Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922

(1)

PERBEDAAN TINGKAT KEBERSIHAN MULUT TERHADAP

KEJADIAN TONSILITIS KRONIK PADA ANAK-ANAK DI

SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060922

Oleh :

SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT

NIM: 080100277

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERBEDAAN TINGKAT KEBERSIHAN MULUT TERHADAP

KEJADIAN TONSILITIS KRONIK PADA ANAK-ANAK DI

SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060922

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT

NIM: 080100277

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Nama : Siti Noor Edayu bin Endut

NIM : 080100277

Pembimbing, Penguji I,

(dr. Farhat, Sp.THT-KL (K)) (dr. Ilhamd, Sp. PD) NIP : 19700316 200212 1 002 NIP: 19662304 199603 1 001

Penguji II

(dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp. KJ) NIP: 19780330 200501 1 003

Medan, 21 Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi, ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang. Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya

Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan. Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan.

Peneliti yang lain diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia sekolah dan usia dewasa. Peneliti lain juga dapat menambahkan variabel-variabel lain seperti kelainan anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit dan penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.


(5)

ABSTRACT

Chronic tonsillitis may be caused by untreated acute tonsillitis, treated acute tonsillitis with inadequate medicine, or spread chronic infection such as sinusitis or rhinitis. Chronic tonsillitis in children may be caused by repeated Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) or untreated acute tonsillitis or treated acute tonsillitis with inadequate medicine with poor oral hygiene as risk factor. The aim of this study is to know the difference of oral hygiene level towards the incidence chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

This study uses Total Sampling technique where the population of the samples is all the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan with total samples 220. All the respondents that may have and may not have chronic tonsillitis were been checked based on the checklist form and got the image of their characteristic.

The respondents consist of 44.1% boys and 55.9% girls. Chronic tonsillitis is often found in the male respondents (58.8%) compared to female respondents (41.2%). The total number of respondents from the second group of age (pupils from 8 to 11 years old) has the highest percentage of having chronic tonsillitis (69.4%). Respondents from low economic status have the highest percentage of having chronic tonsillitis (67.1%). Also obtained the number of respondents with poor oral hygiene that have chronic tonsillitis is higher than the respondents with good oral hygiene (77.6%). Based on Chi Square Test, the result of this study indicates that there is difference of oral hygiene level towards the incidence of chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Other researchers are encouraged to continue this research by increasing the number of samples included children at school age and adolescents. Other researchers can also add other variables such as anatomy defect in oral cavity and tonsil, premature birth, diseases, medications and so forth.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia, rahmat kesehatan dan keselamatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. Judul yang dipilih adalah “Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922”.

Dalam penulisan hasil penelitian ini, peneliti telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Farhat, SpTHT-KL(K) selaku dosen pembimbing, dr. Ilhamd, Sp.PD selaku dosen penguji 1 dan dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ selaku dosen penguji 2 serta seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa pendidikan.

2. Teman-teman kelompok satu bimbingan yaitu Yeong Huei Yiaw dan Siska Febrina serta teman-teman peneliti lainnya yaitu Wan Alyaa Atiqah binti Wan Zainalam, Syarifah Emirlia binti Sawaludin, Maidzatul Syima binti Mahadzir, Farhana binti Mohd. Amirruddin dan Nazrul Amar bin Husin yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama penyusunan hasil penelitian.

3. Orang tua peneliti yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material dan keluarga yang telah banyak memberikan motivasi kepada peneliti.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan hasil penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan penelitian ini.


(7)

Akhirnya peneliti ingin mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bangsa dan negara, serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 21 Desember 2011, Peneliti,

SITI NOOR EDAYU BINTI ENDUT NIM : 080100277


(8)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Istilah/Singkatan ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 4

2.1. Anatomi Rongga Mulut ... 4

2.2. Tonsilitis Kronik... 5

2.2.1. Definisi ... 5

2.2.2. Etiologi ... 6

2.2.3. Patofisiologi ... 6

2.2.4. Manifestasi Klinis ... 7

2.2.5. Pemeriksaan ... 8

2.2.6. Penatalaksanaan ... 10

2.2.7. Komplikasi ... 11

2.3. Kebersihan Mulut ... 11

2.3.1. Definisi... ... 11

2.3.2. Pembersihan Rongga Mulut Secara Mekanik ... 12

2.3.3. Tingkat Kebersihan Mulut ... 13

2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kebersihan Mulut . 15 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 16

3.1. Kerangka Konsep... 16

3.2. Defenisi Operasional... 16

3.3. Skala Pengukuran... 19


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN... 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 20

4.5. Pengolahan dan Analisa Data... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 22

5.1. Hasil Penelitian ………... 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian ………... 22 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden……….. 22 5.1.3. Hasil Analisa Data.…... 33

5.2. Pembahasan……….…. 35 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 37

6.1. Kesimpulan... 37

6.2. Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA... 39


(10)

DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN

1. GALT gut associated lymphoid tissue 2. GABHS group A β-hemolytic Streptococcus 3. ISPA infeksi saluran pernafasan akut 4. LED laju endap darah

5. OHI-S Oral Hygiene Index Simplified

6. UKG Ultra Korte Golof


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.3.3.1 Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964)... 14 Tabel 2.3.3.2 Calculus Index (C.I.) Greene and Vermillion (1964)... 14 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin……… 23 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok

Umur……… 23 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status

Ekonomi……….. 24 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi 25 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat

Perawatan Gigi……… 25 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Kebersihan Mulut……… 26 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Dengan dan Tanpa

Tonsilitis Kronik………. 26 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut

Berdasarkan Kelompok Umur………. 27 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Jenis Kelamin………. 28 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Kelompok Umur………. 29 Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik


(13)

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Status Gizi……….. 31 Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik

Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi………. 32 Tabel 5.14 Hasil Uji Tabulasi Silang Tingkat Kebersihan Mulut


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. 25

LAMPIRAN 2 FORMULIR PERSETUJUAN

(Informed Consent)... 26 LAMPIRAN 3 DAFTAR PEMERIKSAAN PENELITIAN.... 28 LAMPIRAN 4 TABEL INDEKS MASSA TUBUH – UMUR

(CDC 2000)……….. 30 LAMPIRAN 5 SURAT IZIN PENELITIAN

(Ethical Clearance)……… 49 LAMPIRAN 6 SURAT PERNYATAAN SEKOLAH……… 50

LAMPIRAN 7 DATA INDUK……… 51

LAMPIRAN 8 FREKUENSI DAN DESKRIPTIF

RESPONDEN………. 59


(15)

ABSTRAK

Tonsilitis kronik dapat terjadi akibat tonsilitis akut yang tidak diterapi, ataupun diterapi namun tidak adekuat, dan bisa juga dikarenakan adanya penyebaran dari infeksi kronik lainnya seperti sinusitis dan rinitis. Tonsilitis kronik pada anak kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang berulang, tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat dan kurangnya perawatan terhadap kebersihan mulut dapat menjadi salah satu faktor risikonya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling dimana populasinya terdiri dari siswa/siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan mulai dari kelas I sampai kelas VI dengan jumlah total 220 orang. Semua responden, baik yang penderita maupun yang bukan penderita tonsilitis kronik, dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya

Responden terdiri dari 44.1% laki-laki dan 55.9% responden perempuan. Tonsilitis kronik lebih sering dijumpai pada responden dengan jenis kelamin laki-laki (58.8%) dibandingkan yang perempuan (41.2%). Responden dengan kelompok usia 8 hingga 11 tahun tahun mempunyai persentasi tertinggi kasus tonsilitis kronik (69.4%). Responden yang berasal dari status ekonomi rendah paling banyak menderita tonsilitis kronik dengan persentase 67.1%. Didapatkan juga jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek mempunyai persentase menderita tonsilitis kronik yang lebih tinggi berbanding responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik (77.6%). Berdasarkan hasil uji Chi Square pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan.

Peneliti yang lain diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia sekolah dan usia dewasa. Peneliti lain juga dapat menambahkan variabel-variabel lain seperti kelainan anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit dan penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.


