3. Penyesuaian dan jangkar Adjustnment Anchor yaitu melakukan
estimasi kuantitatif dengan memulai dari suatu nilai awal kemudian disesuaikan sehingga membawa hasil jawaban akhir”.
24
4. Teori Pengambilan Keputusan Dalam Perkara Pidana
Teori pengambilan keputusan dapat diterapkan ke dalam banyak bidang. Salah satunya dalam pengambilan keputusan perkara pidana. Khususnya ketika
hakim memutuskan terdakwa bersalah atau tidak. “Teori pengambilan keputusan perkara pidana benyak dilandasi pada teori antara lain sebagai berikut :
1. Pendekatan Teori Probalitas. Pendekatan teori probalitas didasari oleh
teori probalitas Bayesian dimana dimensi dasar dari berpikir yang menyatakan bahwa, membuat keputusan adalah probalitas subyektif,
artinya semua informasi akan dikonesp oleh individu sebagi kekuatan keyakinan.
2. Pendekatan Aljabar. Pendekatan aljabar adalah persamaan model
linear atau persamaan rerata yang dibobot. Persamaan rerata yang dibobot berasumsi bahwa setiap bukti yang diidentifikasi akan
diperantarai oleh derajat kepentingan, relevansi dan realibiitas bukti. 3.
Pendekatan Model Cerita. Dalam hal ini, hakim mengumpulkan informasi persidangan dari jaksa penuntut umum, saksi, terdakwa maupun
barang bukti”.
25
24
Ibid., hal 55-56, dikutip dari, Kahneman, D., Slovic, P.,and Tversky, A. 1998. Judgment Under Uncertainly : Heuristic and blases, Cambridge, Massachusetts : Cambridge University Press.
Universitas Sumatera Utara
5. Pengertian dan Jenis-jenis Putusan Hakim
Putusan hakim merupakan sebuah mahkota dan dengan putusan tersebut juga mewakili pribadi pembuat putusan, yang meliputi : karakter, intelegen dan
kebijaksanaan. Karena apabila putusan tersebut dibuat tanpa pertimbangan yang matang maka putusan yang dijatuhkan tidak dapat ditarik kembali, kecuali
dibatalkan oleh pengadilan yang diatasnya yaitu pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Putusan Hakim adalah putusan yang diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
KUHAP pada Bab I pasal I angka 11 menyebutkan bahwa putusan hakim adalah “pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat
berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Menurut “Dewi Gemala putusan hakim adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka
untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara”.
26
1. Putusan Bebas
Adapun Jenis-jenis putsan hakim dalam hukum acara pidana adalah sebagai berikut :
2. Putusan lepas dari segala tuntutan Hakim
3. Putusan Pemidanaan
25
Djamaludin Ancok, Dibalik Putusan Hakim, Srikandi, Yogyakarta, hal. 57, 61, 64
26
Dewi Gemala, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, hal. 148
Universitas Sumatera Utara
Ad. 1. Putusan Bebas Atau vrij spraak adalah jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang
didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Terhadap Pasal 191 ayat 1 KUHAP kita dapat menarik kesimpulan
dari Unsur-unsur pasal tersebut, yaitu : 1
Dari hasil pemeriksaan “di sidang” pengadilan 2
Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya “tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan
Jenis putusan ini, diambil oleh hakim yang bersangkutan dengan pertimbangan :
3 Tidak memenuhi Asas Pembuktian Menurut Undang-undang
secara Negatif. Artinya pembuktian yang diperoleh di persidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus
kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu, tidak cukup itu, tidak diyakini oleh hakim.
4 Tidak memenuhi Asas Batas Minimum Pembuktian. Artinya kesalahan
yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja, karena menurut Pasal 183 KUHAP, untuk membuktikan kesalahan
seorang terdakwa, harus dibuktikan degan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, yaitu keyakinan hakim. Maka menurut
“Yahya Harahap dari kedua asas yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, dihubungkan dengan Pasal 191 ayat 1 putusan bebas
didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim :
Universitas Sumatera Utara
a. Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak
terbukti, semua alat bukti yang diajukan di persidangan bai berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk
maupun keterangan terdakwa, tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan. Dengan kata lain perbuatan yang
didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan, tidak
cukup atau tidak memadai membuktikan kesalahan yang didakwakan kepda terdakwa
b. Secara nayat hakim menilai, pembuktian kesalahan yang
didakwakan tidak memenuhi ketentuan batas minimum pembuktian juga bertentangan. Misalnya, saksi yang dihadirkan
dipersidangan hanya satu orag saksi saja, yang mana satu saksi bukanlah saksi unus testis nullus testis
c. Putusan bebas tersebut tidak didukung oleh keyakinan hakim.
penilaian yan demikian sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut Pasal 183 KUHAP, yang mengajarkan pembuktian
menurut undang-undang secara negatif. Keterbuktian kesalahan yang didakwakan dengan alat bukti yang sah, harus didukung
oleh keyakinan hakim. sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai pembuktian
yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan hakim.”
27
Hal ini menurut hemat penulis, agar hakim benar-benar menjatuhkan putusan kepada seseorang yang benar-benar terbukti bersalah atau tidak terjadi
salah menjatuhkan putusan pada orang yang tidak bersalah. Sebagaimana asas hokum mengatakan “Lebih baik membebaskan seorang orang yang terbukti
bersalah dari pada menghukum orang yang tidak terbukti bersalah”. Lebih lanjut “Yahya Harahap mengatakan, bahwa dalam Pasal 191
KUHAP dapat lagi diperluas dengan syarat-syarat yang diatur dalam KUHP atau Undang- Undang, hal-hal keadaan itu antara lain :
27
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 347-354
Universitas Sumatera Utara
1 Pasal 44; apabila perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa
“tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, disebabkan : a.
Karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya atau mental disorder sehinga akalnya tetap sebagai anak-anak atau
b. Jiwanya tergangu karena penyakit seperti sakit gila, histeria,
epilepsi, melankolik dan sebagainya 2
Pasal 45; perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang belum cukup umurnya 16 tahun, terhadap pelaku tindak pidana yang
belum cukup umurnya 16 tahun, hakim dapat menentukan : a.
Memerintahkan supaya anak bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaanya “tanpa hukuman pidana”, atau
b. Memerintahkan supaya anak yang bersalah tersebut diserahkan
kepada Pemerintah “tanpa pidana apa pun” jika perbuatan yang dilakukannya merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran
yang diatur dalam Pasal 489, 490, 492 dan Pasal 24 ayat 1 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
3 Pasal 48; orang yang melakukan tindak pidana karena pengaruh daya
paksa overmacht baik bersifat daya paksa batin atau fisik”.
28
Selanjutnya apabila ditelaah, terhadap putusan bebas itu sendiri, adanya perkembangan yang dibagi menjadi “dua bentuk yaitu :
1 Putusan bebas murni atau de “zulvere vrijspraak” di mana hakim
membenarkan mengenai “feiten”-nya 2
Putusan bebas tidak murni atau de “onzulvere vrijspraak” yaitu batalnya dakwaan secara terselebung atau perampasan yang
menurut kenyataanya tidak didasarkan pada ketidakterbuktian dalam surat dakwaan”.
29
Ad. 2. Putusan lepas dari segala tuntutan Hukum atau Onslag van alte rechtsvervolging. Hal ini diatur dalam Pasal 191 ayat 2 KUHAP yang mana
berbunyi :
28
Ibid,. hal 347-348
29
Lilik Mulyadi, S.H., M.H., Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 179
Universitas Sumatera Utara
“jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.” Terhadap Pasal 191 ayat 2 KUHAP dapat terjadi jika :
1 Dari hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan.
2 Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secar sah dan
meyakinkan menurut hukum, tetapi perbuatan tersebut bukanlah merupakan tindak pidana. Melainkan yurisdiksi hukum perdata,
adat atau dagang. 3
Adanya alasan pemaaf strafultsluitings-grondenfeit de’axcuse’ dan alasan pembenar rechtsvaardigings-ground.
Ad.3. Putusan Pemidanaan atau veroordeling yang mana diatur dalam Pasal 193 ayat 1 KUHAP yaitu :
“jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”
“Putusan pemidanaan ini dapat terjadi jika memenuhi hal-hal sebagai berikut : 1
Dari hasil pemeriksaan didepan persidangan 2
Majelis hakim berpendapat bahwa ; a
Putusan terdakwa sebagaimana didakwakan JaksaPenutut Umum dalam surat dakwakan telah terbuti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum. b
Perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup tindak kejahatan atau pelanggaran dan
c Dipenuhinya ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta di
persidangan Pasal 183 dan Pasal 184 ayat 1 KUHAP”
30
30
Ibid, hal. 194
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian