dll. Tetapi orang-orang Indonesia pada umumnya tak mengenali perbedaan mereka dan secara sederhana menyebutnya sebagai orang Keling dan orang Benggali saja.
Di masa kolonial, buruh-buruh Tamil yang bekerja di perkebunan biasanya dipekerjakan sebagai tukang angkat air, membetulkan parit dan jalan Dalam Lukman
Sinar, 2001; Mahyuddin et.al; tt; sementara orang-orang Punjabi yang beragama Sikh biasanya bekerja sebagai penjaga keamanan, pengawal di istana dan kantor-
kantor, penjaga toko, dan lain-lain. Orang Sikh yang bekerja di perkebunan juga bertugas sebagai penjaga malam dan pengantar surat; juga memelihara ternak sapi
untuk memproduksi susu Dalam Mani, 1980:58. Pada saat sekarang tidak diperoleh angka yang pasti mengenai jumlah warga
keturunan India di Kota Medan, karena sensus penduduk setelah tahun 1930 tidak lagi menggunakan kategori etnik. Menurut A. Mani 1980 pada tahun 1930 terdapat
sekitar 5000 orang Sikh di Sumatera Utara. Sementara itu A. Mani 1980 memperkirakan bahwa jumlah orang Tamil di Sumatera Utara adalah sekitar 18.000
jiwa; namun ada juga yang menyebut sekitar 30.000 jiwa pada tahun 1986 http:ipie3.wordpress.com20090606komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-
masyarakat-di-sumatera-utara
.
Diakses 20032011.
4.3 Kawasan Kampung Keling Dalam Potensi Kepariwisatan
Kampung Keling ini adalah jantung kebudayaan India di Medan. Warga Kota Medan mengenal kampung ini dengan nama Kampung Keling walaupun
Universitas Sumatera Utara
kecamatannya bernama Madras. Selama beberapa dekade, Kampung Keling dikenal sebagai pemukiman masyarakat etnis India Tamil di Medan. Mereka berkumpul di
daerah sekitar jalan Zainul Arifin. Meskipun pemerintah Kota Medan telah resmi mengubah nama Kampung ini menjadi Kampung Madras, karena keling berkonotasi
dengan kulit gelap dan menimbulkan keberatan sebagaian masyarakat India setempat- areal seluas sekitar 10 hektar ini tetap dikenal sebagai Kampung Keling.
Permasalahan nama ini juga menimbulkan perbedaan pendapat. Sebagian menyatakan keberatan atas nama Kampung Keling, sebagian lagi merasa nama Kampung Keling
sudah sangat melekat dan historikal. Di Kawasan Kampung Keling ini terdapat banyak potensi kepariwisataan, di
daerah ini puluhan bangunan tua khas zaman kolonial Belanda masih bisa ditemukan di sini. Bangunan-bangunan ini adalah bangunan bersejarah peninggalan masa
keemasan tembakau Deli. Di kawasan inilah dahulu masyarakat India tinggal dan bermukim. Sekarang tak banyak memang lagi warga keturunan India yang tinggal di
sana. Karena tekanan ekonomi kelompok masyarakat inipun banyak yang “tergusur” ke pinggiran. Sekarang populasi terbesar mereka berada di Kampung Angrung dan
Kampung Kubur, di sekitar kawasan Jalan Monginsidi, Medan. Di Kampung Keling ini kita bisa melihat berbagai macam toko-toko
kepunyaan etnis India yang berlokasi di daerah yang membuat jalan Zainul Arifin, jalan utama daerah ini terlihat layaknya sebuah jalan di India sendiri. Di kawasan ini
kita bisa menemukan Toko Bombay yang menjual aneka sari India, Toko Kasturi
Universitas Sumatera Utara
yang menjual berbagai kebutuhan bahan makanan India, perlengkapan makan, kecantikan, sembahyang, dan berbagi kebutuhan lainnya.
Banyak masyarakat Indonesia khususnya Kota Medan yang berkunjung atau berwisata di kawasan kampong keling ini karena di daerah ini juga terdapat restoran-
restoran yang menyajikan makanan khas India seperti Restoran Cahaya Baru, De Deli Dar Bar, dan Restoran Bollywood. Ada juga toko-toko yang menjual makanan kecil
dan manisan khas India, laundry dan penjahit India, serta yang paling mendominasi,
warung kecil penjual martabak India. Bangunan-bangunan yang sangat kental nuansa Indianya adalah kuil-kuil
yang terdapat di Kampung Keling. Kuil Shri Mariaman dan Kuil Subramaniem adalah 2 kuil yang juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata bagi warga pribumi do
Kota Medan http:www.blogster.comvitapasaribukampung-madras-sejarah-kecil- kota-medan. Diakses 20032011.
4.4 Karakteristik Sosial Budaya Komunitas Tamil