(16)

ABSTRACT

Chronic tonsillitis may be caused by untreated acute tonsillitis, treated acute tonsillitis with inadequate medicine, or spread chronic infection such as sinusitis or rhinitis. Chronic tonsillitis in children may be caused by repeated Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) or untreated acute tonsillitis or treated acute tonsillitis with inadequate medicine with poor oral hygiene as risk factor. The aim of this study is to know the difference of oral hygiene level towards the incidence chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

This study uses Total Sampling technique where the population of the samples is all the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan with total samples 220. All the respondents that may have and may not have chronic tonsillitis were been checked based on the checklist form and got the image of their characteristic.

The respondents consist of 44.1% boys and 55.9% girls. Chronic tonsillitis is often found in the male respondents (58.8%) compared to female respondents (41.2%). The total number of respondents from the second group of age (pupils from 8 to 11 years old) has the highest percentage of having chronic tonsillitis (69.4%). Respondents from low economic status have the highest percentage of having chronic tonsillitis (67.1%). Also obtained the number of respondents with poor oral hygiene that have chronic tonsillitis is higher than the respondents with good oral hygiene (77.6%). Based on Chi Square Test, the result of this study indicates that there is difference of oral hygiene level towards the incidence of chronic tonsillitis among the pupils at Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Other researchers are encouraged to continue this research by increasing the number of samples included children at school age and adolescents. Other researchers can also add other variables such as anatomy defect in oral cavity and tonsil, premature birth, diseases, medications and so forth.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kebersihan (hygiene) merupakan satu bidang pengetahuan yang berhubungan dengan lingkungan dan meneliti tentang kepentingan lingkungan dan kesannya terhadap tubuh manusia. Dalam konsep yang lain, kebersihan mulut merupakan faktor yang penting yang dapat mengelakkan seseorang daripada menderita karies gigi dan penyakit-penyakit mulut yang lain. Edukasi tentang kebersihan mulut juga sangat penting dalam bidang kedokteran gigi karena ia merupakan satu cara dalam meningkatkan kesedaran dan memotivasi masyarakat umum tentang mengekalkan kebersihan mulut yang bagus (Krawczyk et al., 2006).

Tonsil adalah salah satu jaringan limfoid pada tubuh manusia selain kelenjar limfe, limpa, timus, adenoid, apendiks (usus buntu), agregat jaringan limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak Peyer atau gut associated lymphoid tissue (GALT), dan sum-sum tulang. Jaringan limfoid mengacu secara kolektif pada jaringan yang menyimpan, menghasilkan, atau mengolah limfosit. Limfosit yang menempati tonsil berada di tempat yang strategis untuk menghalang mikroba-mikroba yang masuk melalui inhalasi atau dari mulut (Sherwood, 2001).

Tonsilitis kronik pula merupakan peradangan pada tonsila palatina yang lebih dari 3 bulan ataupun tonsilitis akut yang berulang. Menurut kajian yang dilakukan oleh National Center of Health Statistics pada Januari 1997 di United State, penyakit kronik pada tonsil dan adenoid adalah tinggi, dengan prevalensi 24,9% per 1000 orang anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. (Collin, 1997). Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang mencapai 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai


(18)

dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan (Farokah et al., 2007).

Mengingat pentingnya menjaga kebersihan mulut untuk mencegah terjadinya infeksi pada rongga mulut terutama pada tonsil yang bertindak sebagai sistem pertahanan tubuh, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dan melihat bagaimanakah perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik dikalangan anak-anak.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Diperlukan suatu penelitian evaluatif untuk menjawab pertanyaan bagaimana perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik dikalangan anak-anak. di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan kelompok usia terhadap penjagaan kebersihan mulut di kalangan anak-anak sekolah dasar

2. Mengetahui perbedaan kelompok usia terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

3. Mengetahui perbedaan jenis kelamin terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

4. Mengetahui perbedaan tingkat status ekonomi terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

5. Mengetahui perbedaan tingkat status gizi terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar

6. Mengetahui perbedaan tingkat riwayat perawatan gigi terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak sekolah dasar


(19)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai: 1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini akan menjadi informasi dan masukan kepada masyarakat terutama orang tua yang mempunyai anak-anak usia sekolah dasar dalam menjaga dan meningkatkan kebersihan mulut yang merupakan salah satu usaha pencegahan tonsilitis kronik.

2. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu metode penelitian dan menambah wawasan pengetahuan tentang dampak penjagaan kebersihan mulut yang kurang terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak usia sekolah dasar.

3. Bagi Institusi

Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi atau sumber informasi untuk penelitian berikutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI RONGGA MULUT

Tonsil adalah satu struktur yang sangat penting dalam sistem pertahanan tubuh terutama pada protein asing yang dimakan atau dihirup. Sifat mekanisme pertahanan pada tonsil adalah secara spesifik atau non spesifik. Sel-sel fagositik mononuklear akan mengenal dan mengeliminasi antigen apabila patogen menembus lapisan epitel. Tonsil berbentuk oval dan berada di ruang berbentuk segitiga yang dibentuk oleh palatum dan lidah (palatoglossus) yang juga dikenal sebagai plika anterior dan ruang antara palatum dan faring (palatofaringeus) yang juga dikenali sebagai plika posterior. Pada masa anak, ukuran tonsil adalah paling besar dan ukuran ini akan mengecil secara bertahap pada saat pubertas (Farokah et al., 2007).

Jaringan limfoid di dalam mulut tidak berhubungan dengan mulut, tidak seperti jaringan limfoid pada usus yang berhubungan dengan usus (gut-associated lymphoid tissues) serta jaringan limfoid pada paru-paru yang berhubungan dengan bronkus. Agregasi limfoid di dalam mulut terdiri dari 3 tipe yang utama dan berperanan sebagai pengawasan imunologi jaringan mulut.

1. Tonsil palatum : Tonsil palatum merupakan massa limfoid yang berpasangan antara mulut dan faring yang tertanam di antara glosso-palatinal dan lengkungan faringopalatinal. Tonsil ini dibungkus oleh sel-sel gepeng yang menyusup ke dalam jaringan limfoid membentuk 10-20 lubang. Sel-sel retikulum dan limfosit ditemukan di bawah epitel. Peningkatan permeabilitas benda-benda asing dikawal oleh epitel kripta yang dapat ditemukan di dalam makrofag. Folikel limfoid mengandung sel-sel B yang berpoliferasi dalam pusat germinal dan bergerak sebagai limfosit B atau sel plasma; karena itu sel-sel ini berkembang secara lokal di dalam tonsil. Studi imunofluresensi menunjukkan bahwa sel selaput IgG yang terwarnai jauh lebih banyak dibanding dengan IgA dan selaput IgA sebaliknya lebih banyak dibandingkan dengan sel IgM, IgD sedangkan yang paling jarang adalah sel IgF. Antigen


(21)

serta mitogen sel-T dan sel-B yang dapat menimbulkan kekebalan primer dan sekunder bereaksi in vintro dengan sel tonsil yang menyerupai kelenjar getah bening. Jalur aferen antigen langsung melewati kripta, sehingga hanya antigen lokal yang dapat masuk. Antibodi dan sel-sel yang peka dapat melewati epitel dan oleh itu mempunyai fungsi perlindungan lokal dalam membentengi saluran pencernaan dan pernafasan.

2. Tonsil lidah : Merupakan struktur yang kurang menonjol pada tiap sisi lidah, di belakang papilla sirkumvalat. Kripta terhasil daripada epitel-epitel gepeng yang menyusup masuk ke dalam jaringan limfoid. Sel-sel dibersihkan dengan adanya duktus kelenjar mukosa yang bermuara ke dalam kripta. Semua ini memungkinkan tonsil lidah bebas dari sisa-sisa kotoran dan infeksi.

3. Tonsil faring (adenoid) : Merupakan massa jaringan limfoid yang sederhana, terdapat di bawah mukosa nasofaring. Walaupun terdapat di luar rongga mulut, adenoid melengkapi cincin jaringan limfoid yang memisahkan mulut dan hidung dari faring (Lehner, 1995).

