dosen pembimbingnya. Pada tahap inilah, mahasiswa dan dosen pembimbing saling berbagi informasi.
2. Pada masing-masing tahap, peneliti akan menganalisis tingkat kecemasan tinggi, moderat, atau rendah pada mahasiswa.
3. Pada masing-masing tahap, akan dianalisis dan dinarasikan faktor penyebab kecemasan berkomunikasi dan ketidakpastian, yaitu faktor internal
mahasiswa dan faktor eksternal dosen pembimbing. 4. Peneliti akan menarik kesimpulan mengenai kecemasan berkomunikasi dan
ketidakpastian pada mahasiswa.
IV.3 HASIL DAN PENGAMATAN
Peneliti menentukan 18 orang subjek penelitian dengan tiga mahasiswa dari tiap departemen, tetapi pada akhirnya hanya ada 17 orang subjek penelitian
yang peneliti wawancarai. Hal ini dikarenakan dari beberapa mahasiswa dari departemen Antropologi yang peneliti wawancarai tidak ditemukan mahasiswa
dengan tingkat kecemasan dan ketidakpastian tinggi sehingga hanya ada dua subjek penelitian dari departemen Antropologi.
Peneliti mengawali proses wawancara dari departemen Ilmu Komunikasi, sebagai departemen asal peneliti. Selanjutnya dari masing-masing informan
peneliti diperkenalkan dengan beberapa mahasiswa FISIP lainnya yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Peneliti juga mendapatkan informasi data populasi
dari setiap departemen di FISIP yang menjadi target subjek penelitian peneliti, sehingga peneliti memperoleh sampel informan yang kemudian dari informan
tersebut, peneliti juga diperkenalkan dengan informan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah informan dalam penelitian ini: No Nama
Departemen Tingkat
Kecemasan 1
Villya Ilmu Komunikasi
Tinggi Fitri
Ilmu Komunikasi Moderat
Agnesi Tampubolon Ilmu Komunikasi
Rendah 2
Lukas Fernando Ilmu Kesejahteraan Sosial Tinggi
Lydia Lucyana Ilmu Kesejahteraan Sosial Moderat
Christy Anastasya Ilmu Kesejahteraan Sosial Rendah
3 Hilda Simatupang
Administrasi Negara Tinggi
Teresia Administrasi Negara
Moderat Ermalena Simaremare
Administrasi Negara Rendah
4 Nalon Ginting
Sosiologi Tinggi
Ester Verawaty Pasaribu Sosiologi
Moderat Mutiara Ginting
Sosiologi Rendah
5 Kevin Ginting
Antropologi Moderat
Elmanuala Pasaribu Antropologi
Rendah 6
Denny Tampubolon Politik
Tinggi Bernard
Politik Moderat
Irwan Sandy Politik
Rendah
Berikut hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap informan dalam penelitian ini:
Universitas Sumatera Utara
I. TAHAP PENUNJUKAN
Kategori I. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN TINGGI PADA TAHAP PENUNJUKAN DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Villya
2. Christy 3. Lukas
4. Nalon 5. Ester
Villya adalah informan pertama yang peneliti wawancara. Berdasarkan pengamatan peneliti, Villya tergolong orang yang ekstrovert dan mudah bergaul
dengan orang lain. Hal ini terlihat dari keramahannya setiap kali bertemu dengan peneliti, dia sering menyapa peneliti lebih dulu. Selain itu, mahasiswi yang selalu
menggunakan jilbab, rok serta baju lengan panjang ini adalah mahasiswi yang aktif dalam kegiatan organisasi baik eksternal maupun internal. Untuk
meneguhkan pengamatan tersebut, peneliti menanyakan langsung kepada Villya mengenai pandangannya terhadap dirinya sendiri. Villya mengatakan bahwa
dirinya adalah orang yang ekstrovert, cuek, suka tantangan, dan menyukai hal-hal baru.
Serupa dengan Villya, Lukas – mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial - memiliki karakter yang santai, mudah bergaul, dan lucu. Peneliti mengamati
bahwa Lukas orang yang mudah akrab dengan orang-orang yang baru dikenal. Pembawaannya yang lucu membuat orang-orang mudah dekat dengannya. Lukas
menambahkan bahwa dirinya adalah orang yang suka bicara, tidak suka diam,
Universitas Sumatera Utara
tidak suka sepi, dan dia mengatakan bahwa dirinya tidak ingin suasana sampai kaku sehingga dia suka meramaikan suasana. Lukas juga tergolong orang yang
memiliki jadwal yang padat di luar perkuliahan. Dia sudah memiliki pekerjaan dan juga aktif dalam kegiatan organisasi eksternal.
Begitu juga Ester, mahasiswi Sosiologi ini, mudah beradaptasi dengan individu lainnya. Ester tergolong individu yang ceria. Informan yang aktif dalam
situs jejaring facebook ini dengan ramah membuka diri kepada peneliti untuk mewawancarainya.
Berbeda dengan Ester, Villya dan Lukas, Christy dan Nalon tergolong individu yang introvert. Christy mengungkapkan bahwa dirinya lebih suka diam,
tertutup, dan hanya bisa terbuka untuk orang-orang tertentu. Berdasarkan pengamatan peneliti, aktivitas sehari-hari Christy lebih sering dijalani bersama
tiga orang sahabatnya. Demikian juga Nalon, mengakui bahwa dirinya orang yang hanya bisa terbuka pada orang tertentu. Nalon menggolongkan dirinya pada
individu yang introvert dan cenderung mudah cemas. Peneliti mengenal Nalon dari salah satu informan peneliti yang adalah teman sepelayanan Nalon di KMK.
Dalam kesehariannya di kampus, peneliti sering kali melihat Nalon sendirian dalam menjalani aktivitasnya, tidak ada teman yang benar-benar akrab yang selalu
bersama dengan Nalon saat di kampus. Nalon aktif dalam pelayanannya di UKM KMK FISIP USU. Peneliti mengamati Nalon lebih terbuka dengan teman-
temannya di KMK dibandingkan dengan teman-teman di kampus. Hal ini terlihat dari senyum dan keceriaannya saat bertemu dengan teman-teman sepelayanan,
sedangkan saat di kampus Nalon lebih tegang dan serius terutama saat sedang menyusun skripsinya.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai kecemasan yang mereka miliki, keempatnya memiliki tingkat kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi saat mengetahui dosen pembimbing
yang ditunjuk oleh departemen untuk membimbing mereka dalam proses penelitian. Kecemasan dan ketidakpastian mereka disebabkan karena persepsi
yang diperoleh dari teman-teman kuliah yang lebih dulu dibimbing oleh dosen tersebut. Baik Lukas maupun Villya sama-sama terkejut dan cemas saat
mengetahui siapa dosen pembimbing mereka. Saat peneliti mewawancarai Villya mengenai responnya saat mengetahui dosen yang menjadi pembimbingnya, Villya
mengawali jawabannya dengan menarik napas panjang dan tertawa kecil. “Gak tau bilang. Enggak, kaget sebenarnya gitu loh. Udah tau kalo
judul yang pertama itu bakalan diganti sama dia. Karna mikir, Villya sama bapak itu keknya gak bakalan cocok, gitu.. beda aliran. Kalo dia kan ehh
tipe yang teori itu sangat kuat bapak itu, sementara Villya itu tipe yang terapan gitu. Villya taunya bapak itu tipe orang yang pinter tapi pendiam
dan tipe yang bapak-bapak lah. Maksudnya yang gak bakalan cocok sama kita-kita lah. Ya udah, jadi yang pertama kali terlintas di pikiran tu pasti
‘ahh.. udah lah ini, pasti bapak ini gak sepakat nih sama judul ini’ gitu.. udah yakin bakalan diganti sama bapak itu.”
Sedangkan Lukas mengawali jawabannya dengan jawaban yakin dan tegas.
“Kaget. Karna ku dengar kan dari senior-senior kalo Ibu itu bimbingan sama dia lama. Lama tamat lah. Cemas lah. Galak, suka
marah.” Christy, Ester dan Nalon juga serupa, mereka sama-sama cemas saat
mengetahui dosen yang menjadi pembimbing skripsi mereka. Peneliti mewawancarai Christy saat Christy sedang berada di rumah.
“Pertama kali tahu bapak itu dosen pembimbingku, aku merasa cemas. Kan banyak yang bilang kalo bapak itu tegas, moody. Marah sama
satu orang, semua kena getahnya. Itu sih yang paling menonjol.” Sama seperti Christy, Nalon juga cemas saat mengetahui dosen yang
ditunjuk untuk membimbingnya selama skripsi.
Universitas Sumatera Utara
“Awalnya takut karena dengar- dengar dari senior-senior terdahulu itu kalo Bu Ria lama membuat anak bimbingannya tamat. Terus Ibu itu
gak konsisten. Aku sendiri percaya dengan apa yang orang bilang karena memang aku lihat anak bimbingannya itu memang selalu lama siapnya,
selalu lama tamatnya. Jadi masuk akal apa yang dibilang senior-senior terdahulu.”
Begitu juga Ester yang merasa cemas karena mengetahuibahwa dosen pembimbingnya sangat sibuk dan sering pergi ke luar kota. Bahkan karena
kesibukan pembimbingnya, beliau sudah beberapa semester belakangan ini tidak menjadi dosen pembimbing di Sosiologi.
Kelima informan ini memiliki alasan kecemasan yang berbeda-beda. Villya cemas karena dosen pembimbingnya yang kata teman-temannya sangat
teoritis, tergolong dosen ‘killer’, dan kaku. Lukas merasa cemas dan kaget karena teman-temannya mengatakan bahwa dosen pembimbingnya suka marah dan
membuat mahasiswa lama tamat. Christy merasa cemas karena di kalangan mahasiswa dosen pembimbingnya terkenal moody dan mudah marah. Nalon
cemas karena teman-temannya mengatakan bahwa dosen pembimbingnya tidak konsisten dalam bimbingan. Ester merasa cemas karena kesibukan dosen
pembimbingnya yang tergolong tinggi. Kecemasan yang dirasakan setiap informan menimbulkan ketidakpastian
dan pertanyaan dalam benak mereka. Villya mengatakan bahwa sebelum bimbingan Villya tidak memiliki kesan khusus terhadap dosen pembimbingnya.
Villya menuturkan alasannya karena Villya jarang masuk pada mata kuliah yang diajarkan Pak Berry sebab jadwal kuliah tersebut terlalu pagi dan dirinya yang
sering terlambat, dan saat Villya masuk tepat waktu yang mengajar adalah asisten dosen Pak Berry. Jadi sangat jarang Villya bertemu Pak Berry saat mata kuliah
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Peneliti mengamati bahwa sedikitnya interaksi komunikasi menyebabkan tingginya ketidakpastian pada Villya.
“begitu sudah dapat dan kaget luar biasa, kak maya dan kak hanim ketawa-ketawa di jurusan. Kak Hanim bilang, Gak papalah, enak kok.
Sementara kan dari awal pikiran itu udah nanya Pak Berry itu kejam gak ya? Judulku ditolak gak ya? Aku bisa nyambung gak ya sama bapak itu?
Sebelumnya sempat juga sih ada yang bilang, sama dia bapak itu tipe yang acc-acc aja, tapi ya tetap aja kan, karna ada yang bilang bapak itu killer,
jadinya udah mikir yang enggak-enggak duluan. Ketemu sama asdos bapak itu,terus kakak itu yang, Gapapa kok, enak kok ada titik temu
biasanya kalo ngomong sama bapak itu, kayak gitulah, kakak itu ngasi semangat mungkin. Awalnya bahkan sempat nanya juga sama asdosnya,
eh judul, Kak cemana kak judul keq gini? Udah lah diskusikan aja,kata kakak itu. Soalnya Villya ini kak, agak kesulitan soal teorinya sementara
bapak itu sangat gila lah soal teori.”
Villya sangat cemas untuk bimbingan dengan Pak Berry. Kecemasan Villya membuatnya kehilangan rasa percaya diri akan proposal yang sudah
dikerjakannya sehingga Villya berusaha menurunkan kecemasan dengan mencari motivasi eksternal dari individu lain, termasuk asisten dosen Pak Berry.
Berbeda dengan Villya, Christy sudah menjalin interaksi komunikasi yang baik dengan dosen pembimbingnya sebelum bimbingan skripsi. Hal ini
menyebabkan ketidakpastian Christy tidak sebanyak ketidakpastian Villya meskipun Christy memiliki tingkat kecemasan yang tergolong tinggi juga. Saat
mengajukan judul ke departemen yang menjadi ketua departemen adalah dosen pembimbing Christy, Pak Matias. Ketika Christy mengajukan judul skripsinya,
Pak Matias langsung mengatakan kepada Christy bahwa Christy dibimbing oleh beliau saja. Kecemasan yang dialami Christy karena terkejut akan keputusan Pak
Matias yang tidak diduganya terjadi dalam waktu yang singkat. Ketidakpastian yang ada pada Christy hanya mengenai jangka waktu proses bimbingan skripsi
Universitas Sumatera Utara
dengan Pak Matias. Mengenai karakter Pak Matias, Christy telah mempelajarinya selama interaksinya dengan Pak Matias saat kuliah.
“Waktu kami ngajuin judul, bapak itu kan masih kajur. Jadi, dia yang memilih skripsiku, aku jadi anak asuhnya kan. Waktu aku ngasih
judulku, bapak itu langung bilang Kamu sama saya saja ya bimbingan. Ya udah, dengar kek gitu cemas lah.”
Nalon, yang memiliki dosen pembimbing yang terkenal dengan sulitnya mahasiswa bimbingan beliau tamat dengan cepat, memiliki ketidakpastian
terhadap penilaian mahasiswa lain terhadap dosen pembimbingnya. “ketidakpastian yang muncul itu, aku ingin tahu kenapa Ibu itu
membuat orang lama. Itu sih awalnya. Kenapa senior-senior itu bilang kalo Ibu itu lama siapnya selalu dibuatnya? Apa yang sebenarnya yang
buat Ibu itu membuat anak bimbingannya lama selesai? Kenapa Ibu itu dibilang gak konsisten? Aku juga agak takut untuk mulai bicara sama Ibu
itu karna belum tau seperti apa karakter Ibu itu. Jadi gak tau gimana cara ngomong sama Ibu itu, misalnya komunikasi melalui telepon, apakah
harus telepon atau sms atau apa. Jadi takut awalnya.”
Begitu pula dengan Lukas yang memiliki dosen pembimbing dengan gelar profesor dan master teologia. Gelar dosen pembimbingnya, membuat mahasiswa
berkulit hitam ini merasa khawatir dan tidak pasti akan ilmu yang dimiliki dosen pembimbingnya. Lukas merasa tidak pasti akan kemampuan dosen pembimbing
untuk menguasai dan mendalami penelitiannya. Hal ini disebabkan dosen pembimbing Lukas lebih cenderung memiliki keahlian di bidang keagamaan.
Menurut pengamatan peneliti, baik Villya, Lukas, Christy, Ester dan Nalon, kelimanya merasakan kecemasan dan ketidakpastian karena persepsi
negatif yang tertanam dalam pikiran mereka. Persepsi ini tidak bersumber dari pengalaman pribadi, tetapi dari penilaian orang lain mengenai dosen pembimbing
mereka.
Universitas Sumatera Utara
Dari hal ini dapat dilihat bahwa faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Villya dan Lukas adalah karakter dosen pembimbing yang bertolak
belakang dengan karakter mereka, Ester karena persepsi negatifnya akan sulitnya bimbingan dengan dosen yang sangat sibuk, sedangkan Christy dan Nalon
merasakan kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi akibat faktor internal mereka sendiri yakni karakter mereka yang introvert dan mudah cemas.
Kesimpulan Kasus: 1.
Villya, sebelum melakukan interaksi komunikasi, pada tahap penunjukan dosen pembimbing memiliki persepsi awal yang negatif mengenai dosen
pembimbingnya. Villya merasa bahwa karakternya dan dosen pembimbingnya bertolak belakang.
Tertarik dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, terbuka dan seringkali banyak bicara, suka mengatakan apa yang dipikirkannya, dan mudah
beradaptasi serta mendapat teman adalah beberapa karakter yang dimiliki Villya. Tetapi kaku, keras, pendiam, teoritis dan tertarik dengan pemikirannya sendiri
adalah karakter Pak Berry, dosen pembimbingnya, menurut persepsi awal Villya. Mengenai kecemasan berkomunikasi yang dialami Villya disebabkan oleh
faktor internal Villya yakni adanya persepsi akan karakter dosen pembimbing yang berbeda dengan dirinya, Villya mengalami kecemasan yang tinggi. Bila
ditinjau dari parameter kecemasan Patterson dan Ritts, kecemasan Villya ditunjukkan lewat aspek kognitif dimana Villya terlalu fokus pada diri sendiri
Universitas Sumatera Utara
self-focus serta timbulnya pemikiran negatif. Kecemasan yang tinggi ditandai dengan perasaan takutnya yang tinggi yang disebakan oleh tingginya
ketidakpastian Villya akan dosen pembimbingnya. Villya yang hanya mengikuti satu mata kuliah Pak Berry, yang lebih sering dibawakan oleh asisten beliau,
jarang masuk mata kuliah tersebut karena sering terlambat. Hal ini menyebabkan Villya sangat jarang berkomunikasi dengan Pak Berry. Minimnya komunikasi
mengakibatkan minimnya persepsi interpersonal akan karakter beliau dan tingginya ketidakpastian terhadap dosen pembimbingnya. Dalam teori
ketidakpastian, pada tahap penunjukan Villya mengalami ketidakpastian perkiraan predictive uncertainty dimana Villya tidak memiliki kesan tersendiri akan dosen
pembimbingnya karena sebelumnya Villya tidak memiliki kebutuhan besar untuk mengetahui karakter Pak Berry.
Kecemasan dan ketidakpastian Villya yang tinggi juga ditunjukkan dengan reaksi Villya yang segera menanyakan mengenai karakter dan metode bimbingan
dosen pembimbingnya kepada mahasiswa lainnya bahkan kepada asisten Pak Berry. Meskipun sudah mendapatkan beberapa informasi positif mengenai dosen
pembimbingnya, kecemasan dan ketidakpastian Villya tetap tidak menurun. Jadi dalam tahap penunjukan ini, dapat disimpulkan bahwa faktor
penyebab kecemasan dan ketidakpastian Villya adalah adanya degree of unpredictability derajat ketidakpastian dimana persepsi interpersonal akan
karakter dosen pembimbing sangat sedikit bahkan hampir tidak ada yang menimbulkan banyak ketidakpastian dan degree of dissimilarity derajat
perbedaan yakni persepsi Villya terhadap Pak Berry yang cenderung negatif dimana yang tertanam dalam benak Villya hanyalah karakter dosen
Universitas Sumatera Utara
pembimbingnya yang bertolak belakang dengan dirinya yang membuat kecemasannya semakin tinggi dan ketakutan bahwa judulnya akan ditolak
semakin bertambah. Berdasarkan asumsi teori ketidakpastian dikatakan bahwa individu
mengalami ketidakpastian dengan individu yang belum dikenalnya dan ketidakpastian merupakan situasi yang tidak disukai yang dapat menimbulkan
stress secara kognitif. Hal inilah yang dialami Villya yang mengakibatkan kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi dalam dirinya pada tahap penunjukan.
Dapat dilihat bahwa karakter Villya yang tergolong ekstrovert ,bahkan jika dikaitkan ke dalam Johari Window Villya memiliki open area yang lebih
dominan, tertutupi oleh kecemasan dan ketidakpastiannya yang tinggi. 2.
Lukas, memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya tergolong individu yang mudah marah serta tergolong dosen yang membuat mahasiswa
bimbingannya tamat dalam periode waktu yang lama. Selain itu, Lukas merasa tidak pasti akan kemampuan dosen pembimbing
untuk menguasai dan mendalami penelitiannya. Hal ini disebabkan dosen pembimbing Lukas lebih cenderung memiliki keahlian di bidang keagamaan.
Ketidakpastiannya ini serta persepsi awal yang dimiliki Lukas menimbulkan kecemasan yang tergolong tinggi. Lukas mengungkapkan bahwa dirinya terkejut
ketika mendapati Ibu Risnawati yang akan membimbingnya selama proses skripsi. Kecemasan dan ketidakpastian Lukas semakin meningkat mengingat dosen
pembimbingnya memiliki gelar profesor dan master teologia. Di satu sisi gelar professor menunjukkan pengalaman beliau di bidang pendidikan yang sangat lama
Universitas Sumatera Utara
yang membuat Lukas mengalami kecemasan dimana kesenjangan tingkat pendidikan Lukas dengan dosen pembimbingnya sangat tinggi sehingga
kemungkinan kesulitan dalam memahami pemikiran beliau semakin besar terjadi. Di sisi lain, gelar master teologia yang disandang dosen pembimbingnya membuat
Lukas tidak yakin akan tingkat penguasaan dosen terhadap materi yang ditelitinya. Mengenai faktor yang cenderung berpotensi menjadi penyebab kecemasan
dan ketidakpastian Lukas adalah faktor subordinate status dan lack of experience yakni gelar professor dan master teologia dosen pembimbingnya.
Lukas dengan karakter mudah bergaul, santai, tenang, memiliki rasa humor yang tajam yang cenderung plegmatis dan ekstrovert ternyata terkalahkan
juga oleh kecemasan dan ketidakpastiannya. Namun, walaupun memiliki kecemasan dan ketidakpastian berkomunikasi yang cenderung tinggi, Lukas tetap
bersikap tenang dan berusaha berpikiran positif akan proses bimbingan skripsinya. 3. Christy, memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya tegas, mudah
marah, dan bila sedang marah akan berdampak pada mahasiswa lainnya. Sedangkan Christy memiliki karakter yang cenderung introvert dan melankolis
seperti sensitif, berteman dengan hati-hati hanya berteman dengan individu tertentu, musikal, penuh pemikiran, dan cenderung tertutup. Bila dilihat dari
Johari Window, Christy cenderung memiliki hidden area yang lebih dominan karena dirinya sulit untuk terbuka dengan semua orang sehingga karakternya lebih
disadari oleh dirinya dan tidak diketahui oleh orang lain. Karakter dosen pembimbing yang mudah marah, tentu saja bertentangan
dengan karakter Christy yang sensitif. Selain itu, Christy merasa terkejut saat
Universitas Sumatera Utara
ketua departemennya memilih untuk membimbing Christy. Bagi mahasiswa, memiliki dosen pembimbing yang juga menjabat sebagai ketua departemen
sungguh tidak mudah. Di samping karakter ketua departemen yang umumnya sangat disegani oleh mahasiswa, ketua departemen juga memiliki kesibukan yang
tinggi. Waktu, jabatan, karakter adalah tiga hal yang ada dalam diri dosen pembimbing yang memiliki persepsi negatif di benak Christy yang menimbulkan
kecemasan yang tinggi pada Christy. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang cenderung
berpotensi menjadi penyebab kecemasan dan ketidakpastian adalah degree of conspicuousness dimana kecemasan dirinya timbul karena dirinya terlihat
menonjol di hadapan dosen pembimbingnya karena kepintarannya , degree of evaluation karena adanya kecemasan akan dievaluasi, serta lack of communication
skills yakni timbulnya kecemasan karena dirinya yang sulit berkomunikasi secara terbuka sebagai bentuk karakternya yang cenderung tertutup.
4. Ester, persepsi awalnya mengenai Ibu Linda Elida merasa cemas karena
Ester baru mengenal Ibu Linda di mata kuliah perkotaan dan Ester tidak terlalu dekat dengan beliau. Ibu Linda sebelumnya kuliah di Malaysia, sehingga beliau
sudah lama tidak mengajar di Sosiologi. Persepsi interpersonal Ester mengenai Ibu Linda adalah beliau dosen yang tegas yang mengajar di kelas dengan
menggunakan bahasa asing. Selain itu, Ester merasa bahwa Ibu Linda adalah tergolong dosen killer. Senior juga mengatakan bahwa Ibu Linda adalah dosen
yang sangat disiplin. Hal inilah yang menjadi penyebab kecemasan dan ketidakpastian Ester yang tinggi dalam proses bimbingan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
5. Nalon, persepsi awalnya mengenai Ibu Ria, selaku dosen pembimbingnya,
adalah beliau Bu Ria tidak konsisten, cenderung membuat mahasiswa bimbingannya tamat dalam periode waktu yang lama. Persepsi awal ini bukanlah
persepsi interpersonal Nalon terhadap Ibu Ria, tetapi persepsi yang diperoleh dari persepsi orang lain terhadap dosen pembimbingnya.Akan persepsi ini sendiri,
Nalon sebenarnya pernah merasa tidak percaya dengan apa yang orang katakan. Namun, Nalon melihat banyak mahasiswa bimbingan Ibu Ria yang memang lama
dalam menyelesaikan skripsi atau lama tamat sehingga Nalon percaya akan persepsi orang lain terhadap dosen pembimbingnya.
Mengenai karakter Nalon sendiri, Nalon cenderung introvert dan memiliki hidden area yang lebih mendominasi pribadinya. Di ruang publik Nalon lebih
sering tampil dengan muka pendiam dan tampak penuh pemikiran, tetapi saat bersama teman-teman terdekatnya seperti teman-teman dari UKM KMK
karakternya berubah menjadi ceria dan bersahabat. Dalam hal kecemasan berkomunikasi dan ketidakpastiannya, Nalon
tergolong individu dengan kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi. Kecemasannya yang tinggi terlihat dari Nalon yang cemas untuk melakukan tahap
perkenalan dengan dosen pembimbingnya. Ketidakpastian Nalon ditunjukkan akan kebingungannya untuk menemui dosen pembimbingnya, apakah bertemu
secara tatap muka, atau melalui sms, atau melalui telepon. Selain itu, ketidakpastiannya juga mengakibatkan timbulnya keingintahuannya untuk
mengetahui kebenaran akan persepsi orang lain mengenai dosen pembimbingnya, Nalon juga ingin mencari tahu alasan beliau membuat mahasiswa bimbingannya
tamat dalam perode waktu yang lama.
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang cenderung menjadi faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Nalon adalah karakter dirinya yang introvert yang menyebabkan
dirinya merasa kurang memiliki pengalaman dan keahlian dalam berkomunikasi lack of communication skills and experience serta adanya ketidakpastian akan
karakter dosen pembimbing dan situasi bimbingan yang akan dihadapinya degree of unpredictability.
