Kerangka Pemikiran KERANGKA TEORITIS KEBIJAKAN SUBSIDI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK

menurun dan selanjutnya mendorong kenaikan ekspor yang ditunjukkan oleh persamaan 26.

4.6. Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan suatu negara penghasil minyak bumi mentah dan produknya tidak sebesar produk minyak yang dihasilkan oleh masing- masing negara anggota pengekspor minyak dunia OPEC. Selain pengekspor, Indonesia juga mengimpor minyak mentah dan BBM. Dengan demikian, harga minyak mentah dan bahan bakar minyak dalam negeri dipengaruhi oleh harga minyak impor sesuai dengan harga minyak internasional. Apabila harga impor minyak mentah dan BBM solar meningkat, maka keadaan tersebut akan menaikkan harga minyak mentah dan BBM dalam negeri. Sebaliknya, jika harga impor minyak mentah dan BBM solar menurun, maka keadaan tersebut akan menurunkan harga minyak mentah dan BBM dalam negeri. Selama ini Indonesia mengimpor minyak mentah dan BBM solar dari berbagai negara penghasil minyak. Minyak mentah impor dan minyak mentah produksi dalam negeri bersama-sama dikilang menjadi berbagai jenis bahan bakar minyak, diantaranya BBM solar, bensin, dan kerosene. Hasil kilang BBM solar selain dipakai oleh industri pengilangan BBM solar untuk memproduksikan BBM solar, juga dipakai oleh industri pengilangan BBM bensin dan kerosene untuk memproduksikan bensin dan kerosene. Dengan demikian, secara langsung ataupun tidak langsung menunjukkan bahwa industri pengilangan BBM solar, bensin, dan kerosene dalam negeri juga memakai BBM solar impor, sehingga besarnya harga pokok penjualan BBM solar, bensin, dan kerosene bergantung pada harga impor BBM solar. Kebijakan penurunan subsidi harga minyak solar berarti kebijakan untuk menaikkan harga eceran minyak solar dalam negeri. Bahan bakar minyak solar impor dan produksi dalam negeri, kemudian didistribusikan ke semua sub-sektor dan sektor ekonomi, di antaranya, yaitu: sub-sektor Perusahaan Listrik Negara, industri pengilangan minyak solar, industri pengilangan gas alam, perusahaan pengolahan batubara, perusahaan sarana transportasi angkutan jalan raya, dan industri pengilangan kerosene. Pemakaian BBM solar oleh sub-sektor tersebut erat kaitannya dengan usaha kenaikan nilai tambah dari industri pengilangan BBM solar, industri pengilangan gas alam, Perusahaan Listrik Negara, perusahaan pengolahan batubara, industri pengilangan kerosene, perusahaan penangkapan ikan, perusahaan sarana transportasi angkutan jalan raya, dan sub-sektor sektor ekonomi lainnya. Dalam keterkaitan input-output sub-sektor energi menunjukkan bahwa antar sub-sektor industri pengilangan BBM solar, industri pengilangan gas alam, Perusahaan Listrik Negara, dan perusahaan pengolahan batubara masing- masing saling bergantung terutama dengan sub-sektor industri pengilangan BBM solar. Industri pengilangan BBM solar merupakan sub-sektor yang menyediakan BBM solar dan menjadi sumber energi untuk sub-sektor industri pengilangan gas alam dan perusahaan pengolahan batubara pada saat memproduksikan gas alam dan batubara. Produk gas alam dan batubara dijadikan sumber energi oleh sub-sektor Perusahaan Listrik Negara untuk memproduksikan listrik. Setiap kenaikan harga BBM solar mendorong kenaikan harga bahan bakar non-BBM seperti gas alam, batubara, dan tarif dasar listrik. Selanjutnya dengan kenaikan tarif dasar listrik, harga bahan makanan dan minuman sebagai memicu kenaikan laju inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Jumlah penduduk miskin selain dipengaruhi oleh laju inflasi, juga oleh besarnya penerimaan upah dan gaji. Besarnya penerimaan upah dan gaji bergantung pada besarnya Produk Domestik Bruto dan pertumbuhan ekonomi. Konsekuensi dari kenaikan