2.2. TONSILITIS KRONIK 2.2.1. Definisi

Secara umum, tonsilitis kronik dapat didefinisikan sebagai infeksi atau peradangan pada tonsila palatina lebih dari 3 bulan. Kronik yang dimaksudkan adalah terjadinya perubahan histologi pada tonsil, dan terdapatnya jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang. Mikroabses pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi (Siswantoro, 2003).


(22)

2.2.2. Etiologi

Tonsilitis kronik dapat disebabkan oleh tonsilitis akut yang tidak diterapi, diobati dengan obat yang tidak adekuat, atau menyebarnya infeksi kronik seperti sinusitis dan rinitis. Higiene mulut yang jelek, iritasi kronik akibat rokok atau makanan, sistem imun tubuh yang rendah, dan pengaruh cuaca dapat menjadi faktor risiko terjadinya tonsilitis kronik. Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena anak sering menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : streptokokus alfa merupakan penyebab tersering dan diikuti stafilokokus aureus, streptokokus beta hemolitikus grup A, stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, pseudomonas aeruginosa,klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan tenggorok. (Farokah et al., 2007)

Produksi bahan-bahan oksidasi terjadi semasa proses inflamasi berlangsung. Antioksidan berperan dalam meneutralkan kerusakan yang berlaku akibat proses inflamasi. Oleh karena tonsilitis kronik merupakan proses peradangan yang kronik pada orofaring dan nasofaring, terdapat satu kemungkinan yang bermakna pada keseimbangan bahan oksidan dan antioksidan yang terlibat dalam proses dan tingkat keparahan penyakit ini. Walau bagaimanapun, patogenesis bagaimana bahan oksidan dan antioksidan ini dalam menyebabkan terjadinya tonsilitis kronik belum dapat difahami dengan sempurna

(Yılmaz et al., 2004). 2.2.3. Patofisiologi

Terdapat beberapa barier dalam rongga mulut yang dapat mencegah terjadinya penetrasi bakteri dari plak gigi ke jaringan :

1. Barier fisis pada permukaan epitel mukosa 2. Peptida pada epitel mukosa mulut


(23)

3. Barier elektrik dimana terdapat beda muatan pada dinding sel antara pejamu dan mikroba

4. Barier imunologik dari sel-sel pembentuk imunologi 5. Barier fagosit yang terdiri dari sistem retikuloendotelial

Penetrasi bakteri dapat dicegah dan dikurangi oleh sistem barier ini yang bekerjasama pada keadaan normal. Penurunan daya tahan tubuh secara sistemik atau gangguan mikrobial lokal, misalnya kebersihan mulut buruk, maka bakteri dan produknya yang merupakan faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan melakukan interaksi dengan sel-sel tertentu di rongga mulut. Tonsil yang bertindak sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan mengaktivasi sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada tonsil (Santoso et al., 2009).

Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi. Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang menurun (Siswantoro, 2003).

2.2.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tonsilitis ditandai oleh gejala-gejala di hidung, nyeri tenggorok, dan kemerahan yang menyeluruh pada tonsil. Umumnya disebabkan oleh virus. Tonsilitis streptokokus lebih jarang ditemukan dan biasanya ditandai dengan demam (Hull dan Johnston, 2008).


(24)

Tonsilitis kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun sistemik. Gejala yang bisa terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang akibat daripada gejala sistemik tonsilitis kronik. Gejala lokal pula termasuklah nyeri tenggorok atau merasa tidak enak di tenggorok, nyeri telan ringan kadang-kadang seperti benda asing (pancingan) di tenggorok. Pada tonsil yang mengalami infeksi kronik, akan terjadi fibrotasasi yaitu sebagian jaringan tonsil akan rusak dan digantikan oleh jaringan ikat. Tarikan-tarikan pada lobuli tonsil akan terjadi karena adanya fibrosis sehingga kripta akan melebar dan menyebabkan permukaan tonsil akan menjadi tidak rata dan berbenjol-benjol. Pembesaran kelenjar limfe subangulus dapat terjadi karena tonsil mempunyai saluran limfe eferen ke kelenjar tersebut dan menyebabkan infeksi kelenjar subangulus (Farokah et al., 2007).

Tonsilitis kronik akan menyebabkan sakit tenggorokan rekuren, atau persisten dan gangguan menelan atau pernafasan, walaupun yang terakhir disebabkan oleh kelenjar adenoid yang membesar. Tonsila akan memperlihatkan pelbagai darjat hipertrofi dan dapat bertemu di garis tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat, mungkin terdapat obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal (Delf dan Manning, 1996).

2.2.5. Pemeriksaan

Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan (Herawati dan Rukmini S, 2003). Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi. Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4. Cody& Thane (1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :


(25)

T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula

T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula

T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula

T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula atau lebih.

Fokal infeksi pada tonsil dapat diperiksa dengan melakukan beberapa tes. Dasar dari tes-tes ini adalah adanya kuman yang bersarang pada tonsil dan apabila tes dilakukan, terjadi transportasi bakteri, toksin bakteri, protein jaringan fokal, material lymphocyte yang rusak ke dalam aliran darah ataupun dengan perkataan lain akan terjadi bakterimia yang dapat menimbulkan kenaikan pada jumlah lekosit dan LED. Dalam keadaan normal jumlah lekosit darah berkisar antara 4000-10000/mm3 darah.Tes yang dapat dilakukan adalah seperti :

1. Tes masase tonsil : salah satu tonsil digosok-gosok selama kurang lebih 5 menit dengan kain kasa, jikalau 3 jam kemudian didapati kenaikan lekosit lebih dari 1200/mm3 atau kenaikan laju endap darah (LED) lebih dari 10 mm dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.

2. Penyinaran dengan UKG : tonsil mendapat UKG selama 10 menit dan 4 jam kemudian diperiksa jumlah lekosit dan LED. Jika terdapat kenaikan jumlah lekosit lebih dari 2000/mm3 atau kenaikan LED lebih dari 10 mm dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.

3. Tes hialuronidase : periksa terlebih dahulu jumlah lekosit, LED dan temperatur oral. Injeksikan hialuronidase ke dalam tonsil. Satu jam setelah diinjeksi, jika didapati kenaikan temperatur 0.3o C, kenaikan jumlah lekosit lebih dari 1000/mm3 serta kenaikan LED lebih dari 10 mm maka tes ini dianggap positif.


(26)

Terjadinya peningkatan lekosit karena lekosit terutama akan tertarik terhadap produk-produk yang dihasilkan kuman dan dilepaskan oleh jaringan yang cedera. Namun, bakterimia yang terjadi karena rangsang terhadap fokal infeksi biasanya bersifat sementara dengan demikian akan terjadi kenaikan jumlah lekosit dan LED yang bersifat sementara juga (Siswantoro, 2003).

2.2.6. Penatalaksanaan

Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pasa pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi (Amarudin dan Christanto, 2007).

Tonsilitis kronik merupakan salah satu penyakit otorinolaring yang paling sering dan tonsilektomi merupakan satu dari bermacam prosedur operasi yang dilakukan sebagai tatalaksana untuk pasien yang menderita penyakit tonsilitis kronik. Masih terdapat kontroversi tentang keefektifan tonsilektomi yang dilakukan pada pasien yang dewasa karena kurangnya bukti tentang hal tersebut. Penelitian banyak menunjukkan bahwa kaedah tonsilektomi sangat efektif dilakukan pada pasien anak-anak yang menderita tonsilitis berulang (Skevas et al., 2010).

Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik. Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid, klindamicin, atau injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang menggunakan penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh itu penggunaan antibiotik tambahan mungkin akan berguna (Desai et al., 2008).


(27)

2.2.7. Komplikasi

Tonsil dan adenoid yang sangat besar dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas sehingga menimbulkan apnea ketika tidur dan hipertensi pulmonal yang jarang terjadi. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien dengan tonsilitis kronik adalah scarlet fever, glomerulonefritis akut dan demam rematik tetapi jarang dijumpai (Hull dan Johnston, 2008).