Kesimpulan Kategori: Dari seluruh informan yang mengalami kecemasan dan ketidakpastian tinggi pada
tahap penunjukan, Villya memiliki kecemasan dan ketidakpastian yang paling tinggi. Hal ini dapat dilihat dari ketakutan yang dialami Villya. DeVito pernah
menuliskan bahwa ‘High apprehensive avoid communication situations; when forced to participate, they do so as little as possible.’ Individu yang mengalami
kecemasan yang tinggi akan menghindari situasi komunikasi; saat didorong untuk berkomunikasi, mereka akan melakukannya seminimum mungkin
Hal inilah yang dialami Villya dimana informan ini berusaha untuk tidak menghindari Pak Berry sebagai dosen pembimbingnya karena adanya kecemasan
yang tinggi terhadap judulnya yang akan ditolak oleh beliau. Villya berusaha mencari informasi sebanyak mungkin mengenai dosen pembimbingnya, namun
ketakutannya tidak berkurang. Bahkan saat pertama kali mengetahui dosen pembimbingnya Pak Berry, Villya sempat menunjukkan ekspresi takut dan
sedihnya kepada dosen serta asisten-asisten dosen yang saat itu sedang ada di departemen Ilmu Komunikasi, sebagai aksi akan keenggannannya untuk
Universitas Sumatera Utara
dibimbing oleh Pak Berry. Beruntung saat itu Villya didorong oleh asisten Pak Berry untuk segera melakukan perkenalan kepada beliau, dan karakternya yang
ekstrovert membuatnya terpaksa menemui dosen pembimbingnya. Sedangkan Lukas, Nalon, Ester maupun Christy walaupun memiliki
kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi, mereka tidak membutuhkan dorongan individu lainnya untuk menemui dosen pembimbingnya. Mereka masih bisa
mengendalikan kecemasan dan ketidakpastian yang mereka alami, tanpa bantuan individu lain.
Kategori II. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN MODERAT PADA TAHAP PENUNJUKAN DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Fitri
2. Lydia 3. Teresia
Fitri, mahasiswi komunikasi, aktif dalam pelayanan KMK. Keaktifannya dalam pelayanan menempatkan Fitri sebagai koordinator se-FISIP di
organisasinya. Fitri mengungkapkan bahwa dirinya terbuka pada orang-orang yang terbuka untuk menerima dirinya. Berdasarkan pengamatan peneliti, terlihat
bahwa Fitri terbuka pada teman-teman sepelayanannya di KMK namun tertutup saat di kampus. Kesehariannya di kampus lebih sering dilewati bersama dua orang
teman akrabnya, dan untuk teman-teman yang lain dia hanya berbicara seperlunya seperti hanya untuk hal-hal yang bersifat akademis. Selain itu, mahasiswi yang
sering menggunakan jeans, kemeja, dan sepatu ini lebih sering disapa daripada
Universitas Sumatera Utara
menyapa. Dibandingkan dengan di kampus, gadis belia berambut ombak ini lebih sering tertawa dan tersenyum saat berinteraksi di KMK. Saat di kampus, Fitri
tergolong mahasiswi yang rajin dan cukup disegani. Duduk di barisan depan dan aktif dalam proses belajar dengan intensitas tinggi untuk bertanya maupun
menanggapi pertanyaan dosen adalah kebiasaannya di kampus. Kerajinannya ini membuat mahasiswa lainnya sering meminjam dan memfotokopi catatannya saat
musim ujian. Serupa dengan Fitri, informan yang memiliki panggilan akrab Lydia juga
hanya bisa terbuka untuk orang-orang tertentu. Lydia adalah salah seorang sahabat Christy, informan peneliti yang juga cenderung introvert. Saat wawancara, Lydia
menuturkan mengenai karakter dirinya yang agak tertutup dan agak sulit untuk terbuka dengan orang lain. Baginya lebih baik menyimpan sendiri daripada
bercerita kepada orang lain. Ketika peneliti mewawancarai Lydia, mahasiswi Ilmu Kesejahteraan
Sosial ini menyambut peneliti dengan ramah dan cukup terbuka. Dibandingkan dengan Christy, Lydia lebih terbuka kepada orang lain. Hal ini terlihat dari
informasi yang diberikan Lydia kepada peneliti lebih banyak dibandingkan informasi yang Christy berikan, padahal di kampus peneliti lebih akrab dengan
Christy dibanding Lydia. Demikian pula mahasiswi Ilmu Kesejahteraan Sosial yang bernama
Teresia, dia mengatakan bahwa dirinya mudah sekali cemas, mudah khawatir, bahkan stres. Hal ini terlihat dari kecemasannya akan dosen pembimbing yang
notabene adalah pilihannya. Berbeda dengan Fitri dan Lydia, ketua departemen
Universitas Sumatera Utara
IKS mempersilakan Teresia untuk menentukan sendiri siapa dosen pembimbingnya. Meskipun Teresia yang memilih Pak Robinson untuk
membimbingnya, Teresia masih merasakan kecemasan dan kekhawatiran. Sekali lagi dia menjelaskan kepada peneliti akan kecemasannya bila Pak Robinson
menolak untuk membimbingnya, ketakutannya akan perbedaan kerangka berpikir antara dia dan dosen pembimbingnya, ketakutannya akan ketidakmampuannya
untuk mengadopsi ide dan pengetahuan Pak Robinson, maupun kecemasannya akan miskomunikasi dalam bimbingan skripsi.
‘Pertamanya sih pas tau dari departemen kalo Pak Robinson itu dopingku, aku sih agak takut juga ya. Takutnya nanti pikiran aku gak sama
pulak sama pikiran bapak itu, maksudnya gak nyambung gitu kalo misalnya bimbingan. Aku takut bapak itu,apa ya? Gimana bilangnya ya?
Bapak itu gak mau bimbing aku karena aku mahasiswa yang gak pintar kali, kek gitu. Walaupun aku yang mengajukan bapak itu jadi dopingku.
Kemaren pas aku ngajuin judul kan aku ditanya sama ketua departemen, Siapa yang mau jadi dopingnya? Terus kubilang aja Pak Robin karena kan
aku kuantitatif terus kan pas aku nanya-nanya sama senior aku, katanya Pak Robin itu kalo masalah kuantitatif itu dia ngarahkan mahasiswanya
bener, gitu.’
Peneliti melihat Teresia memandang dirinya kurang pintar dan kurang memiliki rasa percaya diri, adanya rasa khawatir akan pemikiran individu lain
akan dirinya secara negatif. Kurangnya rasa percaya diri membuat Teresia mudah merasakan kecemasan dalam dirinya.
‘Aku emang yang suka cemas. Kek mana ya yang kubuat ini? Udah betul atau gak? Emang aku gitu. Yah, gampang kali stress.’
Mengenai kecemasan dan ketidakpastian yang mereka rasakan, baik Fitri, Lydia maupun Teresia sama-sama berada pada tingkat kecemasan yang moderat.
Mereka tidak terlalu cemas, namun bukan berarti mereka tidak cemas. Kecemasan Fitri dikarenakan informasi-informasi yang telah didengarnya mengenai dosen
Universitas Sumatera Utara
pembimbingnya. Senior dan teman-temannya mengatakan bahwa dosen pembimbingnya adalah dosen yang punya banyak ketentuan, memiliki permintaan
yang tergolong besar yang dianggap sebagai ‘ungkapan terima kasih’, otoriter, dan bila perkataan beliau tidak diikuti maka akan memperumit penyelesaian
skripsi dan meja hijau. Fitri sendiri memiliki persepsi bahwa Pak Farrel, dosen pembimbingnya, dosen yang lembut di luar namun isi hatinya sulit ditebak.
Berdasarkan pembicaraan selama wawancara, peneliti mengamati bahwa Fitri memandang dosen pembimbingnya sebagai dosen yang sulit ditebak, apa yang
diucapkan Pak Farrel belum tentu sama dengan yang ada di hati beliau. Hal ini dikarenakan Pak Farrel adalah seorang dosen yang memiliki pengetahuan yang
luas, pengalaman yang banyak, serta seorang komunikator yang andal. Persepsi inilah yang membuat Fitri memiliki kecemasan dan ketidakpastian.
“Aku bingung gimana cara menghubungi bapak itu untuk konsultasi, gimana cara bicara sama bapak itu. Terus, saya bertanya sama
orang-orang yang sudah pernah dibimbing sama bapak itu. Katanya kalau mau bimbingan sama bapak itu jangan ditelepon jangan disms, liat aja
jadwal bapak itu ngajar, trus kalau bapak itu selesai ngajar jangan langsung didatangi , biarkan dulu dia istirahat sebentar untuk “cari angin”.
Trus ada juga yang bilang kalau mau bimbingan bawa capucino dingin, trus ikutin aja apa kemauan bapak itu. Kalau kita gak ikutin kemauan dia,
dia gak mau ngelanjutin skripsi kita. Aku sih melihat bapak itu, memang diluarnya lembut tapi kita kan gak tahu hatinya. Jadi kita susah harus
melakukan apa terhadap bapak itu. Aku bilang itu karena pengalaman masuk mata kuliah sama bapak itu, bilang semua akan dapat B, tapi
ternyata C atau D.”
Peneliti melihat bahwa dengan karakternya yang rajin pelayanan dan taat beragama, ketentuan dan permintaan dosen pembimbing seperti salah satunya
ingin disambut dengan segelas capucino dingin, sebenarnya bertentangan dengan hati nurani Fitri. Faktor ini jugalah yang menimbulkan kecemasan pada dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan Fitri yang cemas karena dosen pembimbingnya yang mempunyai banyak ketentuan, kecemasan Lydia justru dikarenakan teman-
temannya mengatakan bahwa dosen pembimbingnya selalu setuju dengan apa yang dikerjakan mahasiswa. Hal ini menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian
Lydia akan karakter Pak Husni. Selain itu, kurangnya pengetahuan Lydia mengenai Pak Husni juga menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian dalam
dirinya. ‘Waktu aku tahu dosen pembimbingku Pak Husni ku agak cemas
juga sebenarnya pada awalnya karena senior banyak yang bilang kalo sama bang Husni Thamrin itu pas lagi bimbingan iya-iya aja. Tapi ada
senangnya juga karena kalau acc-acc aja, jadinya bakal cepat. Terus awalnya banyak pertanyaan, Abang ini kek mana gitu.’
Dari ketiga informan di atas, hanya Teresia yang merasakan kecemasan disebabkan faktor personal dari dirinya sendiri. Sedangkan Fitri dan Lydia,
meskipun tergolong individu yang introvert seperti Teresia, namun faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian mereka cenderung berasal dari dosen
pembimbing.
Kesimpulan Kasus: 1.
Fitri, mahasiswi Ilmu Komunikasi ini sudah mengenal karakter dosen pembinmbingnya, Pak Farel, karena Fitri sudah mengikuti beberapa mata kuliah
beliau. Fitri memiliki persepsi interpersonal bahwa dosen pembimbingnya memiliki karakter yang tidak terduga dan sulit diprediksi. Fitri mengungkapkan
bahwa Pak Farrel lembut di luar namun pemikiran maupun isi hatinya tidak dapat diketahui. Di samping itu, Fitri juga memiliki informasi tambahan yang
Universitas Sumatera Utara
diperolehnya dari persepsi mahasiswa lainnya yang terlebih dahulu dibimbing oleh Pak Farel. Mahasiswa lain mengatakan bahwa Pak Farel adalah dosen
pembimbing yang punya banyak ketentuan, memiliki permintaan yang tergolong besar yang dianggap sebagai ‘ungkapan terima kasih’, otoriter, dan bila perkataan
beliau tidak diikuti maka beliau dapat memperumit proses penyelesaian skripsi dan meja hijau.
Bila dilihat dari karakter Fitri sendiri, Fitri adalah individu yang ingin memiliki teritorinya sendiri, sulit menciptakan hubungan baru, sulit beradaptasi,
terbuka pada individu-individu yang terbuka untuk menerima dirinya. Selain itu, Fitri tergolong suka bekerja keras dan cenderung menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik, mengikuti aturan dan disiplin, serta relative stabil dalam bekerja. Bagi teman-teman dekatnya, Fitri cenderung berada pada bidang I pada Johari
Window. Dia terbuka akan perasaan dan pemikirannya kepada teman dekatnya, lebih ceria, dan fleksibel. Tetapi dalam lingkup publik, Fitri cenderung memiliki
hidden area yang dominan, terlihat lebih pendiam dan tertutup. Mengenai kecemasan dan ketidakpastian yang dialaminya, Villya
mengalami kecemasan dan ketidakpastian pada tingkat moderat, tidak terlalu cemas tetapi bukan berarti tidak cemas. Kecemasan dan ketidakpastian Fitri
terlihat dari kebingungannya akan metode berkomunikasi Pak Farrel, serta bagaimana metode konsultasi bimbingan skripsi. Namun untuk mengurangi
kecemasan dan ketidakpastiannya, Fitri bertanya kepada mahasiswa lainnya yang sudah pernah dibimbing oleh beliau.
Universitas Sumatera Utara
Adapun faktor yang cenderung menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian Fitri adalah kepribadiannya yang cenderung tertutup. Berdasarkan
teori kecemasan McCroskey, subordinate status dan degree of unpredictability menjadi faktor penyebab kecemasan Fitri. Subordinate status dimana Pak Farel
adalah dosen yang memiliki pengetahuan yang luas, pengalaman yang banyak, serta seorang komunikator yang andal, terutama dalam Ilmu komunikasi. Jam
terbang beliau yang tinggi di dunia Ilmu komunikasi membuat Fitri menjadi cemas dan kurang percaya diri untuk berkomunikasi dengan Pak Farel. Sedangkan
degree of unpredictability adalah ketidakpastian Fitri akan pemikiran Pak Farel yang belum tentu sama dengan perilaku beliau menyebabkan kecemasan pada
Fitri. 2.
Lydia memiliki persepsi awal akan Pak Husni, dosen pembimbingnya, adalah tipe dosen pembimbing yang selalu setuju dengan apa yang dikerjakan
mahasiswa, kurang memberikan kritikan terhadap skripsi mahasiswa bimbingannya, serta suka bercanda. Namun persepsi awal Lydia bukanlah
persepsi interpersonalnya, melainkan persepsi mahasiswa lain terhadap dosen pembimbingnya.
Bila dilihat dari karakter Lydia sendiri, Lydia tergolong individu yang cenderung introvert, memiliki kesulitan untuk mengungkapkan perasaan, lebih
memilih untuk menyimpan sendiri suatu permasalahan daripada bercerita kepada individu lain. Selain itu, Lydia juga tidak suka berargumen secara terbuka atau
memulai perselisihan dan akan mengevaluasi suatu hal dengan intelektualitas antara benar atau salah.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap penunjukan, Lydia mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam tingkat moderat dimana Lydia tidak terlalu cemas untuk memulai
berkomunikasi dengan dosen pembimbingnya. Kecemasan dan ketidakpastian Lydia hanya pada pembawaan Pak Husni yang suka bercanda dan cenderung
selalu menyetujui apa yang dikerjakan oleh mahasiswa bimbingannya. Adapun ketidakpastian Lydia hanyalah ketidakpastian perkiraan predictive uncertainty
terhadap karakter Pak Husni. Mengenai faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Lydia antara
lain adanya degree of unpredictability yakni ketidakpastian Lydia akan karakter Pak Husni yang suka bercanda selama bimbingan skripsi. Hal ini juga terjadi
karena Lydia kurang mengenal karakter Pak Husni sebelum bimbingan skripsi. 3.
Teresia memiliki persepsi awal mengenai dosen pembimbingnya, Pak Robinson, bahwa beliau adalah dosen yang benar-benar mengarahkan mahasiswa
bimbingannya selama konsultasi bimbingan skripsi. Selain itu, Teresia melihat bahwa Pak Robinson adalah dosen yang sudah lama mengajar di departemen Ilmu
Administrasi Negara. Teresia juga melihat bahwa beliau sangat menguasai penelitian kuantitatif, yang akan menjadi penelitian Teresia nantinya.
Karakter Teresia sendiri adalah karakter yang mudah cemas. Morrisan menuliskan bahwa terdapat tiga kategori sifat komunikator yang paling menarik
dan paling sering dibahas dalam literatur komunikasi, salah satunya adalah komunikator dengan sifat cemas. James McCroskey menyatakan bahwa pada
dasarnyas setiap orang pernah mengalami kecemasan berkomunikasi, namun ada kalanya kecemasan itu bersifat berlebihan sehingga menjadi tidak normal.
Universitas Sumatera Utara
Teresia mengalami kecemasan yang berlebihan yang membuatnya merasa cemas ketika harus berkomunikasi. Hal ini terbukti dari kecemasannya terhadap
dosen pembimbing yang adalah pilihannya sendiri. Kecemasan yang dialami Teresia ini juga disebabkan oleh karakternya yang cenderung tertutup. Selain itu,
Teresia juga kurang memiliki rasa percaya diri, memiliki citra diri yang rendah, sensitif, dan penuh pemikiran.
Mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya, pada tahap penunjukan dosen pembimbing Teresia mengalami kecemasan dan ketidakpastian yang
moderat. Berada pada tingkat moderat karena Teresia sendiri yang memilih dosen pembimbingnya, sehingga informan ini tidak terkejut dan sudah siap menerima
Pak Robinson sebagai dosen pembimbingnya. Bila dilihat dari hal ini, seharusnya Teresia tidak perlu merasa cemas pada tahap penunjukan dosen pembimbing.
Namun, karakter Teresia yang tertutup dan mudah khawatir membuat Teresia mengalami perasaan cemas yang moderat.
Adapun faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Teresia adalah dikarenakan oleh faktor personal dimana karakter dirinya yang memang tertutup,
mudah cemas, pemalu, dan mudah khawatir. Teresia menuturkan bahwa dirinya cemas jika nanti saat bimbingan Teresia tidak dapat mengerti pemikiran dari Pak
Robinson karena pengetahuan Pak Robinson yang tinggi serta kemampuan komunikasi Teresia yang kurang terbuka. Faktor penyebab kecemasan dan
ketidakpastian yang seperti ini, tergolong dalam faktor subordinate status dan lack of communication skills and experience.
Universitas Sumatera Utara
Kesimpulan Kategori: Dari ketiga informan di atas, yang memiliki kecemasan dan ketidakpastian
moderat yang paling signifikan adalah Fitri karena sebelum mengetahui Pak Farel adalah dosen pembimbingnya, Fitri sudah mengenal karakter Pak Farel yang sulit
diprediksi dan kerap mempunyai banyak permintaan dari mahasiswa bimbingan lainnya.
Saat tahap penunjukan, Fitri memang memiliki kecemasan terhadap dosen pembimbingnya yakni mengenai bagaimana berkomunikasi yang baik dengan
beliau karena beliau juga mudah emosi bila capek dan ada masalah. Sebenarnya pada tahap penunjukan ini Fitri mengalami kecemasan yang cenderung tinggi.
Namun, karena karakter Fitri yang bertanggung jawab akan tugas dan kewajibannya sangat kuat maka kecemasan dan ketidakpastian Fitri yang tinggi
dapat diatasinya. Fitri segera mencari informasi bagaimana solusi tepat untuk berkomunikasi dengan Pak Farel. Setelah mendapatkan metode berkomunikasi ala
Pak Farel, kecemasan dan ketidakpastian Fitri pada tahap penunjukan akhirnya berada pada tingkat moderat.
Sedangkan Lydia mengalami kecemasan pada tingkat moderat karena sudah mengetahui karakter dosen pembimbingnya yang senang bercanda dan
karakter ini tidak mempersulit proses interaksi komunikasinya dengan beliau. Begitu pula Teresia yang menentukan sendiri dosen pembimbingnya, tidak merasa
cemas karena karakter dosen pembimbingnya. Kecemasan dan ketidakpastiannya yang moderat hanya karena faktor personalnya yang mudah merasa cemas.
Universitas Sumatera Utara
Kategori III. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN RENDAH PADA TAHAP PENUNJUKAN DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Agnesi
2. Erma 3. Hilda
4. Mutiara 5. Kevin
6. Nuel 7. Irwan
8. Bernard 9. Denny
Hilda, Mutiara, Kevin, Nuel, Irwan, Denny dan Bernard memiliki karakter yang hampir serupa yakni ramah, mudah bergaul dan terbuka dengan orang lain.
Erma, Hilda dan Mutiara sama-sama aktif dalam organisasi. Seperti Kevin, Nuel, Denny, Irwan dan Bernard, mereka mudah akrab dengan orang lain. Peneliti
melihat luasnya jaringan pertemanan yang mereka bangun baik melalui organisasi internal, eksternal, maupun kegiatan akademis yang diperoleh dari dosen pengajar
mereka. Di samping organisasi di departemen masing-masing, Mutiara dan Erma juga aktif dalam pelayanan di UKM KMK FISIP USU, sedangkan Hilda aktif
dalam organisasi GMKI. Irwan dan Bernard, mahasiswa Ilmu Politik, yang akrab dengan para dosen pengajar di Ilmu Politik membawa mereka untuk turut serta
dalam proyek-proyek di luar kampus yang dipercayakan oleh dosen pengajarnya guna mempraktikkan ilmu politik yang mereka miliki. Demikian pula halnya
dengan Kevin dan Nuel, mahasiswa Ilmu Antroplogi, yang juga terlibat dalam proyek ke masyarakat dari dosen pengajar mereka.
Universitas Sumatera Utara
Namun berbeda dengan Agnesi, mahasiswi yang periang namun cenderung tertutup dan kurang aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar aktivitas
perkuliahan. Agnesi, mahasiswi komunikasi, menjalani rutinitas di kampus hanya sebatas jadwal perkuliahan. Di luar itu, Agnesi lebih suka menikmati dunia maya
dengan browsing, chatting, maupun bermain game online. Agnesi suka sekali duduk di koridor gedung D FISIP USU memainkan laptop kesayangannya.
Peneliti mengamati mahasiswi ini lebih senang bermain dengan laptopnya dibandingkan dengan teman kampusnya. Intensitasnya menyendiri dengan
laptopnya lebih sering dibandingkan bergabung dengan teman-temannya di kampus. Bakatnya dalam bidang desain grafis membuat mahasiswi yang cuek ini
juga mempunyai pekerjaan sampingan yang dibangunnya sendiri yakni desain foto.
Mengenai kecemasan mereka, seluruh informan mengakui bahwa mereka tidak cemas bahkan justru merasa senang dan antusias saat mengetahui siapa
dosen pembimbing mereka. Denny merasa senang karena informan ini sendiri yang memilih Pak Tommy untuk menjadi pembimbingnya. Begitu pula Hilda dan
Erma tidak merasa cemas karena saat itu mereka mendapat kebebasan dari departemen Administrasi Negara untuk memilih sendiri dosen pembimbingnya.
Hilda memilih dosen yang mengajar mata kuliah yang sesuai dengan judul skripsinya.
‘Aku yang milih sendiri. Aku milih sendiri kemarin karena dia ngajar reformasi administrasi, dan judulku ini memang salah satu bentuk
reformasi administrasi. Terus aku juga milih karna aku gak mau sama dosen laki-laki, karna aku perempuan, lebih nyaman aja sama perempuan.’
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Erma memilih Ibu Asima sebagai pembimbingnya karena rekomendasi dari seniornya.
‘Sebenarnya jurusan yang memilih bukan kami tapi ndak taulah kenapa ketua departemen kasih kami kebebasan untuk memilih siapa
dosen pembimbing dan dosen penguji waktu seminar. Aku tertarik pada Ibu Asima untuk membimbing aku. ketertarikannya dari cerita alumni,
bahwa ibu itu yang memimpin, enak bimbingannya. Terus karena pertimbangan kemarin ibu itu kualitatif aku juga kualitatif makanya pasti
akan lebih mudah untuk menjelaskan Waktu aku memilih judul dengan senior, kak elida dan kak butet, mereka bilang dulu ibu itu kalo tidak salah
tesisnya tentang pnpm tentang gender, aku kan tentang pnpm juga jadi sedikit banyaknya tentang pnpm ibu itu sudah tau.’
Berbeda dengan Nalon, Kevin, dan Bernard yang dosen pembimbingnya ditentukan oleh departemen, mereka merasa senang karena sebelumnya mereka
sudah menjalin interaksi komunikasi yang akrab dengan dosen tersebut dan mereka mengetahui adanya kesesuaian antara karakter mereka dengan dosen
pembimbingnya. Bahkan karena adanya hubungan komunikasi antarpribadi yang baik, dosen pembimbing Irwan sendiri yang meminta Irwan untuk dibimbing oleh
beliau. ‘Dosen itu prinsipnya kalau di politik mau bersifat terbuka
,mendekatkan diri ke mahasiswa biar tidak ada gap-gap antara mahasiswa dengan dosen. Itu memang pencitraan yang dibangun di politik itu. Jadi
dosen-mahasiswa itu tidak ada perbedaan, tapi tetap kesopanannya dijaga. Emang seperti itu yang mau dibangun. Sebenarnya kalo irwan memang
kebetulan bapak itu yang minta. Sekarang kan ketua jurusan ganti-ganti semua ya. Yang sebelumnya kan kebetulan orangnya juga terbuka. Jadi
misalnya waktu Irwan ngajukan judul, beliau bilang Mau siapa dosen pembimbingnya? Langsung Irwan bilanglah, Pak Warjio, karena kebetulan
beliau juga yang mengajukan diri, Saya sajalah wan dosen pembimbing kamu. Jadi dia bilang, Kita ini kan istilahnya, saya butuh informasi sama
kamu, kamu butuh informasi sama saya jadi kita saling membantu. Kalau untuk sekarang memang itu tidak bisa seperti itu lagi, yang menentukan
ketua jurusan. Kalau dulu kami dikasih pilihan, mau siapa pembimbingnya.’
Universitas Sumatera Utara
Mutiara juga merasa tidak cemas meskipun dirinya dibimbing oleh ketua departemen yang cukup disegani mahasiswa departemen Sosiologi.
Ketidakcemasan ini disebabkan interaksi komunikasi yang akrab dengan Ibu Lina, dosen pembimbingnya, dimana Mutiara menjadi komting dalam tiga mata kuliah
yang diajarkan beliau. ‘Waktu pertama tahu beliau yang jadi pembimbingku, aku sih
enggak cemas karena udah dekat ya, senanglah. Kemarin kan waktu mata kuliah sering dipakai komting sama ibu itu ngapain absen. Terus sering
ikut proyek sama anak UGM, beliau kan yang jadi supervisornya, jadi udah dekat lah hubungannya. Aku yakin ibu itu pasti akan betul-betul
membimbing karna dia kan orang yang mempunyai perfeksionis ya. Meskipun lama, ya aku gak masalah sih, yang penting kan dia professional
lah dalam hal membimbing mahasiswa bimbingannya. Banyak dari mahasiswa bimbingannya yang lama, ada yang satu tahun baru seminar.
Tapi kemarin puji Tuhan, baru 4 bulan udah langsung di acc seminar.’
Sedangkan Agnesi merasa senang karena Kak Emil, panggilan akrab dosen pembimbingnya, sangat ramah, lembut, dan dengan latar belakang
pendidikan psikologi beliau, Agnesi percaya bahwa dosen pembimbingnya dapat memahami karakter psikologisnya yang introvert dan cuek.
‘Aku lega waktu tahu Kak Emil yang jadi dopingku. Antusiaslah. Kak emil orangnya pengertian, apalagi dia dosen psikologi, pasti dia tau
kekmana aku, gitulah. Kalo kepribadiannya kak emil orangnya baek, suka senyum.’
Disamping faktor personal dosen pembimbingnya yang baik, sebelum tahap penunjukan Agnesi juga sudah mengenal dosen pembimbingnya melalui
mata kuliah Psikologi Komunikasi yang diajarkan beliau. Sehingga tidak ada lagi kekakuan diantara Agnesi dengan dosen pembimbingnya.
Universitas Sumatera Utara
Kesimpulan Kasus: 1.
Agnesi memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya, Ibu Emil, adalah seorang dosen yang pengertian. Terutama dengan latar belakang sarjana
psikologi yang disandang Ibu Emil, membuat Agnesi merasa antusias untuk dibimbing oleh beliau. Agnesi merasa bahwa dosen pembimbingnya dapat
mengerti akan karakternya. Karakter Agnesi sendiri adalah periang namun cenderung tertutup, kurang
aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar aktivitas perkuliahan, tertarik dengan pemikirannya sendiri, memerlukan teritorinya sendiri, sulit membuat hubungan
baru. Selain itu, Agnesi memiliki karakter yang berteman dengan hati-hati, namun setia kawan dan mau mendengar keluhan individu lain.
Mengenai kecemasan dan ketidakpastian Agnesi, dalam tahap penunjukan Agnesi hampir tidak mengalami kecemasan dan ketidakpastian. Yang ada
hanyalah Agnesi masih mempertanyakan kemampuan beliau untuk membimbingnya.
Adapun faktor yang menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian Agnesi yang rendah adalah faktor personalnya yang kurang optimis akan proses
bimbingan skripsinya. 2.
Erma, mahasiswi Administrasi Negara yang dibimbing oleh Ibu Asima, sebelum tahap penunjukan tidak pernah mengikuti mata kuliah beliau jadi Erma
tidak memiliki persepsi interpersonal mengenai dosen pembimbingnya. Persepsi awal Erma terhadap Ibu Asima adalah beliau dikenal sebagai dosen pembimbing
Universitas Sumatera Utara
yang baik dan berkualitas dalam konsultasi bimbingan skripsi yang menguasai penelitian kualitatif.
Bila dilihat dari karakternya, Erma tergolong individu yang berkarakter koleris yakni senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif,
berkemauan keras dan pasti untuk mencapai target, mandiri, berani menghadapi tantangan dan masalah, mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat,
mendelegasikan pekerjaan dan fokus pada produktivitas, membuat dan menentukan tujuan, terdorong oleh tantangan dan tantangan, tidak begitu perlu
teman, mau memimpin dan mengorganisasi, punya visi ke depan, tidak suka yang sepele dan bertele-tele, pekerja keras.
Mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya, Erma tergolong mahasiswa yang memiliki kecemasan dan ketidakpastian rendah. Hal ini dikarenakan Erma
yang mengajukan Ibu Asima untuk menjadi dosen pembimbingnya. Walaupun Erma sebelumnya tidak pernah mengikuti mata kuliah beliau, namun berdasarkan
informasi dari senior-seniornya Erma mendapati banyak kesamaan dalam hal keilmuan yang dimiliki Ibu Asima dengan skripsinya. Skripsi Erma menggunakan
penelitian kualitatif, Ibu Asima ahli dalam penelitian kualitatif. Di samping itu, Erma ingin meneliti mengenai PNPM, tesis Ibu Asima mengenai PNPM. Hal
inilah yang membuat Erma merasa antusias untuk dibimbing oleh Ibu Asima. Namun komunikasi antarpribadi yang sebelumnya belum pernah dibangun
Erma dengan dosen pembimbingnya, membuat Erma sedikit cemas. Faktor kecemasan yang rendah ini tergolong dalam degree of unpredictability yakni
adanya ketidakpastian Erma terhadap Ibu Asima akan proses bimbingan
Universitas Sumatera Utara
skripsinya. Dan faktor penyebab kecemasan Erma berasal dari faktor personalnya sebagai dampak tidak adanya komunikasi antarpribadi sebelum tahap penunjukan.
3. Hilda, memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya, Ibu Erika,
adalah dosen yang baik dan tidak mempersulit mahasiswa bimbingannya. Hilda sendiri memiliki karakter yang ekstrovert, cepat beradaptasi dengan berbagai
situasi, dan percaya diri. Mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya, Hilda hampir tidak memiliki
kecemasan karena Hilda sendiri yang mengajukan agar Ibu Erika menjadi dosen pembimbingnya. Selain karena mendengar dari senior bahwa Ibu Erika adalah
dosen yang baik dan tidak mempersulit mahasiswa bimbingannya, Hilda juga memilih Ibu Erika untuk membimbingnya karena Hilda tidak mau dibimbing oleh
dosen pria. Di samping itu, Hilda melihat bahwa Ibu Erika adalah seorang dosen yang mengajar mata kuliah reformasi administrasi yang berkaitan dengan judul
skripsi Hilda. Adapun yang cenderung menjadi faktor penyebab kecemasan dan
ketidakpastian yang rendah pada diri Hilda adalah disamping karakternya yang terbuka, pada tahap penunjukan Hilda juga tidak terkejut lagi akan siapa yang
menjadi dosen pembimbingnya karena Hilda sendiri yang memilih untuk dibimbing oleh beliau.
4. Mutiara, memiliki persepsi awal bahwa Ibu Lina adalah dosen yang akan
benar-benar membimbingnya selama proses penyelesaian skripsi. Hal ini dikarenakan Mutiara sudah mengetahui secara personal bahwa beliau adalah
dosen yang memiliki karakter perfeksionis.
Universitas Sumatera Utara
Karakter Mutiara sendiri adalah individu yang ekstrovert, senang memulai hubungan baru, mudah beradaptasi, perfeksionis, ramah, realistis dan percaya diri,
pekerja keras, gigih, dan selalu semangat dalam bekerja. Mengenai kecemasan dan ketidakpastian yang dialami Mutiara, dia hampir
tidak merasa cemas pada tahap penunjukan saat mengetahui Ibu Lina yang akan menjadi dosen pembimbingnya. Bahkan Mutiara merasa senang dan antusias
karena sebelum itu, komunikasi antarpribadi Mutiara dengan Ibu Lina sudah dibangun dengan baik. Selama tiga mata kuliah, Mutiara menjadi komting di kelas
perkuliahan yang diajarkan oleh Ibu Lina. Selain itu, Mutiara sering mengikuti proyek bersama mahasiswa UGM dimana beliau yang menjadi supervisor proyek
tersebut, sehingga hubungan Mutiara dan Ibu Lina sudah tergolong dekat. Adapun faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Mutiara adalah
adanya informasi dari senior bahwa dosen pembimbingnya cenderung membimbing mahasiswa dalam periode waktu yang lama. Hal ini tidak terlalu
menimbulkan kecemasan bagi Mutiara karena Mutiara juga sudah siap untuk menerima konsekuensi lama selesai, dengan keyakinan bahwa walaupun lama
selesai namun skripsinya akan terselesaikan dengan baik. 5.
Kevin, memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya, Pak Agus, adalah seorang dosen yang baik dan tidak terlalu sulit memahami pemikiran
beliau. Hal inilah yang menjadi persepsi interpersonal Kevin terhadap dosen pembimbingnya pada tahap penunjukan. Di kalangan mahasiswa Antropologi,
Pak Agus juga terkenal dekat dengan mahasiswa, mampu menyampaikan ilmunya kepada mahasiswa dengan baik, serta tidak terlalu perfeksionis.
Universitas Sumatera Utara
Karakter Kevin sendiri tergolong cenderung introvert, hanya terbuka pada individu tertentu saja, tidak terlalu banyak bicara, berpandangan bahwa lebih baik
menyimpan sesuatu hal daripada menceritakannya kepada orang lain, menjaga jarak dengan individu-individu yang baru dikenalnya sehingga terkadang individu
lain menilai Kevin sebagai individu yang sombong. Tetapi saat bersama sahabat- sahabatnya, Kevin terbuka untuk menyampaikan perasaannya, ceria, dan sering
tertawa bersama. Mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya, Kevin hampir tidak
mengalami kecemasan dan ketidakpastian terhadap dosen pembimbingnya, bahkan Kevin merasa senang karena dibimbing oleh Pak Agus.
Adapun faktor yang cenderung menyebabkan rendahnya kecemasan dan ketidakpastian Kevin pada tahap penunjukan adalah karena adanya interaksi
komunikasi antarpribadi yang terbangun dengan baik sebelum tahap penunjukan dalam bimbingan skripsi.
6. Irwan memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya, Pak Warjio,
adalah dosen yang open minded., Beliau akan menjawab bila mahasiswa bimbingannya bertanya. Bahkan Irwan memiliki persepsi awal bahwa Pak Warjio
sudah seperti orangtua sendiri. Persepsi awal Irwan bukan berasal dari persepsi individu lain mengenai Pak Warjio, tetapi merupakan persepsi interpersonal Irwan
sendiri. Persepsi individu lain yang Irwan peroleh adalah bahwa bimbingan dengan Pak Warjio menyenangkan karena beliau tidak mempersulit mahasiswa
bimbingannya dan untuk berjumpa dengan beliau juga tidak susah, jika tidak di FISIP beliau dapat dijumpai di UMA.
Universitas Sumatera Utara
Karakter yang dimiliki Irwan sendiri adalah ekstrovert. Irwan tertarik dengan apa yang terjadi di sekitarnya, terbuka dan seringkali banyak bicara,
membandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain seperti aksi dan inisiatif, mudah mendapat teman atau beradaptasi dalam situasi baru, mengatakan
apa yang dipikirkannya, serta tertarik dengan orang-orang baru. Selain itu, Irwan juga tergolong mahasiswa yang aktif dalam mengikuti maupun mengisi acara-
acara yang diadakan di departemen Ilmu Politik. Mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya, Irwan hampir tidak memiliki
kecemasan dan ketidakpastian terhadap dosen pembimbing maupun cara berkomunikasi dengan dosen pembimbing, justru Irwan merasa antusias saat Pak
Warjio menjadi dosen pembimbingnya. Adapun faktor yang cenderung menjadi penyebab rendahnya kecemasan
dan ketidakpastian Irwan adalah Irwan sudah menbangun komunikasi antarpribadi yang baik dengan Pak Warjio. Hal ini dikarenakan keaktifannya di departemen
Ilmu Politik dimana dalam acara-acara yang diadakan oleh pihak departemen, maupun acara yang diadakan oleh dosen-dosen, Irwan sering menjadi pembawa
acara, pengisi acara atau membaca doa. Selain itu, sebelumnya Irwan juga sudah sering berdiskusi mengenai permasalahan politik dengan Pak Warjio selepas mata
kuliah. Irwan juga hampir tidak merasakan kecemasan dan ketidakpastian pada tahap penunjukan dosen pembimbing karena sebelumnya Pak Warjio sendiri yang
meminta Irwan untuk dibimbing oleh beliau. Beliau meminta Irwan untuk dibimbing olehnya karena mereka memiliki objek penelitian yang hampir sama.
Jadi, saat mengajukan judul ke departemen, Irwan mengajukan kepada ketua departemen agar Pak Warjio yang menjadi dosen pembimbingnya. Hal inilah yang
Universitas Sumatera Utara
cenderung menyebabkan rendahnya kecemasan dan ketidakpastian Irwan terhadap Pak Warjio.
7. Nuel memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya, Pak Nurman,
adalah dosen yang baik, dekat dengan mahasiswa, dan mahasiswa yang dibimbing oleh beliau juga cepat tamat dengan hasil skripsi yang baik. Karakter Nuel sendiri
adalah individu yang ekstrovert, tertarik berkomunikasi dengan individu-individu baru, serta mudah beradaptasi dengan individu baru.
Mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya, Nuel tidak mengalami kecemasan dan ketidakpastian. Nuel merasa senang dan antusias saat mengetahui
bahwa dosen pembimbingnya adalah Pak Nurman. Adapun faktor penyebab tidak adanya kecemasan dan ketidakpastian Nuel
adalah karena karakter yang dimiliki oleh Pak Nurman yang akrab dengan mahasiswa serta terbuka, dan hal ini juga didorong oleh karakter personal Nuel
yang juga terbuka. 8.
Bernard memiliki persepsi awal bahwa dosen pembimbingnya, Pak Indra, adalah dosen yang baik dan tidak mempersulit mahasiswa bimbingannya.
Karakter Bernard sendiri adalah ekstrovert yang mudah bergaul dengan individu yang baru dikenalnya.
Mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya, Bernard tidak mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam tahap penunjukan dosen pembimbing
bahkan Bernard merasa antusias untuk dibimbing oleh Pak Indra. Hal ini dikarenakan sebelumnya Bernard sudah membangun komunikasi yang baik
Universitas Sumatera Utara
dengan Pak Indra melalui diskusi-diskusi dan sebelumnya Irwan juga pernah mengikuti mata kuliah yang diajarkan oleh Pak Indra. Selain itu, Bernard juga
sebelumnya sudah menanyakan kepada senior dan teman-teman kuliahnya mengenai karakter dan metode bimbingan skripsi dengan Pak Indra.
Rendahnya kecemasan dan ketidakpastian yang dialami Bernard pada tahap penunjukan disebabkan adanya komunikasi antarpribadi yang baik yang
telah terbangun antara dirinya dengan Pak Indra selaku dosen pembimbingnya. 9.
Denny memiliki persepsi awal bahwa Pak Tommy adalah dosen yang sesuai dengan judul penelitiannya. Di samping itu melihat cara mengajar beliau di
kelas, Denny merasa cocok dengan metode mengajar beliau. Dan sebelum proses bimbingan skripsi, Denny juga sudah beberapa kali berdiskusi dengan Pak
Tommy sehingga komunikasi antarpribadi mereka sudah dibangun dengan baik. Hal inilah yang menjadi faktor ketidakcemasan dan kepastian Denny terhadap
dosen pembimbing dan proses bimbingannya. Kesimpulan Kategori:
Seluruh informan ini sama-sama merasa tidak cemas pada tahap penunjukan dosen pembimbing. Ketidakcemasan para informan ditunjukkan
dengan sikap antusias mereka untuk dibimbing oleh dosen pembimbing mereka. Selain Erma dan Hilda, para informan merasa antusias karena sudah
adanya hubungan komunikasi antarpribadi yang baik dengan dosen pembimbing sebelum tahap penunjukan. Dengan adanya interaksi komunikasi yang sudah
terjalin dengan baik sebelumnya, informan lebih semangat dan tidak khawatir
Universitas Sumatera Utara
akan metode komunikasi dengan dosen pembimbing maupun karakter pembimbingnya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa ketidakcemasan mereka
berasal dari faktor internal yakni adanya keyakinan dan optimisme bahwa komunikasi antarpribadi dalam bimbingan skripsi mereka akan berjalan dengan
baik. Interaksi komunikasi antarpribadi yang telah terjalin dengan baik sebelumnya seperti adanya keterbukaan mahasiswa dan dosen untuk berdiskusi di
luar kelas perkuliahan. Interaksi komunikasi ini membuat mahasiswa bisa menilai dosen tersebut serta melihat kesamaan maupun perbedaan antara dirinya dengan
dosen. Dan dapat disimpulkan bahwa sebelum tahap penunjukan, mahasiswa sudah menilai dosen secara positif dan telah mendapati kesamaan antara
mahasiswa dengan dosen mendominasi perbedaan mereka. Sedangkan Erma dan Hilda merasa tidak cemas karena mereka sendiri
yang memilih untuk dibimbing oleh dosen tersebut. Dan karena alasan inilah maka dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab ketidakcemasan mereka juga
berasal dari faktor internal informan. Faktor internal merupakan persepsi individu lain yang menjadi persepsi mereka terhadap dosen pembimbingnya yakni adanya
penilaian positif dari individu lain terhadap dosen pembimbing mereka. Kesimpulan Tahap:
Tahap penunjukan adalah tahap dimana mahasiswa belum memulai komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbingnya dalam proses bimbingan
skripsi. Pada tahap penunjukan ini, mahasiswa baru mengetahui siapa yang menjadi dosen pembimbing mereka.
Universitas Sumatera Utara
Saat mengetahui dosen yang akan membimbing mereka, mahasiswa akan merasa sangat cemas, cemas, dan tidak cemas. Tingkat kecemasan dan
ketidakpastian mahasiswa inilah yang menjadi kategori dari tahap penunjukan. Dari tahap penunjukan yang terbagi menjadi tiga kategori tingkat
kecemasan dan ketidakpastian, ditemukan kesimpulan bahwa: 1. Kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa pada tahap penunjukan bersumber
dari persepsi mahasiswa mengenai dosen pembimbingnya. Persepsi mahasiswa pada tahap penunjukan berasal dari pengalaman pribadi mahasiswa saat
berkomunikasi dengan dosen tersebut dan atau persepsi individu lain mengenai dosen tersebut. Persepsi awal inilah yang mempengaruhi perilaku mahasiswa
terhadap dosen pembimbingnya dalam proses bimbingan skripsi. 2. Karakter mahasiswa mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap
pembimbingnya. Mahasiswa yang memiliki karakter tertutup cenderung mudah merasakan kecemasan dan memiliki persepsi negatif terhadap pembimbingnya.
3. Mahasiswa yang belum membangun komunikasi antarpribadi yang baik dengan dosen pembimbingnya sebelum tahap penunjukan akan lebih mudah merasa
cemas dan tidak pasti terhadap dosen pembimbingnya, meskipun mahasiswa tersebut berkarakter terbuka.
4. Kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa pada tahap penunjukan dapat dillihat dari banyaknya pencarian informasi mahasiswa mengenai dosen pembimbingnya
yang dikuatkan oleh ekspresi wajah maupun bahasa tubuh yang menunjukkan ketakutan pada mahasiswa.
Universitas Sumatera Utara
II. TAHAP MASUKAN
Kategori I. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN TINGGI PADA TAHAP MASUKAN DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Villya
2. Fitri 3. Erma
4. Ester
Pada tahap masukan, para informan berusaha untuk meneguhkan persepsi dan prediksi yang mereka miliki pada tahap penunjukan terhadap dosen
pembimbing mereka. Dalam proses wawancara, peneliti melihat keterbukaan Villya dalam mengutarakan informasi mengenai perasaan dan persepsinya selama
dibimbing oleh Pak Berry. Dengan cukup detil, dia menjelaskan kecemasan dan ketidakpastiannya saat hendak berkenalan dengan Pak Berry. Peneliti melihat
bahwa pada tahap masukan Villya mengalami dilema dalam dirinya. Kecemasan dan ketidakpastiannya terhadap dosen pembimbing bersaing dengan karakter
dirinya yang ekstrovert dan bersahabat. Di satu sisi, mahasiswi ini bersemangat untuk menemui Pak Berry yang
belum memiliki gambaran khusus dalam dirinya, namun di sisi lain Villya takut kalau judulnya ditolak, merasa cemas dan tidak pasti akan respon dosen
pembimbingnya saat pertama kali bimbingan. Inilah tahap masukan, awal interaksi komunikasi antarpribadi Villya dengan Pak Berry dalam bimbingan
skripsi.
Universitas Sumatera Utara
“Bercampur aduk rasanya antara semangat sama takut kalo ditolak karna udah tau bapak ini pasti nolaklah ini. Ya udahlah, ketemu sama
bapak itu dan awal-awalnya bapak itu cuman, dia tanpa buka proposal yang disetujui, trus dia baca, Apa judul kamu? Dan itu luar biasa deg-
degan nya waktu ketemu sama bapak itu. Deg-degan kalilah. Bapak itu beda kali, jadi Villya waktu itu cuma mikir, Ya udahlah anggap liputan
ajalah ini. Itu kan ada dua judul kita ajuin, Villya kasihlah surat yang diacc sama jurusan. Nah terus, dia baru baca sebentar, dia udah… Villya
terdiam, mempraktikkan perasaannya saat itu ‘Yakin kamu mau penelitian ini? Udahlah ganti ajalah’. Pertama kaget, Hhhh maksudnya antara kaget
dan pasti itu jawabannya, sudah kuduga KAN BETOL.”
Kecemasan dan prediksi awal Villya mengenai judulnya yang ditolak benar terjadi. Dengan terbuka dia menceritakan kepada peneliti mengenai
reaksinya yang langsung lemas dengan wajah yang tadinya berusaha tersenyum menjadi tidak lagi tersenyum. Dari hal ini, peneliti mengamati bahwa penolakan
judul menyebabkan peningkatan kecemasan berkomunikasi dalam diri Villya. Begitu pula Ester merasa cemas mengingat dosen pembimbingnya sangat
disiplin dan Ester memiliki persepsi awal bahwa Ibu Linda tergolong dosen killer saat mengajar di kelas. Hal ini menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian Ester
saat akan menemui Ibu Linda tinggi. Dan ternyata saat Ester memperkenalkan diri dan menyampaikan surat dari departemen, beliau memberikan respon yang kurang
ramah karena Ester belum mengerjakan proposalnya. Demikian pula Fitri, mahasiswi yang dibimbing oleh dosen yang memiliki banyak syarat dan ketentuan
berlaku, merasakan kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi pada tahap masukan interaksi komunikasi bimbingan skripsi.
‘Grogi dan merasa cemas, sempat salah tingkah. Gimana cara memulai komunikasi dengan Bapak itu. Sebelum mau ketemu kan, udah
keluarlah bapak itu dari ngajar terus masuk ke ruang dosen. Aku ‘kan udah di situ duduk standby, jadi kutunggu-tunggu lah 15 menit. Waktu 5 menit
bapak itu di dalam, jantung ku deg-degan, bingunglah gak tahu kek mana.’
Universitas Sumatera Utara
Saat mewawancarai Fitri, peneliti melihat Fitri masih bisa merasakan kecemasannya saat akan berkenalan dengan Pak Farrel pada bimbingan pertama
sampa Fitri mengekspresikan kecemasannya kepada peneliti dengan menyuarakan irama cepat dari detak jantungnya.
“Aku waktu pertama ngasih minum. Karna kan di awal udah dibilang sama senior harus bawa minum. Jadi aku gimana ya, waktu
bapak itu keluar sebelum kutawarkan mukanya kecapekan, jadi aku perkenalkan diri langsung welcome bapak itu. Saya baru selesai mengajar,
jadi agak lelah. Ohhh, iya pak? Bapak mau minum? Aku pun bingung gimana caranya menawarkan. Oh iya? Mau menawarkan ya? Bapak mau
minum apa pak? Apa ya? Capucino pak? kutanya. Juslah, kalo gak jus kuini, kalo gak yang kek gitu aja menunjuk botol minum yang saat itu ada
di ruang dosen. Oh bentar ya pak, saya pesankan dulu.”
Saat interaksi komunikasi antarpribadi berlangsung, Fitri yang melihat kondisi lelah dosen pembimbingnya berusaha membuat situasi berlangsung
nyaman dan efektif. Di sini peneliti melihat bahwa maksud baik yang ditawarkan Fitri bukanlah suatu empati melainkan strategi komunikasi yang sebelumnya
diberitahukan oleh senior dan teman-temannya yang lebih dahulu dibimbing oleh Pak Farrel. Hal ini terlihat dari pernyataan awalnya saat memulai tahap masukan.
Meskipun demikian, Fitri merasakan kebingungan dalam dirinya mengenai cara berkomunikasi yang baik untuk menyampaikan maksud tersebut agar dosen
pembimbingnya tidak memandang maksud tersebut sebagai sesuatu yang bersifat negatif.
Berbeda dengan Fitri yang sudah mengenal karakter dosennya, Erma justru belum mengenal dosen pembimbingnya karena sebelumnya Erma tidak
pernah mengikuti kelas perkuliahan Ibu Asima. Hal inilah yang menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
ketidakpastian dan kecemasan yang tinggi pada diri Erma terhadap dosen pembimbingnya saat tahap masukan.
‘Karena sebelumnya belum pernah jumpa sama dosen
pembimbingku ini, jadi waktu perkenalan aku masih ingat waktu nelpon hari sabtu, jantungan waktu nelpon pertama kali. Kutanya sama seniorku,
“Gimana kak ini ngomong sopan sama dosen pembimbing?” Aku nelpon tanya kapan ketemuan. Gugup. Gimana ya Tuhan, gimana respon ibu itu?
Ternyata ibu itu bisa kita sms tidak masalah bukan hanya harus telpon. Pokoknya enak ama ibu itu dalam hal komunikasi. Selanjutnya jumpa lah
kami bimbingan pertama. ‘
Lewat komunikasi awal inilah Villya, Fitri, dan Erma memperoleh kesan pertama dalam tahap masukan proses bimbingan skripsi. Dari kesan pertama ini
baik Villya, Fitri, maupun Erma semakin meneguhkan sebagian kecemasan dan ketidakpastian mereka akan dosen pembimbing sebelum tahap masukan. Setelah
menerima respon dari dosen pembimbing mereka, para informan juga memberikan umpan balik kepada dosen pembimbingnya.
Villya mencoba memberikan feedback umpan balik akan pesan yang disampaikan Pak Berry. Feedback dari Villya merupakan reaksi dari karakternya
yang terbuka untuk menyampaikan pemikirannya dan Villya berusaha untuk mempertahankan judulnya yang telah disetujui oleh ketua departemen.
‘Kenapa pak? Villya tanya gitu sama dia. Trus dianya ehhh bilangnya ehhh “Ini teorinya ga terlalu relevan untuk komunikasi , emang
iya benar untuk Kompas , perusahaan media ya itu emang kerjaannnya anak komunikasi. Tapi kalo saya liat dari judul kamu ini, kamu lebih
menekankan ke manajemennya , manajemen surat kabar kan? kata dia kek gitu. Kalo di AN atau manajemen ini bagus, tapi ini karna di
komunikasi jadi teori-teori komunikasinya jadi gag ada. Paling ya cybermedia atau inilah kata dia atau mediamorfosis apaa gitu. Keknya dia
ga paham memang. Kata bapak itu, Makanya ya…Saya sih kalo kamu maunya mau yang ini juga ya gak papa juga, cuma kamu rugi, gag
usahlah ganti aja yang lain, susah2 payah kamu berapa tahun di komunikasi tapi skripsimu malah kek gini, malah jauh dari komunikasi.
Terus dia yang emm, malah dia nyuruh Pikirkan untuk S2 lah , judul itu.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya ambil manajemen nanti S2 gitu kan, jadinya manajemen komunikasi. Nahhh.. Oh My God, iya dia malah nyaranin ke situ. Trus
Villya nanya lah, Gitu ya pak? Di satu sisi sebenarnya Villya masih pengen pertahanin itu tapi dia juga bilang kek gini, Ya udahlah, kalo lah
seandainya kamu mau ganti dosen, saya ga keberatan toh ga banyak juga yang mau dibimbing sama saya. Cuman, tapi kalo saya boleh kasih saran
yah lebih baik kamu ganti, cari yang sederhana-sederhana aja lah.’
Komunikasi antarpribadi Villya dengan dosen pembimbingnya pada tahap masukan terlihat kaku. Villya tidak bisa bebas menyampaikan pendapatnya karena
pesan didominasi oleh dosen pembimbing. Pemikiran dosen pembimbingnya juga bertolak belakang dengan pemikirannya. Bahkan keinginannya untuk
mempertahankan pemikirannya tidak dapat terlaksana karena secara halus dan tegas dosen pembimbingnya menyatakan bersedia untuk tidak menjadi dosen
pembimbing Villya jika Villya merasa tidak sesuai dengan beliau. Pesan ini seperti ultimatum bagi Villya, sehingga Villya memilih untuk diam dan tidak
berkomentar lagi. Banyak hal yang terjadi dalam tahap masukan Villya, dimana dosen
pembimbing menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan judulnya. Bukan hanya judul pertama yang disetujui departemen, judul yang lainnya juga
dipertanyakan. Celakanya, judul kedua tersebut adalah judul yang diperoleh Villya dari temannya sehingga Villya tidak menguasai proposal judul kedua.
Kegagalan Villya dalam menjawab pertanyaan Pak Berry membuat Villya semakin cemas.
‘Trus dia baca yang judul kedua Ini kan bagus nih. ini banyak nih teori komunikasi. Judul kedua itu Villya karena repot nih yang pertama
jadi yang kedua itu Villya minta dari teman, itu tentang afiliasi lah, radio dan afiliasi. Asal-asalan lah, maksudnya Villya bukan masalahnya ga baca,
karna menurut Villya emang kalo bisa itu ga usah lolos karna emang Villya ga pengen yang itu. Tapi yang itu malah tertarik bapak itu. Kaget
Villya, MamposAfiliasi, apa itu afiliasi?. Okelah ,masih afiliasi firdha
Universitas Sumatera Utara
masih taulah. Abis itu dia nanya ke teori. Ini uses kan?Iya pak, uses. Pede nih masih bilangnya. Ini kan kebutuhan? Ada berapa kebutuhan? Terdiam
Villya, duh ga tau jawabnya apa. Villya terdiam lama, cuma bisa jawab escapist dan Villya ngarang entah apa-apa. Dan dia ketawa ketawa
ngejek Ini kan punya kamu nih? Koq kamu ga tau ya?Kok ngarang pula kamu jawabannya. perasaanya langsung down Tapi, pas dia bilang kek
gitu Villya langsung bilang Saya gak paham memang yang ini. Memang ini saya pinjam dari kawan, karna saya memang concern sama yang
nomor satu. Kalaupun bapak tanyain judul yang nomor satu pasti saya bisa jawab. Setelah itu dia diam lagi berapa lama, trus dia tetap nyaranin
untuk mundur. Maksudnya, Udahlah cari yang lain aja. Sebenarnya yang di awal-awal yang judul pertama dia juga udah ngetes-ngetes duluan. Dia
tanya Konvergensi ,apa itu konvergensi? Ya udahlah Villya ungkapkan, jelaskan arahannya ke mana, terus Villya juga bilang sempat kesulitan
nyari literatur untuk manajemen surat kabar karna ini kan barulah istilahnya di usu jadi Villya gag ketemu banyak referensi, kalaupun ada
terjemahan.Akhirnya Villya ambil teori manajemen, bukan teori manajemen surat kabar. Dan tadinya Villya pengen nanya sama bapak itu
tapi keknya bapak itu gak paham. Karna itu bukan bidangnya kan.
Setelah terjadi komunikasi, akhirnya Villya memutuskan untuk tidak mempertahankan judul skripsinya pada dosen pembimbingnya tetapi dia berusaha
untuk meminta saran kepada beliau mengenai judul yang sesuai untuk ditelitinya. Namun karena tidak adanya komunikasi antarpribadi sebelum proses bimbingan
skripsi, Pak Berry juga tidak mengetahui karakter, kelebihan, dan kompetensi Villya dalam Ilmu Komunikasi sehingga beliau tidak dapat menentukan judul
yang sesuai dengan kemampuan Villya. ‘Trus Villya nanyain, kira-kira bapak ada saran ga pak, kira-kira
judulnya yang kek mana? Trus dia bilang, ya itu dia karna tadi emang kami gak pernah ketemu sebelumnya, dianya yang bingung juga gitu.
Maksudnya, Apa ya?Saya gak tau kamu ini kompetensinya dimana. Tapi kalo saya nyaranin sih ya mending kayak analisis wacana,atau framing,
atau yah berhubungan dengan komunikasilah, kalaupun kamu mau kualitatif . Kalo untuk berita yahh berita lokal aja. Dia nyuruh aku
merenung. Cobalah kamu renungkan dulu, kalo kamu punya teman diskusi, diskusikan dulu sama kawan-kawanmu, kalo mau ganti dosen
pembimbing juga saya gak keberatan. Tapi saran saya ganti aja, nanti kamu rugi.’
Universitas Sumatera Utara
Demikian komunikasi antarpribadi Villya pada tahap masukan. Komunikasi antarpribadi pada tahap ini meningkatkan kecemasan dan
ketidakpastian Villya dalam berkomunikasi dengan dosen pembimbingnya. Bahkan Villya sempat berpikir untuk mengganti dosen pembimbing, walaupun dia
takut bila nanti Pak Berry kelak akan menjadi dosen pengujinya saat meja hijau. Dengan berbekalkan alasan ingin mempertahankan judul yang disetujui
ketua departemen, Villya mengajukan permohonan kepada ketua departemen Ilmu Komunikasi untuk mengganti dosen pembimbing. Namun beliau menganjurkan
agar Villya memandang perbedaan pendapat itu secara positif, lebih memahami maksud Pak Berry, serta menerima saran yang dianjurkan oleh dosen
pembimbingnya. Akhirnya Villya tidak jadi mengganti dosen pembimbing dan mulai melakukan saran Pak Berry yakni mencari referensi judul yang lain dan
berdiskusi dengan mahasiswa lainnya. Berbeda dengan Villya yang mengalami kecemasan maupun kegagalan
sepanjang tahap masukan, kecemasan dan ketidakpastian Fitri justru menurun setelah memulai kesan pertama yang baik dengan dosen pembimbingnya.
‘Bapak itu sih welcome saya langsung disuruh duduk. Kami duduk samping-sampingan dan jaraknya tuh ga terlalu jauh. Pertama ditanyanya,
Kenapa kamu mau memilih saya? Ya udah kubilang ajalah kalo aku tertarik sama PR. Trus reaksinya biasa aja sih, cuma bilang Ohh begitu ya.
Bapak itu membahas tentang judul, trus tentang baik atau tidak proposalku. Dilihatnya satu per satu, terus ditanyanya tentang tujuan
penelitianku, terus langsung direvisinya.’
Dari percakapan tersebut, peneliti mengamati bahwa kecemasan Fitri tidak saja membuat jantungnya berdetak cepat, tetapi pesan yang disampaikan Fitri juga
tidak sesuai dengan realita yang ada. Fitri mengetahui bahwa pemilihan dosen
Universitas Sumatera Utara
pembimbing bukanlah keputusannya melainkan keputusan ketua departemen, Fitri juga mengetahui bahwa dosen pembimbingnya mengetahui prosedur tersebut.
Namun Fitri memiliki ketidakpastian yang tinggi akan maksud dan tujuan Pak Farrel mempertanyakan pertanyaan seputar pemilihan dosen pembimbing.
Akhirnya Fitri menjawab pertanyaan dosen pembimbingnya dengan jawaban yang polos dan sederhana.
Pada tahap masukan, dapat disimpulkan bahwa interaksi komunikasi antarpribadi Fitri dengan dosen pembimbingnya berlangsung baik. Meskipun
begitu masih terdapat perbedaan pendapat antara Fitri dengan Pak Farrel. Terdapat beberapa pesan dari Pak Farrel yang tidak sesuai dengan pemikiran Fitri.
‘Ada perbaikan proposal dari bapak itu yang menurutku gak tepat, cuma aku ga langsung bilang. Pas di bagian hipotesis,katanya dengan
model teoritisku seperti itu seharusnya hipotesisnya H
1
,H
2
,H
3
.Terus aku tanya,
Loh pak bukannya kalau hipotesis itu H sama H
1
? Terus jawabnya, Enggak ini kan kerangka teori kamu kek gini jadi hipotesisnya kek gini.
Karena aku pun gak tau, jadinya aku iya kan aja.’ Berdasarkan pengamatan peneliti, kecemasan dan ketidakpastian Fitri
yang tinggi juga disebabkan oleh perbedaan pemikiran antara Fitri dengan Pak Farrel. Saat Fitri merasakan perbedaan tersebut, Fitri tidak menyampaikan
pemikirannya dengan terbuka karena sebelumnya senior Fitri sudah memberitahukan bahwa sebaiknya Fitri mengikuti apa yang dikatakan Pak Farrel
supaya proses penyelesaian skripsinya berjalan dengan baik dan cepat. Selain itu, Fitri merasakan adanya derajat perbedaan pengetahuan maupun komunikasi yang
tinggi antara dirinya dengan dosen pembimbingnya. Berbeda dengan Villya dan Fitri yang interaksi komunikasi awalnya secara
tatap muka dan langsung bimbingan perdana, Erma memulai komunikasinya
Universitas Sumatera Utara
melalui telepon dan baru bertemu dosen pembimbingnya pada bimbingan skripsi pertamanya.
‘Bimbingan pertama kemarin aku cuman ngasih acc judul, kemarin jumpa ama ibu itu, disuruh buat dulu konsepnya apa yang mau ditulis
disini, karena judulku tentang pmpm perbandingan partisipasi. Cuman masalahnya programnya telah selesai dikerjakan dan kata ibu itu, “Kamu
akan sulit meneliti ini karena kau akan melihat ke evaluasinya bukan ke partisipasinya”. Kalo yang pertama acc judul ada dua desa, kata ibu itu
sebaiknya satu desa aja. Akhirnya minggu depannya aku ganti judul jadi ke efektivitasnya pelaksana pnpm cuman untuk satu desa.’
Saat bimbingan pertama, Erma sebenarnya masih mengalami kecemasan. Selain faktor tidak adanya interaksi komunikasi antarpribadi yang dibangun
sebelumnya, ketidakpastian akan judul skripsinya juga memacu kecemasan Erma. ‘Aku cemas sebenarnya. Cuman kecemasan itu dari akunya aja.
Kecemasan aku, gimana nanti ya kalo ibu itu tidak suka aku. Terus sebenarnya aku bingung dengan judulku. Aku yang memilih judul itu tapi
aku pun bingung aku harus memulai darimana duluan. Baru setelah dibukakan ibu itu , aku pergi ke perpustakan, terinspirasi. Makanya aku
jadi mengambil keefektivitasnya karena setelah program telah terlaksana bagusnya kita melihat sudah sesuai tidak dengan tujuan yang ditetapkan,
bukan lagi partisipasinya karena partisipasinya itu lebih kepada ketika program itu sedang dikerjakan bukan setelah dikerjakan.’
Kecemasan dan ketidakpastian Erma terhadap dosen pembimbingnya mengalami penurunan pada tahap masukan. Penurunan kecemasan pada dosen
pembimbing juga menurunkan kecemasan dan ketidakpastian Erma akan judul skripsinya. Ini adalah pengaruh dari adanya keterbukaan dari dosen pembimbing
dan mahasiswa untuk saling menerima dan memahami karakternya satu sama lain. Hal ini juga terlihat dari antusiasme dosen pembimbing dalam membimbing Erma
dengan meminjamkan bukunya sebagai referensi tambahan Erma. ‘Kalau dari ibu itu kalau kita kurang buku kita dikasih buku.
“Bagus ini kau baca. Kau kemarin ambil mata kuliah ibu ndak?” Kubilang, “Ndak bu”. “Karena capek juga aku menjelaskan semua soal
Universitas Sumatera Utara
kualitatif itu amamu jadi kau juga harus belajar sendiri. Baca buku ini”. Jadi kita dibantu juga dalam hal buku. ’
Dari proses konsultasi bimbingan skripsi Erma dengan dosen pembimbingnya, dapat dilihat bahwa antusiasme dosen pembimbing sangat
memotivasi mahasiswa bimbingannya. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa bimbingan skripsi yang terbaik tidak hanya menuntut antusiasme mahasiswa
bimbingan, tetapi juga dosen pembimbingnya. Kesimpulan Kasus:
1. Villya Pada tahap masukan Villya mengalami komunikasi antarpribadi seperti
yang dicemaskannya, bukan seperti yang diharapkannya. Komunikasi antarpribadi yang dimulai dengan kecemasan yang tinggi, lalu diawali dengan penolakan judul,
kemudian kegagalan dalam menjawab pertanyaan akan proposal, dikritik dan ditertawakan oleh dosen pembimbing karena tidak mampu
mempertanggungjawabkan salah satu proposalnya, pengakuan bahwa salah satu proposalnya adalah hasil pemikiran temannya, adanya saran judul dari dosen
pembimbing yang tidak sesuai dengan keinginan Villya, serta pernyataan dosen pembimbing yang bersedia digantikan oleh dosen lain, komunikasi inilah yang
terjadi pada tahap masukan bimbingan skripsi Villya dengan Pak Berry. Bila dilihat dari komunikasi antarpribadi yang berlangsung, terjadi
peningkatan kecemasan dan ketidakpastian pada tahap masukan Villya. Rasa malu, perasaan takut, gelisah, perasaan dan prediksi negatif bercampur aduk.
Kecemasan dan ketidakpastian Villya tergolong dalam state apprehension yakni
Universitas Sumatera Utara
kecemasan yang timbul dalam situasi tertentu seperti komunikasi diadik Villya dengan dosen pembimbingnya dalam konsultasi bimbingan skripsi.
Kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi yang terjadi pada tahap penunjukan akibat persepsi dan perasaan-perasaan negatifnya terhadap Pak Berry
memacu peningkatan kecemasan dan ketidakpastian pada tahap masukan. Ditambah lagi, ternyata perasaan negatifnya terhadap Pak Berry pada tahap
penunjukan ternyata benar terjadi pada tahap masukan. Hal ini menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi menjadi semakin tinggi. Berdasarkan
faktor penyebab kecemasan McCroskey dapat disimpulkan bahwa degree of evaluation menjadi faktor penyebab kecemasan Villya.
Berdasarkan aksioma ketidakpastian Berger, disimpulkan bahwa meningkatnya ketidakpastian Villya pada tahap masukan mendorong penurunan
komunikasi verbal, ketika ungkapan nonverbal Villya menurun maka ketidakpastian Villya meningkat, ketidakpastian Villya yang tinggi menyebabkan
turunnya tingkat keakraban komunikasi Villya dengan Pak Berry sehingga keterbukaan Villya untuk menyampaikan pemikirannya berkurang. Selain itu
ketidakpastian Villya yang tinggi menyebabkan resiprositas tinggi dimana ketika Villya melihat Pak Berry mempertahankan pemikirannya maka Villya juga
mempertahankan pemikirannya. Kemudian perbedaan Villya dengan dosen pembimbingnya menyebabkan peningkatan ketidakpastian Villya yang
menimbulkan perasaan tidak suka dengan Pak Berry. Dari interaksi komunikasi antarpribadi yang dibangun pada tahap
masukan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang cenderung menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
kecemasan dan ketidakpastian Villya pada tahap masukan adalah faktor eksternal yang berasal dosen pembimbing Villya.
2. Fitri merasakan kecemasan dan ketidakpastian sebelum melakukan
interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbingnya pada tahap masukan. Kecemasan yang dirasakan Fitri berupa ketegangan dan adanya rasa
khawatir akan respon yang akan diberikan Pak Farrel. Meskipun demikian,dengan strategi komunikasi dari seniornya Fitri sudah mempersiapkan diri akan respon
negatif yang mungkin ditunjukkan Pak Farrel. Interaksi komunikasi antarpribadi Fitri diawali dengan respon negatif dari
dosen pembimbingnya dimana saat itu Pak Farrel tampak lelah karena baru selesai mengajar. Namun Fitri menunggu beberapa menit agar dosen pembimbingnya
dapat beristirahat dahulu, lalu Fitri berbicara sopan, ramah, dan berusaha memahami perasaan lelah Pak Farrel sehingga Fitri berhasil menciptakan kesan
pertama mahasiswa bimbingan yang baik di mata dosen pembimbingnya. Dan meskipun terdapat beberapa perbedaan antara Fitri dengan Pak Farrel, interaksi
komunikasi selanjutnya berlangsung dengan baik sesuai dengan yang Fitri harapkan.
Mengenai kecemasan dan ketidakspastian Fitri terhadap dosen pembimbingnya pada tahap masukan, Fitri mengalami kecemasan dan
ketidakpastian yang cenderung tinggi meskipun kecemasan dan ketidakpastian Fitri menurun pada tahap masukan. Hal ini dapat dilihat dari parameter kecemasan
Fitri yakni aspek fisik, aspek perilaku, dan aspek kognitif. Kecemasan komunikasi Fitri pada aspek fisik seperti denyut jantung yang berdebar cepat saat menemui
Universitas Sumatera Utara
dosen pembimbingnya, aspek perilaku Fitri seperti pesan yang disampaikannya berbeda dengan realitas yang ada, serta aspek kognitif seperti adanya pemikiran
bahwa pendapat Pak Farrel wajib diikuti oleh mahasiswa bimbingannya. Adapun faktor penyebab kecemasan Fitri adalah kemampuan komunikasi
Pak Farrel yang jauh lebih baik serta pengetahuan beliau yang jauh lebih luas sehingga Fitri lebih cenderung menjadi pendengar yang baik, kurangnya
kemampuan dan pengalaman Fitri dalam komunikasi, terdapat beberapa perbedaan antara Fitri dengan dosen pembimbingnya.
3. Erma mengawali tahap masukannya melalui komunikasi lewat telepon.
Erma memperkenalkan dirinya kepada Ibu Asima dan memberitahukan bahwa beliau yang menjadi dosen pembimbingnya. Kemudian Erma bertemu dengan
beliau pada saat bimbingan pertama. Pada bimbingan pertama, Erma dan Ibu Asima saling berdiskusi dan melakukan interaksi komunikasi antarpribadi secara
terbuka. Erma menceritakan kendalanya akan judul skripsi, dan dosen pembimbing memberikan masukan berdasarkan pnegetahuan dan pengalaman
beliau, bahkan meminjamkan buku sebagai referensi Erma dalam proses pengerjaan skripsi. Dari keterbukaannya selama tahap masukan, terlihat bahwa
Erma menilai Ibu Asima secara positif. Erma melihat Ibu Asima memperlakukannya secara horizontal, saling berbagi pendapat serta menghargai
perbedaan pendapat di antara mereka. Mengenai kecemasan dan ketidakpastian yang Erma rasakan pada tahap
masukan, hanya terjadi pada saat komunikasi awal dan saat akan bimbingan pertama. Parameter kecemasan Erma seperti denyut jantung yang berdetak cepat
Universitas Sumatera Utara
saat akan menelepon dan bertemu dosen pembimbingnya serta timbulnya pemikiran negatif bahwa proses konsultasi bimbingannya akan sulit karena
mereka belum saling mengenal dan judul skripsinya yang masih sulit dipahami oleh Erma. Namun ketika interaksi komunikasi antarpribadi berlangsung,
kecemasan dan ketidakpastian Erma terhadap dosen pembimbing dan proses bimbingan skripsinya menurun.
Yang menjadi faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Erma saat komunikasi awal dan akan bimbingan skripsi adalah faktor internal Erma yakni
persepsi negatif mengenai dosen pembimbing dan bimbingan skripsinya. Selain itu, adanya kecemasan Erma disebabkan oleh kemampuan Ibu Asima yang
perfeksionis. Dan faktor penyebab menurunnya kecemasan dan ketidakpastian Erma adalah keterbukaan dan antusiasme dosen pembimbingnya untuk menerima
dan membimbing Erma. Antusiasme dosen pembimbing selama bimbingan pertama meningkatkan antusiasme Erma.
4. Ester merasakan kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi saat akan memperkenalkan diri kepada Ibu Linda sebagai mahasiswa bimbingan beliau.
Kecemasan dan ketidakpastian Ester ini karena pengaruh persepsi negatifnya akan Ibu Linda pada tahap penunjukan. Dan adanya suasana yang menegangkan serta
respon yang kaku dari Ibu Linda menjadi faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Ester pada tahap masukan.
Kesimpulan Kategori: Tahap masukan adalah fase pertama kalinya mahasiswa melakukan
interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbingnya. Pada tahap ini
Universitas Sumatera Utara
first impression sangatlah penting bagi mahasiswa. Mahasiswa akan berusaha menbentuk kesan pertama yang baik, juga membentuk persepsi interpersonal
mereka terhadap pribadi dosen pembimbingnya. Pada tahap masukan baik Villya maupun Fitri, yang adalah mahasiswi
Ilmu Komunikasi, serta Erma, mahasiswi Administrasi Negara, dan Ester mahasiswi Sosiologi memiliki kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi.
Meskipun begitu kecemasan dan ketidakpastian Villya lebih tinggi dibandingkan kecemasan dan ketidakpastian Fitri, Ester dan Erma.
Bila dilihat dari interaksi komunikasi antarpribadi dalam tahap masukan Villya, Fitri, Ester dan Erma, dapat disimpulkan kecemasan Villya lebih tinggi
dibandingkan Fitri, Ester dan Erma. Interaksi komunikasi antarpribadi Villya lebih banyak ketegangan dan perbedaan dibandingkan interaksi komunikasi
antarpribadi Fitri dan Erma pada tahap masukan konsultasi bimbingan skripsi. Selain itu Villya memiliki parameter kecemasan lebih banyak
dibandingkan Fitri, Ester dan Erma. Jika ditinjau dari aspek fisiknya, kecemasan Villya mengakibatkan jantung Villya berdegup sangat cepat, tubuh yang lemas
dan tidak bersemangat, serta raut wajah yang tegang. Dari aspek perilaku, kecemasan membuat Villya menunjukkan perilaku melindungi diri dengan
berusaha mempertahankan judulnya, menjawab pertanyaan dosen pembimbingnya dengan semaksimal mungkin, bahkan mengakui kesalahan dan kelemahannya
kepada dosen pembimbing dengan tegap tanpa menurunkan harga dirinya. Sedangkan kecemasan pada aspek kognitif Villya seperti Villya memiliki
prediksi-prediksi serta pemikiran-pemikiran negatif mengenai dosen
Universitas Sumatera Utara
pembimbingnya seperti dosen pembimbingnya kaku, mempertahankan pemikirannya, terlalu dingin, dan cenderung menyeramkan. Kecemasan Villya ini
juga membuat Villya secara kognitif seperti menghipnotis dirinya untuk bersikap tenang dan harus memiliki mental kuat seperti saat Villya sedang meliput berita.
Ketidakpastian Villya yang tinggi menyebabkan komunikasi verbal, nonverbal, keakraban komunikasi, kesamaan, dan kesukaan Villya terhadap
pribadi dosen pembimbingnya semakin menurun. Dan meningkatkan resiprositas antara Villya dengan dosen pembimbingnya.
Mengenai faktor yang cenderung menjadi penyebab kecemasan dan ketidakpastian mereka, baik Villya, Fitri, Ester maupun Erma memiliki beberapa
faktor penyebab yang sama yaitu subordinate status, degree of unpredictability, dan degree of dissimilarity. Dalam hal ini Villya merasakan adanya degree of
evaluation yang juga menyebabkan kecemasan dalam dirinya. Kategori II. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN MODERAT
PADA TAHAP MASUKAN DOSEN PEMBIMBING Informan :
1. Christy 2. Lydia
3. Lukas 4. Teresia
5. Nalon 6. Agnesi
Universitas Sumatera Utara
Tahap masukan bimbingan skripsi Christy, Lukas, maupun Teresia hanya berlangsung beberapa menit saja karena mereka hanya memperkenalkan diri dan
atau memberikan skripsi mereka kepada dosen pembimbing. Christy menemui Pak Matias, dosen pembimbingnya, hanya sekitar 15
menit hanya untuk menyerahkan bab 1 skripsinya saja. ‘Perkenalan awal itu, karena dia udah kenal sih sama ku, jadi gak
pala yang formal-formal kali. Bimbingan pertama itu bab 1. Kuserahkan sama dia bab1, baru dia langsung bilang Nah, selanjutnya kasih ke saya
sampai bab3. Pertemuan pertama 15 menit lah paling lama’
Lukas, yang satu departemen dan satu angkatan Christy, juga tidak memiliki kesan khusus saat tahap masukan. Lukas hanya memperkenalkan diri
kepada Ibu Risnawaty, dosen pembimbingnya, lalu mendiskusikan bab 1 nya sebentar saja.
‘Pertama kali ketemu ngasih bab 1 sama surat, itu diperiksa, ternyata salah juga. Salahnya di teknik penulisan sama keterkaitan
antarparagraf. Katanya terimakasih. Nanti kamu hubungi saya ya biar tahu saya ngasi sekalian revisinya, diperiksa baru saya kembalikan.’
Namun berbeda dengan Christy yang biasa saja, tidak merasa cemas dan tidak merasa antusias saat tahap masukan, Lukas justru merasakan kecemasan dan
ketidakpastian berkomunikasi. Saat Lukas ingin menemui Ibu Risnawati, dia merasakan kegugupan dalam dirinya.
‘Itu pasti cemas, takut ya kan. Karena selama ini dia ngajar, Wow, ngeri. Merasa gugup, karena dia seorang professor, pasti dia tahu
segalanya. Ada perasaan minder juga. Terus takutnya, takut salah, dan kenyataannya memang salah, ada yang salah. Itulah tadi teknik
penulisannya.’
Universitas Sumatera Utara
Serupa dengan Christy dan Lukas, Teresia juga tidak mengalami tahap masukan yang terlalu berkesan. Teresia menemui dosen pembimbingnya usai
beliau selesai mengajar salah satu mata kuliah yang juga. ‘Kebetulan kan pas metode penelitian kan aku masuk sama bapak
itu, jadi udah lumayan kenal. Trus setelah dia jadi dopingku, kubilang kan “Bapak doping saya, ini judul saya. Terus apa yang harus saya lakukan?”
ku bilang kek gitu kan. Terus bapak itu bilang, “Sudah, kamu kerjakan saja dulu. Nanti sudah selesai datangi saya, nanti kita diskusikan lagi” katanya
kek gitu.’
Pada pertemuan ini Teresia sengaja memperkenalkan diri pada dosen pembimbingnya di ruang kelas agar dosen pembimbingnya menyadari bahwa
Teresia adalah salah satu mahasiswanya di metode penelitian sehingga komunikasi mereka tidak hanya berlangsung untuk bimbingan saja tetapi di ruang
kelas juga. Dan usai bertemu dengan Pak Robinson, dosen pembimbingnya, kecemasan dan ketidakpastian Teresia menurun karena mendapatkan respon
positif dari dosen pembimbingnya. Berbeda dengan ketiga informan sebelumnya, Nalon, Lydia, dan Agnesi
memiliki komunikasi antarpribadi yang lebih baik dan lebih lama dengan dosen pembimbingnya. Nalon, yang merasa cemas dan tidak pasti akan cara yang baik
untuk menjumpai Ibu Ria, akhirnya menunggu beliau di FISIP USU. ‘Pertemuan pertama kali dulu mau ketemu sama dia agak takut
juga ya karena belum tahu seperti apa karakter Ibu itu. Jadi masih waktu pengenalan mau tahu seperti apa ya cara ngomong sama Ibu itu harus
seperti apa misalnya komunikasi melalui telepon atau apakah harus telepon, harus sms atau apa. Jadi masih agak takut awalnya. Saya tunggu
dia di kampus. Dan gitu lihat dia, saya jumpai. Di koridor fisip. Di koridor itu saya jumpai dia di situ, ngasih surat masih, karena masih sekedar
ngasih surat jadi saya masih agak berani ketemu di koridor sama dia.’
Saat bertemu di koridor, Nalon mendapatkan respon positif dari dosen pembimbingnya, Ibu Ria. Respon ini mengurangi kecemasan dan ketidakpastian
Universitas Sumatera Utara
Nalon terhadap Ibu Ria. Kecemasan dan ketidakpastian yang menurun membuat komunikasi verbal dan keakraban komunikasi meningkat sehingga Nalon dapat
terbuka membicarakan ketidakpastiannya akan judul skripsinya kepada beliau. ‘Pertama bimbingan saya kasih surat sama dia, terus dia minta
“Mana proposalnya?” “Minggu depan saya kasih bu.” Dan saya langsung diskusi, “Tapi sepertinya bu dari judul saya ini sepertinya saya tidak bisa
mendapati data di kampus karena sepertinya sudah ada di lapangan.” Jadi berdiskusi tentang judul, akhirnya disepakati ganti judul. Ibu itu yang
ngasi usul judulnya. Waktu ganti judul senang kali karena perasaan makin gampang ini, makin enak ini karena udah pasti di lapangan ada ini. Sesuai
dengan memang yang ada di lapangan.’
Pada tahap masukan, ketidakpastian Nalon akan karakter dosen pembimbingnya menurun. Ketidakpastian yang menurun mengurangi kecemasan
Nalon dalam interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing. Kecemasan yang menurun meningkatkan keterbukaan dan keakraban komunikasi
Nalon selama bimbingan skripsi pertamanya. Bila Nalon merasakan penurunan kecemasan dan ketidakpastian pada
tahap masukan, begitu pula dengan Lydia. ‘Pertama, waktu mau bimbingan agak takut juga sih, agak-agak ada
juga dipelajari. Terus waktu udah ketemu sama abang itu pertama-tamanya sih agak gemetar, kaku gitu karna kan masih belum pala kenal kali sama
abang itu sebagai doping, karena abang itu orangnya yah bawa seloro- seloro aja, pinter becandanya. Bimbingan pertama itu mengenai kuliah-
kuliah juga abang itu nanyanya, baru mengenai tempat PKl ku kemarin. Gimana tempat PKL nya? Katanya gitu. Cuma gitu-gitu aja. Ditanya
tentang tempat PKL karna kan tempat penelitianku, tempat PKL ku juga.’
Demikian pula Agnesi, dengan karakternya yang tertutup, kecemasan dan ketidakpastian menghampirinya pada tahap masukan. Karena tidak tahu harus
berkata apa dan berperilaku seperti apa saat akan memperkenalkan diri kepada Kak Emil sebagai mahasiswi bimbingan beliau, Agnesi merasakan kecemasan dan
ketidakpastian.
Universitas Sumatera Utara
‘Pas pertama kali ketemu sama Kak Emil, bimbingan pertama, emang deg-degan, keringatan, jantungan sih sebenarnya. Gak tau apa yang
harus kulakukan, gitulah. Pertamanya paling kenalan,”Halo Kak Emil, mulai saat ini aku akan merepotkan kakak”, kubilang kek gitu. Baru
dibilang kakak itu “Ohh, iya iya.” Terakhir ya udah, kakak itu bilang “Mana ini nya? Proposalnya?” Pertama ditanyain tentang apa sih itu game
online. Terus aku kan studi kasus, awalnya sih kata Kak Emil korelasi, cuman karena aku korelasi kurang ngerti, jadi tetap aja studi kasus. Terus
kakak itu nanya waktu, kan nanya Kapan lagi kamu ke kampus? Aduh Kak Emil, aku kerja sampe Sabtu gak bisa sering-sering ke kampus. Ohh iya
nya? Ya udah, nanti kalo proposalnya itu dititip aja ya sama Kak Hanim atau kak sapa gitu di lab. Ya udah, cuman sebentar aja sih, soalnya waktu
itu aku masih kerja, jadi “Ya udah, nanti kakak periksa lagi”, gitu. Bimbingan sama kakak itu kompak kok. Jadi, kalau segan sama kakak itu
gak, namanya juga Kak Emil itu orangnya senyum-senyum aja. Paling aku khawatir ke skripsi aku karena Kak Emil gak terlalu banyak protes.
Biasanya kan dosen itu “Ini salah. Ini gak perlu ya”, kek gitu. Pokoknya bimbingan pertama sama Kak Emil ada lega, ada senang, tapi ada
khawatiran juga, ya gitulah.’
Pada tahap masukan, kecemasan dan ketidakpastian Agnesi disebabkan oleh faktor internal yakni karakternya yang introvert. Individu yang tertutup
cenderung akan fokus pada perasaan dan pemikirannya sendiri serta kurang percaya diri. Karena dosen pembimbingnya yang ramah dan suka tersenyum tanpa
ada kritikan terhadap skripsinya, saat bimbingan pertama pikiran dan perasaan Agnesi merasa khawatir dan tidak yakin akan skripsinya. Padahal bisa jadi dosen
pembimbingnya tidak mengkritik skripsi Agnesi karena memang dalam skripsi Agnesi tidak ada yang penting yang perlu dikritik saat itu. Kecemasan dan
ketidakpastian dapat ditimbulkan oleh faktor internal komunikator yang memiliki self-esteem yang rendah.
Kesimpulan Kasus: 1.
Christy, mahasiswi dengan karakter cenderung introvert yang proses interaksi komunikasi bimbingan skripsinya hanya berlangsung sekitar 15 menit,
Universitas Sumatera Utara
hanya sedikit memiliki kesan dan pengurangan ketidakpastian terhadap dosen pembimbingnya. Walaupun singkat, peneliti mengamati pada tahap masukan
terdapat situasi di kantor departemen yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif, sehingga dalam waktu singkat tersebut tidak terjadi gangguan
komunikasi selama bimbingan pertama. Dan pada bimbingan pertama, keterbukaan dosen pembimbing selama bimbingan dan komunikasi yang
berlangsung tidak terlalu kaku membangun penilaian positif Christy terhadap dosen pembimbingnya. Peneliti mengamati, Christy yang awalnya merasa takut
melakukan kesalahan dan taku terjadi hambatan komunikasi selama bimbingan skripsi, akhirnya menjadi lebih tenang setelah dosen pembimbingnya tidak terlalu
mengkritisi skripsinya. Peneliti juga melihat terdapat efek kognitif, afektif, maupun konatif pada
Christy setelah bimbingan pertama yakni Christy mulai berpikir positif bahwa dosen pembimbingnya tidak mudah marah seperti yang diungkapkan mahasiswa
kesejahteraan sosial lainnya, Christy mulai merasakan bahwa dosen pembimbingnya terbuka untuk membimbingnya, dan Christy kembali berperilaku
seperti layaknya mahasiswi yang pintar yang semangat mengerjakan skripsinya karena hampir tidak adanya evaluasi dari dosen pembimbing terhadap bab 1
skripsinya. Adanya efek kognitif, afektif, dan konatif ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi pada tahap masukan berlangsung efektif.
Namun, yang menjadi kekurangan dalam tahap masukan Christy adalah waktu yang singkat yang tidak terlalu berdampak pada peningkatan antusiasme
Christy akan bimbingan skripsi. Mahasiswi introvert, yang memiliki persepsi awal yang negatif akan karakter, kedudukan, serta kesibukan dosen pembimbingnya
Universitas Sumatera Utara
yang membuatnya merasakan kecemasan yang tinggi pada tahap penunjukan, mengalami penurunan kecemasan karena keterbukaan dosen pembimbing,
komunikasi yang tidak kaku, dan tidak adanya tekanan saat bimbingan pertama. Pada tahap masukan, Christy tidak terlalu merasakan penurunan
kecemasan dan pengurangan ketidakpastian terhadap karakter dosen pembimbing karena waktu bimbingan hanya selama seperempat jam. Akan tetapi, selama
beberapa menit tersebut berlangsung komunikasi efektif yang membuat Christy antusias untuk mengerjakan skripsinya. Oleh sebab itu kecemasan dan
ketidakpastian Christy pada tahap masukan berada pada tingkat moderat. Adapun penyebab kecemasan dan ketidakpastian Christy berada pada
tingkat moderat adalah rendahnya derajat evaluasi dosen pembimbing terhadap dirinya, situasi bimbingan yang terjadi sesuai dengan yang Christy harapkan,
keberhasilan Christy dalam bimbingan pertama, kemampuan komunikasi Christy ternyata tidak menyebabkan terjadinya miskomunikasi selama bimbingan,
pengetahuan dan kemampuan dosen pembimbing yang jauh lebih luas dibandingkan Christy, masih sedikitnya persamaan Christy dengan dosen
pembimbing yakni kesepahaman dalam skripsi. Dan peneliti menyimpulkan bahwa faktor internal Christy cenderung memicu terjadinya kecemasan dan
ketidakpastian Christy selama tahap masukan. 2.
Lydia. Pada tahap masukan, interaksi komunikasi antarpribadi Lydia dengan dosen pembimbing tergolong menyenangkan karena dosen pembimbing
Lydia sering membuat lelucon dan tertawa, komunikator yang humoris. Pak Husni, dosen pembimbing Lydia, mendiskusikan skripsi dengan metode yang
menarik dan tidak kaku. Terlihat bahwa beliau berusaha untuk menciptakan
Universitas Sumatera Utara
suasana terbuka dan komunikasi horizontal dengan mahasiswa bimbingannya tanpa memandang latar belakang Lydia.
Suasana bimbingan yang didominasi oleh humor dan canda tawa sang dosen, di satu sisi membuat Lydia merasa nyaman dan tidak kaku. Akan tetapi, di
sisi lain suasana ini membuat Lydia merasa canggung dan terkejut. Canggung karena Lydia tidak pasti harus berperilaku seperti apa saat beliau bercanda dan
terkejut karena di tengah-tengah humor tersebut mendadak dosen pembimbing akan bertanya mengenai skripsi Lydia.
Berdasarkan hal tersebut, maka derajat situasi yang tidak terduga menjadi faktor yang cenderung menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian Lydia. Lydia
tidak dapat memprediksi kapan dosen pembimbingnya bercanda dan kapan dosen pembimbingnya membahas skripsi dengan serius.
Atau dengan kata lain, kecemasan dan ketidakpastian Lydia berada pada tingkat moderat dengan faktor eksternal sebagai faktor yang cenderung
menyebabkan kecemasan dan ketidakpastiannya yakni dosen pembimbing yang menciptakan situasi yang sulit diprediksi Lydia.
3. Lukas. Pada tahap masukan, interaksi komunikasi antarpribadi Lukas
dengan dosen pembimbingnya hanya berlangsung sebentar saja. Sangat terbatasnya waktu bimbingan Lukas membuat informan ini tidak bisa lebih
terbuka untuk menyampaikan keluhannya akan skripsinya maupun menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti Lukas. Lukas menyerahkan bab 1 satunya, lalu
dosen pembimbing memeriksa skripsinya secara sekilas dan membawa pulang skripsi tersebut untuk diperiksa dengan baik. Interaksi komunikasi pada
bimbingan pertama ini tidak memberikan kesan positif bagi Lukas. Sebaliknya,
Universitas Sumatera Utara
saat dosen pembimbing secara sekilas memeriksa skripsi Lukas, beliau sudah menemukan kesalahan pada koherensi dan teknik penulisan skripsi Lukas.
Adanya evaluasi dosen pembimbing pada tahap masukan yang hanya berlangsung sebentar ini serta kurangnya keakraban komunikasi antar dosen
pembimbing dan Lukas menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian pada Lukas. Kecemasan dan ketidakpastian Lukas tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak rendah.
Digolongkan tidak rendah karena Lukas masih tidak tahu secara jelas apa yang harus diperbaiki dan persepsi negatif Lukas terhadap dosen pembimbingnya masih
ada. Tidak adanya perubahan kognitif, afektif, dan konatif Lukas menjelaskan bahwa komunikasi antarpribadi Lukas dengan dosen pembimbingnya pada tahap
masukan tidak efektif. Dengan begitu disimpulkan bahwa faktor yang cenderung menyebabkan
kecemasan dan ketidakpastian Lukas pada tahap masukan adalah faktor eksternal yakni dosen pembimbing yang kurang memberikan waktu untuk menjalin
komunikasi yang lebih akrab dan lebih terbuka. 4.
Teresia. Dengan kecemasan dan pemikiran negatifnya bahwa dosen pembimbingnya menolak untuk membimbingnya, Teresia menemui dosen
pembimbingnya di kelas setelah selesai kuliah. Pada pertemuan pertama ini, Teresia hanya membawa judul yang disetujui departemen dan belum mengerjakan
bab 1 nya. Interaksi komunikasi mereka juga hanya sebentar, setelah selesai mata kuliah metode penelitian yang diajarkan Pak Robinson, Teresia menemui beliau
dan menyampaikan surat yang berisi judul yang disetujui departemen. Pada tahap masukan ini, keterbukaan Pak Robinson menerima Teresia
menjadi mahasiswa bimbingannya membuat kecemasan dan ketidakpastiannya
Universitas Sumatera Utara
terhadap beliau menurun. Awalnya Teresia berpikir bahwa Pak Robinson akan menolak untuk membimbingnya, ternyata pada kenyataannya tidaklah demikian,
Pak Robinson menerima dan meminta Teresia untuk mengerjakan proposalnya dahulu.
Namun, peneliti melihat bahwa perilaku Teresia menemui dosen pembimbingnya tanpa menyelesaikan bab 1 lebih dulu, atau dengan kata lain
bertemu dosen pembimbing dengan tangan kosong, adalah implementasi dari kecemasan Teresia yang tinggi sebelum tahap masukan. Kecemasan dan
ketidakpastian membuat Teresia tidak menuangkan idenya lebih dahulu karena adanya kekhawatiran bahwa dosen pembimbingnya tidak setuju dengan idenya
tersebut. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan dan
ketidakpastian Teresia berada pada tingkat moderat dan disebabkan oleh faktor internal, yakni pemikiran negatif Teresia serta karakternya yang mudah cemas.
Dan dalam hal ini, kecemasan Teresia tergolong dalam trait apprehension dimana kecemasan yang ada dalam dirinya muncul tanpa memperhatikan situasi tertentu.
5. Nalon mengalami interaksi komunikasi antarpribadi yang efektif dengan
dosen pembimbingnya pada tahap masukan. Meskipun Nalon menemui beliau di koridor, namun Ibu Ria menerima kedatangan Nalon dengan terbuka. Selama
bimbingan pertama tidak terdapat gangguan dalam komunikasi Nalon dengan dosen pembimbingnya. Selain itu, Ibu Ria juga memberikan waktu semaksimal
mungkin untuk berdiskusi dengan Nalon. Dengan begitu, Nalon yang cenderung introvert bisa leluasa terbuka berdiskusi dengan dosen pembimbingnya mengenai
judul skripsinya.
Universitas Sumatera Utara
Keterbukaan dosen pembimbing yang didukung oleh situasi yang terbuka mendukung berlangsungnya komunikasi efektif pada tahap masukan bimbingan
skripsi Nalon. Keakraban komunikasi selama bimbingan pertama ini mengubah persepsi negatif Nalon serta menurunkan kecemasan dan ketidakpastian Nalon
yang tinggi sebelum memulai bimbingan. Selain itu, adanya dukungan dari dosen pembimbing juga memotivasi Nalon lebih lagi dalam pengerjaan skripsinya.
Yang menjadi kecemasan dan ketidakpastian Nalon adalah pendapat para seniornya mengenai dosen pembimbingnya yang membuat mahasiswa bimbingan
beliau lama tamat. Nalon masih tidak pasti akan hal itu dan informan ini juga belum menemukan alasan dosen pembimbingnya melakukan hal demikian. Oleh
sebab itu, meskipun Nalon senang dengan interaksi komunikasi dengan Ibu Ria pada bimbingan pertamanya, namun Nalon masih cemas akan isu yang beredar di
kalangan mahasiswa mengenai dosen pembimbingnya. Hal inilah yang membuat peneliti menggolongkan Nalon pada informan yang mengalami kecemasan dan
ketidakpastian di tingkat moderat pada tahap masukan. Adapun faktor penyebab dari kecemasan dan ketidakpastian Nalon adalah
faktor internal yaitu pemikiran negatif Nalon yang terlalu fokus pada perkataan senior dan masih kurang percaya akan dosen pembimbingnya yang terbuka untuk
membimbing Nalon. 6.
Agnesi. Pada tahap masukan, interaksi komunikasi antarpribadi Agnesi tergolong efektif. Agnesi yang awalnya merasa cemas dan jantungan saat akan
menemui dosen pembimbingnya menjadi tidak cemas karena dosen pembimbingnya yang ramah dan suka tersenyum. Dosen pembimbing Agnesi juga
memiliki perasaan positif terhadap Agnesi dan menanggapi dengan terbuka
Universitas Sumatera Utara
informasi yang diberikan Agnesi. Saat Agnesi memberitahukan jadwal pekerjaannya di luar kuliah, Ibu Emilia berusaha memahaminya. Selain itu, beliau
juga memiliki empati dan tidak memaksakan pemikiran beliau terhadap Agnesi. Ketika beliau mengusulkan agar skripsi Agnesi diganti menjadi korelasional,
namun karena Agnesi lebih memahami studi kasus dibandingkan korelasional, Ibu Emilia tidak memaksa Agnesi mengubah skripsinya menjadi korelasional
tetapi memotivasi Agnesi dalam proses pengerjaan skripsinya. Kecemasan dan ketidakpastian Agnesi sebelum menemui dosen
pembimbingnya menurun saat melakukan komunikasi tatap muka dengan beliau. Namun, pada tahap masukan karena Ibu Emilia selalu setuju dengan pendapat
Agnesi, ternyata membuat Agnesi merasa bahwa dosen pembimbingnya kurang memahami skripsinya
Pada tahap masukan, kecemasan dan ketidakpastian Agnesi disebabkan oleh faktor internal yakni karakternya yang introvert. Individu yang tertutup
cenderung akan fokus pada perasaan dan pemikirannya sendiri serta kurang percaya diri.
Kesimpulan kategori: Secara keseluruhan dari mahasiswa yang mengalami kecemasan dan
ketidakpastian moderat pada tahap masukan, kecemasan dan ketidakpastian Lukas dan Teresia yang paling dominan. Lukas, individu yang ekstrovert dan Teresia,
individu yang introvert dan sangat tidak percaya diri. Pada saat bimbingan pertama, komunikasi antarpribadi Lukas dengan dosen pembimbingnya seperti
Universitas Sumatera Utara
yang dicemaskannya bukan yang diharapkannya. Sedangkan Teresia yang sangat cemas mengalami komunikasi antarpribadi seperti yang diharapkannya.
Diantara keenam informan, hanya Lukas dan Lydia yang kecemasan dan ketidakpastiannya dalam tahap masukan disebabkan oleh faktor eksternal, yakni
dosen pembimbing, sedangkan Christy, Lydia, Nalon, dan Teresia mengalami kecemasan dan ketidakpastian karen faktor internal. Lukas sudah merasa sangat
dievaluasi oleh pembimbingnya dan Lydia merasa sangat tidak pasti dengan komunikasi dosen pembimbing yang sering bercanda.
Dan secara keseluruhan, persepsi awal keenam informan mengenai pembimbing dan proses bimbingannya sangat berpengaruh pada kelangsungan
komunikasi antarpribadi mereka selama bimbingan. Persepsi awal yang negatif meningkatkan kecemasan dan ketidakpastian saat akan bertemu dosen
pembimbing. Dan proses komunikasi antarpribadi yang efektif selama bimbingan dapat menurunkan kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa, seperti yang dialami
Nalon dan Agnesi.
Kategori III. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN RENDAH PADA TAHAP MASUKAN DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Hilda
2. Mutiara 3. Bernard
4. Irwan 5. Nuel
6. Kevin 7. Denny
Universitas Sumatera Utara
Ketujuh informan ini mengalami kecemasan dan ketidakpastian yang rendah pada tahap masukan. Saat tahap masukan, Hilda menemui dosen
pembimbingnya bersama teman-temannya yang juga adalah mahasiswa bimbingan beliau. Pada tahap masukan Hilda menunggu Ibu Erika selesai
mengajar dan menemui beliau di depan kelas. Namun, Ibu Erika tidak memiliki waktu untuk berdiskusi sehingga sambil terburu-buru berjalan menuju mobil
dosen pembimbingnya, Hilda hanya bisa memperkenalkan diri dan menyerahkan surat dari departemen kepada dosen pembimbingnya. Peneliti mengamati dengan
keadaan pertemuan seperti ini, Hilda tidak memiliki kesan khusus, tidak ada pengurangan ketidakpastian, dan tidak ada kecemasan. Hilda tidak merasa cemas
karena saat itu Hilda tidak sendirian menemui dosen pembimbingnya dan saat bertemu juga tidak ada evaluasi dari dosen pembimbingnya.
Berbeda dengan Hilda yang dikejar waktu saat pertemuan pertama dengan dosen pembimbing, keenam informan lainnya justru memiliki waktu untuk
berdiskusi dengan dosen pembimbing secara terbuka. Denny yang sudah menjalin komunikasi antarpribadi yang baik dengan dosen pembimbingnya secara terbuka
memperkenalkan diri dengan Pak Tommy sebagai mahasiswa bimbingan beliau dan beliau merespon dengan ramah. Mutiara, informan yang memiliki kedekatan
dengan dosen pembimbingnya sebelum proses bimbingan, memperkenalkan diri kepada dosen pembimbingnya melalui sms.
‘Memperkenalkan diri aku main sms karena emang udah pernah apes sama dia. Dia kan tipenya ga mau telepon, tapi sms. Aku sms,
“Selamat siang bu, maaf mengganggu. Saya hanya mengatakan bahwa saya mahasiswa bimbingan Ibu. Kira-kira saya ingin tahu bagaimana
proses bimbingan sama Ibu. Maaf kalau saya salah berkata.” Dia lebih suka mahasiswa yang sopen.Karna aku udah kenal ibu itu kn, dia lebih
suka mahasiswa gitu.’
Universitas Sumatera Utara
Mutiara lebih memilih untuk memperkenalkan diri melalui media komunikasi karena Mutiara belum mengetahui metode bimbingan dengan Ibu
Lina, dosen pembimbingnya. Mutiara tidak merasa cemas saat memperkenalkan diri dengan dosen pembimbingnya tanpa tatap muka karena Mutiara
menyampaikannya dengan sopan. ‘Aku ga ngerasa cemas karna aku bilang dengan kata-kata penutup
“Mohon maaf ya bu, kalau kurang baik dalam hal menyampaikan pesan”. Aku juga udah tahu karakternya, trus udah biasa. “Saya tidak suka lihat
mahasiswa yang tidak sopan dalam hal sms” kemarin itu dia bilang.’
Dan ternyata dugaan Mutiara benar, dosen pembimbingnya tidak tersinggung dengan cara Mutiara memperkenalkan diri. Kemudian Mutiara
bertemu dengan dosen pembimbingnya di kantor departemen. ‘Bimbingan pertama bahas tentang bagaimana bimbingan sama Ibu
itu. “Buat dulu proposalnya, baru datang lagi nanti.” Karena kemarin aku bimbingan pertama aku ga ada bawa apa-apa. Dia pun tahu aku mau
belajar, bukan orang yang istilahnya targetnya cepat tamat. Dia udah kenal kelemahanku apa, dalam hal kelebihanku apa. Kan di lapangan pernah
juga dia marahi aku di lapangan. “Saya kurang suka ya, pas di lapangan kamu tidak pernah menegur saya.” Aku minta maaf, terus dia bilang,
“Pergi kamu” Dia orangnya ceplas-ceplos, itulah dia. Tapi besoknya dia tegur lagi, “Udah gimana Tiara ke lapangannya?” Dia marah gitu, ga
disimpan dalam hati. Dia langsung marah kalau misalnya ga suka. Kek kemarin kan kami satu penelitian, karena bareng sama anak UGM, jadi
aku istilahnya hampir menyamakan dia dengan orang UGM lah. Jadi asal lewat aja. Terus dia marah, dia bentak kan, “Kamu selama proyek sama
saya kamu tidak pernah menghormati saya, pergi tanpa pamit.” “Maaf lah buk”,kubilang. “Udah pergi kamu sana”. Tapi besoknya dibilangnya,
Gimana Tiara penelitiannya? Capek?’
Pada tahap masukan, Mutiara hanya mendiskusikan metode bimbingan dengan Ibu Lina. Meskipun saat bimbingan pertama Mutiara tidak membawa
bahan apapun untuk didiskusikan, Ibu Lina memahami maksud dan tujuan Mutiara untuk bertemu dengan beliau. Keakraban komunikasi sebelum bimbingan
Universitas Sumatera Utara
membuat Mutiara dan dosen pembimbingnya sudah saling memahami satu sama lain.
Begitu juga dengan Bernard dan Irwan, mahasiswa politik yang juga sudah memiliki kedekatan dengan dosen pembimbingnya sebelum proses bimbingan,
sudah memiliki persepsi interpersonal mengenai karakter pembimbingnya yang membuat mereka tidak merasa cemas pada tahap masukan proses bimbingan
skripsi. Bernard dan Irwan langsung menemui dosen pembimbing mereka saat memperkenalkan diri sebagai mahasiswa bimbingan dan keduanya disambut
dengan baik dan terbuka oleh dosen pembimbingnya. Pak Indra, dosen pembimbing Bernard, memotivasi Bernard dengan memberikan gambaran
mengenai proposal yang akan dikerjakannya. ‘Waktu bimbingan pertama, saya memperkenalkan diri sebagai
mahasiswa bimbingan abang itu, ngasi berkas yang disetujui jurusan dan minta kesediaan abang itu untuk membimbing saya. Abang itu ya biasa-
biasa aja, cuek aja sih, Oh, saya pembimbing kamu? Apa judulnya? Judulnya ini bang dampak embargo militer Amerika Serikat terhadap
politik luar negri Indonesia. Siapa dosen pembacanya? Pak Anthony. Udah di acc? Belum bang. Ya udah, diteken dulu. Oh, ya udah. Nanti
selesai proposalnya baru diskusi lagi. Cuman disitu kemarin sempat dibahas masalah judul dulu. Yang mana yang mau kamu lihat? Abang itu
sempat ngasi gambaran. Gambaran bagaimana proposal yang harus saya buat. Ya udah, kalo gitu, kamu kerjakan dulu nanti saya periksa. Gitu aja,
bimbingan pertama acc judul, dan memaparkan bagaimana konsep proposal yang akan dibuat. Di awal bimbingan udah lumayan dekat lah
sama abang itu karena sebelum skripsi udah akrab. Abang itu ngajar mata kuliah juga, sempat masuk sama kami.’
Demikian juga Irwan, saat bimbingan pertama informan ini langsung menemui dosen pembimbingnya. Baik Irwan maupun dosen pembimbingnya
sama-sama merasa antusias karena dalam skripsi Irwan keduanya saling membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Nuel dan Kevin juga cenderung tidak merasa cemas pada proses bimbingan pertama mereka. Bahkan mereka mengungkapkan bahwa mereka
merasa antusias saat akan menemui dosen pembimbingnya pertama kali. ‘Antusias, semangat , antususias, sangat antusias karena ya salah
satu alasannya bapak itu enak ngajar mahasiswa’ Ini adalah pernyataan Kevin ketika peneliti menanyakan mengenai
perasaannya saat menemui Pak Agus pertama kali. Peneliti melihat ekspresi Kevin yang penuh semangat dengan sedikit senyuman saat mengungkapkan perasaan
antusiasnya sampai Kevin mengulang perkataan tersebut beberapa kali. Interaksi komunikasi antarpribadi Kevin dengan Pak Agus tergolong efektif. Pak Agus dan
Kevin mendiskusikan mengenai latar belakang masalah skripsi Kevin dan melalui komunikasi tatap muka tersebut ketidakpastian Kevin mengenai karakter dosen
pembimbing dan metode bimbingan beliau menurun. Nuel juga serupa, informan yang ekstrovert ini, sebelum proses bimbingan
sudah dekat dengan pembimbingnya, Pak Nurman. Dan Pak Nurman juga adalah dosen yang dekat dengan mahasiswa-mahasiswa beliau. Dalam suatu interaksi
komunikasi kedekatan dan keakraban komunikasi akan lebih cepat dibangun bila komunikator dan komunikan sama-sama memiliki karakter ekstrovert dan hal
inilah yang dialami Nuel. Ditambah lagi kedekatan Nuel dengan Pak Nurman sudah dibangun sebelum proses bimbingan skripsi. Dengan adanya kedekatan,
maka ketidakpastian Nuel terhadap Pak Nurman tergolong rendah karena Nuel sudah mengenal karakter dosen pembimbingnya dan interaksi komunikasi
antarpribadi mereka juga berlangsung dengan baik dan terbuka.
Universitas Sumatera Utara
‘Sebelumnya aku udah kenal sama dia karena dia mengajar juga. Dan abang itu tipe yang dekat sama mahasiswa. Waktu pertama ketemu,
perkenalan langsung bimbingan. Bimbingan pertama dia menyambut ramah. Waktu pertama kali aku bilang dia doping aku, Oh ya udah.
Dijelaskannya semua yang belum aku ngerti. Dan komunikasi kami bagus.’
Mengenai faktor penyebab ketidakcemasan dan kepastian Nuel, peneliti menyimpulkan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal yakni karakter
Nuel dan Pak Nurman yang sama-sama ekstrovert sehingga kedua pihak terbuka untuk menerima dan menciptakan komunikasi dan situasi bimbingan yang efektif.
Kesimpulan Kasus: 1.
Hilda. Pada tahap masukan, komunikasi antarpribadi Hilda dengan dosen pembimbingnya tidak berlangsung efektif. Tidak ada situasi terbuka untuk
mendukung komunikasi efektif karena dosen pembimbing yang tidak memiliki waktu untuk bimbingan saat Hilda menemui beliau. Jadi Hilda hanya
memperkenalkan diri kepada Ibu Erika sebagai mahasiswa bimbingan beliau dan menyerahkan surat dari departemen kepada beliau.
Dengan situasi komunikasi yang seperti ini seharusnya Hilda merasakan kecemasan dan ketidakpastian terhadap dosen pembimbingnya, namun sebaliknya
Hilda cenderung tidak merasa cemas karena Hilda tidak bertemu dosen pembimbingnya seorang diri. Selain itu, saat dosen pembimbingnya tidak
memiliki waktu untuk berdiskusi meskipun sudah ditunggu oleh beberapa mahasiswa bimbingan beliau, Hilda berpikir positif bahwa saat itu dosen
pembimbingnya memang sedang ada kesibukan yang tidak bisa ditunda dan kebetulan padatnya jadwal pribadi sang dosen bertepatan dengan jadwal
bimbingan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Dengan begitu, peneliti menyimpulkan bahwa faktor penyebab ketidakceman Hilda pada tahap masukan adalah faktor internal Hilda yang
memahami situasi dan kondisi dimana dosen pembimbingnya sedang ada kegiatan yang tidak dapat ditunda.
2. Mutiara. Tahap masukan Mutiara dimulai dengan perkenalan dengan
mengirim pesan singkat kepada dosen pembimbingnya yang diawali dan diakhiri dengan kata ‘maaf’. Berdasarkan pengamatan peneliti, saat memperkenalkan diri
kepada dosen pembimbingnya mahasiswa pada umumnya memilih untuk bertemu langsung dengan dosen pembimbingnya. Selain agar dosen pembimbing bisa
mengenal wajah mahasiswa tersebut, pertemuan tatap muka juga sebagai bentuk kesopanan mahasiswa terhadap dosen pembimbingnya dan cara termudah
mahasiswa menciptakan kesan pertama yang baik. Namun Mutiara justru memilih untuk memperkenalkan diri kepada pembimbing melalui media komunikasi.
Dalam hal ini, peneliti melihat perilaku Mutiara sebagai bentuk kedekatan komunikasinya dengan dosen pembimbingnya. Mutiara mengenal karakter Ibu
Lina dengan baik dan mengetahui bahwa beliau tidak suka dengan mahasiswa yang tidak sopan. Oleh karena itulah, Mutiara mengawali dan mengakhiri
kalimatnya dengan kata maaf. Kemudian saat bimbingan pertama, Mutiara juga menemui dosen
pembimbingnya dengan tangan kosong tanpa membawa proposal skripsinya. Mutiara sudah mengenal karakter Ibu Lina sebagai dosen, tetapi belum mengenal
beliau sebagai dosen pembimbing. Karena itu Mutiara pada tahap masukan hanya ingin mengetahui metode bimbingan skripsi beliau saja. Ibu Lina juga memahami
maksud Mutiara dan meskipun beliau perfeksionis, beliau tidak menuntut lebih
Universitas Sumatera Utara
dari Mutiara karena Ibu Lina sudah mengetahui karakter Mutiara yang bertanggung jawab akan kewajibannya.
Keterbukaan dan kedekatan antara Mutiara dan dosen pembimbingnya menciptakan ketidakcemasan dan kepastian pada Mutiara selama tahap masukan.
Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa faktor penyebab ketidakcemasan dan kepastian Mutiara adalah faktor internal dan eksternal yakni perasaan saling
memahami dari mahasiswa dan dosen pembimbing untuk terbuka dan mengerti karakter satu sama lain.
3. Bernard. Pada tahap masukan, dalam interaksi komunikasi antarpribadi
dengan dosen pembimbingnya Bernard tidak merasakan kecemasan karena sebelumnya Bernard dan Pak Indra sudah saling mengenal dan Bernard juga
sudah mencari tahu dari seniornya mengenai karakter Pak Indra sebagai pembimbing.
Saat Bernard menemui Pak Indra untuk pertama kali dalam bimbingan dan memperkenalkan dirinya sebagai mahasiswa bimbingan, Pak Indra tidak
menunjukkan sikap menolak. Beliau menerima dan menandatangani berkas dari departemen Ilmu Politik pertanda setuju menjadi pembimbing Bernard.
Disamping itu, Pak Indra juga mendiskusikan mengenai judul yang dipilih Bernard. Sebagai pembimbing, Pak Indra mencoba memahami konsep pemikiran
Bernard akan judul skripsinya. Kemudian beliau memberikan gambaran mengenai konsep proposal yang akan dikerjakan Bernard, sehingga Bernard lebih mudah
dan terarah dalam mengerjakan proposalnya. Dan peneliti menganalisi bahwa keterbukaan dan dukungan dosen pembimbing memotivasi Bernard dalam
Universitas Sumatera Utara
mengerjakan proposal skripsinya. Motivasi yang berasal dari dosen pembimbing ini disebut sebagai motivasi eksternal Bernard.
Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan ketidakcemasan dan kepastian Bernard pada tahap masukan disebabkan oleh faktor internal yang didukung leh
faktor eksternal yakni pemikiran Bernard yang positif mengenai proses bimbingan pertamanya, kepercayaan Bernard kepada pembimbingnya, dan keterbukaan serta
dukungan pembimbing terhadap Bernard. 4.
Denny. Pada tahap masukan merasa antusias saat bertemu dengan dosen pembimbingnya karena Pak Tommy adalah dosen yang sesuai dengan judul
skripsinya dan metode mengajar beliau sesuai dengan Denny. Komunikasi antarpribadi Denny dengan Pak Tommy berlangsung efektif dimana Pak Tommy
memberikan respon positif dan menerima Denny sebagai mahasiswa bimbingan beliau.
Adanya respon positif Pak Tommy pada tahap masukan membuat Denny menjadi antusias mengerjakan skripsinya. Respon ini juga yang menjadi faktor
penyebab ketidakcemasan dan kepastian Denny dalam proses bimbingan skripsi. 5.
Irwan. Pada tahap masukan merasa antusias saat bertemu dengan dosen pembimbingnya karena beliau yang sebelumnya meminta Irwan untuk menjadi
mahasiswa bimbingan Pak Warjio. Komunikasi antarpribadi Irwan dengan Pak Warjio berlangsung efektif dimana Pak Warjio terbuka menyampaikan informasi
yang berkaitan dengan judul penelitian Irwan.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap ini, peneliti melihat bahwa Irwan maupun Pak Warjio sama- sama menyadari kebutuhan mereka yang saling melengkapi satu sama lain. Hal
inilah yang menjadi faktor utama yang mendorong terjalinnya keakraban komunikasi di antara keduanya selama tahap masukan bimbingan skripsi.
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan faktor yang cenderung menyebabkan ketidakcemasan dan kepastian Irwan dalam komunikasi
antarpribadi bimbingan skripsi pada tahap masukan adalah faktor internal dan faktor eksternal yakni karakter Irwan yang ekstrovert dan dukungan dari Pak
Warjio. 6.
Kevin, mengalami interaksi komunikasi antarpribadi yang efektif dengan dosen pembimbingnya pada tahap masukan. Persepsi awal Kevin memacu
perasaan positif Kevin saat bimbingan. Kevin menjadi antusias dan terbuka kepada pembimbingnya. Selain itu, peneliti mengamati bahwa pemikiran positif
Kevin mengenai karakter Pak Agus adalah benar sehingga ketidakpastian Kevin mengenai dosen pembimbingnya juga menurun.
Ketidakcemasan dan penurunan ketidakpastian, inilah yang dirasakan Kevin pada tahap masukan bimbingan skripsi. Umpan balik komunikasi
antarpribadi dapat dilihat seketika itu juga saat komunikasi berlangsung dan umpan balik dari komunikasi antarpribadi Kevin dengan pembimbingnya, Kevin
menjadi semakin antusias mengerjakan skripsinya. Peneliti mengamati faktor yang cenderung menyebabkan ketidakcemasan
dan kepastian Kevin pada tahap masukan bimbingan skripsinya adalah faktor internal Kevin yaitu pemikiran positifnya terhadap Pak Agus bahwa beliau dosen
Universitas Sumatera Utara
mudah membimbing mahasiswa dan dalam berbagi pengetahuan beliau juga menyesuaikan pesan dengan jangkauan pemikiran mahasiswa.
7. Nuel dengan karakternya yang terbuka dan mudah beradaptasi dengan
individu lainnya memiliki persepsi positif terhadap dosen pembimbingnya. Pada awalnya Nuel berpendapat bahwa dosen pembimbingnya baik dalam
membimbing dan mahasiswa bimbingan beliau juga cepat lulus dengan hasil yang memuaskan. Pada saat bimbingan pertama Nuel menemukan persepsi tersebut
pada diri pembimbingnya sehingga terjadi pengurangan ketidakpastian Nuel terhadap dosen pembimbingnya. Hal ini mendorong terjadinya efektivitas
komunikasi antarpribadi pada tahap masukan bimbingan skripsi. Pada tahap masukan, Nuel menilai dosen pembimbingnya sebagai seorang
dosen yang sangat baik dan sangat empati terhadap Nuel. Dan inilah yang menjadi faktor penyebab ketidakcemasan dan kepastian Nuel pada tahap masukan
bimbingan skripsinya. Nuel merasa pasti bahwa dosen pembimbingnya adalah dosen yang sangat baik.
Kesimpulan Kategori: Dari seluruh informan pada kategori ini, Bernard, Irwan, Denny, Kevin
dan Mutiara memiliki kesamaan yakni sudah membangun komunikasi antarpribadi yang baik dengan dosen pembimbingnya sebelum proses bimbingan
skripsi dan proses komunikasi antarpribadi mereka berlangsung efektif dengan suasana kondusif dan terbuka. Dan dari seluruh informan ini, peneliti mengamati
proses komunikasi antarpribadi Hilda yang sedikit berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Hilda mengalami komunikasi antarpriadi yang tidak efektif pada tahap masukan. Suasana yang berlangsung juga tidak kondusif dan waktu perkenalan
yang sangat sempit dan terburu-buru karena kesibukan dosen pembimbing Hilda. Hilda juga belum mengenal pembimbingnya sebelum tahap penunjukan. Namun,
berdasarkan reaksi dan pernyataan Hilda, informan ini tidak merasa cemas dan tidak pasti. Peneliti mengamati bahwa ketidakcemasan dan kepastian Hilda ini
dipengaruhi oleh karakter Hilda yang ekstrovert yang memahami situasi pembimbingnya saat itu. Hilda tetap berpikiran positif dan menghargai kesibukan
dosen pembimbingnya pada pertemuan pertamanya. Kesimpulan Tahap:
Tahap masukan adalah tahap dimana mahasiswa berkomunikasi pertama kali dengan pembimbingnya. Dari tahap masukan yang terbagi menjadi tiga
kategori tingkat kecemasan dan ketidakpastian, ditemukan kesimpulan bahwa: 1. Persepsi awal mahasiswa mengenai dosen pembimbingnya mempengaruhi
perilaku mahasiswa saat akan dan sedang melakukan interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing pada tahap masukan. Berpatokan pada
persepsi awal ini, mahasiswa akan mencitrakan dirinya dengan memberi kesan positif saat pertemuan pertama.
2. Mahasiswa yang mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam tahap penunjukan cenderung akan mengalami peningkatan kecemasan dan
ketidakpastian saat akan menemui dosen pembimbingnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Komunikasi antarpribadi pada tahap masukan bimbingan skripsi membentuk persepsi interpersonal mahasiswa terhadap karakter pembimbingnya dan
menjawab sebagian ketidakpastian mahasiswa terhadap pembimbingnya.
III. TAHAP PERSONAL
Kategori I. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN TINGGI PADA TAHAP PERSONAL DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Villya
2. Lukas 3. Nalon
4. Hilda 5. Denny
Pada tahap personal, Villya mencoba memahami pemikiran Pak Berry dan mencoba menerima pendapat beliau akan judul skripsinya. Villya mencoba
melakukan saran dari Pak Berry untuk mengganti judul, menambah literaturnya, dan berdiskusi dengan seniornya.
‘Abis disuruh ganti judul, Villya intens ke perpus. Terus Villya gini, Kalo ini bapak ini gini gak ya? Kalau itu bapak itu gini gak ya?
Seandainya Villya ambil yang ini, Villya kalo pake wacana gapapa gak ya? Atau Villya pake framing aja? Gak papa gak ya? Jadi pokoknya benar-
benar galau lah disitu. Ke perpus, tanya-tanya juga sama senior. Pas pulak hari sabtu itu acara temu ramah alumni suara usu, di situ kan banyak anak
komunikasi. Ya udah, Villya tanya-tanya aja sama alumni-alumni. Terus ketemu sama bang Vinsen juga. Setelah cerita panjang gitu, akhirnya
Villya ketemulah soal partai golkar ini. Iya bang Vinsen sempat nyaranin “Ini aja, kan simple tu”, kata dia. Nah disitu Villya juga sempat Oh iya,
udah ada jalan terang. Dan Villya juga cukup tertarik sama judul itu dan itu juga selalu Villya hadapin, namanya pers ga lepas dari wacana.’
Universitas Sumatera Utara
Peneliti mengamati kecemasan dan ketidakpastian Villya saat itu disebabkan kegagalannya pada tahap masukan. Selama mencari judul baru,
kepercayaan diri Villya menurun, pemikirannya juga cenderung negatif, Villya merasa cemas dan tidak pasti bilamana judul maupun teori yang dipilihnya sesuai
dengan harapan dosen pembimbingnya. Kecemasan dan ketidakpastian dapat menghambat proses interaksi
komunikasi. Di samping itu, kecemasan dan ketidakpastian akan semakin meningkat bila diikuti dengan kegagalan dalam interaksi komunikasi. Inilah yang
terjadi pada Villya dimana kecemasan dan ketidakpastian Villya mengurangi rasa percaya dirinya saat berkomunikasi dengan pembimbingnya, dan penolakan Pak
Berry terhadap judulnya meningkatkan kecemasan dan ketidakpastian Villya. ‘Villya ketemuan sama Pak Berry hari Seninnya. Villya kan udah
janji juga sama Pak Berry kan. Dan di situ Villya cuma nanya, “Gimana ya pak kalo judul saya kayak gini? Gimana pak kalo saya analisis wacana
angkatnya yang ini?” Nah, di situ dia juga sempat nolak. Dia bilang, “Kamu pake teori apa?” Di situ Villya sempat gak siap juga. Salah Villya
ya kan, udah tau kek gitu, gak Villya siapin teorinya. Karna Villya mikirnya dari awal itu tentuin tema dulu, daripada udah jauh-jauh rupanya
gak sepakat lagi bapak itu. Dan bapak itu sempat, “Gak lah, nanti kamu gak sanggup, nanti kamu sulit, Yang biasa-biasa aja kek yg kemarin saya
bilang itu lah, kek temanggung-cikesik kalo pun mau ngambil wacana.” Dan di situ yang sempat berpikir “Bapak ini, udahlah judul awak diganti,
masak temanya mau dia pulak yang nentuin.” Dan disitu Villya harus siap, Villya harus pertahanin judul ini. Dan disitu Villya gak mau lama-
lama akhirnya. Dan itu sebenarnya feel Villya udah jatuh kali, udah gak mau lagi ngerjainnya, sebenarnya. Ya udah, sampe sini Villya diamin, 3
minggu. Selama tiga minggu Villya diam, Villya gak mau ngapa-ngapain.’
Peneliti mengamati bahwa kegagalan dalam bimbingan skripsi meningkatkan kecemasan dan ketidakpastian Villya. Pada tahap personal,
kecemasan dan ketidakpastian Villya membuat Villya menghindari komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbingnya selama beberapa minggu.
Universitas Sumatera Utara
Adanya keengganan untuk berkomunikasi dengan pembimbingnya merupakan kriteria tingginya kecemasan dan ketidakpastian Villya dalam proses
bimbingan skripsi. Kecemasan dan ketidakpastian Villya yang tinggi membuat motivasi internalnya menurun dan Villya merasa menyerah. Namun dengan
adanya motivasi eksternal dari teman-temannya, konsep diri Villya menjadi positif kembali. Setelah beberapa minggu menghindar, Villya akhirnya menemui
dosen pembimbingnya kembali. ‘Bimbingan yang ini Villya lebih rileks, karena punya Villya ini
udah cukup matang, udah bisa dipertahanin sama bapak itu, terus Villya udah ada kawan. Kecemasan masih ada, tapi kecemasan itu lebih kepada
nanti aku salah masukin teori, nanti teorinya kurang, atau gak cocok dengan framing ini. Karena firdha taulah bapak ini perfeksionis.’
Motivasi internal Villya mulai meningkat kembali pada pertemuan ini karena Villya sudah mempersiapkan diri lebih dahulu. Meskipun begitu,
komunikasi antarpribadi Villya belum efektif karena masih terdapat ketidakpastian pada Villya akan pemikiran pembimbingya terhadap skripsinya. Di
samping itu, Villya juga masih merasakan kecemasan karena kegagalan Villya dalam menjawab pertanyaan pembimbingnya yang membuat Villya ditertawakan
oleh pembimbingnya. Kecemasan dan ketidakpastian Villya cenderung disebabkan oleh karakter
dosen pembimbingnya yang sering menimbulkan ketidakpastian dan pertanyaan- pertanyaan akan pemikiran dan karakter beliau. Villya bahkan mengungkapkan
bahwa dirinya tergolong sangat cemas selama proses bimbingan skripsi, meskipun Villya sudah beberapa kali menjalin interaksi komunikasi antarpribadi dengan
pembimbingnya dalam proses bimbingan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
‘Kalau ada pernyataan sangat sering, sering, jarang, atau ga pernah merasa cemas, Villya sangat sering. Ketakutannya itu yang sering, lebih
sering kecemasannya dari pada yakinnya. Takut salah soalnya, kok gitu ya bapak itu, Villya heran. Bapak itu tidak terduga masalahnya. Kayak
ginilah, biasanya aku sms tak pernah dibalas tapi tadi malam Villya sms dia, padahal Villya takut nanti gimana ngasih taunya bapak itu gimana nih
ya pake bahasa apa ya ngasih tau bapak ini, jadi Villya sms lah. Trus eh ngak berapa lama bapak itu bales, dan dia jawab “Oke, Sampai besok ya”
dan aku kaget, What?? Bapak itu bilang kayak gitu ‘Sampai besok’ coba.Sampe ku nanya lagi sama kak Nike itu, bapak itu ngak suka balas
sms, terus katanya ”bukan biasanya itu”. Unpredictable kan?? Aku cuman nggak nyangka dia bakal bilang kayak gitu. Aku mikirnya “Oke” paling
gitu doang atau apa kek gitu, makanya aku jadi aneh, sebenarnya yang salah ini aku atau bapak ini. Tapi pada intinya aku sangat cemas dan
cemasnya itu hampir tidak bisa menguasai dosen, untuk selanjutnya untuk mengurangi kecemasan aku melakukan bimbingan dengan senior.’
Peneliti melihat bahwa bagi mahasiswa internal yang mengalami kecemasan dan ketidakpastian tinggi, sedikit keterbukaan dan penerimaan dari
dosen pembimbing sangat berpengaruh terhadap peningkatan motivasi mahasiswa, seperti Villya yang menjadi senang dan semangat saat Pak Berry
membalas pesannya dengan kalimat yang ramah. Berdasarkan persepsi Villya, dosen pembimbingnya hanya membalas dengan satu kata singkat yang kaku atau
bahkan pesan Villya tidak mendapat balasan. Tetapi ternyata fakta yang terjadi berbanding terbalik dengan persepsinya, dan hal ini menimbulkan kesan positif
dalam diri Villya terhadap pembimbingnya. Villya yakin bahwa dirinya mampu mengatasi masalah, memperbaiki diri, dan mempersuasi Pak Berry agar mau
menerima Villya dengan terbuka. Perilaku positif Pak Berry tersebut menjadi awal dalam meningkatkan
optimisme Villya untuk mewujudkan komunikasi efektif selama interaksi dalam bimbingan skripsi. Dengan adanya konsep diri yang positif ini, Villya
memulainya lagi dari awal. Mulai membentuk persepsi positif, mulai membuka diri untuk mengerti karakter dosen pembimbingnya, dan menambah
Universitas Sumatera Utara
pengetahuannya semaksimal mungkin agar bisa mengerti pemikiran dosen pembimbingnya.
Berbeda dengan Villya yang ekstrovert, Nalon -mahasiswa Sosiologi- cenderung introvert dan mudah dipengaruhi lingkungan. Peneliti mengamati dari
segi kecerdasan emosionalnya, Nalon tergolong mahasiswa eksternal yakni mahasiswa yang beranggapan bahwa lingkungan mempengaruhi keberhasilan
maupun kegagalannya. Inilah yang membuat Nalon mudah merasa cemas dalam proses bimbingan skripsi karena ketergantungannya terhadap dosen
pembimbingnya. Dosen pembimbing Nalon, Ibu Ria, adalah dosen yang memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menuangkan idenya terlebih dahulu sebelum beliau memberikan masukan. Sedangkan Nalon sulit untuk menuangkan
idenya tanpa ada masukan dari dosen pembimbing. Peneliti mengamati bahwa awal dari kecemasan dan ketidakpastian Nalon adalah kurangnya rasa percaya
diri, rendahnya konsep diri, serta rendahnya kemampuan memotivasi diri sendiri. Kecemasan dan ketidakpastiannya membuat Nalon menyelesaikan proposalnya
selama 10 bulan dan selama itu juga informan ini tidak menemui dosen pembimbingnya.
‘Judul saya di acc bulan 9 tahun 2009. Cuma disitu selama itu aku masih diskusi tentang judul, tapi proposal saya, saya kasih bulan 7 tahun
2010. Hampir 1 tahun kan. Lamanya pertama sih karena saya bingung memulainya dari mana. Karena sama ibu itu kita kerjakan dulu apa yang
bisa kita kerjakan terus kita kasih sama dia, baru dia akan memberi masukan setelah kita kasih sama dia. Pokoknya kita kerjakan dulu apa
yang bisa kita kerjakan, sama dia gitu. Aku bingung pula apa yg mau aku kerjakan. Jadi dari pribadi. Jadi bingung, akhirnya menimbulkan malas
karena dibiarin aja. Biarlah seperti itu, besoklah itu, minggu depanlah itu. Bimbingan yang kedua itulah ngasih proposal. Dia tetap terima kemarin ku
Universitas Sumatera Utara
kasih proposal itu tapi ingat dia dengan lamanya aku ngasi sama dia proposal itu.’
Setelah tidak bimbingan selama beberapa bulan, Nalon menemui dosen pembimbingnya untuk bimbingan proposal dan beliau hanya menerima proposal
Nalon dan membawanya pulang tanpa ada konsultasi. Untuk pertemuan berikutnya Nalon bertemu dengan pembimbingnya, tetapi dosen pembimbingnya
menolak bimbingan dengan alasan beliau belum membaca proposal tersebut. Selama hampir dua bulan setiap kali Nalon bertanya mengenai proposalnya, dosen
pembimbingnya selalu memberi jawaban yang sama dan menolak untuk membimbing Nalon. Penolakan dari dosen pembimbing menjadi kecemasan
terbesar dan pukulan mental terberat bagi Nalon. ‘Bimbingan yang ketiganya saya bermasalah sama Ibu itu.
Marahnya kemarin itu dekat parkiran koridor, dekat ruang dosen. Jadi di situ lah kemarin aku jumpai dia, “Jangan kau kemari, jangan kau jumpai
saya. Pergi kau.” Masalahnya karena sebenarnya saya terlambat ngasih proposal sama dia. Perasaanku takut, menyesal dengan selama ini yang
tidak memberikan proposal. Jadi aku langsung pergi, nanti kalau kupaksakan dia langsung marah. Setiap saya jumpa, belum saya koreksi.
Itu aja jawabannya selama 2 bulan itu. Alasannya karena “Kamu sendiri kemarin lama ngasihnya, ya udah tunggulah saya juga. Saya kalau ada
waktu baru saya periksa.” Awalnya itu salah saya sebenarnya. Di situ jadinya ingat dengan apa yang dibilang senior. Berarti gini ya makanya
lama. Berarti ini yang membuat mereka lama tamat karena lama diperiksa. Terus hari berikutnya kudatangi dia, dia bilang “Belum saya periksa,
kemarin kemana saja kamu? Kenapa sampai lama tidak kamu kasih proposalnya? Ya sudah, kalau kamu tidak senang dengan saya bisa kamu
ganti dosen pembimbing. Kamu mau? Biar saya buat surat saya mengundurkan diri jadi dosen pembimbingmu,”katanya.’
Perilaku dosen pembimbing membuat kecemasan dan ketidakpastian Nalon semakin tinggi dan peneliti mengamati penolakan ini menjadi klimaks
kecemasan dan ketidakpastian Nalon dimana Nalon tidak mampu lagi memikul kecemasannya. Nalon menemui dosen walinya yang kemudian mengusulkan agar
Nalon menjumpai ketua departemen Sosiologi untuk menceritakan
Universitas Sumatera Utara
permasalahannya. Dengan ketakutannya, Nalon pasrah dan mencoba mencari solusi dari ketua departemen. Dengan bijaksana, ketua departemen menghubungi
Ibu Ria. Kemudian Ibu Ria menemui Nalon dan meminta proposalnya dicetak kembali untuk dibaca beliau.
‘Itulah kemarin, jadi aku gak tau mau jawab apa kemarin sama Ibu itu, ya terakhirnya kujumpai dosen waliku untuk menyelesaikan masalah
itu, “Gimana lah itu pak solusinya, aku tidak bisa menjawab pertanyaan Ibu itu yang minta dia mengundurkan diri jadi doping saya”. Dan disuruh
dosen waliku menjumpai ketua jurusan. Aku pernah berpikir mau ganti doping waktu bermasalah kemarin. Aku sharing sama kajur “Bisa ga
komunikasi tetap baik kalau sudah sempat bermasalah seperti ini?” kutanya sama kajur. Akhirnya ketua jurusan yang langsung ngomong sama
Ibu itu mengenai masalah itu. Ibu itu langsung dijumpainya saya kemarin, “Tolong kamu print kembali proposal kamu ya, yang kemarin kamu kasih
itu sudah hilang, biar saya periksa.” Dari situlah komunikasi kami langsung baik.’
Ketika dosen pembimbing membuka diri untuk membimbing Nalon, komunikasi antarpribadi Nalon dengan pembimbingnya mulai berjalan efektif.
Nalon memulai kembali pendekatannya kepada pembimbing dengan terbuka mengungkapkan identitas dirinya. Nalon menceritakan kondisi, kelemahan, dan
permasalahannya yang membuatnya menghindari bimbingan skripsi selama beberapa bulan. Keterbukaan Nalon menyebabkan resiprositas dosen pembimbing
untuk terbuka juga menerima kondisi. Peneliti menyimpulkan bahwa parameter kecemasan dan ketidakpastian
tertinggi adalah saat individu memutuskan untuk tidak akan melakukan interaksi komunikasi antarpribadi dengan individu yang membuatnya cemas. Tetapi ketika
dalam kecemasan dan ketidakpastiannya, individu tersebut memutuskan untuk membuka diri kepada individu lainnya, maka kecemasan dan ketidakpastian akan
menurun dan konsep diri individu tersebut akan semakin positif sehingga
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan komunikasi antarpribadi Nalon dengan pembimbingnya berjalan efektif semakin tinggi. Keterbukaan Nalon untuk memahami dosen
pembimbingnya juga membuat Nalon menghargai perbedaan pendapat yang terjadi selama bimbingan skripsi.
‘Akhir-akhir ini sering terjadi perbedaan pendapat, aku sebenarnya udah mengerti apa kasus di lapangan itu, tapi ternyata terkadang ibu itu
tidak mengerti maksudnya. Dan juga sering sekali ibu itu menyarankan sesuatu, yang aku sudah tuliskan sebenarnya apa yang dia minta tapi
sepertinya dia ga membaca semua. Kalau saya bilang sudah saya tulis, dia langsung membantahnya. Dia sepertinya tidak menerima kalau kita
melakukan pembelaan. Jadi aku terima saja saran ibu itu dan tidak kuperbaiki karena pertemuan selanjutnya dia lihat itu sudah ada.’
Walaupun masih terdapat perbedaan pendapat dan permasalahan yang memyebabkan kecemasan Nalon menjadi tinggi, tetapi Nalon tetap berusaha
mengatasi kecemasannya. Begitu juga dengan Hilda dan Denny yang merasakan kecemasan yang
tinggi karena dosen pembimbing mereka yang memiliki jam terbang yang tinggi. Hilda yang hanya bisa menemui dosen pembimbingnya sekali seminggu karena
dosennya punya jadwal yang sibuk di hari yang lainnya mersa sangat cemas dan tidak pasti akan dosen pembimbing dan proses bimbingan skripsinya.
‘Ternyata, capek kali. Terus punya jam terbang yang panjang lah, setiap jumat, sabtu, minggu dia di siantar. Terus dia ngajar 3 mata kuliah
di kampus ini, 3 mata kuliah ini langsung satu hari, hari senin aja. Kalo memang mau jumpa ya hari senin, tapi dia biasa dijumpai di LP, Lembaga
Penelitian USU, disitu biasanya aku sering jumpai dia selain di kampus. Kalo jumat, sabtu, minggu dia di siantar. Jadi,sekali semingu. Dia
sistemmnya dibawanya ke rumah dikembalikan lagi seminggu lagi.’
Denny juga merasakan kecemasan yang sama dengan Hilda. Padatnya jadwal pembimbing membuatnya hampir tidak pernah bimbingan di kampus
FISIP USU.
Universitas Sumatera Utara
‘Dosen saya bekerja sebagai komisaris di KPU Sumut dan sebagai dosen di Nomensen juga di pasca sarjananya. Karena sibuknya bapak itu,
jadi kek nya ga pernah bimbingan di kampus. Eh, pernah 1 kali bimbingan di FISIP, selebihnya di KPU dan di Nomensen. Susah lah bapak itu
ditemui karena selalu sibuk.’
Kesulitan untuk bimbingan dengan dosen pembimbing karena jadwal dosen yang terlalu padat sangat berpengaruh pada kecemasan dan ketidakpastian
mahasiswa bimbingan. Baik Hilda maupun Denny merasa cemas akan skripsi mereka yang mungkin kurang dibaca dengan teliti, dan merasa tidak pasti akan
waktu bimbingan yang kondusif untuk konsultasi mengenai permasalahan mereka dalam menyusun skripsi. Bahkan Hilda merasa cemas dan sangat kecewa dengan
pembimbingnya karena beliau kurang teliti dalam mengoreksi skripsinya. ‘Ibu itu baik dan memang ga mempersulit mahasiswa, tapi itulah,
sebenarnya kan yang diperlukan yang mempersulit pun kadang kan yang untuk baik sih misalnya kadang-kadang memang ada bahan koreksi, jadi
terakhir-terakhir banyak yang ditentang dosen,jadi tampak seperti dipersulit kan. Kalo ibu ini kan kek gak ada kesalahan sama kita, jadi
akhirnya lancar. Nah,itulah yang gak mempersulitnya tapi gak esensi nya yang dikoreksinya.Bukan karena judulku ga sesuai dengan bidangnya.
Kawanku yang lain pun banyak yang gak terlalu membimbing memang dia. Satu temanku, sama dopingnya sama ibu itu, lebih pas lagi kena ke dia
judulnya, apa yg diajarkan dia itu judulnya, kurang juga dia membimbing. Ga sampe ke hal-hal pentingnya lah dikoreksinya.’
Dari ekspresi wajah Hilda saat wawancara, peneliti mengamati bahwa ada perasaan kecewa yang mendalam pada Hida terhadap pembimbingnya. Hilda
merasa dirinya salah dalam memilih pembimbing. Hilda menjelaskan mengenai kecemasan dan ketidakpastiannya yang tinggi dengan ekspresi wajah yang lelah
dan kecewa. Saat menerangkan mengenai karakter pembimbingnya, nada suara Hilda sedikit meninggi dan penuh emosi. Ini adalah kriteria dari tingginya
kecemasan dan ketidakpastian Hilda terhadap dosen pembimbing dan skripsinya.
Universitas Sumatera Utara
Serupa dengan Hilda, kecemasan dan ketidakpastian Denny juga tinggi dimana karena kesibukan pembimbingnya Denny sangat cemas dan tidak pasti
akan proses penyelesaian skripsinya apakah cepat selesai atau tidak. Dan ternyata karena kesibukan beliau, dosen pembimbing Denny mempercepat proses
bimbingan Denny. Denny hanya menjalani bimbingan skripsi selama dua bulan, dengan empat kali pertemuan setelah seminar.
‘Aku bimbingan cuma 2 bulan dan 4 kali bimbingan setelah seminar. Gara-gara bapak itu udah ga punya waktu lagi, jadi dipercepat
bimbingannya. Aku kasih per bab dan langsung dibahas mana yang salah dan perlu diperbaiki. Itu yang membuat aku cemas karena proses
bimbingan yang terlalu cepat.’
Berbeda dengan Hilda dan Denny yang jarang bimbingan, Lukas justru sering konsultasi bimbingan skripsi dengan pembimbingnya. Yang menjadi faktor
penyebab kecemasan dan ketidakpastian Lukas bukanlah karena seringnya jadwal bimbingan, tetapi setiap kali bimbingan selalu ada kesalahan yang ditemukan
dosen pembimbingnya dari hasil pekerjaannya. Hal ini membuat Lukas harus mengulang dan memperbaiki skripsinya beberapa kali sampai pembimbingnya
mengatakan sudah tepat. Selain itu, revisi skripsi Lukas belum pada esensinya sehingga Lukas merasa sangat cemas dan tidak pasti akan pengetahuan beliau
dalam proses penyelesaian skripsinya. ‘Aku gak pasti Ibu ini sebenarnya pintar apa enggak, soalnya
terlalu banyak yang dikaji itu cuma sistematika penulisan ketimbang isi. Ibu ini pinter apa enggak di bidang kesos atau hanya sebatas gambaran
umum tentang skripsi yang dia tau.’
Kesimpulan Kasus: 1.
Villya, individu yang memiliki motivasi internal yang lebih tinggi dibandingkan motivasi eksternal, mengalami kecemasan dan ketidakpastian yang
Universitas Sumatera Utara
naik-turun. Peningkatan kecemasan dan ketidakpastian Villya pada bimbingan skripsi terjadi saat proses komunikasi antarpribadinya dengan dosen pembimbing
kurang efektif, sering terjadi kegagalan dalam menjawab pertanyaan pembimbing, Villya merasakan dosen pembimbing kurang berempati terhadap mahasiswa
bimbingan beliau, suasana bimbingan yang menyenangkan jarang terjadi, serta banyaknya perbedaan karakter Villya dengan pembimbingnya. Sedangkan
penurunan kecemasan dan ketidakpastian terjadi ketika Villya memotivasi dirinya untuk optimis, adanya motivasi eksternal dari teman-temannya, serta
meningkatnya konsep diri positif Villya. Peneliti mengamati bahwa dalam proses komunikasi antarpribadi, persepsi
interpersonal mahasiswa dipengaruhi dan mempengaruhi komunikasi antarpribadi mahasiswa dengan dosen pembimbingnya. Persepsi interpersonal Villya,
misalnya, dipengaruhi dan mempengaruhi komunikasi antarpribadinya dengan Pak Berry. Berdasarkan faktor situasionalnya, Villya memiliki persepsi bahwa
bahasa verbal Pak Berry sulit dipahami karena pengetahuan beliau yang sangat tinggi sehingga Villya sulit memahami maksud perkataan beliau. Selain itu, jarak
antara Pak Berry dengan Villya tidak terlalu dekat menandakan kurang terbukanya Villya dan dosen pembimbing, dan Pak Berry berbicara dengan suara
yang rendah dan tempo yang tidak cepat yang menandakan ketegasan beliau, ekspresi wajah Pak Berry juga cenderung datar atau tidak memiliki ekspresi
senang atau yang lainnya. Dari faktor personalnya, Villya melihat bahwa Pak Berry memiliki pengalaman yang banyak dan pengetahuan yang tinggi sehingga
Villya merasa sulit untuk mengikuti pemikiran beliau, motivasi Pak Berry untuk membimbing Villya juga cenderung rendah karena Pak Berry pernah lupa bahwa
Universitas Sumatera Utara
Villya adalah mahasiswi bimbingan beliau, dan Villya menilai bahwa Pak Berry mempunyai kepribadian yang otoriter walaupun tidak diungkapkan secara
langsung. Dengan adanya persepsi negatif ini, komunikasi antarpribadi Villya
dengan dosen pembimbingnya menjadi tidak efektif. Terdapat banyak hidden area pada dosen pembimbing yang belum diketahui Villya yang menimbulkan
resiprositas dimana Villya juga sulit terbuka dengan dosen pembimbingnya. Akan tetapi saat Villya mendapatkan motivasi eksternal dari
lingkungannya, motivasi internal Villya menjadi meningkat, konsep diri Villya juga menjadi positif kembali, dan terjadi penurunan kecemasan dan ketidakpastian
Villya. Penurunan kecemasan dan ketidakpastian ini tidak menjamin tidak akan terjadi kegagalan dalam proses bimbingan skripsi, tetapi dengan adanya
penurunan kecemasan dan ketidakpastian serta konsep diri positif, Villya menjadi optimis dan lebih terbuka dalam melakukan interaksi komunikasi antarpribadi
dengan pembimbingnya. Persepsi interpersonal Villya terhadap Pak Berry menjadi positif. Saat pertama kali peneliti mewawancarai Villya, informan ini
hanya memiliki persepsi negatif terhadap pembimbingnya. Namun, saat wawancara keempat, Villya sudah memiliki persepsi positif terhadap
pembimbingnya. Ini karena komunikasi antarpribadi Villya dengan pembimbingnya mulai efektif.
Mengenai kecemasan dan ketidakpastian yang dirasakan Villya pada tahap personal tergolong tinggi. Walaupun demikian, bila dibandingkan dengan tahap
penunjukan dan tahap masukan, kecemasan dan ketidakpastian Villya pada tahap
Universitas Sumatera Utara
personal mengalami penurunan. Secara kognitif, Villya sudah berpikiran positif mengenai karakter pembimbingnya, juga Villya mulai memahami pola piker
beliau akan skripsinya. Secara fisik, Villya lebih rileks dan perilaku Villya terhadap Pak Berry juga semakin terbuka.
Penyebab kecemasan dan ketidakpastian Villya pada tahap personal adalah faktor eksternal, yakni dosen pembimbing. Selama bimbingan skripsi terdapat
evaluasi yang tinggi dari dosen pembimbing, tingginya pengetahuan dosen pembimbing yang sulit dimengerti Villya, sering terjadi situasi bimbingan yang
tidak terduga dari pembimbing, rendahnya kesamaan dosen pembimbing dengan karakter Villya yang meningkatkan ketidakpastian, serta banyaknya
ketidakpastian dari pembimbing yang kemudian membuat jarak dalam bimbingan. Selain itu Villya sering gagal dalam menjawab pertanyaan pembimbing dan
kurangnya pengalaman Villya menyebabkan terjadinya kecemasan dan ketidakpastian Villya dalam bimbingan skripsi.
2. Nalon adalah individu yang sangat membutuhkan motivasi eksternal
sebagai dampak rendahnya motivasi internalnya. Bagi mahasiswa eksternal, keberadaan dosen pembimbing sangat penting bagi kecerdasan emosional
mahasiswa. Bila dosen pembimbing mendukungnya, mahasiswa akan menjadi sangat termotivasi dan antusias dalam mengerjakan skripsinya. Dan bila dosen
pembimbing kurang mendukungnya bahkan menjadi sumber kecemasan dan ketidakpastiannya, mental mahasiswa akan jatuh dan menjadi sangat cemas dan
merasa tidak mampu mengerjakan skripsinya.
Universitas Sumatera Utara
Awal kecemasan dan ketidakpastian Nalon adalah ketika dosen pembimbing kurang mendukung Nalon dalam mengkonsep proposalnya.
Kurangnya motivasi eksternal dan rendahnya motivasi internal, membuat Nalon tidak mampu menyelesaikan proposal skripsinya. Ditambah lagi adanya masalah
keluarga membuat Nalon semakin menyerah dalam mengerjakan skripsinya. Waktu 10 bulan adalah waktu yang sangat lama bagi seorang mahasiswa dalam
mengerjakan proposal. Peneliti melihat bahwa 10 bulan bukanlah waktu yang hanya digunakan Nalon untuk mengerjakan proposalnya, tetapi beberapa bulan itu
adalah waktu untuk memulihkan konsep dirinya, meyakinkan diri bahwa dia mampu berdiri sendiri dan mengatasi masalahnya, mempersuasi dirinya agar dia
tidak takut dan berani bertanggung jawab akan skripsinya. Dan bagi seorang introvert dengan konsep diri yang rendah, bukanlah hal mudah untuk
membangkitkan motivasi internal saat tidak mendapatkan motivasi eksternal dari siapapun juga.
Dampak dari rasa positif terhadap diri membuat Nalon menjadi dewasa dan terbuka untuk memahami dosen pembimbingnya dan proses bimbingan
beliau. Keterbukaan adalah awal dari pemulihan komunikasi antarpribadi Nalon dalam bimbingan skripsi. Walaupun masih terdapat banyak perbedaan karakter
pembimbing dengan Nalon, namun Nalon berusaha dewasa dan menghargai perbedaan karakter tersebut. Kecemasan dan ketidakpastian Nalon pada tahap
personal tergolong tinggi, tetapi dengan keterbukaan Nalon percaya bahwa proses bimbingan skripsinya adalah proses bimbingan yang berharga dan berkesan. Di
samping itu, Nalon memiliki persepsi bahwa Ibu Ria adalah dosen pembimbing yang paling tepat untuk membimbingnya.
Universitas Sumatera Utara
Dari komunikasi antarpribadi yang terjadi selama proses bimbingan skripsi, peneliti menyimpulkan bahwa faktor penyebab tingginya kecemasan dan
ketidakpastian Nalon pada tahap personal dipicu oleh faktor internalnya dan dipacu oleh faktor eksternal yang berasal dari dosen pembimbing.
3. Hilda mengalami komunikasi antarpribadi yang kurang efektif dengan
dosen pembimbingnya. Kesibukan dosen pembimbing membuat waktu bimbingan skripsi hanya sebentar saja. Kesibukan ini juga membatasi komunikasi
antarpribadi Hilda dengan pembimbingnya. Selama bimbingan skripsi, Hilda tidak memiliki situasi yang cukup kondusif dan terbuka untuk konsultasi dengan
pembimbingnya. Situasi seperti cenderung menimbulkan perasaan negatif pada Hilda selama bimbingan, adanya proses bimbingan yang berlangsung terburu-
buru. Selain itu, situasi ini kurang membuat Hilda melihat pada kesamaannya dengan dosen pembimbing.
Selama komunikasi antarpribadi dalam bimbingan skripsi, dosen pembimbing memang membangun hubungan komunikasi yang horizontal dengan
Hilda. Namun peneliti melihat komunikasi horizontal yang dibangun pembimbing tidak mengikutsertakan ikatan emosional, sehingga pembimbing tidak merasakan
kecemasan dan ketidakpastian Hilda akan skripsinya. Hilda yang butuh bimbingan dan tuntunan dari pembimbingnya, kurang memperoleh dukungan itu dari beliau.
Kurang kritisnya pembimbing dalam memeriksa hasil kerja skripsi Hilda justru meningkatkan kecemasan dan ketidakpastian Hilda terhadap isi skripsinya
maupun kemampuan beliau dalam membimbingnya.
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman bimbingan skripsinya mepengaruhi persepsi interpersonal Hilda terhadap pembimbingnya. Hilda memiliki persepsi bahwa dosen
pembimbingnya kurang berempati terhadap kecemasan mahasiswa bimbingan beliau akan skripsinya. Selain itu, kurangnya motivasi dosen dalam membimbing
mahasiswa dirasakan oleh Hilda. Persepsi inilah yang mempermudah terjadinya peningkatan kecemasan dan ketidakpastian pada Hilda dalam proses bimbingan
skripsi. Kecemasan dan ketidakpastian Hilda yang tinggi terlihat dari ekspresi
wajah Hilda yang terlihat kesal dengan pembimbingnya, tingginya nada suara saat membicarakan dosen pembimbingnya yang menunjukkan kekesalannya,
perilakunya yang menunjukkan keengganan untuk membicarakan mengenai pembimbingnya, dan secara kognitif Hilda memiliki persepsi negatif mengenai
dosen pembimbingnya. Adapun yang menjadi penyebab kecemasan dan ketidakpastian Hilda
adalah adanya ketidakpastian akan informasi yang diterimanya dari dan mengenai pembimbingnya, rendahnya keakraban komunikasi antarpribadi Hilda dengan
pembimbingnya, serta tingginya frekuensi kegagalan Hilda untuk melakukan konsultasi bimbingan skripsi. Dan dari hal ini, peneliti menyimpulkan bahwa
faktor yang cenderung menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian Hilda adalah faktor eksternal yang berasal dari dosen pembimbingnya.
4. Denny menyelesaikan proses bimbingan skripsinya hanya dalam kurun
waktu dua bulan, waktu yang tergolong singkat dalam melakukan penelitian ilmiah. Singkatnya proses bimbingan skripsi tidak menjamin komunikasi
Universitas Sumatera Utara
antarpribadi mahasiswa dengan dosen pembimbing tidak berlangsung efektif. Untuk mengenal karakter pembimbingya, Denny tidak memerlukan waktu
bimbingan yang lama karena seperti yang dijelaskan pada tahap penunjukan sebelum menjadi pembimbingnya, beliau sudah menjalani komunikasi
antarpribadi yang akrab dengan Denny. Kecemasan dan ketidakpastian Denny yang tinggi disebabkan oleh
padatnya kesibukan dosen pembimbing yang membuat proses bimbingan Denny dipercepat. Denny merasa cemas bila dosen pembimbingnya tidak memiliki waktu
untuk melakukan konsultasi bimbingan skripsi. Selain itu, kecemasan dan ketidakpastian muncul karena cepatnya proses bimbingan yang berpengaruh pada
hasil skripsi Denny. Denny merasa kurang yakin akan maksimalnya hasil penelitiannya dan informan ini merasa cemas bila selama ini dirinya terlalu
terburu-buru dalam menyelesaikan proses skripsinya sebagai akibat kesibukan dosen pembimbingnya. Oleh sebab itu, faktor yang cenderung menyebakan
tingginya kecemasan dan ketidakpastian Denny adalah faktor eksternal. 5.
Lukas pada tahap personal selalu revisi setiap kali bimbingan skripsi. Lukas mengungkapkan bahwa pembimbingnya adalah dosen nyang perfeksionis
yang setiap kali bimbingan pasti menemukan kesalahan dalam skripsinya. Selain itu, dosen pembimbing Lukas kurang memeriksa esensi skripsinya. Beliau hanya
memeriksa teknik penulisan skripsi Lukas saja. Proses bimbingan Lukas, membuat kecemasan dan ketidakpastiannya tinggi baik terhadap pemikiran dosen
pembimbing maupun penyelesaian skripsinya. Di samping itu, dosen pembimbing Lukas pergi ke luar negri untuk beberapa minggu sehingga Lukas harus
menunggu beliau kembali dan terpaksa berhenti mengerjakan skripsinya.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi bila dilihat pada keakraban komunikasi Lukas dengan pembimbingnya, terdapat peningkatan keakraban dan keterbukaan dalam
komunikasi antarpribadi selama bimbingan skripsi. Dosen pembimbing Lukas lebih menunjukkan kasih sayang orangtua saat sedang membimbing Lukas. Lukas
juga mengungkapkan bahwa komunikasinya dengan beliau seperti orangtua dan anak. Faktor inilah yang membuat kecemasan dan ketidakpastian Lukas tidak
setinggi informan lainnya. Kesimpulan Kategori:
Secara keseluruhan, peneliti mengamati bahwa kecemasan dan ketidakpastian Villya paling tinggi diantara informan lainnya. Villya selama
beberapa minggu menghindari komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbingnya dan tidak menyentuh skripsinya. Kecemasan tinggi Villya terjadi
karena banyaknya kegagalan dalam komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing selama beberapa kali bimbingan.
Kategori II. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN MODERAT PADA TAHAP PERSONAL DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Fitri
2. Lydia 3. Teresia
4. Bernard 5. Kevin
6. Ester
Universitas Sumatera Utara
Fitri, Lydia, Teresia dan Kevin adalah individu yang cenderung introvert. Pada umumnya, individu yang tertutup mudah merasakan kecemasan dan
ketidakpastian. Atau dengan kata lain, faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian individu tersebut salah satunya pasti faktor internal individu
tersebut. Bila diperhatikan pada tahap penunjukan ketiga informan ini memiliki persepsi negatif mengenai karakter dosen pembimbingnya. Persepsi interpersonal
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komunikasi antarpribadi dalam proses bimbingan skripsi.
Fitri memiliki persepsi negatif bahwa dosen pembimbingnya memiliki karakter emosional. Jadi saat akan dan sedang bimbingan skripsi, mahasiswa
harus memperhatikan dan menjaga emosi beliau. Persepsi ini membuat komunikasi antarpribadi Fitri dengan pembimbingnya menjadi kaku dan tidak
terbuka. ‘Persepsiku selama bimbingan dengan bapak ini ternyata apa yang
dibilang mahasiswa lain selama ini benar, kalau bapak ini jarang periksa skripsi trus suka moodnya aneh. Komunikasi kami pun kaku lah, karena
aku bertanya terbatas. Kalau aku pengen nanya jadi susah karena bapaknya jugak kek gitu gak bisa juga dipaksakan. Bimbingan kami juga paling 15
menit. Gak tau entah aku terpengaruh orang lain. Jadinya aku harus belajar sendirilah karena teman yang lain pun kek gitu juga kan. Yodalah aku buat
cara sendirilah.’
Kurangnya keterbukaan dan situasi bimbingan yang terlalu kaku dan kurang menyenangkan membuat Fitri tidak antusias dalam bimbingan skripsi.
Bahkan Fitri pernah beberapa kali tidak jadi bimbingan karena emosi beliau yang sedang tidak bagus. Kurangnya keterbukaan dan motivasi dosen pembimbing
dalam membimbing membuat komunikasi antarpribadi dengan mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
menjadi kurang efektif. Peneliti melihat bahwa bimbingan skripsi hanya menjadi formalitas bagi Fitri untuk maju ke meja hijau.
Sama seperti Fitri yang tidak antusias dalam bimbingan skripsi, Lydia juga merasakan perasaan yang sama.
‘Kalau dibilang antusias untuk bimbingan, kek nya biasa aja. Abang itu lebih banyak seloronya. Sebenarnya biasa aja, cuma karna
abang itu mau tiba-tiba nanya, yah baca-baca dulu lah yang kemarin itu. Yang mungkin ditanya apa, yang diajarinya itu apa.’
Lydia memiliki persepsi bahwa dosen pembimbingnya termasuk pembimbing yang sulit diprediksi. Terkadang saat bimbingan beliau bercanda,
terkadang mendadak beliau mengevaluasi mahasiswanya. ‘Persepsiku sama abang itu, abang itu sih orangnya banyak
bercandanya. Cuma ada juga sih kehati-hatian sama abang itu. Jangan gara-gara dia seloro-seloro, nanti dia mau tiba-tiba nanya. Nanyanya itu
terkadang nanti bikin kita kaget gitu lah. Dia seloro-seloro tapi mau nanti tiba-tiba nanya.’
