Latar Belakang Masalah Kajian Yuridis Tentang Konsep Diversi dan Restroactive Justice Pada Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Batam

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak sebagai tunas bangsa dalam membangun Indonesia sangatlah penting tidak saja bagi bangsa dan negara melainkan bagi masa depan anak itu sendiri. Dalam undang-undang dasar mengatur jelas hak-hak anak yang salah satunya adalah berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ps 28B Amandemen Undang-Undang Dasar ke II, 18 Agustus 2000 dengan kata lain undang-undang menjamin dalam memberikan kebebasan anak dalam mengeluarkan gagasan atau kreativitas anak. Banyak yang kita jumpai potensi-potensi anak yang sangat luar biasa, lebih lagi apabila anak berada dibawah bimbingan belajar baik oleh orangtua maupun bimbingan ekstrakulikuler. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai moral terhadap Bangsa. Anak dalam arus globalisasi patutlah harus diperhatikan, memang tidak harus berpandangan extrim terhadap globalisasi namun jiwa anak yang masih labil belum mengerti yang mana yang patut dilakukan atau dicontoh menjadikan orangtua tidak begitu saja melepaskan pergaulan anak dengan teman-temanya. Lebih lagi, bahwa anak, akan cepat meniru apa yang dilihatnya tanpa mengetahui akibat dari setiap pilihan tindakan. Universitas Sumatera Utara Tingginya tingkat kejahatan tidak saja dilakukan pada orang dewasa melainkan pula anak-anak pada usia muda sehingga merisaukan orangtua bagaimana membimbing anak-anaknya agar jangan sampai melakukan tindak pidana. Pengertian anak dapat ditinjau dari berbagai aspek kejiwaan. keijiwaan tampaknya ada pengklasifikasikan yang agak rinci, yaitu anak remaja dini, remaja penuh dewasa muda dan akhirnya dewasa. Perilaku delinkuesi anak, yang merupakan terjemahan dari istilah juvenile delinkuensi adalah perilaku anak yang melanggar hukum yang apabila dilakukan oleh orang dewasa termasuk katagori kejahatan, dalam hal ini termasuk perilaku pelanggaran anak terhadap ketentuan perundang-undangan yang khusus diperuntukan bagi mereka. Namun apakah sistem penjatuhan pidana dapat kita samakan dalam penjatuhan pidana bagi orang dewasa. Dalam teori hukum pidana dikenal dalil Ultimum Remedium atau disebut sebagai sarana terakhir yaitu sebagai sarana perbaikan keadaan yang telah dirusak dengan adanya tindak pidana obat pamungkas di dalam masyarakat . Penjatuhan pemidanaan oleh aparatur negara dalam hal ini lembaga yudikatif terhadap pelaku tindak pidana adalah obyektif dan fair. Hal ini, guna agar tidak terjadinya balas membalas atau pertikaian di dalam masyarakat. Dimana hanya negaralah yang mempunyai kewenangan untuk membalas dan menegakan hukum guna mencapai keadilan. Namun apakah hal tersebut bermanfaat bagi masyarakat? Dan mengurangi orang untuk tidak melakukan tindak pidana? Universitas Sumatera Utara Sejalan dengan hal tersebut menurut Yenti Garnasih bahwa “Pidana merupakan alat yang paling ampuh yang dimiliki negara untuk memerangi kejahatan namun pidana bukan merupakan satu-satunya alat, sehingga pidana jangan diterapkan terpisah, melainkan selalu dalam kombinasi dengan tindakan-tindakan sosial lainnya, khusunya dalam kombinasi dengan tindakan-tindakan preventit.” 1 1. Jangan menggunakan hukum pidana, apabila kerugian yang ditimbulkan dengan pemidanaan akan lebih besar dari pada kerugian oleh suatu tindak pidana Lebih jauh lagi ia mengatakan : 2. Jangan menggunakan hukum pidana apabila penggunaannya diperkirakan tidak akan tepat Sebagaimana pendapat Satjipto Raharjo bahwa hukum bukanlah sekedar logika semata karena lebih dari itu hukum merupakan ilmu sebenarnya. 2 1 Yenti Garnasih, “Kebebasan Berpendapat dan Kebijakan Criminal” LBH Pers, hal. 1 2 Turiman, “Memahami Hukum Progresif Sartipto Rahardjo Dalam Paradigma “Thawaf” Sebuah Komtemplasi Bagaimana Mewujudkan Teori Hukum yang MembumiGrounded Theory Meng-Indonesia, “ Disertasi Doktor Universitas Diponorogo, Semarang, 2010 hal. 2 Gagasan ini yang di tuangkan oleh pemerhati hukum yaitu Satjipto Raharjo dimana melihat adanya kaitan dengan hal-hal di belakang hukum. Keinginan untuk melihat logika sosial dari pada logika hukum atau perundang-undangan. Yang seharusnya selalu dimaknai sehinga selalu up to date. Dengan kata lain hukum selalu bergerak dan menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Seturut dengan pendapat Satjipto Raharjo di atas khususnya “untuk tindak pidana anak perlunya ada tindakan lain dalam menangani hal tersebut. Peradilan anak yang mengedepankan perlindungan dan rehabilitasi terhadap anak sebagai orang yang masih mempunyai sejumlah keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa”. 3 Muncul beberapa argument akan hal ini, yang mengatakan bahwa terhadap pidana anak seharusnya tidak perlu di masukan dalam penjara, karena dapat mempengaruhi kejiwaan sang anak. “Suasana penjara yang tidak ramah dan konsep pemisahan dari masyarakat atau lingkungannya, akan menyebabkan anak merasa dirinya pantas mempersalahkan dirinya dan inferioritas. Tidak layak kembali ke masyarakat. Pada akhirnya, menciptakan lingkaran residivis. Sebab, di lingkungan ini mereka merasa mendapat tempat.” 4 Kebutuhan manusia untuk hidup teratur, serasi, selaras, tentram dan damai tetap dijaga sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, untuk memberikan keamanan kepada setiap warga negara diperlukan tindakan aparat penegak hukum dengan melaksanakan proses hukum terhadap pelaku tindak pidana. Pelaksanaan proses hukum terhadap pelaku tindak pidana berada dalam satu sistem yang berdiri dari subsitem yang berhubungan yang disebut dengan sistem peradilan pidana atau Criminal Justice System. Tingginya tingkat kejahatan yang terjadi seakan Negara tidak mempunyai lagi obat yang ampuh untuk menurunkan angka kejahatan persetiap tahunnya meski hal tersebut telah dibuat Regulasi yang tegas atau represif pada setiap tindak pidana. Upaya preventif dalam menangulangi tindak pidana adalah salah satu instrumen untuk menangulangi tinginya tingkat kejahatan. 3 www.google.com 4 Ari Budoyo, “Dampak Bagi Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana” Koran Tempo Selasa, 14 April 2009 Universitas Sumatera Utara Criminal Justice System telah dikenalkan pada tahun 1958 oleh Frank Remington adalah orang pertama di Amerika Serikat yang memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan pidana melalui pendekatan sistem sistem approach Gagasan ini kemudian dilekatkan pada mekanisme administrasi peradilan pidana dan diberi nama Criminal Justice System. Istilah ini kemudian diperkenalkan dan disebarluaskan oleh The President’s Crime Commission. “Diagram skemetik “Criminal Justice System” telah disusun oleh The Commission’s Task Force on Science and Technology dibawah pimpinan Alfred Blumstein. Sebagai ahli manajemen, Blumstein menerapkan pendekatan manajarial dengan bertopang pada pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, kemudian sejak saat itu, dalam penanggulangan kejahatan di Amerika Serikat diperkenalkan dan dikembangkan pendekatan sistem sebagai pengganti pendekatan hukum dan ketertiban. Melalui pendekatan ini kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan tidak lagi merupakan instansi yang berdiri sendri melainkan masing-masing merupakan unsur penting dan berkaitan erat satu sama lain.” 5 1. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan “Menurut Romli Atmassamita, ciri pendekatan sistem dalam peradilan dapat dilakukan antara lain : 2. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana 5 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Persepektif Eksistensialisme dan Abolisme, Binacipta, Bandung, 1996, hal. 8 Universitas Sumatera Utara 3. Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari Efektivitas penyelesaian perkara 4. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk memantapkan “the administration of justice” 6 Sistem Peradilan Pidana Menurut Mardjono Reksodiputro merupakan “sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan, bertujuan mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi dan menyelesaikan sebagian besar laporan ataupun keluhan masyarakat yang menjadi korban kejahatan dengan mengajukan pelaku kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana, kemudian mencegah terjadinya korban kejahatan serta mencegah pelaku mengulangi kejahatannya”. 7 Adapun tujuan dari sistem peradilan pidana menurut Mardjono dapat dirumuskan yaitu : Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa sistem peradilan pidana Criminal Justuce System adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Menanggulangi dapat diartikan sebagai mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. 8 1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan 2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakan dan yang bersalah dipidana dan 3. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya 6 Ibid, hal.10 7 Mardjono Reksodipoetro, “Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum Dalam Batas-batas Toleransi”; Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar tetap dalam hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993 : 1 8 Ibid, hal. 3 Universitas Sumatera Utara Bertitik tolak dari tujuan tersebut, Mardjono mengemukakan bahwa empat komponen dalam sisitem peradilan pidana kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan diharapkan dapat bekerja sama dan dapat membentuk suatu “integrated criminal justice system” apabila keterpaduan dalam bekerja sistem tidak dilakukan, diperkirakan akan terdapat tiga kerugian sebagai berikut : 9 1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masing instansi, sehubungan dengan tugas mereka bersama 2. Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-masing instansi sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana dan 3. Karena tanggungjawab masing-masing instansi sering kurang jelas terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektivitas menyeluruh dari sistem peradilan pidana Menurut Marlina sistem peradilan pidana terdiri dari empat komponen yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga kemasyarakatan, keempat komponen tersebut bekerja sama dalam menegakan keadilan. Tahapan dalam proses peradilan pidana yaitu tahap prajudikasi sebelum sidang peradilan meliputi penyidikan dan penyelidikan, judikasi selama sidang peradilan meliputu pemeriksaan dan pembuktian tuntutan pihak jaksa dan pascajudikasi setelah sidang peradilan meliputi pelaksanaan putusan yang telah ditetapkan dalam persidangan seperti penempatan terpidana dalam lembaga permasyarakatan. Sistem peradilan pidana menjadi perangkat hukum dalam menanggulangi berbagai bentuk kriminalisasi di masyarakat. Penggunanaan 9 Ibid, hal. 4 Universitas Sumatera Utara sistem peradilan pidana dianggap bentuk respon penanggulangan kriminal dan wujud usaha penegakan hukum pidana. Sistem tersebut diharapkan mampu menyelesaikan persoalan kejahatan yang terjadi, akan tetapi dalam pelaksanaannya tujuan tersebut belum seluruhnya berhasil. Sebagai contoh banyak pelaku tindak pidana kembali mengulangi kejahatannya atau resedivis. Hal tersebutlah yang menjadi Kesukaran didalam sistem peradilan pidana. 10 “Apa yang menjadi tujuan utama sistem peradilan pidana sulit dicapai, melindungi, mengamankan dan menentramkan masyarakat belum dirasakan sebagian besar masyarakat. Demikian juga pelaku kriminal yang telah menjalani pidana diharapkan kembali kejalan benar dan tidak mengulangi perbuatannya belum berhasil.” Selanjutnya Menurut Rusli Muhamad mengatakan bahwa : 11 10 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 5 11 Rusli Muhamad. 1999. Reformasi Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta; dalam Journal Hukum Ius Quia lustum, Nomor 1, Vol. 6, hal. 45 Pemerintah sebagai penyelengara kehidupan bernegara memberikan perlindungan dan kesehjatraan kepada masyarakat. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya kebijakan yang teragenda dalam dalam progaram pembangunan nasioanal. Kebijakan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan nasional tergabung dalam kebijakan sosial social politik. Kebijakan sosial memuat kebijakan bidang politik, ekonomi, hukum, pertahanan keamanan, pengelolahan sumber daya alam, kesehatan lingkungan kehidupan dan lain sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut berpengaruh pada peningkatan kaulitas kehidupan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Kebijakan penegakan hukum law enforcement policy merupakan bagain dari kebijakan sosial social policy termasuk didalamnya kebijakan legislatif lesilatif polcy. Kebijakan penangulangan kejahatan criminal policy adalah bagian dari kebijakan penegakan hukum. Secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dibagi dua, yaitu jalur “penal” hukum pidana dan jalur non penal bukandi luar hukum pidana. Menjadi bahan perenungan dan pengkajian bagi para ilmuwan agar sistem peradilan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau setidak-tidaknya mendekatinya. Hal ini pula yang melahirkan suatu konsep baru dalam dunia peradilan pidana yaitu Diversi dan Restroactive Justice, khususnya untuk tindak pidana anak. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang konsep diversi dan restroactive justice, perlu diperhatikan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana.

B. Perumusan Masalah