Anak dengan tonsilitis kronik dapat terganggu fisiologisnya bahkan kadang sampai tidak sekolah karena sakit yang selanjutnya dapat mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas atas yang dapat mengakibatkan gangguan pada kondisi fisiologis dan psikologis sehingga proses belajar menjadi terganggu yang pada akhirnya mempengaruhi prestasi belajar. Ganong (1977) menyebutkan bahwa dalam keadaan hipoksia maka otak merupakan salah satu organ yang pertama terkena akibatnya. Hipoksia dapat menyebabkan mengantuk, gelisah, perasaan sakit yang samar-samar, sakit kepala, anoreksia, nausea, takikardi dan hipertensi pada hipoksia yang berat. (Farokah et al., 2007)

2.3. KEBERSIHAN MULUT 2.3.1. Definisi

Kebersihan mulut adalah kondisi atau perlakuan dalam menjaga jaringan dan struktur dalam rongga mulut tetap berada di tahap yang sehat. Rongga mulut telah diketahui dapat menjadi satu tempat yang efektif untuk patogen membiak. Kebersihan mulut yang jelek dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti tonsilitis, gingivitis, halitosis, xerostomia, pembentukan plak dan karies gigi. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara infeksi pada rongga toraks dengan kebersihan mulut yang jelek. Penjagaan kebersihan mulut adalah sangat penting dan perlu dijadikan sebagai satu rutin kebersihan secara general pada seseorang (Satku, 2004).

Penjagaan kebersihan mulut yang jelek dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mendapat penyakit pada mulut terutamanya akumulasi bakteri pada rongga mulut yang bisa menyebabkan tonsilitis. Hubungan antara kejadian


(28)

infeksi terutamanya infeksi bakteri group A β-hemolytic Streptococcus (GABHS) sehingga berlanjut ke komplikasi yang lebih parah telah lama diketahui. Satu penelitian mendapati adanya hubungan antara infeksi GABHS yang persisten dan penggunaan sikat gigi yang dicuci dengan cairan steril mendapati kultur GABHS adalah negatif dalam masa 3 hari, dan pada sikat gigi yang tidak dicuci dengan cairan steril, kultur GABHS adalah persisten hingga 15 hari (Desai et al., 2008).

2.3.2. Pembersihan Rongga Mulut Secara Mekanik

Kebersihan sisi-sisi mulut secara alami dipertahankan oleh kerja otot lidah, pipi dan bibir. Aktivitas ini banyak dibantu oleh saliva dengan penambahan lubrikasi pada pergerakan semasa berbicara, menghisap, menelan yang memungkinkan bakteria, leukosit, jaringan dan sisa-sisa makanan ke dalam perut, tempat di mana bakteria atau bahan-bahan yang dapat menyebabkan penyakit menjadi tidak aktif.

Kebiasaan meludah, secara fisiologik adalah efektif bagi individu dalam mempertahankan kebersihan mulut, tetapi berbahaya terhadap lingkungan karena dapat menyebarkan jasad renik yang infeksius. Aliran terus-menerus dari saliva tanpa stimulasi ataupun pada keadaan istirahat, menunjukkan rata-rata 19 ml/jam. Jumlah ini akan meningkat dengan rangsangan psikis, seperti pada saat memikirkan makanan. Walau bagaimanapun, terdapat perbedaan yang besar pada aliran saliva pada masing-masing individu semasa keadaan istirahat (0,5-111ml/jam). Pada suatu waktu penderita dengan demam dan dehidrasi sering mengalami infeksi sepanjang duktus kelenjar liur, yang disebabkan oleh penurunan aliran saliva dan seterusnya menyebabkan menurunnya tahap kebersihan mulut. Hal ini akan mengakibatkan stasis dan infeksi pada duktus, yang sering menyebabkan parotitis dan tonsilitis (Lehner, 1995).

Penggunaan sikat gigi merupakan lini pertama dalam pembersihan mulut kecuali pada pasien yang sering mengalami perdarahan, nyeri atau aspirasi. Rasional menggunakan sikat gigi karena sikat gigi sangat efektif untuk mengurangkan plak dan mengelakkan terjadinya infeksi pada mulut. Selain itu, sikat gigi juga berperan dengan lebih baik dalam membersihkan daerah yang


(29)

aproksimal dan celah-celah gigi serta lebih ekonomis. Sikat gigi yang bagus digunakan adalah sikat gigi yang mempunyai bulu yang lembut dan ujung yang kecil karena dapat menyingkirkan plak dengan efisien dan meminimalkan kejadian trauma pada gusi. Gigi harus disikat sekurang-kurangnya 2 kali sehari, sebaiknya selepas bangun dari tidur dan sebelum tidur.

Busa pembersih (foam swabs) pula kebanyakannya digunakan apabila penggunaan sikat gigi tidak direkomendasikan seperti pada orang-orang tua dan pasien yang sering mengalami pendarahan gusi. Rasionalnya adalah karena busa pembersih lebih lembut berbanding sikat gigi dan dapat mengurangkan terjadinya trauma pada rongga mulut. Pasien dengan jumlah platlet yang kurang lebih rentan terhadap terjadinya pendarahan gusi semasa menyikat gigi. Oleh itu, busa pembersih dapat digunakan sebagai pengganti sikat gigi untuk tetap menjaga kebersihan dan kesehatan mukosa pada rongga mulut serta mengurangkan terjadinya abrasi dan trauma pada rongga mulut. Busa pembersih juga dapat meningkatkan peredaran darah pada rongga mulut dan seterusnya meningkatkan produksi saliva yang bertindak secara alami dalam menjaga rongga mulut agar tetap bersih dan sehat. Walau bagaimanapun, perlu diingatkan bahwa penggunaan busa pembersih tidak boleh digunakan berlama-lama tanpa keperluan. Berbanding sikat gigi, busa pembersih menyingkirkan debris dan plak lebih sedikit pada gigi, terutama di area yang terlindung pada gigi dan jaringan gusi. Penggunaan yang berlama-lama boleh memperparah masalah gigi tersebut (Satku, 2004).

2.3.3. Tingkat Kebersihan Mulut

Secara klinis tingkat kebersihan mulut dinilai dalam suatu kriteria penilaian khusus yaitu Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion. Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak atau debris dan karang gigi kalkulus. Indeks debris yang dipakai adalah Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964) dengan kriteria sebagai berikut:


(30)

Tabel 2.3.3.1 Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1964)

NILAI KRITERIA DEBRIS LUNAK

0 tidak ada debris lunak

1 terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari1/3 permukaan gigi

2 terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Sumber : Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2001

Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Index (C.I.) Greene and Vermillion (1964) yaitu :

Tabel 2.3.3.2 Calculus Index (C.I.) Greene and Vermillion (1964)

NILAI KRITERIA KALKULUS SUPRAGINGIVA

0 tidak ada kalkulus

1 kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari ⅓ permukaan gigi 2 kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅓ permukaan gigi tetapi

tidak lebih dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus subgingival berupa bercak hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya

3 kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya

Sumber : Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2001


(31)

Kriteria debris lunak dan kalkulus supragingiva diperiksa pada 1 buah gigi di setiap 6 segmen tertentu yaitu bukal kiri, labial dan bukal kanan untuk rahang atas dan rahang bawah. Jadi, jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah. Untuk mengetahui indeks debris lunak, nilai kriteria debris lunak yang didapat pada setiap segmen dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah segmen yaitu 6. Pengiraan yang sama dilakukan untuk mengetahui indeks kalkulus supragingiva. Indeks kebersihan mulut diperoleh dengan menjumlahkan nilai indeks debris dan indeks kalkulus (Raharjanto, 2006).

2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kebersihan Mulut

Kesehatan mulut tergantung pada keutuhan mukosa yang merupakan kesatuan sejumlah struktur anatomi berkaitan dengan kesinambungan kulit bibir pada pertemuan mukokutaneus dengan faring ataupun laring melalui orofaring. Terdapat faktor lain yang berperan dalam mempertahankan kesehatan mulut supaya tetap berada di tahap yang sehat yaitu aliran saliva, cairan saku gingival, dan sistem pertahanan humoral dan selular (Lehner, 1995).

Pada bidang kesehatan gigi, kebersihan mulut mempunyai peranan penting, karena kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit baik lokal maupun sistemik. Tingkat kebersihan mulut yang telah dijelaskan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pola makan, kebiasaan menggosok gigi secara benar dan teratur, susunan gigi geligi dan komposisi dan sekresi saliva (Beck, 2002).


