Bagaimana dampak kenaikan tingkat bunga terhadap investasi asing bersih Net Foreign Investment NFI pada Gambar 8b? Apabila tingkat
bunga dalam negeri meningkat, maka mengakibatkan investasi asing bersih atau arus modal keluar asing bersih net capital outflow menurun. Selain arus
modal tersebut menurun, juga kecenderungan masyarakat untuk menabung meningkat, sehingga jumlah uang domestik yang beredar menurun. Artinya
penawaran uang domestik menurun dibandingkan dengan permintaan uang. Dalam perdagangan semakin besar kenaikan permintaan mata uang domestik
akan semakin meningkat pula nilai tukar mata uang tersebut terapresiasi terhadap mata uang asing.
Melalui Gambar 8c dapat dipaparkan tentang bagaimana dampak terapresiasi Nilai Tukar Riil NTR untuk mata uang domestik terhadap neraca
perdagangan ekspor dan impor NX. Apabila nilai tukar rupiah terapresiasi terhadap mata uang asing, maka permintaan akan barang-barang produksi
domestik untuk ekspor menurun. Hal tersebut mengakibatkan surplus neraca perdagangan menurun, sehingga kontribusi nilai transaksi perdagangan pada
Pendapatan Nasional menurun.
4.4. Dampak Kebijakan Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak terhadap
Fiskal dan Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto Gross Domestic Product GDP sisi produksi net output merupakan satu diantara tiga pendekatan untuk menghitung
pendapatan nasional. Penghitungan GDP sisi produksi dapat dilakukan dengan menjumlahkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dari suatu perekonomian.
Besarnya nilai tambah tersebut diperoleh dari selisih nilai produksi dengan biaya antara dan bahan penolong lainnya yang digunakan dalam proses
produksi. Biaya antara merupakan biaya atas pembelian bahan baku, sedangkan untuk biaya penolong lainnya adalah biaya pembelian bakar
bakar minyak, listrik, dan sumber energi lainnya Sugiarto, 1992. BBM solar digunakan hampir semua sektor ekonomi, sehingga mempengaruhi langsung
maupun tidak langsung terhadap Produk Domestik Bruto.
HMSDN
MSDN Y
HMSDN = HPPMS
Y = f MSDN Y
MSDN AS
S
1
S
2
S HMSDN
2
HMSDN
1
MSDN
1
KEFI MSDN
2
MSDN Y
1
Y D
Y
2
0 MSDN MSDN
2
MSDN
1
Y
Y Y = Y
AD Y
2
Y
1
P
N P
1
Y Y
2
Y
1
a
e d
c b
P
KEFI=fY AS
2
AS
1
Y
2
Y
1
Y Y
P
2
Y A
B C
G E
F
J I
H 45ยบ
Sumber: Froyen 2002 dan Dornbusch et al. 1998, Dimodifikasi Gambar 9. Dampak Kebijakan Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak
Solar terhadap Fiskal dan Produk Domestik Bruto
Gambar 9 a titik A merupakan titik keseimbangan antar Harga BBM Solar Dalam Negeri tanpa subsidi HMSDN dan Jumlah Penawaran oleh P.T.
Pertamina, tbk. S yang sama dengan Permintaan BBM Solar sebesar
MSDN . Pada tingkat harga tersebut menunjukkan bahwa Harga Pokok
Penjualan BBM Solar HPPMS sama dengan HMSDN tanpa subsidi. Keadaan tersebut juga menunjukkan bahwa harga BBM solar berada pada
tingkat harga yang relatif tinggi dan akibatnya permintaan BBM solar masih relatif rendah. Apabila kebijakan subsidi harga BBM solar meningkat, maka
HMSDN menurun menjadi HMSDN
1
. Pada tingkat harga tersebut HMSDN tidak lagi menurut harga pasar, sehingga jumlah permintaan BBM solar
meningkat sebesar MSDN
1
. Penurunan harga tersebut selain meningkatkan permintaan BBM solar hasil kilang dalam negeri juga mendorong penaikan
volume impor. Dengan demikian, diperlukan kebijakan penurunan subsidi harga BBM solar dan mengakibatkan HMSDN meningkat dari HMSDN
1
ke HMSDN
2
. Pada tingkat HMSDN
2
jumlah permintaan BBM solar mencapai sebesar MSDN
2
. Gambar 9 b menunjukkan hubungan antar faktor produksi BBM
solar dan produksi Y. Produksi Y adalah Produk Domestik Bruto dari sisi produks dan Y = fMSDN. Apabila penggunaan faktor produksi BBM solar
meningkat, maka produksi Y juga meningkat. Sebaliknya, penggunaan faktor produksi yang menurun, mengakibatkan produksi Y juga menurun. Bahkan
dapat dikatakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi ditargetkan meningkat, maka faktor energi BBM solar yang diperlukan juga meningkat. Penggunaan
BBM solar sebagai faktor energi juga meningkat.
Gambar 9 d menunjukkan hubungan antar Produk Domestik Bruto Y dan harga barang P. Harga barang merupakan harga keseimbangan yang
dapat dicapai oleh keseimbangan antar permintaan agregat AD dan penawaran agregat AS. Apabila jumlah AS menurun dan jumlah AD tidak,
maka harga barang akan meningkat. Jika jumlah AS meningkat dan jumlah permintaan tidak, maka harga barang menurun. Pada tingkat harga P
dan produksi Y
di titik D menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi BBM solar menurun. Penurunan tersebut disebabkan oleh HMSDN sama dengan
HPPMS. Pada tingkat harga P
1
dan produksi Y
1
Sugiarto 1992, mengatakan bahwa bahan bakar minyak dan energi listrik serta energi lainnya yang digunakan dalam proses produksi
dikelompokkan sebagai bukan barang modal, karena penggunaannya kurang dari setahun dan habis terpakai. Menurutnya nilai tambah yang dicapai
di titik E menunjukkan bahwa kebijakan subsidi harga BBM solar meningkat, sedangkan di titik F
menunjukkan bahwa kebijakan subsidi harga BBM solar menurun. Gambar 9 e menunjukkan hubungan antar Produk Domestik Bruto
dan fiskal. Besaran penerimaan dalam negeri ditentukan oleh besaran Produk Domestik Bruto. Dengan demikian, apabila produk tersebut meningkat, maka
penerimaan dalam negeri meningkat. Sebaliknya, penurunan produk tersebut mengakibatkan penerimaan dalam negeri menurun. Dalam sejarah fiskal di
Indonesia adalah menganut sistem defisit fiskal yang menunjukkan bahwa pengeluaran negara lebih besar daripada penerimaan dalam negeri. Bahkan
menurut Dornbusch et al. 1998, bahwa defisit fiskal juga meningkat disebabkan oleh pembayaran transfer pemerintah.
merupakan selisih antar nilai jual produk dengan nilai bahan baku dan penolong lainnya.
4.5. Persamaan Pendapatan Nasional, Fiskal, dan Neraca Pembayaran