tersedianya energi kegiatan ekonomi akan berjalan dengan semestinya, sehingga  pertumbuhan ekonomi yang direncanakan dapat tercapai.
3.   Rumahtangga konsumen, dijadikan sumber informasi untuk  merespon kebijakan pemerintah dalam hal menentukan prioritas, supaya realokasikan
anggaran dari penghematan subsidi BBM untuk investasi pemerintah pada sub-sektor PLN, bidang kesehatan  dan kesejahteraan sosial masyarakat,
sub-sektor pertambangan dan energi, dan sarana transportasi  angkutan jalan raya dapat memberikan kontribusi berupa penyediaan lapangan kerja,
peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan kemiskinan.
1.5.  Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Dampak  kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja fiskal dan pendapatan nasional menjadi topik penelitian. Tujuan penelitian selain
membentuk model  juga    menganalisis  dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja fiskal  dan pendapatan nasional. Kinerja fiskal ditunjukkan
oleh defisit fiskal yaitu selisih dari pengeluaran negara dan penerimaan dalam negeri.  Kinerja pendapatan nasional ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi
menurut  Produk Domestik Bruto sisi produksi.  Kinerja pendapatan nasional yang lain ditunjukkan oleh neraca perdagangan energi. Besaran upah dan gaji
serta laju inflasi sebagai variabel peubah yang  mempengaruhi  kemiskinan. Penelitian tentang kemiskinan hanya diamati pada jumlah penduduk
miskin yang secara umum mengalami perubahan baku kalori yang dibutuhkan yang diakibatkan oleh laju inflasi serta  pendapatan  upah dan gaji. Jumlah
penduduk tersebut sesuai dengan data kemiskinan menurut pola konsumsi dari BPS  periode pengamatan.  Pengamatan terhadap kemiskinan  tidak  dilakukan
secara  disagregasi menurut kelompok pendapatan rumahtangga rendah dan menengah atau wilayah desa dan kota.
Pengamatan dilakukan pada enam sub-sektor ekonomi sebagai  sub- sektor  yang  banyak  memakai  BBM,  terutama pemakaian  BBM    solar.
Sub-sektor tersebut, yaitu: industri pengilangan BBM solar, industri pengilangan kerosene, industri pengilangan gas alam, perusahaan penangkapan
ikan,  sarana transportasi angkutan jalan raya, perusahaan pengolahan batubara, dan Perusahaan Listrik Negara.
Bahan bakar minyak,    bahan makanan dan minuman terutama  beras, dan listrik masing-masing sebagai variabel penting untuk menentukan besaran
Indeks Harga Konsumen IHK dan Deflator Produk Domestik Bruto DPDB. IHK  dan DPDB  digunakan  untuk  mengukur  laju inflasi.    Dengan demikian,
kebijakan subsidi harga BBM  secara  langsung ataupun tidak langsung  akan mempengaruhi  variabel penting dan menentukan laju inflasi. Pada bagian
lain, neraca perdagangan dibatasi pada nilai ekspor dan impor energi. Volume dan  nilai ekspor diperoleh dari ekspor minyak mentah, gas alam, dan batubara.
Pada sisi lain volume dan nilai impor diperoleh dari impor minyak mentah dan BBM solar.
Model  kebijakan subsidi harga BBM dibentuk kedalam model ekonometrika yang dapat mendeskripsikan persamaan-persamaan perilaku
dan  identitas dari seluruh variabel  endogen dan eksogen dengan harapan dapat menghasilkan nilai-nilai penduga parameter yang sesuai dengan teoritis
dan pengalaman empiris.   Model tersebut terdiri atas enam blok, yaitu:   1 harga, 2 permintaan, 3 perdagangan, 4 nilai tambah, 5 fiskal, dan   6
pendapatan nasional  dan kemiskinan.  Masing-masing blok terdiri atas
beberapa persamaan perilaku dan identitas yang mempunyai hubungan antar persamaan dalam blok maupun antar blok.
Pengamatan  untuk nilai tambah dilakukan pada enam sub-sektor sebagai hasil disagregasi sektor yang menurut penulis sebagai sub-sektor yang
banyak memakai BBM solar  dan  umumnya  sebagai  sub-sektor penghasil energi. Energi lain merupakan ceteris paribus yang sebenarnya mempengaruhi
nilai tambah sub-sektor pengamatan, tetapi dianggap pengaruh tetap. Penerimaan pajak tidak langsung terdiri atas bea impor, pajak
pertambahan nilai, pajak ekspor, dan pajak tidak langsung lainnya.  Bea impor hanya ditentukan oleh nilai impor minyak mentah dan BBM solar, pajak
ekspor hanya ditentukan oleh nilai ekspor minyak mentah, gas alam, dan batubara. Pajak pertambahan nilai ditentukan oleh Produk Domestik Bruto.
Penerimaan negara bukan  pajak ditentukan  oleh penerimaan sumber daya alam dan penerimaan laba Badan Usaha  Milik Negara BUMN.
Penerimaan  sumberdaya alam dibatasi  hanya bersumber dari sub-sektor industri pengilangan BBM solar, industri pengilangan kerosene, perusahaan
pengolahan batubara, industri pengilangan gas alam, perusahaan penangkapan ikan, dan  Perusahaan Pertambangan Gas Bumi.  Penerimaan  laba  BUMN
hanya bersumber dari sub-sektor industri pengilangan BBM solar, kerosene, gas alam, perusahaan pengolahan batubara, perusahaan penangkapan ikan,
PLN, dan Perusahaan Pertambangan Gas Bumi. Pengeluaran negara dibatasi  pada konsumsi pemerintah, pembayaran
bunga dan cicilan hutang, subsidi, serta investasi pemerintah. Alokasi anggaran subsidi  untuk  BBM ditujukan pada  BBM solar,  bensin, dan kerosene untuk
rumahtangga. Investasi pemerintah  ditujukan  pada  sarana transportasi
angkutan jalan raya,  PLN,  pertambangan dan energi, bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat, dan investasi pemerintah lainnya.
Metode penentuan  rasio  indeks diperoleh dari perbandingan  produk BBM solar dan produk total BBM hasil kilang. Selanjutnya indeks digunakan
untuk menentukan besaran  biaya antara,  jumlah permintaan dan pemakaian BBM solar, dan besaran pajak tidak langsung  oleh  sub-sektor  industri
pengilangan BBM solar. Perkalian antar indeks dan total biaya antara akan memperoleh besaran biaya antara untuk sub-sektor industri pengilangan BBM
solar. Perkalian antar indeks dan total pajak tidak langsung akan memperoleh besaran pajak tidak langsung untuk  sub-sektor industri pengilangan BBM
solar. Nilai tambah bruto sub-sektor industri pengilangan BBM solar diperoleh dari selisih nilai produk  BBM solar perkalian antar volume BBM solar dan
harga BBM solar bersubsidi dan biaya antara sub-sektor industri pengilangan BBM solar. Nilai tambah neto dari sub-sektor industri pengilangan BBM solar
diperoleh dari selisih nilai tambah bruto dan besaran pajak tidak langsung sub- sektor industri pengilangan BBM solar.  Metode tersebut juga digunakan untuk
menentukan besaran  biaya antara,  jumlah permintaan dan pemakaian BBM solar, dan besaran pajak tidak langsung untuk sub-sektor industri pengilangan
BBM lainnya. Data diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari Badan Pusat
Statistik, Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Departemen Perhubungan, Departemen Perikanan dan Kelautan, Perusahaan Pertambangan Minyak
Nasional, Departemen Energi dan sumberdaya Mineral, Dirjen Minyak dan Gas Bumi,  Asean Statistical Year Book, dan informasi melalui Internet.
II. PERANAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK
Harga bahan bakar minyak di Indonesia dikategorikan sebagai harga BBM termurah di seluruh dunia.  Murahnya harga BBM tersebut sangat
mencolok kalau dibandingkan dengan harga BBM dari beberapa negara tetangga yang terletak di sebelah utara Indonesia,  yaitu:  Thailand,  Malaysia,
Singapore, Brunai,  dan  Filipina.  Sejak TA 1975  76 harga BBM solar, bensin, dan kerosene di Indonesia belum mencerminkan harga BBM yang
sebenarnya yaitu harga yang didasarkan pada harga keekonomiannya.  Harga tersebut adalah harga pasar dengan mengacu pada Mids Oil Platts of Singapore
MOPS.  Keadaan yang sebenarnya menunjukkan bahwa hingga saat ini BBM di Indonesia diberikan subsidi oleh  pemerintah  dalam jumlah yang  besar.
2.1.   Perkembangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
Subsidi BBM merupakan bentuk tanggungan pemerintah untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat dengan membayar sebagian harga
BBM yang seharusnya dibayar oleh masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu ketika membeli BBM yang didasari pada kepentingan hidup
orang banyak. Kenaikan subsidi harga BBM menunjukkan bahwa  harga BBM menjadi lebih murah dibandingkan dengan nilai keekonomiannya harga
pasar. Pada hakekatnya subsidi harga BBM diberikan pemerintah untuk membantu golongan masyarakat kecil dan bukan untuk golongan masyarakat
menengah ke atas yang mempunyai  kemampuan ekonomi yang lebih tinggi. International Monetary Fund  IMF  2008, menyatakan bahwa subsidi
merupakan intervensi pemerintah sebagai bentuk yang “menyimpang” dari hal