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

Yang menjadi kerangka konsep pada penelitian dengan judul “Perbedaan Tingkat Kebersihan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis Kronik di Kalangan Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922” dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

Infeksi

- Usia

- Jenis kelamin - Status ekonomi - Status gizi

- Riwayat perawatan gigi

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

3.2.1. Kebersihan mulut adalah kondisi atau perlakuan dalam menjaga jaringan dan struktur dalam rongga mulut tetap berada di tahap yang sehat yang dilihat berdasarkan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) Greene and Vermillion (1964).

a) Cara ukur: Melakukan pemeriksaan debris dan kalkulus pada responden sesuai daftar pemeriksaan dengan bantuan dokter pendamping

Kebersihan Mulut

Kejadian Tonsilitis Kronik

di Kalangan Anak-anak Sekolah Dasar


(33)

b) Hasil ukur:

3.2.2. Usia adalah karakteristik usia yang dikaji berdasarkan golongan usia anak-anak di sekolah dasar yaitu 5 – 12 tahun.

3.2.3. Jenis kelamin adalah anak-anak laki-laki dan perempuan.

3.2.4. Status ekonomi adalah kemampuan suatu keluarga untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan kebutuhan lain yang menunjang dalam hidup bermasyarakat.

a) Cara ukur: Menanyakan pada responden jumlah gaji orang tua dan dibagikan kepada status ekonomi tinggi, sedang dan rendah berdasarkan Upah Minimal Regional Kota Medan 2011.

b) Hasil ukur :

3.2.5. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi anak dilihat pada tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2004.

HASIL JUMLAH INDEKS DEBRIS DAN

INDEKS KALKULUS

Baik 0,0 – 1,2

Sedang 1,3 – 3,0

Jelek 3,1 – 6,0

STATUS EKONOMI JUMLAH GAJI ORANG TUA

Tinggi >Rp2.000.000,00

Sedang Rp1.000.000,00 - Rp2.000.000,00 Rendah < Rp1.000.000,00


(34)

a) Cara ukur: Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan responden kemudian dilakukan pengiraan Indeks Massa Tubuh bagi setiap responden. Status gizi responden diinterpretasikan sesuai dengan tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2000.

b) Hasil ukur:

3.2.6. Riwayat perawatan gigi adalah upaya yang dilakukan agar gigi tetap sehat dan dapat menjalankan fungsinya. Riwayat perawatan gigi dilihat berdasarkan Indeks DMF-T (DMF-Teeth) yang menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang. Indeks DMF-T (DMF-Teeth) diguna pakai untuk menilai tahap kesehatan gigi anak dan dewasa. Yang dimaksudkan dengan DMF-T adalah:

- Decay :Jumlah gigi karies yang tidak ditambal / yang masih dapat ditambal.

- Missing : Jumlah gigi yang indikasi untuk dicabut / gigi yang telah hilang karena karies.

- Filling : Jumlah gigi yang telah ditambal dan masih baik.

a) Cara ukur: Menghitung indeks DMF-T pada responden yaitu dengan menggunakan rumus DMF-T : D + M + F.

b) Hasil ukur:

HASIL SKOR

Baik ≤ 3

Kurang baik >3

STATUS GIZI INTERPRETASI PADA TABEL

Kurang < 5th percentile Normal 5th – 85th percentile


(35)

3.2.7. Tonsilitis kronik adalah infeksi atau peradangan pada tonsila palatine lebih dari 3 bulan.

a) Cara ukur: Menilai adanya tanda-tanda tonsilitis kronik pada tonsil seperti kripta yang melebar, derajat hipertrofi tonsil, pembentukan fibrotasi dan ada atau tidaknya dendritus.

b) Hasil ukur: YA atau TIDAK

3.3. SKALA PENGUKURAN 3.3.1. Skala nominal

Tingkatan skala yang paling lemah. Skala ini mengklasifikasikan obyek pengamatan kepada beberapa kelompok dan obyek tersebut hanya masuk ke salah satu kelompok saja. Pada penelitian ini, yang termasuk dalam skala nominal adalah jenis kelamin.

3.3.2. Skala ordinal

Skala ini membagi obyek penelitian menjadi kelompok yang ada hubungan (ranking) tetapi tidak tumpang tundik. Perkaitan antara kelompok dapat dinyatakan dengan baik, cukup, dan kurang atau rendah, menengah, dan tinggi. Skala ordinal yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebersihan mulut, usia, tingkat kelas, status ekonomi, status gizi dan riwayat perawatan gigi .

3.4. HIPOTESA

Terdapat 2 hipotesis yang dapat diperoleh:

1. Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak

2. Ha = Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak


(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. JENIS PENELITIAN

Penilitian ini adalah penelitian analitik yang telah dilakukan dengan pendekatan pada desain cross sectional study, dimana akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan pemeriksaan dan survei terhadap anak-anak yang menderita dan tidak menderita tonsilitis kronik.

4.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 4.2.1. Lokasi

Penelitian ini telah dijalankan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922. 4.2.2. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September hingga November 2011.

4.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah semua populasi siswa yang menderita dan tidak menderita tonsilitis kronik di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922. Sampel diambil dengan cara total sampling dan mengikut keterbatasan waktu penelitian.

4.4. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan sesuai daftar pemeriksaan yang telah dikonsultasi kepada dokter spesialis THT di RSUP H. Adam Malik, Medan. Kemudian dilakukan pemeriksaan tonsil terhadap


(37)

sampel-sampel penelitian. Responden juga perlu mengisi data berdasarkan daftar pemeriksaan. Seterusnya, dilakukan pencatatan sesuai penelitian.

4.5. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis agar memberikan arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan bantuan program komputer yaitu Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) Version 17.0 for Windows.


(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 yang terletak di Jalan Kemuning, Medan 20155. Sekolah ini merupakan salah sebuah sekolah yang berlokasi di Kecamatan Medan Sunggal, Kelurahan Tanjung Rejo. Sekolah ini diselenggarakan oleh pemerintah dengan status Sekolah Negeri dibawah selenggaraan DIKNAS. Selain itu, sekolah ini terletak bersebelahan dengan sebuah sekolah negeri yang lain yaitu Sekolah Dasar (SD) Negeri 068083. Kedua-dua sekolah ini terletak di dalam suatu kawasan yang sama.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling dimana populasi sampel ini terdiri dari anak-anak siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan dari kelas I sehingga kelas VI dengan jumlah total 425 orang. Dari total sampel 425 orang, sebanyak 205 orang telah diekslusikan. Hal ini karena 107 orang tidak menyerahkan kembali lembar pemeriksaan, 58 orang tidak mengisi lembar pemeriksaan dengan lengkap dan 40 orang tidak diberikan izin oleh orang tua mereka sehingga jumlah responden yang dapat dievaluasi adalah sebanyak 220 orang.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan penelitian ini dijalankan adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922, Medan. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka diperlukan kelompok responden yang tidak menderita tonsilitis kronik sebagai kelompok kontrol, dan kelompok responden yang menderita tonsilitis kronik bertindak sebagai kelompok penelitian.


(39)

Semua responden yang terdiri dari penderita dan bukan penderita tonsilitis kronik dilakukan pemeriksaan dan diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya. Berikut adalah tabel-tabel yang mendiskripsikan karakteristik responden dalam penelitian ini:

5.1.2.1. Jenis Kelamin Responden

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

1 Laki-laki 97 44.1

2 Perempuan 123 55.9

Jumlah 220 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki adalah 97 orang (44.1%) dan jumlah responden dari jenis kelamin perempuan adalah lebih tinggi dari responden laki-laki yaitu 123 orang (55.9%).

5.1.2.2. Kelompok Umur Responden

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

1 5-7 tahun 79 35.9

2 3

8-11 tahun 12-15 tahun

121 20

55.0 9.1


(40)

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun adalah 79 orang (35.9%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11 tahun adalah yang paling tinggi yaitu 121 orang (55.0%) dan jumlah responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun adalah paling rendah dengan jumlah 20 orang (9.1%).

5.1.2.3. Status Ekonomi Responden

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Ekonomi No. Status Ekonomi Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

1 Tinggi 23 10.5

2 3

Sedang Rendah

62 135

28.2 61.4

Jumlah 220 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dari status ekonomi tinggi adalah yang paling rendah yaitu 23 orang (10.5%). Jumlah responden dari status ekonomi sedang adalah 62 orang (28.2%) dan jumlah responden dari status ekonomi rendah adalah yang paling tinggi yaitu 135 orang (61.4%).


(41)

5.1.2.4. Status Gizi Responden

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi

No. Status Gizi Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

1 Baik 127 57.7

2 3 Lebih Kurang 9 84 4.1 38.2

Jumlah 220 100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dengan status gizi yang baik adalah paling tinggi dengan jumlah 127 orang (57.7%). Jumlah responden dengan status gizi yang lebih adalah yang paling rendah dengan jumlah 9 orang (4.1%) dan jumlah responden dengan status gizi yang jelek adalah 84 orang (38.2%).

5.1.2.5. Riwayat Perawatan Gigi Responden

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi

No. Riwayat

Perawatan Gigi

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

1 Baik 81 36.8

2 Jelek 139 63.2

Jumlah 220 100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik adalah 81 orang (36.8%) dan jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek adalah lebih rendah yaitu 139 orang (63.2%).


(42)

5.1.2.6. Tingkat Kebersihan Mulut Responden

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kebersihan Mulut No. Tingkat Kebersihan

Mulut

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

1 Baik 52 23.6

2 3 Sedang Jelek 122 46 55.5 20.9

Jumlah 220 100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dengan kebersihan mulut yang baik adalah 52 orang (23.6%). Jumlah responden dengan kebersihan mulut yang sedang adalah yang paling tinggi yaitu 122 orang (55.5%) dan jumlah responden dengan kebersihan mulut yang jelek adalah 46 orang (20.9%).

5.1.2.7. Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Responden

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Dengan dan Tanpa Tonsilitis Kronik No. Tonsilitis kronik Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

1 Ada 85 38.6

2 Tidak ada 135 61.4

Jumlah 220 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden yang menderita tonsilitis kronik adalah 85 orang (38.6%) dan jumlah responden yang tidak menderita tonsilitis kronik adalah lebih tinggi daripada yang menderita tonsilitis kronik yaitu 135 orang (61.4%).


(43)

5.1.2.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut Berdasarkan Kelompok Umur

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut Berdasarkan Kelompok Umur

Baik Sedang Jelek

Kelompok umur Frekuensi (orang) Persentase (%) Frekuensi (orang) Persentase (%) Frekuensi (orang) Persentase (%)

5-7 tahun 15 28.8 48 39.3 16 34.8

8-11 tahun 34 65.4 63 51.6 24 52.2

12-15 tahun 3 5.8 11 9.0 6 13.0

Jumlah 52 100 122 100 46 100

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 15 orang (28.8%). Untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang sedang adalah 48 orang (39.3%) dan jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 16 orang (34.8%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11 tahun yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 34 orang (65.4%). Untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang sedang adalah 63 orang (51.6%) dan jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 6 orang (13.0%). Jumlah responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 3 orang (5.8%). Untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang sedang adalah 11 orang (9.0%) dan jumlah responden yang mempunyai tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 6 orang (13.0%).


(44)

5.1.2.9. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Tonsilitis Kronik

Ada Tiada

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Laki-laki 50 58.8 47 34.8

Perempuan 35 41.2 88 65.2

Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden laki-laki yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 50 orang (58.8%) dan jumlah responden dari jenis kelamin laki-laki yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 47 orang (34.8%). Jumlah responden perempuan yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 35 orang (41.2%) dan jumlah responden dari jenis kelamin perempuan yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 88 orang (65.2%).


(45)

5.1.2.10. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Kelompok Umur

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Kelompok Umur

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dari kelompok umur 1 yaitu dari usia 5 hingga 7 tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 20 orang (23.5%). Untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang (43.7%). Jumlah responden dari kelompok umur 2 yaitu dari usia 8 hingga 11 tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 59 orang (69.4%). Untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 62 orang (45.9%). Jumlah responden dari kelompok umur 3 yaitu dari usia 12 hingga 15 tahun yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 6 orang (7.1%) dan untuk kelompok usia yang sama, jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik adalah 14 orang (10.4%)

Kelompok umur

Tonsilitis Kronik

Ada Tiada

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

5-7 tahun 20 23.5 59 43.7

8-11 tahun 59 69.4 62 45.9

12-15 tahun 6 7.1 14 10.4


(46)

5.1.2.11. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status Ekonomi

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status Ekonomi

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dari status ekonomi tinggi yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang (10.6%) dan 14 orang (10.4%) dari status ekonomi tinggi tidak mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari status ekonomi sedang yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang (22.4%) dan 43 orang (31.9%) dari status ekonomi sedang tidak mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dari status ekonomi rendah yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 57 orang (67.1%)dan 78 orang (57.8%) dari status ekonomi rendah tidak mempunyai tonsilitis kronik.

Status Ekonomi

Tonsilitis Kronik

Ada Tiada

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Tinggi 9 10.6 14 10.4

Sedang 19 22.4 43 31.9

Kurang 57 67.1 78 57.8


(47)

5.1.2.12. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status Gizi

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Status Gizi

Status Gizi

Tonsilitis Kronik

Ada Tiada

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Baik 46 54.1 81 60.0

Lebih 3 3.5 6 4.4

Kurang 36 42.4 48 35.6

Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dengan status gizi baik yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 46 orang (54.1%) dan 81 orang (60.0%) tidak mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dengan status gizi lebih yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 3 orang (3.5%) dan 6 orang (4.4%) tidak mempunyai tonsilitis kronik. Jumlah responden dengan status gizi kurang yang mempunyai tonsilitis kronik adalah 36 orang (42.4%) dan 48 orang (35.6%) mempunyai tonsilitis kronik.


(48)

5.1.2.13. Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Kejadian Tonsilitis Kronik Berdasarkan Riwayat Perawatan Gigi

Tonsilitis Kronik

Ada Tiada

Riwayat Perawatan

Gigi

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Baik 19 22.4 62 45.9

Jelek 66 77.6 73 54.1

Jumlah 85 100 135 100

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari 220 orang yang menjadi responden, jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang baik dan mempunyai tonsilitis kronik adalah 19 orang (22.4%) dan 62 orang (45.9%) tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan riwayat perawatan gigi yang baik. Jumlah responden dengan riwayat perawatan gigi yang jelek dan mempunyai tonsilitis kronik adalah 66 orang (77.6%) dan 73 orang (54.1%) tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan riwayat perawatan gigi yang jelek.


(49)

5.1.3. Hasil Analisa Data

Untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 digunakan uji chi-square. Hasil uji tabulasi silang antara kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis kronik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5.14 Hasil Uji Tabulasi Silang Tingkat Kebersihan Mulut dan Kejadian Tonsilitis Kronik

Kebersihan Mulut Responden

Jumlah Baik Sedang Jelek

Kejadian Tonsilitis Pada Responden

Ada 9 50 26 85

(17.3%) (41.0%) (56.5%) (38.6%)

Tidak ada 43 72 20 135

(82.7%) (59.0%) (43.5%) (61.4%)

Jumlah 52 122 46 220

(100.0%) (100.0%) (100.0%) (100.0%)

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan tingkat kebersihan mulut yang baik dan mempunyai tonsilitis kronik adalah 9 orang (17.3%) dan jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan tingkat kebersihan mulut yang baik adalah 43 orang (82.7%). Jumlah responden dengan tingkat kebersihan mulut yang sedang dan mempunyai tonsilitis kronik adalah 50 orang (41.0%) dan jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan tingkat kebersihan mulut yang sedang adalah 72 orang (59.0%). Jumlah responden dengan tingkat kebersihan mulut yang jelek dan mempunyai tonsilitis kronik adalah 26 orang (56.5%) dan jumlah responden yang tidak mempunyai tonsilitis kronik dengan tingkat kebersihan mulut yang jelek adalah 20 orang (43.5%).


(50)

Di dalam penelitian ini, telah ditetapkan dua hipotesis:

- Ho = Tidak ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak

- Ha = Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak

Menguji hipotesis:

Dalam penelitian ini, uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Uji Chi Square menyatakan bahwa:

Ho ditolak dan Ha diterima apabila nilai p (probabilitas) yang dihitung <

nilai α yang telah ditentukan. Nilai α adalah nilai kemaknaan dalam penelitian ini yang telah ditetapkan sebelumnya dengan nilai α = 5%

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 16.468a 2 .000

Likelihood Ratio 17.482 2 .000

Linear-by-Linear Association

16.016 1 .000

N of Valid Cases 220

Berdasarkan hasil tes dalam penelitian ini, nilai p < 0.001 dan hubungan nilai p

dan nilai α adalah p < α  Ho ditolak.

Kesimpulan : Ada perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922


(51)

5.2. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922. Penelitian dilakukan secara deskriptif-retrospektif dan mendapatkan data responden secara langsung dari pemeriksaan yang telah dilakukan.

1. Penelitian menunjukkan responden dari status ekonomi rendah adalah paling banyak yaitu 135 orang berbanding responden dari status ekonomi sedang dan status ekonomi tinggi yaitu masing-masing 62 orang (28.2%) dan 23 orang (10.5%). Menurut pendapat peneliti, hal ini disebabkan lokasi sekolah yang terletak di kawasan perumahan yang mayoritasnya adalah penduduk dengan status ekonomi rendah dan ini menyebabkan sekolah ini menjadi pilihan orangtua karena biaya sekolah yang tidak mahal.

2. Penelitian ini menunjukkan responden dari kelompok umur 2 yaitu dari umur 8 hingga 11 tahun mempunyai tingkat kebersihan mulut yang baik, sedang dan jelek yang paling tinggi yaitu masing-masing 34 orang (65.4%), 63 orang (51.6%) dan 24 orang (52.2%). Menurut pendapat peneliti, hal ini wajar karena responden dari kelompok umur 2 merupakan responden yang paling banyak yaitu 121 orang jika dibandingkan dengan responden dari kelompok 1 yang hanya berjumlah 79 orang dan kelompok umur 3 yang berjumlah 20 orang.

3. Data menunjukkan kelompok umur yang paling tinggi menderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 2 yaitu sebanyak 59 orang (69.4%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Kota Semarang tentang hubungan tonsilitis kronik dengan prestasi belajar siswa (Farokah et al., 2007). Menurut pendapat peneliti, hal ini dikarenakan usia 8 tahun dan ke atas merupakan usia dimana anak-anak sudah terpapar dengan berbagai zat dan faktor


(52)

risiko seperti makanan atau lingkungan yang dapat mempengaruhi fungsi tonsil sebagai sistem pertahanan tubuh sehingga tonsil lebih rentan terhadap infeksi.

4. Penelitian juga menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih banyak menderita tonsilitis kronik yaitu sebanyak 50 orang (58.8%) berbanding responden perempuan yaitu sebanyak 35 orang (41.2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Kota Semarang yang mendapatkan siswa laki-laki lebih ramai menderita tonsilitis kronik dibandingkan dengan siswa perempuan (Farokah et al., 2007).

5. Data menunjukkan bahwa responden dari status ekonomi rendah paling banyak menderita tonsilitis kronik yaitu sebanyak 57 orang (67.1%) berbanding responden dari status ekonomi sedang dan tinggi yaitu masing-masing 19 orang (22.4%) dari status ekonomi sedang dan 9 orang (10.6%) dari status ekonomi tinggi. Pada pendapat peneliti, hal ini dimungkinkan karena pada anak-anak dari keluarga dengan status ekonomi yang rendah kurang memperhatikan kebersihan mulut.

6. Dari total sampel sebanyak 425 orang, sebanyak 205 orang telah diekslusikan. Hal ini karena sebanyak 107 orang tidak menyerahkan kembali formulir pemeriksaan, 58 orang tidak mengisi borang dengan lengkap dan 40 orang tidak diberikan izin oleh orang tua mereka sehingga jumlah responden yang dapat dievaluasi adalah sebanyak 220 orang. Menurut pendapat peneliti, jumlah responden yang dieksklusikan agak besar dan ini mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian. Ini karena penelitian ini bersifat Total Sampling dimana kesemua siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 seharusnya dilakukan pemeriksaan supaya dapat mewakili besar sampel yang telah ditentukan sehingga diperlukan perbaikan dalam menentukan jumlah siswa jika ada dilakukan penelitian yang seterusnya.


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

6.1.1. Kelompok umur responden yang paling banyak adalah kelompok umur 2 yaitu siswa yang berumur 8 hingga 11 tahun berbanding kelompok umur 1 dan 3 yaitu siswa dari umur 5 hingga 7 tahun bagi kelompok 1 dan siswa dari umur 12 hingga 15 tahun bagi kelompok 3.

6.1.2. Jenis kelamin yang paling banyak menderita tonsilitis kronik pada siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 adalah siswa lelaki berbanding siswa perempuan.

6.1.3. Kelompok umur yang paling ramai menderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 2 yaitu siswa yang berumur 8 hingga 11 tahun berbanding kelompok umur 1 yaitu siswa dari umur 5 hingga 7 tahun dan kelompok umur 3 siswa dari umur 12 hingga 15 tahun.

6.1.4. Siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922 dari status ekonomi rendah paling banyak menderita tonsilitis kronik berbanding siswa dari status ekonomi sedang dan tinggi.

6.1.5. Hasil penelitian ini diuji dengan menggunakan uji chi-square dengan

menggunakan nilai pembatasan (α = 0.05). Dari uji ini menunjukkan ada

perbedaan tingkat kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis kronik di kalangan anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.


(54)

6.2. SARAN

6.2.1. Semua instansi kesehatan dan institusi pendidikan diharapkan agar lebih sering melakukan upaya promotif agar masyarakat terutama usia persekolahan dapat mengetahui kaidah menjaga kebersihan mulut mereka supaya dapat mengurangi risiko terjadi tonsilitis kronik.

6.2.2. Semua orangtua dan penjaga diharapkan agar sentiasa menjaga kesehatan anak-anak mereka terutama kesehatan mulut supaya dapat mengurangi risiko terjadi tonsilitis kronik dengan mencegah faktor-faktor risiko tonsilitis kronik.

6.2.3. Semua responden dan pembaca diingatkan agar sentiasa menjaga kesehatan dan kebersihan mulut supaya dapat mengurangi risiko terjadi tonsilitis kronik dengan mencegah faktor-faktor risiko tonsilitis kronik.

6.2.4. Semua peneliti yang lain diharapkan agar dapat meneruskan penelitian ini dengan memperbanyak jumlah responden yang meliputi usia persekolahan dan usia dewasa. Peneliti lain juga dapat menambah variabel-variabel lain seperti kelainan anatomis pada rongga mulut dan tonsil, akibat lahir premature, penyakit dan penggunaan obat-obat tertentu, dan lain-lain.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Amarudin T., Christanto A., 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Dalam: Riyanto W.B., 2007. Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta. 34 (2)

Beck J.D., Arbes J.J., 2002. Epidemiology of Gingival and Periodontal Disease. In: Newman M.G., Takei H.H., Carranza F.A., (eds). Cilinical Periodontology, 9th ed, London, Toronto. WB Saunders Co, Philadelphia, 73 – 92

Cody D., Thane R., Kem E.B., Pearson B.W., 1993. Penyakit hidung, telinga dan tenggorok. Editor : Petrus Andrianto. Jakarta. EGC.

Delf M. H, Manning R. T, 1996. Sejarah Ilmu Penyakit Anak dan Penilaian Fisik. Dalam: Dharma A., (ed). Major Diagnosis Fisik, Edisi 9, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 564 – 600

Desai S., Scannapieco F.A., Lepore M., Anolik R., Glick M., 2008. Disease of the Respiratory Tract. In: Greenberg M.S., Glick M., Ship J.A., (eds). Burket’s Oral Medicine. Hamilton, Ontario. Petrice Custance, 305 - 306.

Farokah, Suprihati, Suyitno S., 2007. Hubungan Tonsilitis Kronis dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam: Riyanto W.B., 2007. Cermin Dunia Kedokteran No. 155 (THT), Jakarta. 34 (2)

Herawati S., Rukmini S., 2003. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Dalam: drg. Lilian Juwono, 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta. EGC.


