Etiologi Patofisiologi TONSILITIS KRONIK 1. Definisi

2.2.2. Etiologi

Tonsilitis kronik dapat disebabkan oleh tonsilitis akut yang tidak diterapi, diobati dengan obat yang tidak adekuat, atau menyebarnya infeksi kronik seperti sinusitis dan rinitis. Higiene mulut yang jelek, iritasi kronik akibat rokok atau makanan, sistem imun tubuh yang rendah, dan pengaruh cuaca dapat menjadi faktor risiko terjadinya tonsilitis kronik. Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena anak sering menderita infeksi saluran pernafasan akut ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli 1995 : streptokokus alfa merupakan penyebab tersering dan diikuti stafilokokus aureus, streptokokus beta hemolitikus grup A, stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, pseudomonas aeruginosa,klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan tenggorok. Farokah et al., 2007 Produksi bahan-bahan oksidasi terjadi semasa proses inflamasi berlangsung. Antioksidan berperan dalam meneutralkan kerusakan yang berlaku akibat proses inflamasi. Oleh karena tonsilitis kronik merupakan proses peradangan yang kronik pada orofaring dan nasofaring, terdapat satu kemungkinan yang bermakna pada keseimbangan bahan oksidan dan antioksidan yang terlibat dalam proses dan tingkat keparahan penyakit ini. Walau bagaimanapun, patogenesis bagaimana bahan oksidan dan antioksidan ini dalam menyebabkan terjadinya tonsilitis kronik belum dapat difahami dengan sempurna Yılmaz et al., 2004.

2.2.3. Patofisiologi

Terdapat beberapa barier dalam rongga mulut yang dapat mencegah terjadinya penetrasi bakteri dari plak gigi ke jaringan : 1. Barier fisis pada permukaan epitel mukosa 2. Peptida pada epitel mukosa mulut Universitas Sumatera Utara 3. Barier elektrik dimana terdapat beda muatan pada dinding sel antara pejamu dan mikroba 4. Barier imunologik dari sel-sel pembentuk imunologi 5. Barier fagosit yang terdiri dari sistem retikuloendotelial Penetrasi bakteri dapat dicegah dan dikurangi oleh sistem barier ini yang bekerjasama pada keadaan normal. Penurunan daya tahan tubuh secara sistemik atau gangguan mikrobial lokal, misalnya kebersihan mulut buruk, maka bakteri dan produknya yang merupakan faktor virulen lipopolisakaraida=LPS akan melakukan interaksi dengan sel-sel tertentu di rongga mulut. Tonsil yang bertindak sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan mengaktivasi sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada tonsil Santoso et al., 2009. Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi. Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang menurun Siswantoro, 2003.

2.2.4. Manifestasi Klinis