BAB III GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN
3.1 Sejarah Kota Medan
Kota Medan berawal dari sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri yang didirikan Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang
putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan.Dalam bahasa Karo, kata Guru berarti Tabib ataupun Orang Pintar,
kemudian kata Pa merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata Timpus berarti bundelan, bungkus atau balut.
Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang
diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota
Medan. Disebabkan letaknya yang berada di Tanah Deli, Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah
tempat di mana Sungai Deli bertemu dengan Sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literatur mengenai asal-usul kata Medan itu sendiri.
Dari catatan penulis-penulis Portugis yang berasal dari awal abad ke-16, disebutkan Kota Medan berasal dari nama Medina, sedangkan sumber lainnya
Universitas Sumatera Utara
menyatakan Medan berasal dari bahasa India Meiden. Yang lebih kacau lagi ada sebagian masyarakat menyatakan Medan merupakan tempat atau area bertemunya
berbagai suku sehingga disebut sebagai medan pertemuan. Adapula yang mengatakan ketika para saudagar Arab yang kebetulan melihat tanah Medan sekarang,
mengatakan Median yang berarti datar atau rata dan memang pada kenyataannya Medan memiliki kontur tanah yang rata mulai dari pantai Belawan hingga daerah
Pancur Batu. Dalam salah satu Kamus Karo-Indonesia yang ditulis Darwin Prinst SH:
2002, Kata Medan berarti menjadi sehat ataupun lebih baik. Hal ini memang berdasarkan pada kenyataan Guru Patimpus benar adanya adalah seorang tabib yang
dalam hal ini memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya.Medan pertama kali ditempati suku Karo. Hanya setelah penguasa Aceh,
Sultan Iskandar Muda, mengirimkan panglimanya, Gocah Pahlawan Bergelar Laksamana Khoja Bintan untuk menjadi wakil Kerajaan Aceh di Tanah Deli, barulah
Kerajaan Deli mulai berkembang.Perkembangan ini ikut mendorong pertumbuhan dari segi penduduk maupun kebudayaan Medan. Di masa pemerintahan Sultan Deli
kedua, Tuanku Panglima Parunggit 1669-1698, terjadi perang kavaleri dan sejak itu Medan menjadi pembayar upeti kepada Sultan Deli.
http:id.wikipedia.orgwiki Kota_Medan
. Diakses 20032011.
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa
Universitas Sumatera Utara
sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari
meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang
Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing
dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.
Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun
setelah penyerahan kedaulatan, Kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.
3.2 Letak Geografis