(56)

Hull D., Johnston I.D., 2008. Jalan Nafas dan Paru-paru. Dasar-dasar Pediatri (Essential Paediatrics), Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 117 – 118

Krawczyk D., Pels E,, Prucia G., Kosek K., Hoehne D., 2006. Students’ Knowledge of Oral Hygiene VS Its Use in Practise. In: Advances in Medical Sciences. Medical University of Lublin, Poland. Vol. 51.

Lehner T., 1995. Organisasi Jaringan Limfoid Mulut. Imunologi Pada Penyakit Mulut, Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1

Raharjanto Wildam S.R., 2006. Pengaruh Kebersihan Mulut Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Kurang Bulan. Artikel Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Santoso O., Aditya W., Retnoningrum D., 2009. Hubungan Kebersihan Mulut dan Gingivitis Ibu Hamil Terhadap Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Kurang Bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Jejaringnya. Artikel Penelitian. Media Medika Indonesiana. 43 (6).

Satku K., 2004. Ministry of Health, Singapore Nursing Management of Oral Hygiene : Guidelines and Recommendations. MOH Nursing Clinical Practice Guidelines 1/2004, Singapore, 14 – 24

Sherwood L., 2001. Pertahanan Tubuh, Leukosit Sebagai Sel-sel Efektor Pada Sistem Pertahanan Tubuh. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 368-369


(57)

Siswantoro B., 2003. Pengaruh Tonsilektomi Terhadap Kejadian Bakterimia Pasca Operasi. Artikel Penelitian Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/SMF Kesehatan THT-KL RS Dr. Kariadi, Semarang.

Skevas T., Klingmann C., Sertel S., et al, 2010. Measuring Quality of Life in Adult Patients with Chronic Tonsillitis. The Open Otorhinolaryngology Journal. University of Heidelberg, Germany. Vol. 4 : 34-46

Yılmaz T., Koçan E.G., Besler H.T., 2004. The Role of Oxidants and

Antioxidants in Chronic Tonsillitis and Adenoid Hypertrophy in Children. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine, Hacettepe University, Hacettepe Ankara, Turkey. Vol. 68 : 1053-1058


(58)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : Siti Noor Edayu binti Endut

TEMPAT / TANGGAL LAHIR : Malaysia / 12 Oktober 1989 AGAMA : Islam

ALAMAT : Jl. Perjuangan Kompleks Griya Setiabudi No. D4 Medan RIWAYAT PENDIDIKAN : 1. TABIKA Kg. Kebor Besar Terengganu

2. Sek Keb. Seri Bandi Terengganu 3. MRSM Kuala Lipis Pahang 4. Kolej Sentral Pahang

RIWAYAT ORGANISASI : 1. Secretary M.E.T-PMUSU 2. Panitia Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia USU 2009 & 2010

3. Panitia Program Sunatan 2009 & 2010


(59)

FORMULIR PERSETUJUAN (Informed Consent)

Saya Siti Noor Edayu binti Endut adalah mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis kronik pada anak-anak di

Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922.

Bagi mendukung penelitian ini, saya akan melakukan pemeriksaan berpandukan daftar pemeriksaan seperti yang terlampir untuk mendapatkan data-data yang saya

butuhkan untuk melengkapkan analisis. Oleh karena itu, saya berharap responden bersedia untuk dilakukan pemeriksaan yang diperlukan.

Setiap data yang ada di kuesioner ini tidak akan disebarluaskan. Data-data tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian.

SURAT PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN:

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat Lengkap : Hubungan dengan siswa :

Data siswa yang berkaitan: Nama :

Umur : Jenis kelamin :

Setelah mendapat keterangan secukupnya dan mengerti manfaat penelitian tersebut dibawah ini yang berjudul “Hubungan Kebersihan Mulut dan Kejadian


(60)

Dengan sukarela menyetujui siswa yang berkaitan diikutsertakan dalam penelitian di atas, dengan catatan bila sewaktu-waktu merasa dirugikan dalam bentuk

apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Mengetahui, Medan, 2011

Penangungjawab penelitian, Yang menyetujui,

(SITI NOOR EDAYU BT ENDUT) (………..……….) NIM: 080100277

Fakultas Kedokteran,

Universitas Sumatera Utara, 2011.

LAMPIRAN 3


(61)

Hubungan Kebersihan Mulut dan Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922

No. Responden : ______

Nama : _______________________________________________ Alamat : _______________________________________________ ________________________________________________

Usia : _______ tahun Kelas SD : _____

Berat badan : _______ kg Tinggi badan : _____ cm Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

1. Tonsilitis kronik : Adanya tanda-tanda tonsilitis kronik

o YA o TIDAK

2. Kebersihan mulut : Tahap penjagaan mulut oleh anak dilihat berdasarkan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) Greene and Vermillion (1964).

o Baik (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah 0,0 – 1,2)

o Sedang (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah 1,3 – 3,0)

o Jelek (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah 3,1 – 6,0 )


(62)

3. Status ekonomi : Sosial ekonomi anak dilihat berdasarkan jumlah gaji kedua orang tua

o Sosial ekonomi tinggi (apabila jumlah gaji orang tua > Rp2.000.000,00) o Sosial ekonomi sedang (apabila jumlah gaji orang tua adalah

Rp1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00)

o Sosial ekonomi rendah (apabila jumlah gaji orang tua adalah <Rp1.000.000,00)

4. Status gizi : Status gizi anak dilihat berdasarkan tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak

o Gizi kurang (apabila interpretasi pada tabel < 5th percentile) o Gizi normal (apabila interpretasi pada tabel 5th – 85th percentile)

o Gizi lebih (apabila interpretasi pada tabel > 85th percentile)

5. Riwayat perawatan gigi : Riwayat perawatan gigi dilihat berdasarkan Indeks DMF-T (DMF-Teeth)

o Baik (apabila jumlah D + M + F ≤ 3) o Kurang baik (apabila jumlah D + M + F >3 )


(63)

LAMPIRAN 4

TABEL INDEKS MASSA TUBUH – UMUR (CDC 2000)


(64)

(65)

LAMPIRAN 5


(66)

LAMPIRAN 6


(1)

Hubungan Kebersihan Mulut dan Kejadian Tonsilitis Kronik Pada Anak-anak di Sekolah Dasar (SD) Negeri 060922

No. Responden : ______

Nama : _______________________________________________ Alamat : _______________________________________________ ________________________________________________

Usia : _______ tahun Kelas SD : _____

Berat badan : _______ kg Tinggi badan : _____ cm Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

1. Tonsilitis kronik : Adanya tanda-tanda tonsilitis kronik o YA

o TIDAK

2. Kebersihan mulut : Tahap penjagaan mulut oleh anak dilihat berdasarkan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) Greene and Vermillion (1964).

o Baik (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah 0,0 – 1,2)

o Sedang (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah 1,3 – 3,0)

o Jelek (apabila jumlah indeks debris dan indeks kalkulus adalah 3,1 – 6,0 )


(2)

o Sosial ekonomi tinggi (apabila jumlah gaji orang tua > Rp2.000.000,00) o Sosial ekonomi sedang (apabila jumlah gaji orang tua adalah

Rp1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00)

o Sosial ekonomi rendah (apabila jumlah gaji orang tua adalah <Rp1.000.000,00)

4. Status gizi : Status gizi anak dilihat berdasarkan tabel Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) berdasarkan umur anak

o Gizi kurang (apabila interpretasi pada tabel < 5th percentile) o Gizi normal (apabila interpretasi pada tabel 5th – 85th percentile)

o Gizi lebih (apabila interpretasi pada tabel > 85th percentile)

5. Riwayat perawatan gigi : Riwayat perawatan gigi dilihat berdasarkan Indeks DMF-T (DMF-Teeth)

o Baik (apabila jumlah D + M + F ≤ 3) o Kurang baik (apabila jumlah D + M + F >3 )


(3)

LAMPIRAN 4

TABEL INDEKS MASSA TUBUH – UMUR (CDC 2000)

TABEL


(4)

TABEL


(5)

LAMPIRAN 5

Ethical clearance


(6)

Surat sekolah