Karakteristik Sosial Budaya Komunitas Tamil

yang menjual berbagai kebutuhan bahan makanan India, perlengkapan makan, kecantikan, sembahyang, dan berbagi kebutuhan lainnya. Banyak masyarakat Indonesia khususnya Kota Medan yang berkunjung atau berwisata di kawasan kampong keling ini karena di daerah ini juga terdapat restoran- restoran yang menyajikan makanan khas India seperti Restoran Cahaya Baru, De Deli Dar Bar, dan Restoran Bollywood. Ada juga toko-toko yang menjual makanan kecil dan manisan khas India, laundry dan penjahit India, serta yang paling mendominasi, warung kecil penjual martabak India. Bangunan-bangunan yang sangat kental nuansa Indianya adalah kuil-kuil yang terdapat di Kampung Keling. Kuil Shri Mariaman dan Kuil Subramaniem adalah 2 kuil yang juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata bagi warga pribumi do Kota Medan http:www.blogster.comvitapasaribukampung-madras-sejarah-kecil- kota-medan. Diakses 20032011.

4.4 Karakteristik Sosial Budaya Komunitas Tamil

1. Pemukiman Pada masa kolonial orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi perkebunan yang ada di sekitar Kota Medan dan Sumatera Timur. Setelah masa kemerdekaan, mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota, yang terbanyak di Kota Medan, juga di Binjai, Lubuk Pakam dan Tebing Tinggi. Pemukiman mereka yang tertua di Kota Medan terdapat di suatu tempat yang dulu dikenal dengan nama Kampung Madras, yaitu di kawasan bisnis Jl. Zainul Arifin dulu bernama Jalan Universitas Sumatera Utara Calcutta. Kawasan ini lazim juga dikenal dengan sebutan Kampung Keling, dan sekarang sudah dikembalikan namanya menjadi Kampung Madras. Lokasi perkampungan mereka terletak di pinggiran Sungai Babura, sebuah sungai yang membelah Kota Medan dan menjadi jalur utama transportasi di masa lampau. Di kawasan ini hingga sekarang masih mudah ditemukan situs-situs yang menandakan keberadaan orang Tamil, misalnya tempat ibadah umat Hindu Shri Mariamman Kuil sebagai kuil terbesar yang dibangun tahun 1884 dan sejumlah kuil lainnya, juga pemukiman dan mesjid yang dibangun oleh orang Tamil Muslim sejak tahun 1887. Sebuah laporan menyebutkan bahwa penduduk Tamil yang berjumlah kira-kira 30.000 jiwa di Medan dan sekitarnya, terbagi atas 66 yang menganut agama Hindu, 28 agama Buddha, 4,5 beragama Katolik dan Kristen; dan 1,5 yang beragama Islam Napitupulu, 1992. Dalam sebuah wawancara dengan Pastor James Bharataputra Juli 2003, pimpinan Graha Anne Maria Velankanni di Medan, disebutkan bahwa jumlah umat Tamil Katolik di Kota Medan saat ini kira-kira 800 orang. 1. Mata Pencaharian Hidup Di masa lalu pekerjaan orang-orang Tamil banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan dengan tingkat pendidikan yang rendah di India. Mereka inilah yang dipekerjakan di zaman kolonial sebagai Universitas Sumatera Utara kuli di perkebunan-perkebunan milik orang Eropa. Di masa sekarang keturunan mereka banyak yang bekerja sebagai karyawan swasta, buruh, dan juga sebagai sopir. Kalau di masa kolonial sebagian dari mereka menjadi penarik kereta lembu dan pembuat jalan, di masa kini keturunan mereka banyak yang sudah mengusahakan jasa transportasi angkutan barang dan juga menjadi pemborong pembangunan jalan. Keahlian mereka dalam kedua bidang pekerjaan ini banyak diakui orang. Orang-orang Tamil yang datang secara mandiri ke Medan pada umumnya memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Di antaranya menjadi pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan. Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko Cina, dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, misalnya martabak Keling. Pada umumnya, mereka yang berjualan rempah-rempah, tekstil dan menjual makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam. Mereka adalah kaum Muslim migran yang datang dari India Selatan hampir bersamaan dengan kedatangan orang- orang India pada umumnya ke Medan pada pertengahan abad ke-19. Di masa sekarang juga sudah terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional, seperti keluarga Marimutu Sinivasan http:ipie3.wordpress.com20090606komunitas-tamil-dalam-kemajemukan- masyarakat-di-sumatera-utara. Diakses 20032011. 2. Organisasi sosial dan keagamaan Universitas Sumatera Utara Sejauh ini tidak ada organisasi yang dapat menghimpun warga Tamil dalam satu kesatuan. Mereka pada umumnya lebih terikat oleh kesatuan berdasarkan kesamaan agama, terutama di kalangan penganut Hindu, Buddha dan Katolik. Sementara mereka yang beragama Islam lebih cenderung melebur menjadi komunitas muslim dimana mereka bermukim. Penganut Hindu terhimpun dalam wadah kuil yang di Kota Medan secara kultural menyatu dalam Perhimpunan Kuil Shri Mariamman Kuil. Kuil Shri Mariamman yang terletak di Kampung Madras dibangun pada tahun 1884, dan berfungsi sebagai “payung” bagi kuil-kuil lain yang terdapat di sejumlah tempat lain di Kota Medan. Hampir di setiap pemukiman warga Tamil dibangun sebuah kuil, yang terbanyak menggunakan nama Shri Mariamman Kuil. Kuil Shri Mariamman juga menghimpun pemuda-pemudi yang aktif di kuil dalam sebuah perhimpunan muda-mudi kuil. Mereka yang beragama Buddha terhimpun dalam wadah vihara dan organisasi yang disebut Adi-Dravida Sabah, dan untuk kaum remaja ada organisasi bernama Muda-mudi Buddha Tamil. Kaum Buddhis Tamil juga memiliki sejumlah vihara sebagai tempat beribadah, diantaranya adalah Vihara Bodhi Gaya dan Vihara Lokasanti di Kampung Anggrung serta Vihara Ashoka di kawasan Polonia, dan sejumlah vihara di tempat-tempat lain. Kaum Buddhis Tamil secara kelembagaan menyatu dalam wadah Perwalian Umat Buddha Indonesia Walubi dan pusatnya adalah Vihara Borobudur. Universitas Sumatera Utara Warga Tamil Katolik juga memiliki sebuah gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1912, yang sebagian besar anggotanya juga tergolong Tamil Adi-Dravida. Tengku Lukman Sinar 2001:76 menyebutkan bahwa sejak tahun 1912 telah ada missionaris Katolik khusus untuk orang-orang India Tamil di Medan. Sebuah gereja lain dibangun pada tahun 1935 oleh pastor Reverend Father James Sami, 1980:83. Warga Tamil Kristen dan Katolik bermukim di sebuah lokasi yang disebut Kampung Kristen. Menurut Mani 1980 sebagian besar mereka datang dari Malaya, Pondicherry dan Karaikal. Pastor James Bharataputra yang datang ke Indonesia tahun 1967 dan bertugas di Medan sejak 1972, pernah mendirikan sekolah khusus untuk orang-orang India Tamil yang miskin, bernama Lembaga Sosial dan Pendidikan Karya Dharma. Sekarang sekolah itu diambil alih oleh Yayasan Don Bosco, dan menjadi SD St. Thomas 56. Pastor James membeli sebidang tanah di kawasan Tanjung Selamat pada tahun 1979, yang semula direncanakannya untuk tempat pemukiman baru bagi orang-orang Tamil Katolik yang menumpang di sekitar Jl. Hayam Wuruk. Pada tahun 2001 beliau membangun sebuah Kapel untuk umat Tamil Katolik di atas tanah tersebut, yang diresmikan oleh Uskup Agung Medan Mgr A.G.P. Datubara, OFM,Cap, dan di sebelah bangunan kapel berukuran kecil itu sekarang berdiri sebuah gedung yang bernama Graha Bunda Maria Annai Velangkanni. Sementara itu, warga Tamil Muslim sejak 1887 sudah memiliki sebuah lembaga sosial yang bernama South Indian Moslem Foundation and Welfare Committee. Warga Tamil Muslim mendapat hibah dua bidang tanah dari Sultan Deli, Universitas Sumatera Utara untuk tempat membangun mesjid dan pekuburan bagi Tamil Muslim. Ada dua masjid yang dibangun oleh yayasan tersebut, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan satu lagi di Jl. Zainul Arifin. Lokasi pekuburan terdapat di samping Masjid Ghaudiyah Jl. Zainul Arifin. Tanah wakaf di lokasi Kebun Bunga cukup luas sekitar 4000 meter sedangkan lokasi Masjid Ghaudiyah sekitar 1000 meter persegi. Sebagian dari tanah wakaf yang di masjid Ghaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko, terdiri dari 13 pintu, yang disewakan kepada orang lain dan uangnya digunakan untuk kemakmuran masjid dan menyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin. Sampai sekarang yayasan yang menaungi masjid itu terus diurus oleh keturunan Tamil Muslim dan ketika penelitian lapangan tahun 2003 dilakukan masih dipimpin oleh Abu Bakkar Siddiq 45 thn seorang pedagang dan dibantu oleh Kamaluddin seorang pengusaha keramik. Sampai dengan tahun 1970-an, setiap tahun dilakukan perayaan hari besar keagamaan yang menghadirkan orang-orang Tamil Muslim di seluruh Kota Medan, Tebing Tinggi hingga Pematang Siantar. Kesempatan itu sekaligus menjadi forum silaturahim bagi warga Tamil Muslim, namun perayaan demikian sudah tidak pernah lagi berlangsung belakangan ini. Selain organisasi sosial yang berbasis keagamaan seperti disebutkan di atas, pada tahun 1960-an terdapat sejumlah organisasi yang bertujuan memprmosikan kebudayaan dan pendidikan Tamil, diantaranya adalah The Deli Hindu Sabah, Adi- Dravida Hindu Sabah, Khrisna Sabah, yang bergerak di bidang keagamaan, sosial dan aktivitas kebudayaan Mani, 1980:63. Juga ada The Indian Boy Scout Movement, Indonesian Hindu Youth Organization, dan North Sumatera Welfare Association, dan Universitas Sumatera Utara lain-lain. Seorang tokoh Tamil yang kharismatis dan menggerakkan kemajuan bagi orang Tamil di Kota Medan adalah D. Kumaraswamy. Pada masa sekarang ini hampir semua organisasi sosial tersebut tidak lagi aktif. Di masa sekarang kita bisa menemukan beberapa lembaga pendidikan yang dikelola oleh orang Tamil di Medan, antara lain adalah Perguruan Raksana, dan lembaga kursus bahasa Inggeris Harcourt International yang memiliki 5 cabang di Kota Medan. Menjadi bagian dari bangsa Indonesia merupakan satu pilihan yang secara sadar dijalankan oleh warga Tamil di Medan dan Sumatera Utara pada umumnya. Mereka teguh dalam soal ini, dan banyak di antara kaum tua orang Tamil yang juga ikut berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia, dan banyak pula di antara warga Tamil yang berstatus sebagai pegawai negeri. Tetapi sebuah keprihatinan muncul di kalangan generasi tua Tamil dewasa ini melihat kenyataan bahwa semakin lama mereka kehilangan identitas kebudayaan Tamil. Sebagian besar generasi muda tidak bisa lagi berbahasa Tamil, bahkan orang tua juga banyak yang tidak mampu lagi menggunakan bahasa itu di lingkungan keluarga. Pendeta Gurusamy, pimpinan Shri Mariamman Kuil, menyebutkan bahwa pelaksanaan peribadatan di kuil-kuil Hindu saat ini juga tidak lagi sepenuhnya dapat dilakukan menurut ketentuan penggunaan mantra-mantra yang berbahasa Tamil maupun Sanskerta.Sebuah upacara penyucian kuil Kumbhabisegam Shri Mariamman Kuil di Kampung Durian pada tanggal 13 Juli 2003 harus dipimpin oleh pendeta yang khusus diundang dari Malaysia. Orientasi politik kaum Tamil di Medan di masa lampau adalah Golkar, namun di era reformasi dengan sistem multipartai sekarang ini mereka tidak lagi terpolarisasi Universitas Sumatera Utara ke suatu partai tertentu. Kaum muda Tamil banyak juga yang aktif di organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, sehingga mereka semakin dalam terabsorbsi dengan lingkungan pergaulan dan kebudayaan komunitas pribumi http:ipie3. wordpress.com20100128komunitas-tamil-dalam-kemajemukan-masyarakat-di- sumatera-utara. Diakses 20032011.

4.5 Peranan Bangunan Bersejarah dalam Kepariwisataan