastin antineoplastik dan obat kanker Putra 2007.
2.5.2 Steroidtriterpenoid Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari
6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C
30
hidrokarbon asiklik. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks,
terdiri atas alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, sering mempunyai titik lebur tinggi, umumnya sulit untuk
dikarakterisasi karena secara kimia tidak reaktif, yang banyak digunakan untuk tes adalah reaksi Liebermann-Burchard asam asetat anhidrida-H
2
SO
4
pekat, yang membentuk warna biru hijau untuk sebagian besar triterpen dan sterol
Sirait 2007. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan kampesterol.
Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama
terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga
coklat dan juga terdeteksi pada kelapa Harborne 1984. 2.5.3 Flavonoid
Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat
pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol,
isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol Sirait 2007.
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu
warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik
yang terkonyugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet UV dan spektrum tampak Harborne 1984.
Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid.
2.5.4 Saponin Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna
akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi,
diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat. Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sapogenin triterpenik dan steroidik Muchtadi 1989. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun.
Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting karena kadang-
kadang menimbulkan keracunan pada ternak misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa
atau karena rasanya yang manis misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra Harborne 1984.
Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan
menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan
menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan Sirait 2007.
2.5.5 Fenol hidrokuinon Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan
satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut
berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara komponen fenolat
alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah sedikit Harborne 1984.
Pigmen kuinon alami berada pada kisaran warna kuning muda hingga hitam. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti
kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon Ketaren 2008.
Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon. Tiga kelompok pertama
umumnya terhidrolisis dan memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon terdapat pada respirasi seluler ubikuinon dan fotosintesis plastokuinon
Harborne 1984. 2.5.6 Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawa- senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Nama
karbohidrat berasal dari kenyataan bahwa kebanyakan senyawa dari golongan ini mempunyai rumus empiris, yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah
karbon “hidrat” dan memiliki nisbah karbon terhadap hydrogen dan terhadap oksigen sebagai 1 : 2 : 1. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan
bagian utama kalori total yang dikonsumsi manusia dan bagi kebanyakan kehidupan hewan, seperti juga bagi berbagai mikroorganisme. Karbohidrat juga
merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lainnya yang menggunakan energi solar untuk melakukan sintesa karbohidrat dari CO
2
dan H
2
O Lehninger 1988. Karbohidrat menurut Sirait 2007 dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1 Monosakarida, merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau
enam atom C. Contoh: glukosa, fruktosa, arabinosa
2 Oligosakarida, merupakan polimer dari dua sampai sepuluh monosakarida.
Contoh: sukrosa rafinosa
3 Polisakarida
Polisakarida merupakan rantai panjang terdiri dari monosakarida di mana yang satu dengan yang lainnya dapat berupa ikatan head to tail dan dapat
bercabang-cabang. Contoh: pati, selulosa, inulin.
2.5.7 Gula pereduksi Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu
mereduksi senyawa pengoksidasi. Monosakarida akan segera mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hidrogen peroksida atau ion
kupri Cu
2+
. Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron
dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini
berguna dalam analisa gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan
konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosa diabetes mellitus Lehninger 1988.
Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil OH bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif
pada glukosa aldosa biasanya terletak pada karbon nomor satu anomerik, sedangkan pada fruktosa ketosa hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor
dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C
nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi Winarno 2008.
2.5.8 Peptida Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam
amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H
2
O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat
disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu
tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida.
Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisa sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan
asam amino Lehninger 1988. Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam
bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda lipatan dari rantai, cincin makro, dll Sirait 2007. Pembentukan
ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke
arah hidrolisis daripada sintesis Winarno 2008. 2.5.9 Asam amino
Asam amino merupakan unit struktural dasar dari protein. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, ataupun enzim.
Asam amino tumbuhan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam amino protein dan asam amino bukan protein. Asam amino protein pada umumnya
diketahui berjumlah 20 dan ditemukan dalam hidrolisat asam dari protein tumbuhan dan hewan. Hanya satu asam amino bukan protein yang selalu terdapat
dalam tumbuh an, yaitu asam -amino-butirat. Perannya dalam tumbuhan tidak
begitu nyata, meski ada sering dalam konsentrasi tinggi dalam biji dan dalam metabolisme selanjutnya dalam perkecambahan yang memungkinkan sebagai
bahan penyimpan nitrogen Harborne 1984. Asam amino dalam kondisi netral pH isolistrik berada dalam bentuk ion
dipolar atau disebut juga ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat
ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH. Gugus karboksilnya tidak terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion pada pH yang rendah
misalnya pada pH 1,0. Gugus karboksilnya terdisosiasi sedangkan gugus aminonya tidak pada pH yang tinggi misalnya pada pH 11,0 Winarno 2008.
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat