2.5 Peran Kebudayaan dalam Kepariwisataan
Hubungan antara kebudayaan dan pariwisata terlihat jelas dalam Undang- Undang No. 9 tahun 1990, pasal 4 yang menjelaskan:
1. Objek dan Daya Tarik Wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berwujud
keindahan alam serta flora dan fauna. 2.
Objek dan Daya Tarik Wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, peninggalan purbakala, seni budaya, wisata agro, wisata
tirta, wisata petualangan alam, tempat rekreasi dan tempat hiburan. Dalam pasal 6 dinyatakan bahwa pengembangan Objek dan Daya Tarik
Wisata dilakukan dengan memperhatikan: a.
Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya.
b. Nilai – nilai agama, adat istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat. c.
Kelestarian budaya dengan mutu lingkungan hidup. d.
Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri. Dengan demikian pengembangan kepariwisataan berhubungan erat dengan
kebudayaan. Adapun pengembangan kepariwisataan ditunjang oleh pemeliharaan nilai- nilai seni dan budaya serta bangunan peninggalan sejarah. Demikian pula
sebaliknya, pelestarian nilai-nilai budaya juga dipengaruhi oleh arus mobilitas wisatawan. Sejalan dengan ini, di dalam GBHN sektor pariwisata diberi misi untuk
mengembangkan kebudayaan nasional.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan kebudayaan di sini adalah kebudayaan dalam arti luas, tidak hanya meliputi kebudayaan tinggi seperti: kesenian atau perikehidupan, istana,
kraton, dan sebagainya. Akan tetapi yang meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat, pakaiannya, cara berbicara, dan lain-lain.
Semua act dan artifact tingkah laku dan hasil karya suatu masyarakat tidak hanya kebudayaan yang masih hidup, akan tetapi kebudayaan yang berupa peninggalan-
peninggalan atau tempat-tempat bersejarah berupa monumen seperti Mesjid Raya, Gedung Lonsum, Balai Kota, Istana Maimun, Kuil Shri Mariamman, dan lain-lain.
Karena luasnya kebudayaan ini ada baiknya membuat klasifikasi dari apa saja yang termasuk kebudayaan itu. Salah satunya adalah kebudayaan hidup dan dibagi
menjadi dua bagian Soekadijo,2000:5 : Kebudayaan hidup:
1. Kebudayaan tradisional, seperti: adat perkawinan, pakaian
tradisional, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang masih di pegang teguh. Adapun kebudayaan tradisional ini sebagian terdapat di
museum berupa artifact dan dalam kehidupan bermasyarakat berupa kesenian dan kerajinan tradisional masyarakat.
2. Kehidupan temporer, sebagian berupa artifact yang terdapat di
museum modern ataupun di tengah-tengah masyarakat dan sebagian berupa act, yaitu: tata cara kehidupan modern dan
kesenian kontemporer.
Universitas Sumatera Utara
Dalam wisata budaya cultural tourism orang yang tidak mengunjungi suatu tempat untuk menyaksikan dan menikmati atraksi wisata, akan tetapi lebih dari itu, ia
mungkin datang untuk mempelajari atau mengadakan penelitian tentang keadaan setempat. Seniman-seniman sering mengadakan perjalanan wisata untuk memperkaya
diri, menambah pengalaman dan mempertajam kemampuan penghayatannya. Pelukis- pelukis sering menjelajahi daerah-daerah tertentu untuk mencari dan mengumpulkan
objek lukisan. Mereka itu semua mengadakan perjalanan berdasarkan motif kebudayaan. Termasuk juga kunjungan wisatawan ke berbagai peristiwa khusus
special event, seperti upacara keagamaan, penobatan raja, pemakaman tokoh terkenal, dan lain-lain.
Modal kebudayan itu penting untuk kegiatan wisata. Wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat karena motif budaya akan menghabiskan waktu
senggangnya di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaan yang dianggapnya tertarik. Ia seolah-olah menenggelamkan diri ke dalam kebudayaan setempat, seperti:
melihat hiburan rakyat, makan di warung setempat, berbelanja di pasar, mengunjungi rumah penduduk. Namun, tidak semua wujud kebudayaan sama menariknya untuk
semua tipe wisatawan. Di situs pra sejarah ridak banyak yang dapat dilhat oleh wisatawan tamasya, akan tetapi sebaliknya menarik sekali untuk wisatawan studi.
Universitas Sumatera Utara
BAB III GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN
3.1 Sejarah Kota Medan
Kota Medan berawal dari sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri yang didirikan Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang
putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan.Dalam bahasa Karo, kata Guru berarti Tabib ataupun Orang Pintar,
kemudian kata Pa merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata Timpus berarti bundelan, bungkus atau balut.
Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang
diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota
Medan. Disebabkan letaknya yang berada di Tanah Deli, Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah
tempat di mana Sungai Deli bertemu dengan Sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literatur mengenai asal-usul kata Medan itu sendiri.
Dari catatan penulis-penulis Portugis yang berasal dari awal abad ke-16, disebutkan Kota Medan berasal dari nama Medina, sedangkan sumber lainnya
Universitas Sumatera Utara