jumlah penduduk miskin diantaranya adalah kenaikan anggaran yang dialokasikan dari APBN untuk investasi pemerintah terutama di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Gambar 10 menunjukkan dampak kebijakan subsidi harga bahan bakar minyak terhadap kinerja fiskal serta pendapatan nasional dan kemiskinan. Kenaikan anggaran subsidi untuk BBM pengeluaran rutin selain mengakibatkan defisit fiskal meningkat juga menimbulkan biaya kesempatan opportunity cost terhadap investasi pemerintah pengeluaran pembangunan. Dalam keadaan defisit APBN, anggaran menjadi pembatas. Jika anggaran subsidi untuk BBM meningkat, maka anggaran untuk investasi pemerintah terpengaruh. Sebaliknya, jika anggaran subsidi untuk BBM menurun, maka anggaran untuk investasi pemerintah meningkat terutama untuk investasi pemerintah pada sub-sektor sarana transportasi angkutan jalan raya. Apabila pemerintah memprioritaskan anggarannya untuk subsidi, maka yang dikorbankan adalah investasi pemerintah. Namun, jika pemerintah memprioritaskan anggaran untuk investasi, maka yang dikorbankan adalah anggaran subsidi untuk BBM. Dengan demikian, dalam defisit fiskal besarnya anggaran investasi pemerintah juga ditentukan oleh subsidi BBM, sebab dalam defisit APBN menetapkan prioritas, sehingga menimbulkan biaya kesempatan antar subsidi dan investasi. Gambar 10. Kerangka Pemikiran Kebijakan Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak Harga Minyak Solar Dalam Negeri Harga Gas Alam Harga Batubara Tarif Dasar Listrik Harga Beras Inflasi Permintaan BBM solar, kerosene, dan bensin serta non-BBM gas, batu-bara, dan listrik Neraca Perdagangan Energi tanpa energi listrik Kebijakan Subsidi Harga BBM Anggaran Subsidi BBM Produk Domestik Bruto dan Pertumbuhan Ekonomi : Upah dan Gaji Jumlah Penduduk Miskin Defisit Fiskal Pajak Langsung Investasi Pemerintah Harga Volume Impor Minyak Bumi Keterangan : : Variabel Endogen : Variabel Eksogen Harga Beras Suku Bunga Anggaran Subsidi non-BBM Konsumsi Pemerintah Pengeluaran Negara : Bunga dan Cicilan Hutang Subsidi Penerimaan Negara : Pajak Tidak Langsung Bukan Pajak Bea Impor dan Pajak Ekspor Nilai Tambah sub- Sektor Pengamatan Nilai Tambah bukan sub- Sektor Pengamatan Minyak mentah, gas alam, dan batubara merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh konsumen dalam negeri dan luar negeri. Dalam kaitannya dengan neraca perdagangan, permintaan energi selain dipengaruhi oleh harga pasar energi dalam negeri juga oleh harga energi internasional. Kenyataanya bahwa setiap kenaikan permintaan kerosene dalam negeri membutuhkan lebih banyak bahan baku mentah mentah untuk dikilang menjadi kerosene. Keadaan tersebut akan mengurangi persediaan bahan baku minyak mentah untuk dikilang menjadi solar, sehingga mengakibatkan volume impor BBM solar meningkat. Kenaikan volume impor minyak mentah dan BBM solar menaikkan penerimaan bea impor. Kenaikan volume impor minyak mentah dan BBM solar selain akan menaikkan nilai tambah industri pengilangan BBM solar dan Produk Domestik Bruto juga meningkatkan penerimaan bea impor. Produk Domestik Bruto sisi produksi sebagai hasil penjumlahan dari nilai tambah sub-sektor pengamatan dengan nilai tambah bukan sub-sektor pengamatan, pajak tidak langsung, dan anggaran untuk subsidi. Nilai tambah sub-sektor pengamatan terdiri atas: industri pengilangan BBM solar, industri pengilangan gas alam, perusahaan pengolahan batubara, Perusahaan Listrik Negara, perusahaan penangkapan ikan, industri pengilangan kerosene, dan sarana transportasi angkutan jalan raya. Nilai tambah yang dicapai oleh setiap sub-sektor secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh pemakaian BBM solar sebagai bahan bakar utama.

V. KONSTRUKSI MODEL KEBIJAKAN SUBSIDI HARGA