Berbeda dengan Fitri dan Lydia yang kecemasannya disebabkan oleh faktor eksternal juga, kecemasan dan ketidakpastian Teresia hanya disebabkan
oleh faktor internalnya yang mudah cemas. Karakter dosen pembimbing justru menurunkan kecemasan dan ketidakpastian Teresia yang tinggi dalam proses
bimbingan skripsi. ‘Akunya yang sangat cemas dan gampang kali stress. Kayak
kemaren pas mau ngasi kuesioner aku tanya-tanya dulu sama kawan- kawanku, bener gak. Kalo gak bener biar gak usah kukasi sama bapak itu.
Bapak itu dosen yang baik menurutku ya, dia bisa ngarahin mahasiswanya. asal aku bimbingan sama bapak itu, bapak itu mengarahkan kok, “Kamu
ke sini, kamu nanti kek gini, gitu, kek gini lho cara ngerjainnya, jangan langsung ke situ”, gitu-gitu lah. “Pikirkan dulu apa yang mau kamu tulis,
jangan sembarangan”, kek gitu.’
Universitas Sumatera Utara
Begitu pula dengan Kevin, yang memiliki persepsi bahwa pembimbingya tergolong individu yang berpikir realistis, mengungkapkan bahwa suasana
bimbingannya tergolong kaku dan menuntut mahasiswa menjadi proaktif. ‘Bapak itu dia berpikir realistis. Dia gak suka dengan orang yang
terburu-buru, memaksakan diri. Dengan orang yang berlama-lama dia juga gak suka. Bapak itu orangnya to the point. Bapak itu juga gak suka dengan
orang yang bertele-tele. Apa maunya katakan saja gitu, kek dia mengatakan kek gini, “Kamu mau tamat tahun berapa? saya bilang,
Awalnya Bulan 1. Gak bisa, gak akan terkejar.bulan 4 gitu.” Jadi sebenarnya to the point aja gitu. Dia menuntun kita lebih aktif, dia hanya
penilai saja. Dia hanya menilai bagus, cocok, atau kurang cocok, ganti. Kalo pun ganti, dia gak ngasih tau apa yang harus diganti. Kita yang cari
sendiri apa yang akan diganti. Dalam bimbingan itu kita yang lebih aktif, dia tidak menentukan apa yang kita kerjakan tapi kita yang berinisiatif apa
yang kita kerjakan. Hal-hal yang kurang dimengerti, kalopun kita menanyakan tentang isi dia pun gak tahu isi skripsi kita. Dia hanya tentang
tata letak dan judul yang ditengokinnya. dia tidak terlalu melihat isi skripsi kita. Jadi ada hal-hal yang tidak kita ketahui yah dia tidak tahu
menjawabnya.’
Yang menjadi kecemasan dan ketidakpastian Kevin adalah kekhawatiran akan skripsinya yang lama selesai karena dosen pembimbing yang tidak suka
terburu-buru. ‘Yang membuat cemas, kita gak bisa cepat. Kalo pun kita siap,
palingan dia pertanyakan “Dalam waktu sesingkat mungkin apakah benar- benar kamu mendapatkan data seperti ini?” Dia sepertinya kurang percaya
dalam mahasiswa yang cepat betul-betul mendapatkan data yang valid. Makanya saya 8 kali, gitu. Padahal bisanya saya kerjakan satu hari, tapi
karna memang sifat bapak itu seperti itu jadi saya agak undur. Ada muncul ketidakpastian juga mengenai kapan jadwal bertemu yang tepat, tapi
akhirnya saya menyimpulkan sendiri seminggu sekali waktu yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama.’
Berbeda dengan Fitri, Lydia, Teresia dan Kevin yang introvert, Ester dan Bernard justru tergolong mahasiswa yang ekstrovert. Kecemasan dan
ketidakpastian Bernard dan Ester sama-sama disebabkan oleh faktor eksternal yakni padatnya jadwal dosen pembimbing. Bernard karena Pak Indra memiliki
Universitas Sumatera Utara
jadwal yang padat sehingga Bernard merasa cemas dan tidak pasti akan waktu luang beliau untuk membimbingnya.
‘Bagaimanapun sebagai seorang dosen dia punya kekurangan, apalagi dosen pembimbing saya juga sibuk. Pas menjalani ada merasa
cemas dan tidak pasti. Karena biasanya dalam bimbingan biasanya udah buat janji sama bapak itu, misalnya janji menyerahkan skripsi itu untuk
dibaca, biasanya abang itu dititipkan dulu, baru mereka membaca, baru didiskusikan kembali sama kita. Abang itu istilahnya janjinya hari ini,
cuma karena kesibukannya abang itu dia ga sempat baca, diundurkan lagi besoknya abang itu juga masih sibuk, ga sempat baca, terakhir diundur
setelah 1 minggu baru bisa. Jadi kunilai, karena kesibukan di satu sisi, di satu sisi melatih kesabaran mahasiswa.’
Kecemasan dan ketidakpastian Ester dikarenakan kesibukan pembimbing dan seringnya pembimbing pergi ke luar kota bahkan ke luar negri sehingga Ester
harus menunggu pembimbingnya kembali selama beberapa minggu. Selain itu, beliau juga pernah menegur Ester karena Ester menghubungi beliau melalui sms.
Dan Ester pernah tidak menegur beliau, saat beliau melewatinya. Adanya permasalahan sederhana seperti ini juga mempengaruhi kecemasan Ester terhadap
proses bimbingan skripsinya. Kesimpulan Kasus:
1. Fitri mengalami komunikasi antarpribadi yang kurang efektif dengan
pembimbingnya. Komunikasi antarpribadi Fitri selama bimbingan skripis kurang terbuka dimana dosen pembimbing terlihat kurang semangat dalam menanggapi
informasi yang disampaikan Fitri. Selain itu, kurangnya empati pembimbing untuk merasakan kecemasan dan ketidakpastian Fitri akan skripsinya, kurangnya
situasi yang kondusif dan menyenangkan selama bimbingan karena karakter pembimbing yang terlalu disegani mahasiswa, dan hubungan komunikasi yang
Universitas Sumatera Utara
dibangun adalah hubungan vertikal sehingga Fitri tidak dapat terbuka sepenuhnya kepada pembimbingnya.
Peneliti melihat bahwa Fitri sudah mengetahui hal ini sebelumnya, sehingga Fitri tidak terlalu terkejut akan karakter pembimbing dan proses
bimbingan skripsinya. Bahkan Fitri sudah memahami sepenuhnya akan dirinya yang harus mencari jawaban atas permasalahan skripsinya seorang diri, tanpa
bantuan dosen pembimbing. Kecemasan dan ketidakpastian Fitri yang moderat tampak dari perilakunya
yang hanya merespon karakter pembimbing secara biasa. Hanya saja yang menjadi dilema Fitri adalah ketika Fitri harus memenuhi permintaan beliau untuk
mengirimkan beberapa rupiah demi membeli barang koleksi pembimbingnya. Fitri, mahasiswa yang sangat beragama, merasa itu melanggar komitmen dirinya
untuk tidak memberikan apapun yang berbau negatif di kalangan sosial, tetapi mengingat karakter dosen pembimbingnya yang emosional, hal ini tidak dapat
dihindarinya. Dengan kata lain, dalam proses bimbingan skripsi, Fitri harus membuang idealismenya. Ini jugalah yang menyebabkan kecemasan dan
ketidakpastian Fitri. Berdasarkan komunikasi antarpribadinya, peneliti menyimpulkan bahwa
faktor yang cenderung menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian Fitri adalah faktor internal dan faktor eksternal. Namun, peneliti melihat bahwa faktor
eksternal lebih mendominasi faktor internal. 2.
Lydia cenderung mengalami ketidakpastian selama bimbingan skripsi. Lydia tidak dapat memprediksi kapan pembimbingnya bercanda dan kapan beliau
Universitas Sumatera Utara
mengevaluasi dirinya. Ketidakpastian ini menimbulkan kecemasan Lydia saat akan bimbingan skripsi maupun saat sedang bimbingan skripsi.
Peneliti mengamati komunikasi antarpibadi Lydia sebenarnya sudah tergolong efektif. Dosen pembimbing dengan senang hati menanggapi informasi
dari Lydia, adanya empati dan dukungan terhadap Lydia, suasana yang diabngun juga menyenangkan, dan dosen pembimbing Lydia membangn hubungan
komunikasi horizontal dalam bimbingan skripsi. Kecemasan dan ketidakpastian Lydia timbul karena karakternya yang
introvert. Selain itu, karakter dosen pembimbing yang tidak terduga mendorong peningkatan kecemasan dan ketidakpastian Lydia dalam proses bimbingan skripsi.
Mengenai faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Lydia, peneliti menyimpulkan berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Dan berdasarkan
komunikasi antarpribadi Lydia dengan pembimbingnya dalam proses bimbingan skripsi, faktor internal Lydia cenderung mendominasi faktor eksternal.
3. Teresia, mahasiswa yang mudah cemas dan stress, memiliki konsep diri
yang rendah. Peneliti mengamati faktor internal inilah yang menjadi faktor penyebab kecemasan dan ketidakpastian Teresia. Bila dilihat dari komunikasi
antarpribadi dalam bimbingan skripsi, dosen pembimbing Teresia tergolong dosen yang terbuka, berempati terhadap mahasiswa bimbingan beliau, memiliki motivasi
tinggi untuk mendukung dan membimbing mahasiswa, serta berusaha menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dengan komunikasi yang
horizontal.
Universitas Sumatera Utara
Peneliti melihat bahwa dosen pembimbing Teresia memahami karakter Teresia yang sangat mudah cemas. Oleh sebab itu, pembimbing sangat berusaha
menciptakan suasana bimbingan yang terbuka demi menurunkan kecemasan Teresia tersebut. Dosen pembimbing Teresia sama sekali tidak ingin menjadi
penghambat proses penyelesaian skripsi Teresia. Beliau bersedia untuk dihubungi melalui telepon maupun pesan singkat. Dalam membimbing beliau juga tidak
hanya mengkritik, tetapi memberikan saran yang membangun Teresia. Dari komunikasi antarpribadi Teresia dengan pembimbingnya, peneliti
melihat bahwa komunikasi dosen pembimbing mampu mengubah kognitif, afektif, maupun konatif Teresia terhadap proses bimbingan skripsi. Teresia yang
kecemasan dan ketidakpastian awalnya tinggi, mengalami penurunan menjadi moderat.
Adapun parameter kecemasan dan ketidakpastian Teresia pada tingkat moderat adalah perilaku cemas Teresia yang selalu menanyakan kepada teman-
temannya hasil kerjanya saat akan bimbingan dengan Pak Robinson. Selain itu, secara fisik Teresia selalu merasa degupan jantung yang kencang saat akan
bimbingan dengan beliau. 4.
Kevin mengalami komunikasi antarpribadi yang cenderung tidak efektif. Peneliti melihat bahwa Kevin kurang terbuka terhadap dosen pembimbingnya
karena karakter dosen pembimbing yang tidak mau memberikan penyelesaian secara langsung kepada mahasiswa. Dosen pembimbing Kevin menuntut Kevin
aktif dalam mengatasi permasalahannya dalam bimbingan skripsi. Pembimbing hanya mengkritik skripsi Kevin, tanpa memberi saran. Seharusnya fungsi
Universitas Sumatera Utara
pembimbing membantu mahasiswa saat tidak menemukan penyelesaian dari permasalahan skripsinya, tetapi dosen pembimbing Kevin justru memiliki metode
bimbingan yang berbeda. Kurangnya keterbukaan membuat komunikasi antarpribadi Kevin dengan
pembimbingnya menjadi kaku. Peneliti mengamati Kevin mengalami kurangnya kemampuan berkomunikasi dimana saat Kevin tidak mengerti atau mengalami
kesulitan dalam proses pengerjaan skripsinya, Kevin tidak berani bertanya kepada pembimbingnya dan enggan mendiskusikan permasalahannya dengan beliau. Ini
adalah parameter kecemasan dan ketidakpastian Kevin dalam bimbingan skripsi. Adapun faktor yang cenderung menyebabkan kecemasan dan
ketidakpastian Kevin adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni kecemasan dan ketidakpastian Kevin akan menyusun jadwal bimbingan,
dan faktor eksternal adalah kurang terbukanya dosen dalam merasakan permasalahan mahasiswa bimbingan serta kurang adanya suasana yang
menyenangkan selama bimbingan skripsi. 5.
Bernard mengalami komunikasi antarpribadi yang tergolong efektif selama bimbingan. Dosen pembimbing Bernard adalah dosen yang terbuka dengan
mahasiswa dan sebelum proses bimbingan skripsi Bernard sudah menjalin komunikasi yang akrab dengan beliau. Kecemasan dan ketidakpastian Bernard
ada pada sibuknya jadwal Pak Indra. Bernard merasa cemas dan tidak pasti saat akan bimbingan dengan beliau. Peneliti melihat adanya kekhawatiran Bernard jika
pembimbingnya tidak memiliki waktu untuk membimbingnya.
Universitas Sumatera Utara
Kecemasan dan ketidakpastian Bernard terjadi ketika Bernard beberapa kali gagal untuk bimbingan skripsi karena dosen pembimbingnya yang sibuk dan
belum ada waktu untuk membaca skripsi yang dikerjakan Bernard. Selain itu kegagalan yang pernah terjadi adalah kurang jelasnya komunikasi dimana
pembimbing mengkritisi kembali konsep skripsi yang sudah disampaikan Bernard pada pertemuan sebelumnya.
Peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan dan ketidakpastian Bernard disebabkan oleh faktor eksternal yang berasal dari padatnya jadwal dosen
pembimbing Bernard. 6.
Ester mengalami kecemasan dan ketidakpastian karena pengaruh persepsi awalnya mengenai pembimbingnya. Selain itu sulitnya menentukan waktu
bimbingan dengan beliau karena kesibukan beliau yang seing ke luar kota meningkatkan kecemasan dan ketidakpastian Ester terhadap skripsinya. Namun,
Ester mempunyai strategi untuk menarik perhatian beliau yakni dengan mengikuti mata kuliah Ibu Linda walaupun Ester tidak mengambil mata kuliah tersebut.
Ester masuk kelas beliau untuk menunggu beliau supaya bisa bimbingan skripsi. Hal inilah yang membuat kecemasan dan ketidakpastian Ester berada pada tingkat
moderat. Kesimpulan kategori:
Secara keseluruhan peneliti mengamati bahwa terdapat Fitri mengalami kecemasan dan ketidakpastian yang berbeda dari informan lainnya. Kecemasan
dan ketidakpastian Fitri cenderung pada keinginan dosen pembimbing yang membuatnya harus melanggar prinsip hidupnya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Kategori III. MAHASISWA DENGAN TINGKAT KECEMASAN RENDAH PADA TAHAP MASUKAN DOSEN PEMBIMBING
Informan: 1. Agnesi
2. Christy 3. Mutiara
4. Erma 5. Nuel
6. Irwan Agnesi dengan karakternya yang tertutup pada awalnya merasa cemas
dalam proses bimbingan skripsi. Akan tetapi, setelah komunikasi efektif berlangsung dalam tahap personal bimbingan skripsi, kecemasan dan
ketidakpastian Agnesi menjadi semakin rendah. Bahkan Agnesi merasa senang dan antusias selama bimbingan skripsi.
‘Senang lah, pertama karena mudah dijumpain, terus karena sifat kakak itu yang baik, bersahabat, gitulah. Lebih ke senang nya sih, soalnya
walaupun Kak Emil gak suka banyak protes-protesnya, cuman kan dia udah lama jadi dosen pembimbing, jadi pastinya dia udah banyak
pengalaman lah ya, jadi banyak senangnya sih daripada cemasnya.’
Dalam komunikasi antarpribadi yang berlangsung selama bimbingan, Agnesi melihat keterbukaan dosen pembimbingnya dalam membimbing dan
membangun komunikasi yang kondusif selama proses bimbingan skripsi. ‘Pengetahuan kakak itu pasti lebih tinggi dari aku lah, tapi mudah
dimengerti, karena kakak itu bikin kayak diskusi sama teman gitu. Dia keknya menyesuaikan diri sama pengetahuan aku. Aku juga banyak
pertanyaan selama bimbingan. Soalnya Kak Emil kalo gak ditanya gak diprotes-protesnya, jadi aku banyak-banyak nanya.’
Sedangkan Christy dan Mutiara yang dibimbing oleh ketua departemen pada awalnya sebenarnya merasa cemas dalam komunikasi antarpribadi dengan
Universitas Sumatera Utara
pembimbing mereka. Namun, kedekatan mahasiswa dengan pembimbing sejak sebelum bimbingan membuat kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa menjadi
rendah. Peneliti mengamati bahwa baik Christy maupun Mutiara sudah memahami karakter pembimbingnya, sehingga mereka mampu mengatasi atau
menghindari permasalahan dalam komunikasi antarpribadi mereka selama bimbingan skripsi.
‘Karena memang harus bimbingan yah bimbingan, bapak itu mood-moodan sih. Kita pandai baca mood dia aja. Tapi sejauh yang aku
bimbingan sama dia, yah gimana ngehadapin dosen. Masalah dari bapak itu ya, terus kesibukan bapak itu. Kadang kita gak ini, gak bisa, kadang
kan kayak teman2 lain bisa “Pak, saya bisa kan tanggal sekian?” gak bisa targetnya dari kita. Keknya dia nargetin kita, bukan kita yang nargetin
tanggal sekian.’
Dibandingkan informan lainnya, hanya Erma yang belum menjalin interaksi komunikasi antarpribadi dengan pembimbingnya sebelum proses
bimbingan skripsi. Meskipun demikian, dari informasi yang Erma peroleh tidak ada karakter beliau yang bertolak belakang dengan karakter Erma. Persepsi Erma
terhadap pembimbingnya sangat positif meskipun komunikasi antarpribadi mereka baru berlangsung selama bimbingan skripsi.
‘aku mengatakan ibu itu baik ya karena ibu itu tetap membimbing, kondisi suasana hatinya gak terlalu dibawakan kalo jumpa sama dosennya,
kalo kita masih kurang ya udah dibantu, kalo memang kita salah kau yang bagian ini salah. Ibu itu sih orangnya yang gak terlalu memojokkan
mahasiswa, kalau selama aku yang kulihat ibu itu membuat kita lebih nyaman.’
Begitu juga dengan Nuel dan Irwan yang tidak merasa cemas dan tidak pasti selama bimbingan skripsi. Bahkan Nuel menjadi terlalu santai karena dosen
pembimbing sangat baik dan pengertian.
Universitas Sumatera Utara
‘Dia perhatian. Dia supportnya bagus, banyak dosen yang tidak peduli sama mahasiswanya, mau datang atau gak. Pernah dua bulan itu aku
kan gak pernah datang kampus. Jadi tiba2 aku ini lagi jalan dari kampung menuju medan, jadi dia sms aku. Gimana skripsimu? Jadi kujawab oh,
maaf ya pak aku gak bisa nelpon,aku lagi di jalan nih menuju medan. Jadi karna kebetulan orangtua ku lagi sakit di Jakarta,ya.. mohon maaf lah
pak saya belum bisa turun ke lapangan. Jadi yah besoknya aku ditelpon dia, kalo masih kek gitu ceritanya yah gak usah dipikirin lah atau gini aja
cepat kau selesaikan itu, masalah bab 2 nya.. bab 2 nya kan udah bisa, kalo bisa bab 3 ya usahakanlah satu bulan . kalo memang ada kendala
cepat2 kau kabari aku. Gara-gara kebaikan dia merespon aku, saya pun jadi malas sendiri. Ya walaupun misalnya gak gara-gara itu, ada hal yang
lain tapi adalah akibat seperti itu. Entah karna aku berpikiran tidak ada masalah sama dosenku, aku agak-agak terlena gitu lah.’
Begitu pula Irwan yang sangat akrab dengan dosen pembimbingnya, sampai Irwan mengungkapkan ada kekuatan emosional seperti berbicara dengan
orangtua sendiri saat Irwan konsultasi bimbingan skripsi dengan Pak Warjio. ‘Sejauh ini baik ya, bahkan lebih dari itu,irwan anggap bapak itu
udah jadikan Irwan salah satu orang yang dipercaya juga misalnya baru- baru ini ada seminar antarbangsa di umsu, Irwan satu2nya mahasiswa yang
dihubungi beliau untuk datang ke UMSU. Terus dalam waktu dekat ini, nanti kementrian luar negri RI yang di Jakarta bakal datang ke fisip
ngadakan seminar, itu Irwan satu-satunya mahasiswa yang menjadi penghubung mereka nanti misalnya irwan dihubungkan dengan
kementrian di Jakarta nanti apa yang irwan komunikasikan sama beliau, irwan sampaikan sama Pak Warjio. Istilahnya penyambung lidahnya.
Irwan ambil hikmahnya setelah sidang, kedekatan kami makin kuat, makin dekat malah.’
Adanya keterbukaan dosen pembimbing sangat mempengaruhi mental dan motivasi mahasiswa. Hal inilah yang terjadi pada keenam informan di atas yang
menyebabkan ketidakcemasan dan kepastian mahasiswa akan proses bimbingan skripsi mereka.
Kesimpulan Kasus: 1.
Agnesi adalah informan yang awalnya merasakan kecemasan dan ketidakpastian terhadap skripsinya karena karakater pembimbing yang baik dan
Universitas Sumatera Utara
jarang mengkritik skripsi Agnesi. Awalnya Agnesi merasa cemas dan tidak pasti akan kemampuan beliau dalam membimbingnya. Namun pada tahap personal
dengan adanya komunikasi antarpribadi yang berlangsung efektif, kecemasan dan ketidakpastian Agnesi menurun dan antusiasme Agnesi meningkat.
Parameter rendahnya kecemasan dan ketidakpastian Agnesi dalam komunikasi antarpribadi bimbingan skripsi, bahasa verbal Agnesi meningkat
dimana Agnesi semakin sering bertanya kepada dosen pembimbingnya untuk mengurangi ketidakpastiannya.
Adapun faktor yang cenderung menyebabkan ketidakcemasan dan kepastian Agnesi adalah faktor eksternal, yakni dukungan dari dosen pembimbing
Agnesi. 2.
Christy merasa tidak cemas karena dalam proses bimbingan skripsi, dosen pembimbingnya tidak mempersulit proses penyelesaian skripsinya. Di sampan itu,
ketika Christy mengetahui bahwa dosen pembimbingnya mudah terbawa emosi, saat akan bimbingan Christy selalu memperhatikan ekspresi wajah beliau, apakah
sedang senang atau sedang marah. Hal ini yang membuat komunikasi antarpribadi Christy dengan Pak Matias berlangsung baik karena Christy merasakan kondisi
pembimbingnya ketika hendak bimbingan. 3.
Mutiara, mahasiswi ekstrovert yang sangat memahami hal-hal yang tidak disukai pembimbingnya dan hal-hal yang disenangi beliau. Mutiara adalah
mahasiswi yang aktif, ramah, dan sopan. Setiap kali ingin bimbingan, Mutiara menghubungi beliau terlebih dulu dan selalu mengawali kalimatnya dengan kata
‘maaf menggangu’. Bila dilihat dari karakter dosen pembimbingnya, Ibu Lina
Universitas Sumatera Utara
adalah dosen yang sangat disegani dan ditakuti mahasiswa Sosiologi karena ketegasan, kedisipilinan serta perfeksionis beliau, tetapi Mutiara justru kagum
kepada beliau. Peneliti melihat bahwa Mutiara sangat menjiwai dosen pembimbingnya sehingga informan ini tidak merasa cemas dan tidak pasti.
Mutiara memiliki persepsi bahwa Ibu Lina adalah seorang dosen yang baik, bertanggung jawab, dan perfeksionis beliau sesuai dengan karakter Mutiara
yang juga perfeksionis. Adanya kesamaan dan penghargaan kepada pembimbingnya, mendorong
komunikasi antarpribadi Mutiara berlangsung efektif dengan dosen pembimbingnya. Dan komunikasi efektif menimbulkan rasa optimis pada Mutiara
dalam menyelesaikan skripsinya. 4.
Erma, tidak merasa cemas karena keyakinannya akan dosen pembimbingnya yang akan mendukung dan membantunya dalam menyelesaikan
skripsinya. Adanya keyakinan ini membuat Erma membuka diri terhadap pembimbingnya dan menciptakan komunikasi yang terbuka dan saling
menghargai sehingga Erma tidak merasakan kecemasan dan ketidakpastian. 5.
Nuel memiliki dosen pembimbing yang sangat pengertian. Bapak Nurman selalu mengawasi Nuel. Bahkan ketika Nuel tidak bimbingan selama dua bulan,
beliau yang menghubungi Nuel untuk memastikan keadaan skripsinya apakah sudah terselesaikan atau belum. Dukungan dari dosen pembimbing ini yang
menyebabkan Nuel tidak merasakan kecemasan dan ketidakpastian.
Universitas Sumatera Utara
6. Irwan, mahasiswa yang diminta Pak Warjio untuk dibimbing oleh beliau,
sudah menjalin interaksi komunikasi antarpribadi yang baik sebelum bimbingan. Selain itu, skripsi Irwan meningkatkan keakraban Irwan dengan Pak Warjio
karena Pak Warjio memang memiliki spesifikasi pada objek penelitian Irwan. Keakraban komunikasi antarpribadi Irwan dengan pembimbingnya membuat
Irwan menganggap beliau seperti orangtuanya sendiri.
Kesimpulan Kategori: Diantara keenam informan yang merasakan kecemasan dan ketidakpastian
pada tingkat rendah, hanya Agnesi dan Christy yang tergolong individu introvert, susah beradaptasi dan lebih fokus pada pemikiran dan perasaannya sendiri.
Diantara keenam informan, hanya Erma yang belum pernah menjalin komunikasi antarpribadi dengan pembimbingnya sebelum proses bimbingan skripsi. Dan
diantara keenam informan, hanya Christy dan Mutiara yang dibimbing oleh ketua departemennya yang adalah dosen pembimbing yang disegani dan ditakuti
mahasiswa. Dari keenam informan di atas, semuanya merasakan kecemasan dan
ketidakpastian yang rendah dalam proses bimbingan skripsinya bahkan merasa antusias pada tahap personal bimbingan skripsi.
Kesimpulan Tahap: Pada tahap personal, mahasiswa memiliki persepsi interpersonal yang
lebih kuat mengenai karakter dosen pembimbingnya. Setelah beberapa kali
Universitas Sumatera Utara
bimbingan skripsi dan terjadi komunikasi antarpribadi antara mahasiswa dengan dosen pembimbingnya, mahasiswa akan menentukan sikap seperti apa yang
dibangun agar tidak merusak komunikasi antarpribadi mahasiswa dengan dosen pembimbing.
Berdasarkan kategori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa: 1.
Tahap personal adalah tahap dimana mahasiswa dan dosen pembimbing sudah saling memahami karakter dan psikologis satu sama lain. Dengan adanya
ikatan psikologis yang lebih kuat, mahasiswa maupun dosen pembimbing akan lebih terbuka dan komunikasi akan berjalan lebih efektif dibandingkan tahap
penunjukan dan masukan. 2.
Pada tahap personal dapat dilihat tingkat keakraban mahasiswa dengan pembimbing, begitu juga tingkat kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa.
Tingginya kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa pada tahap personal lebih rendah dibandingkan pada tahap masukan atau penunjukan.
IV.4 PEMBAHASAN